Anda di halaman 1dari 22

Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu

Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

PANDUAN PASIEN KOMA DENGAN VENTILATOR

BAB I
DEFINISI

A. Pengertian Koma
Pasien koma adalah keadaan klinis ketidaksadaran di mana pasien tidak tanggap
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Koma adalah keadaan penurunan
kesadaran dan respons dalam bentuk yang berat, kondisinya seperti tidur yang
dalam dimana tidak dapat bangun dari tidurnya.
Pasien koma tidak dapat dibangunkan, tidak dapat memberikan respon normal
terhadap rasa sakit dan cahaya, tidak dapat memiliki siklus tidur dan bangun, dan
tidak dapat melakukan tindakan secara sukarela.
Koma terjadi apabila gangguan atau kerusakan pada pusat kesadaran timbul pada
migrain atau thalamus. Pada koma masih ada reaksi dengan gerakan pertahanan
primitiv, seperti reflek kornea, reflek pupil, dan menarik tungkai.
Alat bantuan hidup dasar adalah alat kesehatan yang dipakai saat pelaksanaan
bantuan hidup dasar pada pasien yang memerlukan bantuan hidup.
Koma dibedakan menjadi :
1. Koma Kortikal Bihemisferik
a. Terjadi apabila ada gangguan kortek serebri secara menyeluruh
b. Disebut juga dengan koma metabolic, yaitu koma yang timbul karena terjadi
gangguan metabolic sel neuron di korteks serebri di kedua hemisfer.
2. Koma Diensefalik
a. Terjadi apabila ada gangguan ARAS
b. Gangguan ARAS timbul oleh karena adanya proses patologi supra tentorial
dan intra tentorial :
1) Proses patologi supra tentorial
Merupakan suatu proses desak ruang supra tentorial yang akhirnya
menimbulkan pressure cone yaitu inkaserasi dari unkus di insisura
tentori. Akibatnya klien mengalami paralysis nervus III dan penurunan
kesadaran (koma). Hal ini terjadi pada tumor serebri, hematoma intra
cranial dan abses intra cranial.
2) Proses patologi intra tentorial
Merupakan proses penyumbatan lintasan liquor serebrospinal yang

1/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

menimbulkan pressure cone yaitu inkaserasi (terjepitnya) tonsil serebri


di foramen magnum. Yang mengakibatkan klien mengalami penurunan
kesadaran, hal ini terjadi pada infark batang otak bagian rostal, kontusio
serebri, tumor, dan arakhnoiditis.

B. PENGERTIAN VENTILATOR
Ventilator mekanik adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara
memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan dan
juga merupakan mesin bantu nafas yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. 
Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa
ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak didesain untuk
pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup
(life - support). Maksudnya adalah jika ventilator berhenti bekerja maka pasien akan
meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di
samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator berhenti
bekerja dapat langsung dilakukan manual ventilasi.
Pengetahuan mengenai cara kerja ventilasi mekanik, mode pengoperasian ventilator
yang paling sering digunakan dan komplikasi yang berhubungan dengan
penggunaannya adalah suatu keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh semua
klinisi di unit perawatan intensif (ICU). Setelah ventilasi mekanik diperkenalkan ke
dalam praktik klinis, ketertarikan untuk mengembangkan mode-mode ventilasi
terbaru terutama bagi pasien-pasien dengan gagal napas meningkat dengan pesat.
Pendekatan dengan cara ini berdasarkan persepsi bahwa ventilasi mekanik adalah
suatu terapi pada pasien dengan gagal napas, namun ventilasi mekanik bukanlah
suatu terapi. Pada kenyataannya, penemuan yang paling signifikan tentang ventilasi
mekanik ini, yaitu sejak fakta bahwa teknik ini dapat merusak paru-paru ditemukan
dan secara tidak langsung dapat mengganggu fungsi dari organ-organ lain. Ventilasi
mekanik adalah teknik yang berlawanan dengan fisiologi ventilasi, yaitu dengan
menghasilkan tekanan positif sebagai pengganti tekanan negatif untuk
mengembangkan paru-paru, sehingga tidak mengherankan, dalam pemakaiannya
dapat menimbulkan permasalahan. Kecenderungan terbaru saat ini tentang
penggunaan volume tidal yang rendah selama ventilasi mekanik adalah langkah
yang benar karena strategi “semakin rendah semakin baik” adalah yang paling tepat

2/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

diterapkan pada teknik ventilasi yang berlawanan dengan proses fisiologi yang
normal. Segala sesuatu yang diterapkan dengan ventilator dapat menyebabkan
dampak yang dikehendaki karena ventilasi mekanik merupakan alat bantu dan bukan
modalitas terapi. Sebaliknya, ventilasi mekanik bias menyebabkan efek negatif yang
dapat merugikan pasien. Oleh karena itu, mode ventilasi yang terbaik adalah yang
memiliki efek samping yang paling rendah saat diterapkan pada pasien.

C. Tujuan :
1. Pemilihan alat bantu yang tepat alat dan tepat pasien.
2. Pemakaian alat bantu secara benar.

BAB II

3/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan pelayanan pada pasien koma dengan alat bantu meliputi
menstabilkan kondisi pasien, pemenuhan kebutuhan dasar pasien, pencegahan
terjadinya komplikasi, penegakkan diagnosis serta penatalaksanaan pasien sesuai
dengan kondisinya, pencegahan terjadinya infeksi nosokomial serta melindungi
keselamatan pasien koma selama masa perawatan. Meliputi pasien koma yang baru tiba
di UGD maupun yang berada dalam perawatan di ruang rawat inap.
A. Penyebab Kondisi Koma pada Pasien
1. Penyakit Intra kranial
a. Trauma sistem syaraf pusat
1) Contusio cerebri
2) Commusio cerebri
3) Fraktur cerebri
4) Hematoma epidural
5) Hematoma subdural
6) Hematoma intra cerebral
b. Gangguan peredaran darah otak
1) Stroke Hemorragie
2) Stroke non hemorriagie (emboli serebri, thrombosis serebri)
3) Perdarahan sub arachnoid
c. Infeksi sistem syaraf pusat
1) Meningitis
2) Abses otak
3) Virus enchepalitis
d. Tumor sistem syaraf pusat
1) Perdarahan dalam tumor serebri
2) Edema serebri sekitar tumor serebri
e. Serangan kejang – kejang (epilepsy)
f. Penyakit degenerative system syaraf pusat
g. Peningkatan tekanan intra cranial berbagai sebab
2. Penyakit ekstra cranial
1) Vaskuler; syok, payah jantung, hipertensi, hipotensi
2) Metabolic ; asidosis metabolic, hipoglikemia, hiperglikemia, hipokalemia,
hiperkalemia, hipoksia, hiperkarbia, koma diabetikum, dll

4/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

3) Keracunan; alkohol, narkotika, barbiturate, tranquilizer, dll


4) Infeksi sistemik berat; pneumonia, thypoid, dll
5) Trauma fisik; hipothermia, elektro koagulasi

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Laboratorium
Digunakan untuk mengidentifikasi penyebab ketidaksadaran yang mencakup tes
gula darah, elektrolit, amonia serum, nitrogen, urea, osmolaritas kalsium,
kandungan keton serum, alkohol dan analisa gas darah.
2. Pemerikasaan tambahan lainnya CT Scan atau MRI Kepala (rujuk ke RSMH
Palembang}, untuk menyingirkan kemungkinan adanya cedera otak atau
perdarahan.

C. Manifestasi Klinis dari Kondisi Koma


1. Tidur nyenyak sekali
2. Gerakan spontan tidak ada
3. Ditegur tidak ada respon
4. Dicubit tidak ada respon
5. Reflek pupil positif (+)
6. Tonus flaksid
7. Reflek kornea positif (+)

D. Alat Bantu yang Digunakan Saat Melakukan Bantuan Hidup Dasar


1. Fit mask ( masker ketat )
2. Self Inflating Bag ( ambu bag )
3. Oropharingeal airway ( mayo / guedel )
4. Nasopharingeal aiway
5. Endotrakheal Tube

E. Alat Bantuan Hidup Dasar Digunakan pada Pasien dengan:


1. Gangguan nafas
2. Obstruksi jalan nafas
BAB III
TATA LAKSANA

5/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

A. Penatalaksanaan Pelayanan Pasien Koma meliputi :


1. Penilaian Awal dan Evaluasi
Pada penilaian awal koma, ukuran terbanyak untuk menilai tingkat kesadaran adalah
gerakan spontan, respon terhadap rangsang suara ( Anda dapat mendengar saya ? )
dan rangsang nyeri. Hal ini dikenal sebagai AVPU (Alert, Vocal Stimuli, Paintful
Stimuli, Unconscious) skala. Skala yang lebih terperinci, misalnya Glasgow Coma
Scale, menghitung reaksi individu, antara lain membuka mata, respon gerakan dan
bicara. GCS diindikasikan pada luasnya kerusakan otak yang bervariasi dari nilai 3
(indikasi kerusakan otak berat dan kematian) sampai maksimum 15 yang
mengindikasi kerusakan otak ringan atau normal.

2. Anamnesa
Semua sumber informasi yang ada harus digali, termasuk keluarga penderita dan
temannya, saksi lainnya, termasuk catatan paramedik. Perlu ditanyakan riwayat
adanya trauma, penggunaan obat - obatan atau alkohol, kondisi medis (penyakit
infeksi), nyeri kepala sebelumnya. Perlu ditanyakan mengenai waktu timbulnya koma,
apakah berlangsung cepat (over dosis obat, trauma, intercerebral atau perdarahan
fossa posterior), atau gradual (penyakit toxic-metabolic, infeksi, tumor otak atau
perdarahan subdural chronic).

3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting setelah stabilisasi, meliputi tanda vital, observasi
pola pernapasan, gerakan tubuh (jika ada) dan habitus tubuh termasuk penilaian
batang otak, fungsi kortikal meliputi tes reflek khusus, antara lain tes reflek
oculocephalic (dolls eyes test), tes reflek oculovestibular (cold caloric test), nasal
tickle, reflek kornea dan reflek muntah.
Tanda vital lainnya, seperti suhu tubuh (rectal lebih akurat), tekanan darah, denyut
nadi, frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen. Pola pernapasan sangat penting
dan perlu dicatat pada penderita koma. Beberapa pola khas pernapasan seperti
Cheyne-Stokes, di mana penderita bernapas sebagai episode bergantian antara
hiperventilasi dan apnea. Hal ini sangat berbahaya dan sering terlihat pada saat
herniasi otak, lesi kortikal luas atau kerusakan batang otak. Pola napas lainnya
adalah apneustic breathing, di mana ditandai dengan inspirasi yang mendadak
berhenti dan ini disebabkan oleh lesi dari pons. Ataxic breathing biasanya irregular
dan biasanya disebabkan oleh lesi medulla.

6/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

Penilaian posture dan habitus tubuh merupakan tahap selanjutnya. Hal tersebut
meliputi observasi menyeluruh tentang posisi penderita. Ada dua posture khas
penderita koma. Posture Decorticate adalah posisi di mana tangan penderita fleksi
pada siku dan mendekati tubuh dengan kedua kaki ekstensi. Posture Decerebrate
adalah posisi khas di mana kedua tangan dan kaki bersamaan ekstensi. Posisi
tersebut merupakan tanda kritis di mana terjadi kerusakan pada sistem saraf pusat.
Posture Decorticate mengindikasikan adanya lesi pada atau di atas red nucleus
(dekat korteks), di mana posture decerebrate mengindikasikan adanya lesi pada atau
di bawah nucleus (dekat batang otak).

Penilaian pupil memiliki porsi yang penting dalam pemeriksaan penderita comatous,
pupil dapat memberikan informasi tentang sebab dari koma.

4. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Khusus Lainnya


Pemeriksaan laboratorium yang perlu dievaluasi pada penderita comatous lood
tergantung pada kemungkinan penyebab koma tersebut berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan khusus lainnya, meliputi pemeriksaan Arterial Blood
Gas (ABG), toxicology, punksi lumbal, dan lainnya.

5. Tata Laksana dan Penyembuhan


Koma merupakan kegawatdaruratan medis, dan perhatian pertama kali harus
ditujukan untuk mempertahankan respirasi dan sirkulasi penderita dengan
menggunakan intubasi dan ventilasi, pemberian cairan intra vena atau darah dan
perawatan supportif lainnya bila diperlukan. Bila kondisi penderita stabil dan tidak
membahayakan, staf medis dapat berkonsentrasi mencegah terjadinya infeksi, antara
lain pneumonia, ulcus decubitus, dan menjaga keseimbangan nutrisi. Infeksi akan
timbul pada yang tidak bergerak dan hanya terbatas di tempat tidur. Staf
medis/perawat akan menggerakkan penderita adalah untuk mencegah timbulnya
ulcus decubitus, atelektasis dan pneumonia.
Pneumonia dapat terjadi pada penderita yang tidak dapat menelan sehingga
mengakibatkan aspirasi, tidak adanya reflek muntah dan selang makanan. Terapi fisik
juga digunakan untuk mencegah kontraktur dan deformitas yang dapat membatasi
penyembuhan penderita koma.

7/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

BAGAN PROSEDUR PENANGANAN PASIEN KOMA

Stabilisasi Dasar Penderita Comatous

Jalan Napas GCS : 3 – 8


Pernapasan
Sirkulasi (Mendadak atau Gradual)

Anamnesa

Pemeriksaan Fisik

Laboratorium

Diffuse (50 – 65%)


Struktural (35 – 50%)

TOXIC (Obat, Racun) SUPRATENTORIAL (Perdarahan Intracerebral/


Subdural/Epidural, Traum, Infark massive, Abses,
INFEKSI (Meningittis, Encephalitis) Tumor Primer/Metastasis)

METABOLIK (Koma Hipoglikemia, SUBTENTORIAL (Infark Pontine/Cerebelar,


Hepatic, Uremia, Hiponetremi, Perdarahan Pontine/Cerebelar, Tumor, Abses,
Addison’s, hiperosmolarity, Demyelimitation)
Hipercarbia, hipercalcemia)

B. PEMASANGAN VENTILATOR MEKANIK


1. Jenis Ventilator Mekanik
a. Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di ruangan
unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.

8/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap
memberikan volume tidal yang konsisten. 
Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru
secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan
pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini
dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol,
sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma.
Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat
rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.

b. Pressure Cycled Ventilator


Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan.
Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian
pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga
berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator
tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami
gangguan pada luas lapang paru (atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.

c. Time Cycled Ventilator


Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan
kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1:
2.
d. Berbasis aliran (Flow Cycle)
Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran yang
sudah disetting terlebih dahulu.

2. Mode Ventilator Mekanik


Mode ventilasi adalah istilah ringkas untuk menggambarkan bagaimana ventilator
bekerja dalam situasi tertentu. Istilah ini ditemukan oleh para dokter, ahli terapi, atau
produsen ventilator yang mengembangkan berbagai tipe ventilasi. Mode adalah
pengaturan khusus dari variable-variabel kontrol dan tahapantahapan. Dengan kata lain,

9/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

kita dapat menggambarkan mode dengan bentuk–bentuk gelombang tekanan, aliran dan
volume yang diperoleh dari jenis mode ventilasi yang diterapkan pada pasien
Menurut sejarah, mekanisme trigger (pemicu) sering disebut dengan istilah mode.
Mode kontrol (pemicu waktu), mode assist (pemicu tekanan) dan mode assist/control
(pemicu waktu dan tekanan) adalah mode yang paling umum digunakan untuk memicu
ventilator saat inspirasi. Setelah itu, berkembang pula mode-mode ventilasi lainnya
seperti IMV (intermitten mandatory ventilation), SIMV (synchronize intermitten mandatory
ventilation), PEEP (positive end expiratory pressure), CPAP (continuous positive airway
pressure), pressure control, PS (pressure support), dan APRV (airway pressure release
ventilation).

a. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory Support)
Bantuan ventilasi Penuh (full ventilator support/FVS) dan bantuan ventilasi sebagian
(partial ventilator support/PVS) adalah istilah untuk menggambarkan tingkatan ventilasi
mekanik yang diberikan. FVS terdiri dari 2 komponen, yaitu ventilator memberikan semua
energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang efektif dan FVS ini
hanya terjadi bila laju napas ventilator 8 atau lebih dan volume tidal antara 8-12 ml/kg
berat badan ideal, karena pengaturan ventilasi ini dapat menyebabkan PaCO2 kurang
dari 45 mmHg. Pada PVS, laju napas ventilator dan volume tidal yang diberikan kurang
daripada FVS, sehingga pasien berperan serta dalam kerja pernapasan (work of
breathing/WOB) untuk tetap menjaga ventilasi alveolar yang efektif. FVS pada umumnya
diberikan dengan cara assist-control juga ventilasi volume atau ventilasi tekanan. Mode
harus diatur sedemikian rupa sehingga pasien mendapatkan ventilasi alveolar yang
adekuat tanpa memperhitungkan pasien dapat bernapas spontan atau tidak. Pada PVS
dapat digunakan mode ventilasi apa saja, tetapi pasien dapat berperan serta secara aktif
dalam mempertahankan PaCO2 yang adekuat. Pada gagal napas akut, tujuan awal
pemberian ventilasi adalah bantuan napas segera untuk memberikan waktu istirahat bagi
otot-otot pernapasan. Setelah beberapa jam sampai beberapa hari, diharapkan kondisi
pasien telah stabil dan mulai pulih. Bila mode ventilasi tetap dipertahankan, maka akan
terjadi kelemahan otot-otot atau atropi sehingga beberapa klinisi tidak menganjurkan
penggunaan FVS dan lebih menyukai PVS digunakan sejak awal. Namun demikian, FVS
tetap dibutuhkan untuk menghindari terjadinya atropi otot-otot pernapasan.

b. Ventilasi Mekanik Terkontrol

10/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

Mode kontrol merupakan pemicu berdasarkan waktu (time trigger). Semua


pernapasan, baik berupa pernapasan volume atau tekanan semuanya diatur (mandatory).
Pasien tidak dapat memicu pernapasan sendiri. Pada beberapa ventilator, perbedaan
antara control dan assist/control hanya pada pengaturan sensitivitasnya. Ventilasi
terkontrol (time-triggered inspiration) hanya dapat diterapkan pada pasien yang tidak
memiliki usaha napas sendiri atau pada saat ventilasi ini diberikan, pasien harus dikontrol
seluruhnya. Namun tidak dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode ventilasi ini
tanpa membuat pasien mempunyai usaha napas sendiri. Ventilasi terkontrol cocok
diterapkan pada pasien-pasien yang tidak sadar karena pengaruh obat, gangguan fungsi
serebral, cedera saraf spinal dan frenikus serta pasien dengan kelumpuhan saraf motorik
yang menyebabkan hilangnya usaha napas volunter.

c. Ventilasi Assist - Control


Ventilasi assist-control adalah ventilasi dengan pengaturan pemicu waktu atau
pasien dengan laju napas, sensitivitas dan tipe pernapasan minimum. Pasien dapat
memicu pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun volume preset atau tekanan
tetap diberikan pada tiap napas. Bila telah ada usaha napas pasien, maka mode assist-
control dapat digunakan. Dengan mode ini, tiap napas (pemicu waktu ataupun pasien)
merupakan pernapasan yang diatur. Pemicu dari pasien timbul karena ventilator sensitif
terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat pasien berusaha untuk bernapas.
Pada saat terdapat tekanan negatif yang ringan (-1 cm H2O) atau terjadi penurunan
aliran (2-3 l/menit di bawah aliran bias ekspirasi) maka siklus inspirasi dimulai. Laju napas
minimum harus diatur pada ventilator untuk menjamin adanya volume ekspirasi. Bila
diinginkan, pasien dapat diberikan napas tambahan.
Sebelumnya, ventilasi assist-control diasumsikan menyerupai kerja pernapasan
(work of breathing), tetapi pada saat ini diketahui bahwa pasien dapat melakukan kerja
inspiasi sebanyak 33-50% atau lebih. Hal ini terjadi khususnya bila terdapat inspirasi aktif
dan aliran gas tidak sesuai dengan aliran inspirasi yang dibutuhkan oleh pasien. Secara
klinis hal ini dapat diketahui dengan melihat gambaran grafik pada manometer tekanan.
Jika tekanan tidak meningkat dengan lancar dan cepat untuk mencapai puncak, maka
alirannya tidak adekuat. Gambaran kurva tekanan berbentuk konkaf menunjukkan
adanya inspirasi aktif. Aliran harus meningkat sampai kebutuhan pasien tercapai dan
kurva menujukkan bentuk sedikit konveks.
Masalah lainnya pada ventilasi assist-control ini adalah sensitivitas. Bila mesin
terlalu sensitif terhadap usaha napas pasien, maka mesin dapat dengan mudah dipicu

11/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

(auto triggering) tanpa mengalirkan volume atau tekanan. Hal ini dapat dikoreksi dengan
membuat mesin kurang sensitif terhadap usaha napas pasien. Sebaliknya bila usaha
inspirasi menunjukkan tekanan -3 cmH2O pada pembacaan di manometer, maka mesin
kurang sensitif terhadap usaha napas pasien, oleh sebab itu, sensitivitasnya harus
ditingkatkan. Tanpa penggunaan obat pelumpuh otot maupun depresan napas, maka sulit
untuk menghindarkan terjadinya alkalosis respiratorik. PCO2 dapat mencapai batas
apnea (32 mmHg) pada beberapa pasien.

d. Ventilasi Mandatori Berkala (Intermitten Mandatory Ventilation)


Permasalahan yang berkaitan dengan pengosongan paru-paru yang tidak
sepenuhnya pada ventilasi assist-control, telah mengarahkan pada pengembangan mode
ventilasi yang dikenal dengan ventilasi mandatori berkala (IMV) yang diperkenalkan
pertama kalinya pada tahun 1971. Pada saat itu, mode ini digunakan untuk memberikan
bantuan ventilasi pada neonatus dengan sindroma distres pernapasan yang secara tipikal
ditandai dengan frekuensi napas di atas 40 kali/menit. IMV didesain untuk memberikan
bantuan ventilasi parsial. Mode ini mengkombinasikan periode ventilasi assist-control
dengan periode pernapasan spontan pasien. Periode pernapasan spontan ini dapat
membantu untuk mencegah hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-pasien dengan
pernapasan yang cepat. Selain itu, tujuan dari penggunaan ventilasi ini adalah untuk
mencegah atropi otot-otot pernapasan karena ventilasi mekanik jangka lama. Kekurangan
dari IMV ini adalah terjadinya peningkatan work of breathing dan penurunan curah
jantung.

e. Ventilasi Tekanan Terkontrol (Pressure-Controlled Ventilation)


Ventilasi tekanan terkontrol (PCV) menggunakan tekanan yang konstan untuk
mengembangkan paru-paru. Ventilasi seperti ini kurang disukai karena volume
pengembangan paru tidak sama, namun masih tetap digunakan karena risiko cedera
paru yang diinduksi ventilator lebih rendah pada mode ini. Ventilasi dengan PCV secara
keseluruhan diatur oleh ventilator, tanpa peran serta pasien (sama dengan ventilasi
assist-control).

f. Ventilasi Pressure-Support (Pressure-Support Ventilation)


Pernapasan dengan tekanan yang diperkuat sehingga memungkinkan pasien
menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi disebut sebagai pressure-support
ventilation (PSV). Metode ini digunakan untuk memperkuat penapasan spontan, tidak

12/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

untuk memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di samping itu, PSV ini dapat
mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk
mengurangi work of breathing selama proses penyapihan (weaning) dari ventilator.
Tujuan PSV ini bukan untuk memperkuat volume tidal, namun untuk memberikan tekanan
yang cukup untuk mengatasi resistensi yang dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit
ventilator. Tekanan inflasi antara 5 sampai 10 cmH2O cukup baik untuk keperluan ini.
PSV cukup populer sebagai salah satu metode ventilasi mekanik non invasif. Untuk
ventilasi non invasif ini PSV diberikan melalui sungkup wajah atau sungkup hidung
khusus dengan tekanan 20 cmH2O.

g. Tekanan Positif Akhir Pernapasan (Positive End-Expiratory Pressure/PEEP)


Pada pasien-pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir pernapasan,
umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga sering menyebabkan
timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu pertukaran gas dan memperberat gagal
napas yang sudah ada. Upaya untuk mengatasi atelektasis ini dengan menurunkan
komplians paru-paru dengan konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-paru yang umum
pada pasien-pasien yang tergantung pada ventilator, misalnya ARDS dan pneumonia.
Untuk mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps alveoli pada akhir pernapasan,
maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir ekspirasi (PEEP). Tekanan ini bertindak
sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan napas yang kecil tetap terbuka pada
akhir ekspirasi. PEEP ini telah menjadi ukuran standar pada penatalaksanaan pasien
dengan ketergantungan pada
Ventilator PEEP tidak direkomendasikan pada pasien-pasien dengan penyakit paruparu
yang terlokalisasi seperti pneumonia karena tekanan yang diberikan dapat
didistribusikan ke daerah paru-paru yang normal dan hal ini dapat menyebabkan distensi
yang berlebihan sehingga menyebabkan ruptur alveoli.

h. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway


Pressure/CPAP)
Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan selama siklus
respirasi disebut dengan continuous positive airway pressure (CPAP). Pada mode
ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas yang
diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan
udara di atas tekanan atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP spontan. Pada

13/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

PEEP spontan, tekanan negatif jalan napas dibutuhkan untuk inhalasi. PEEP spontan
telah digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan work of breathing.
Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi. CPAP
dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan katup pengatur
tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk menunda
intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini harus dipasang
dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan, sehingga hanya dapat
digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat ditoleransi oleh pasien
terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur, juga pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.

3. Pengaturan Ventilasi Mekanik


Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode ventilasi
yang digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain:
1. Laju pernapasan (respiratory rate)
Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatori cukup luas. Hal
ini tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit (minute ventilation) yang
berbeda-beda pada tiap individu maupun kondisi klinis tertentu. Secara umum,
rentang laju pernapasan berkisar antara 4 sampai 20 kali tiap menit dan pada
sebagian besar pasien-pasien yang stabil, berkisar antara 8 sampai 12 kali tiap
menit. Pada pasien dewasa dengan sindroma distres pernapasan akut,
penggunaan volume tidal yang rendah harus diimbangi dengan peningkatan laju
pernapasan sampai 35 kali tiap menit untuk mempertahankan ventilasi semenit
yang adekuat.
2. Volume tidal
Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada sindroma
distres pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal pada mode tertentu,
perkiraan kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat badan ideal. Pada
pasien dengan paru-paru normal yang terintubasi karena alasan tertentu, volume
tidal yang digunakan sampai 12 ml/kg berat badan ideal. Volume tidal harus
disesuaikan sehingga dapat mempertahankan tekanan plato di bawah 35 cm H2O.
Tekanan plato ditentukan dengan manuver menahan napas selama inspirasi yang
disebut dengan istlah tekanan alveolar akhir inspirasi pada pasien-pasien yang
direlaksasi. Peningkatan tekanan plato tidak selalu meningkatkan risiko barotrauma.
Risiko tersebut ditentukan oleh tekanan transalveolar yang merupakan hasil

14/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

pengurangan antara tekanan alveolar dengan tekanan pleura. Pada pasien-pasien


dengan edema dinding dada, distensi abdomen atau asites, komplians dinding dada
menurun. Hal ini menyebabkan tekanan pleura meningkat selama pengembangan
paru. Peningkatan tekanan transalveolar jarang terjadi pada pasien yang memiliki
komplians paru yang normal.
3. Tekanan inspirasi
Pada ventilasi tekanan terkontrol (PCV) dan ventilasi pressuresupport,
tekanan inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan plato kurang atau sama
dengan 35 cm H2O. Volume tidal juga harus dipertahankan pada rentang yang
telah ditetapkan sebelumnya.
4. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2)
Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat pasien diintubasi
dan dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali. Ketika penempatan pipa
endotrakea sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi, FiO2 harus diturunkan
sampai konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan saturasi oksigen
hemoglobin , karena konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas
pulmonal. Tujuan utama ventilasi adalah mempertahankan nilai saturasi 90 % atau
lebih. Kadang-kadang nilai tersebut bisa berubah, misalnya pada keadaan-keadaan
yang membutuhkan suatu proteksi terhadap paru-paru dari volume tidal, tekanan
dan konsentrasi oksigen yang terlalu besar. Pada keadaan ini, target saturasi
oksigen dapat diturunkan sampai 85% saat faktor-faktor yang berperan pada
penyaluran oksigen sedang dioptimalkan.
5. Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory pressure/PEEP)
Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk mempertahankan tekanan
positif jalan napas pada tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP dibedakan
dari tekanan positif jalan napas kontinyu (continuous positive airway pressure/
CPAP) berdasarkan saat digunakannya. PEEP hanya digunakan pada fase
ekspirasi, sementara CPAP berlangsung selama siklus respirasi. Penggunaan
PEEP selama ventilasi mekanik memiliki manfaaat yang potensial. Pada gagal
napas hipoksemia akut, PEEP meningkatkan tekanan alveolar rata-rata,
meningkatkan area reekspansi atelektasis dan dapat mendorong cairan dari ruang
alveolar menuju interstisial sehingga memungkinkan alveoli yang sebelumnya
tertutup atau terendam cairan, untuk berperan serta dalam pertukaran gas. Pada
edema kardiopulmonal, PEEP dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri
sehingga memperbaiki kinerja jantung. Pada gagal napas hiperkapnea yang

15/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

disebabkan oleh obstruksi jalan napas, pasien sering mengalami kekurangan waktu
untuk ekspirasi sehingga menimbulkan hiperinflasi dinamik. Hal ini menyebabkan
timbulnya auto-PEEP yaitu tekanan akhir ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari
tekanan atmosfer. Bila didapatkan auto-PEEP, maka dibutuhkan pemicu ventilator
(trigger) berupa tekanan negatif jalan napas yang lebih tinggi dari sensitivitas
pemicu maupun auto-PEEP. Jika pasien tidak mampu mencapainya, maka usaha
inspirasi menjadi sia-sia dan dapat meningkatkan kerja pernapasan (work of
breathing). Pemberian PEEP dapat mengatasi hal ini karena dapat mengurangi
auto-PEEP dari tekanan negatif total yang dibutuhkan untuk memicu ventilator.
Secara umum, PEEP ditingkatkan secara bertahap sampai usaha napas pasien
dapat memicu ventilator secara konstan hingga mencapai 85% dari auto-PEEP
yang diperkirakan.
6. Sensitivitas Pemicu (trigger sensitivity)
Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh pasien
untuk memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini harus cukup
rendah untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus cukup tinggi untuk
menghindari sensitivitas yang berlebihan terhadap usaha napas pasien. Tekanan ini
berkisar antara -1 sampai -2 cmH2O. Pemivu ventilator ini timbul bila aliran napas
pasien menurun 1 sampai 3 l/menit.

7. Laju aliran (flow rate)


Hal ini sering dilupakan pada mode yang bersifat volume-target. Laju aliran ini
penting terutama untuk kenyamanan pasien karena mempengaruhi kerja
pernapasan, hiperinflasi dinamik dan auto-PEEP. Pada sebagian besar ventilator,
laju aliran diatur secara langsung. Pada ventilator lainnya, misalnya Siemen 900 cc,
laju aliran ditentukan secara tidak langsung dari laju pernapasan dan I:E ratio.

Contohnya adalah sebagai berikut:


Laju pernapasan = 10
Waktu siklus respirasi = 6 detik
I:E ratio = 1:2
Waktu inspirasi = 2 detik
Waktu ekspirasi = 4 detik
Volume tidal = 500 ml
Laju aliran = volume/ waktu inspirasi

16/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

= 500 ml tiap 2 detik

8. Perbandingan waktu inspirasi terhadap waktu ekspirasi


Sejalan dengan laju aliran inspirasi, ahli terapi respirasi mengatur I:E ratio
tanpa permintaan dari dokter. Tetapi para klinisi dituntut untuk mengerti tentang
perubahan ini yang dapat mempengaruhi mekanika sistem respirasi dan
kenyamanan pasien. I:E ratio yang umum digunakan adalah 1:2. Pada gagal napas
hipoksemia akut, perbandingan ini dapat meningkat dengan adanya pemanjangan
waktu inspirasi, tekanan jalan napas rata-rata atau alveoli yang terisi cairan yang
dapat memperbaiki oksigenasi. Pada hipoksemia berat, I:E ratio kadang-kadang
terbalik menjadi 2:1, sehingga kewaspadaan harus dipertahankan untuk mengatasi
akibat yang merugikan terhadap hemodinamik dan integritas paru-paru.

4. Strategi Baru Penatalaksanaan Ventilasi Mekanik


Pada masa-masa awal digunakannya ventilasi mekanik bertekanan positif,
direkomendasikan untuk memberikan volume inflasi yang cukup besar untuk menghindari
timbulnya kolaps alveolar. Pada pernapasan spontan yang normal, volume tidal yang
dibutuhkan adalah 5-7 ml/kg (berat badan ideal), sementara volume inflasi standar
selama ventilasi volume-cycled adalah 2 kali nilai volume tidal yaitu 10-15 ml/kg.
Ketidaksesuaian volume ini bahkan diperbesar oleh penambahan mechanical sigh yang
1,5 sampai 2 kali lebih besar daripada volume inflasi standar (15-30 ml/kg) dan dialirkan 6
sampai 12 kali setiap jam.
Penggunaan volume inflasi yang besar pada ventilasi mekanik konvensional dapat
menyebabkan kerusakan pada paru-paru dan dapat menimbulkan cedera pada organ-
organ lain melalui mekanisme pelepasan sitokin-sitokin inflamatori. Penemuan cedera
paru yang diinduksi ventilator mengubah cara pemberian ventilasi dengan drastis.

5. Cedera Paru yang Diinduksi Ventilator (Ventilator-Induced Lung Injury)


Pada penyakit-penyakit paru-paru yang hampir sebagian besar membutuhkan
ventilasi mekanik misalnya acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan pneumonia,
perubahan patologik yang terjadi tidak merata secara seragam di seluruh paru-paru.
Bahkan jika masalah kondisi paru-paru seperti ARDS yang pada foto toraks tampak
merata secara homogen di seluruh lapang paru. Volume inflasi cenderung menyebar
pada daerah yang normal dibanding paru-paru yang sakit karena volume inflasi hanya

17/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

dapat terdistribusi pada daerah paru-paru yang memiliki fungsi yang normal.
Kecenderungan ini timbul terutama bila volume inflasi yang diberikan terlalu besar.
Hiperinflasi pada daerah paru-paru yang normal selama ventilasi mekanik dapat
menyebabkan stress fracture pada kapiler-kapiler penghubung alveoli (alveolar capillary
interface). Hal ini timbul karena pemberian tekanan alveolar yang terlalu besar
(barotrauma) atau volume alveolar yang berlebihan (volutrauma). Ruptur alveolar
menyebabkan efek yang merugikan antara lain akumulasi gas alveoli di parenkim paru
yang dapat menyebabkan emfisema pulmonal interstisial, di mediastinum yang
mengakibatkan pneumomediastinum dan di rongga pleura sehingga menimbulkan
pneumotoraks. Konsekuensi lainnya adalah inflammatory lung injury yang sulit dibedakan
dengan ARDS, di samping adanya kemungkinan cedera multi organ karena pelepasan
mediator inflamasi ke aliran darah yang dikenal dengan biotrauma.

6. Ventilasi Protektif Paru-paru (Lung-Protective Ventilation)


Risiko timbulnya cedera paru yang disebabkan pemberian volume inflasi yang
besar telah mendorong dilakukannya penelitian klinis yang mengevaluasi pemberian
volume tidal yang lebih rendah pada ventilasi tekanan positif. Penelitian terbesar yang
pernah dilakukan adalah terhadap 800 pasien dengan ARDS (acute respiratory distress
syndrome) dan membandingkan ventilasi dengan pemberian volume tidal 6 ml/kg dengan
12 ml/kg menggunakan berat badan perkiraan (berat badan dengan volume paru yang
normal). Ventilasi dengan volume tidal yang rendah berhubungan dengan penurunan
absolut dari angka kematian yaitu 9% pada end-inspiratory plateau pressure di bawah 30
mmHg.
Ventilasi dengan volume rendah atau ventilasi protektif paru-paru saat ini telah
direkomendasikan untuk semua pasien dengan ARDS, tetapi ada juga bukti yang
menyatakan bahwa ventilator-induced lung injury juga terjadi pada kasus-kasus lain. Oleh
karena itu, ventilasi protektif paru-paru dengan volume tidal yang rendah dipertimbangkan
sebagai strategi yang bermanfaat untuk semua pasien dengan gagal nafas akut. Tata
cara ini dirancang untuk mencapai dan mempertahankan volume tidal 6 ml/kg
(menggunakan berat badan perkiraan).

Tabel 1. Tata Cara Ventilasi Protektif Paru-paru


1. Pilih mode assist-control dan FiO2 100%
2. Atur volume tidal awal (VT) 8 ml/kg menggunakan berat badan
3. perkiraan (predicted body weight/PBW).

18/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

4. Laki-laki : PBW = 50+[2,3X(tinggi badan dalam inci-60)]


5. Wanita : PBW = 45,5+[23X(tinggi badan dalam inci-60)]
6. Pilih laju respirasi (RR) untuk mencapai minute ventilation (MV)
praventilator, namun jangan melebihi RR=35x/menit
7. Tambahkan PEEP 5-7 cm H2O
8. Kurangi VT sebanyak 1 ml/kg setiap 2 jam sampai VT 6 ml/kg
9. Sesuaikan FiO2 dan PEEP untuk mempertahankan PaO2>55 mmHg atau
SaO2 >88%
10. Bila VT turun menjadi 6 ml/kg, ukur:
11. Plateau pressure (Ppl)
12. PCO2dan pH arterial
13. Jika Ppl> 30 cm H2O atau pH< 7,30, ikuti rekomendasi tata cara
14. ventilasi volume rendah pada ARDS

7. Komplikasi Ventilasi Mekanik


Ada beberapa komplikasi ventilasi mekanik, antara lain :
1) Risiko yang berhubungan dengan intubasi endotrakea, termasuk kesulitan
intubasi, sumbatan pipa endotrakea oleh sekret.
2) Intubasi endotrakea jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan laring
terutama pita suara dan trakea. Umumnya setelah 14 hari dilakukan trakeostomi,
namun beberapa institusi saat ini melakukan trakeostomi perkutaneus lebih awal.
3) Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas dan retensi
sekret dan mengganggu proses batuk sehingga dapat menimbulkan infeksi paru-
paru.
4) Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemberian sedasi dan anestesi
yang memiliki efek depresi jantung, gangguan pengosongan lambung,
penurunan mobilitas dan memperlama proses pemulihan.
5) Gangguan hemodinamik terutama pada penggunaan IPPV dan PEEP yang
dapat mengurangi venous return, curah jantung dan tekanan darah sehingga
mengurangi aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal.
6) Barotrauma dan volutrauma

19/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

BAB IV
DOKUMENTASI

Semua tindakan yang dilakukan pada pasien koma dicatat/didokumentasikan dalam


rekam medik pasien.

Setelah pasien dipasang alat bantu hidup dasar maka kondisi, jenis alat dan pemakaian
O2 didokumentasikan dalam lembar observasi pasien.

Sebelum melaksanakan suatu tindakan medis/keperawatan/diagnostik kepada pasien


koma, keluarga telah dipastikan memberikan persetujuan tindakan atas penjelasan yang
diberikan petugas mengenai tindakan yang akan dilaksanakan tersebut dengan
menandatangani informed consent yang sudah disiapkan dan didokumentasikan pada
status pasien

Perhatikan SPO dari masing – masing tindakan yang akan dilakukan serta mencatat
seluruh rencana tindakan, implementasi serta evaluasi tindakan di lembar yang berlaku
dan didokumentasikan dalam status pasien.

20/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

BAB V
PENUTUP

Demikian Panduan Koma dengan Ventilator ini dibuat dengan mengutamakan mutu dan
keselamatan pasien di RSK dr.Rivai Abdullah Palembang.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31September 2018

DIREKTUR RS YADIKA

Dr. Steffanus Sumarsono

21/21
Lampiran : SK DIREKTUR RSY Pondok Bambu
Nomor : 03 / Gizi/ X/ 2018, Tgjl : 23 September 2018

22/21

Anda mungkin juga menyukai