BAB I
DEFINISI
A. Pengertian Koma
Pasien koma adalah keadaan klinis ketidaksadaran di mana pasien tidak tanggap
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Koma adalah keadaan penurunan
kesadaran dan respons dalam bentuk yang berat, kondisinya seperti tidur yang
dalam dimana tidak dapat bangun dari tidurnya.
Pasien koma tidak dapat dibangunkan, tidak dapat memberikan respon normal
terhadap rasa sakit dan cahaya, tidak dapat memiliki siklus tidur dan bangun, dan
tidak dapat melakukan tindakan secara sukarela.
Koma terjadi apabila gangguan atau kerusakan pada pusat kesadaran timbul pada
migrain atau thalamus. Pada koma masih ada reaksi dengan gerakan pertahanan
primitiv, seperti reflek kornea, reflek pupil, dan menarik tungkai.
Alat bantuan hidup dasar adalah alat kesehatan yang dipakai saat pelaksanaan
bantuan hidup dasar pada pasien yang memerlukan bantuan hidup.
Koma dibedakan menjadi :
1. Koma Kortikal Bihemisferik
a. Terjadi apabila ada gangguan kortek serebri secara menyeluruh
b. Disebut juga dengan koma metabolic, yaitu koma yang timbul karena terjadi
gangguan metabolic sel neuron di korteks serebri di kedua hemisfer.
2. Koma Diensefalik
a. Terjadi apabila ada gangguan ARAS
b. Gangguan ARAS timbul oleh karena adanya proses patologi supra tentorial
dan intra tentorial :
1) Proses patologi supra tentorial
Merupakan suatu proses desak ruang supra tentorial yang akhirnya
menimbulkan pressure cone yaitu inkaserasi dari unkus di insisura
tentori. Akibatnya klien mengalami paralysis nervus III dan penurunan
kesadaran (koma). Hal ini terjadi pada tumor serebri, hematoma intra
cranial dan abses intra cranial.
2) Proses patologi intra tentorial
Merupakan proses penyumbatan lintasan liquor serebrospinal yang
1/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
B. PENGERTIAN VENTILATOR
Ventilator mekanik adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara
memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan dan
juga merupakan mesin bantu nafas yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa
ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak didesain untuk
pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup
(life - support). Maksudnya adalah jika ventilator berhenti bekerja maka pasien akan
meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di
samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator berhenti
bekerja dapat langsung dilakukan manual ventilasi.
Pengetahuan mengenai cara kerja ventilasi mekanik, mode pengoperasian ventilator
yang paling sering digunakan dan komplikasi yang berhubungan dengan
penggunaannya adalah suatu keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh semua
klinisi di unit perawatan intensif (ICU). Setelah ventilasi mekanik diperkenalkan ke
dalam praktik klinis, ketertarikan untuk mengembangkan mode-mode ventilasi
terbaru terutama bagi pasien-pasien dengan gagal napas meningkat dengan pesat.
Pendekatan dengan cara ini berdasarkan persepsi bahwa ventilasi mekanik adalah
suatu terapi pada pasien dengan gagal napas, namun ventilasi mekanik bukanlah
suatu terapi. Pada kenyataannya, penemuan yang paling signifikan tentang ventilasi
mekanik ini, yaitu sejak fakta bahwa teknik ini dapat merusak paru-paru ditemukan
dan secara tidak langsung dapat mengganggu fungsi dari organ-organ lain. Ventilasi
mekanik adalah teknik yang berlawanan dengan fisiologi ventilasi, yaitu dengan
menghasilkan tekanan positif sebagai pengganti tekanan negatif untuk
mengembangkan paru-paru, sehingga tidak mengherankan, dalam pemakaiannya
dapat menimbulkan permasalahan. Kecenderungan terbaru saat ini tentang
penggunaan volume tidal yang rendah selama ventilasi mekanik adalah langkah
yang benar karena strategi “semakin rendah semakin baik” adalah yang paling tepat
2/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
diterapkan pada teknik ventilasi yang berlawanan dengan proses fisiologi yang
normal. Segala sesuatu yang diterapkan dengan ventilator dapat menyebabkan
dampak yang dikehendaki karena ventilasi mekanik merupakan alat bantu dan bukan
modalitas terapi. Sebaliknya, ventilasi mekanik bias menyebabkan efek negatif yang
dapat merugikan pasien. Oleh karena itu, mode ventilasi yang terbaik adalah yang
memiliki efek samping yang paling rendah saat diterapkan pada pasien.
C. Tujuan :
1. Pemilihan alat bantu yang tepat alat dan tepat pasien.
2. Pemakaian alat bantu secara benar.
BAB II
3/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup panduan pelayanan pada pasien koma dengan alat bantu meliputi
menstabilkan kondisi pasien, pemenuhan kebutuhan dasar pasien, pencegahan
terjadinya komplikasi, penegakkan diagnosis serta penatalaksanaan pasien sesuai
dengan kondisinya, pencegahan terjadinya infeksi nosokomial serta melindungi
keselamatan pasien koma selama masa perawatan. Meliputi pasien koma yang baru tiba
di UGD maupun yang berada dalam perawatan di ruang rawat inap.
A. Penyebab Kondisi Koma pada Pasien
1. Penyakit Intra kranial
a. Trauma sistem syaraf pusat
1) Contusio cerebri
2) Commusio cerebri
3) Fraktur cerebri
4) Hematoma epidural
5) Hematoma subdural
6) Hematoma intra cerebral
b. Gangguan peredaran darah otak
1) Stroke Hemorragie
2) Stroke non hemorriagie (emboli serebri, thrombosis serebri)
3) Perdarahan sub arachnoid
c. Infeksi sistem syaraf pusat
1) Meningitis
2) Abses otak
3) Virus enchepalitis
d. Tumor sistem syaraf pusat
1) Perdarahan dalam tumor serebri
2) Edema serebri sekitar tumor serebri
e. Serangan kejang – kejang (epilepsy)
f. Penyakit degenerative system syaraf pusat
g. Peningkatan tekanan intra cranial berbagai sebab
2. Penyakit ekstra cranial
1) Vaskuler; syok, payah jantung, hipertensi, hipotensi
2) Metabolic ; asidosis metabolic, hipoglikemia, hiperglikemia, hipokalemia,
hiperkalemia, hipoksia, hiperkarbia, koma diabetikum, dll
4/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Laboratorium
Digunakan untuk mengidentifikasi penyebab ketidaksadaran yang mencakup tes
gula darah, elektrolit, amonia serum, nitrogen, urea, osmolaritas kalsium,
kandungan keton serum, alkohol dan analisa gas darah.
2. Pemerikasaan tambahan lainnya CT Scan atau MRI Kepala (rujuk ke RSMH
Palembang}, untuk menyingirkan kemungkinan adanya cedera otak atau
perdarahan.
5/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
2. Anamnesa
Semua sumber informasi yang ada harus digali, termasuk keluarga penderita dan
temannya, saksi lainnya, termasuk catatan paramedik. Perlu ditanyakan riwayat
adanya trauma, penggunaan obat - obatan atau alkohol, kondisi medis (penyakit
infeksi), nyeri kepala sebelumnya. Perlu ditanyakan mengenai waktu timbulnya koma,
apakah berlangsung cepat (over dosis obat, trauma, intercerebral atau perdarahan
fossa posterior), atau gradual (penyakit toxic-metabolic, infeksi, tumor otak atau
perdarahan subdural chronic).
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting setelah stabilisasi, meliputi tanda vital, observasi
pola pernapasan, gerakan tubuh (jika ada) dan habitus tubuh termasuk penilaian
batang otak, fungsi kortikal meliputi tes reflek khusus, antara lain tes reflek
oculocephalic (dolls eyes test), tes reflek oculovestibular (cold caloric test), nasal
tickle, reflek kornea dan reflek muntah.
Tanda vital lainnya, seperti suhu tubuh (rectal lebih akurat), tekanan darah, denyut
nadi, frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen. Pola pernapasan sangat penting
dan perlu dicatat pada penderita koma. Beberapa pola khas pernapasan seperti
Cheyne-Stokes, di mana penderita bernapas sebagai episode bergantian antara
hiperventilasi dan apnea. Hal ini sangat berbahaya dan sering terlihat pada saat
herniasi otak, lesi kortikal luas atau kerusakan batang otak. Pola napas lainnya
adalah apneustic breathing, di mana ditandai dengan inspirasi yang mendadak
berhenti dan ini disebabkan oleh lesi dari pons. Ataxic breathing biasanya irregular
dan biasanya disebabkan oleh lesi medulla.
6/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
Penilaian posture dan habitus tubuh merupakan tahap selanjutnya. Hal tersebut
meliputi observasi menyeluruh tentang posisi penderita. Ada dua posture khas
penderita koma. Posture Decorticate adalah posisi di mana tangan penderita fleksi
pada siku dan mendekati tubuh dengan kedua kaki ekstensi. Posture Decerebrate
adalah posisi khas di mana kedua tangan dan kaki bersamaan ekstensi. Posisi
tersebut merupakan tanda kritis di mana terjadi kerusakan pada sistem saraf pusat.
Posture Decorticate mengindikasikan adanya lesi pada atau di atas red nucleus
(dekat korteks), di mana posture decerebrate mengindikasikan adanya lesi pada atau
di bawah nucleus (dekat batang otak).
Penilaian pupil memiliki porsi yang penting dalam pemeriksaan penderita comatous,
pupil dapat memberikan informasi tentang sebab dari koma.
7/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Laboratorium
8/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap
memberikan volume tidal yang konsisten.
Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru
secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan
pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini
dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol,
sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma.
Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat
rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.
9/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
kita dapat menggambarkan mode dengan bentuk–bentuk gelombang tekanan, aliran dan
volume yang diperoleh dari jenis mode ventilasi yang diterapkan pada pasien
Menurut sejarah, mekanisme trigger (pemicu) sering disebut dengan istilah mode.
Mode kontrol (pemicu waktu), mode assist (pemicu tekanan) dan mode assist/control
(pemicu waktu dan tekanan) adalah mode yang paling umum digunakan untuk memicu
ventilator saat inspirasi. Setelah itu, berkembang pula mode-mode ventilasi lainnya
seperti IMV (intermitten mandatory ventilation), SIMV (synchronize intermitten mandatory
ventilation), PEEP (positive end expiratory pressure), CPAP (continuous positive airway
pressure), pressure control, PS (pressure support), dan APRV (airway pressure release
ventilation).
a. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory Support)
Bantuan ventilasi Penuh (full ventilator support/FVS) dan bantuan ventilasi sebagian
(partial ventilator support/PVS) adalah istilah untuk menggambarkan tingkatan ventilasi
mekanik yang diberikan. FVS terdiri dari 2 komponen, yaitu ventilator memberikan semua
energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang efektif dan FVS ini
hanya terjadi bila laju napas ventilator 8 atau lebih dan volume tidal antara 8-12 ml/kg
berat badan ideal, karena pengaturan ventilasi ini dapat menyebabkan PaCO2 kurang
dari 45 mmHg. Pada PVS, laju napas ventilator dan volume tidal yang diberikan kurang
daripada FVS, sehingga pasien berperan serta dalam kerja pernapasan (work of
breathing/WOB) untuk tetap menjaga ventilasi alveolar yang efektif. FVS pada umumnya
diberikan dengan cara assist-control juga ventilasi volume atau ventilasi tekanan. Mode
harus diatur sedemikian rupa sehingga pasien mendapatkan ventilasi alveolar yang
adekuat tanpa memperhitungkan pasien dapat bernapas spontan atau tidak. Pada PVS
dapat digunakan mode ventilasi apa saja, tetapi pasien dapat berperan serta secara aktif
dalam mempertahankan PaCO2 yang adekuat. Pada gagal napas akut, tujuan awal
pemberian ventilasi adalah bantuan napas segera untuk memberikan waktu istirahat bagi
otot-otot pernapasan. Setelah beberapa jam sampai beberapa hari, diharapkan kondisi
pasien telah stabil dan mulai pulih. Bila mode ventilasi tetap dipertahankan, maka akan
terjadi kelemahan otot-otot atau atropi sehingga beberapa klinisi tidak menganjurkan
penggunaan FVS dan lebih menyukai PVS digunakan sejak awal. Namun demikian, FVS
tetap dibutuhkan untuk menghindari terjadinya atropi otot-otot pernapasan.
10/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
11/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
(auto triggering) tanpa mengalirkan volume atau tekanan. Hal ini dapat dikoreksi dengan
membuat mesin kurang sensitif terhadap usaha napas pasien. Sebaliknya bila usaha
inspirasi menunjukkan tekanan -3 cmH2O pada pembacaan di manometer, maka mesin
kurang sensitif terhadap usaha napas pasien, oleh sebab itu, sensitivitasnya harus
ditingkatkan. Tanpa penggunaan obat pelumpuh otot maupun depresan napas, maka sulit
untuk menghindarkan terjadinya alkalosis respiratorik. PCO2 dapat mencapai batas
apnea (32 mmHg) pada beberapa pasien.
12/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
untuk memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di samping itu, PSV ini dapat
mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk
mengurangi work of breathing selama proses penyapihan (weaning) dari ventilator.
Tujuan PSV ini bukan untuk memperkuat volume tidal, namun untuk memberikan tekanan
yang cukup untuk mengatasi resistensi yang dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit
ventilator. Tekanan inflasi antara 5 sampai 10 cmH2O cukup baik untuk keperluan ini.
PSV cukup populer sebagai salah satu metode ventilasi mekanik non invasif. Untuk
ventilasi non invasif ini PSV diberikan melalui sungkup wajah atau sungkup hidung
khusus dengan tekanan 20 cmH2O.
13/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
PEEP spontan, tekanan negatif jalan napas dibutuhkan untuk inhalasi. PEEP spontan
telah digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan work of breathing.
Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi. CPAP
dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan katup pengatur
tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk menunda
intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini harus dipasang
dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan, sehingga hanya dapat
digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat ditoleransi oleh pasien
terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur, juga pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.
14/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
15/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
disebabkan oleh obstruksi jalan napas, pasien sering mengalami kekurangan waktu
untuk ekspirasi sehingga menimbulkan hiperinflasi dinamik. Hal ini menyebabkan
timbulnya auto-PEEP yaitu tekanan akhir ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari
tekanan atmosfer. Bila didapatkan auto-PEEP, maka dibutuhkan pemicu ventilator
(trigger) berupa tekanan negatif jalan napas yang lebih tinggi dari sensitivitas
pemicu maupun auto-PEEP. Jika pasien tidak mampu mencapainya, maka usaha
inspirasi menjadi sia-sia dan dapat meningkatkan kerja pernapasan (work of
breathing). Pemberian PEEP dapat mengatasi hal ini karena dapat mengurangi
auto-PEEP dari tekanan negatif total yang dibutuhkan untuk memicu ventilator.
Secara umum, PEEP ditingkatkan secara bertahap sampai usaha napas pasien
dapat memicu ventilator secara konstan hingga mencapai 85% dari auto-PEEP
yang diperkirakan.
6. Sensitivitas Pemicu (trigger sensitivity)
Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh pasien
untuk memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini harus cukup
rendah untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus cukup tinggi untuk
menghindari sensitivitas yang berlebihan terhadap usaha napas pasien. Tekanan ini
berkisar antara -1 sampai -2 cmH2O. Pemivu ventilator ini timbul bila aliran napas
pasien menurun 1 sampai 3 l/menit.
16/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
17/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
dapat terdistribusi pada daerah paru-paru yang memiliki fungsi yang normal.
Kecenderungan ini timbul terutama bila volume inflasi yang diberikan terlalu besar.
Hiperinflasi pada daerah paru-paru yang normal selama ventilasi mekanik dapat
menyebabkan stress fracture pada kapiler-kapiler penghubung alveoli (alveolar capillary
interface). Hal ini timbul karena pemberian tekanan alveolar yang terlalu besar
(barotrauma) atau volume alveolar yang berlebihan (volutrauma). Ruptur alveolar
menyebabkan efek yang merugikan antara lain akumulasi gas alveoli di parenkim paru
yang dapat menyebabkan emfisema pulmonal interstisial, di mediastinum yang
mengakibatkan pneumomediastinum dan di rongga pleura sehingga menimbulkan
pneumotoraks. Konsekuensi lainnya adalah inflammatory lung injury yang sulit dibedakan
dengan ARDS, di samping adanya kemungkinan cedera multi organ karena pelepasan
mediator inflamasi ke aliran darah yang dikenal dengan biotrauma.
18/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
19/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
BAB IV
DOKUMENTASI
Setelah pasien dipasang alat bantu hidup dasar maka kondisi, jenis alat dan pemakaian
O2 didokumentasikan dalam lembar observasi pasien.
Perhatikan SPO dari masing – masing tindakan yang akan dilakukan serta mencatat
seluruh rencana tindakan, implementasi serta evaluasi tindakan di lembar yang berlaku
dan didokumentasikan dalam status pasien.
20/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
BAB V
PENUTUP
Demikian Panduan Koma dengan Ventilator ini dibuat dengan mengutamakan mutu dan
keselamatan pasien di RSK dr.Rivai Abdullah Palembang.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31September 2018
DIREKTUR RS YADIKA
21/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018
22/21