Anda di halaman 1dari 27

Minggu, 22 Mei 2011 Proposal KTI Keperawatan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia. Malaria
tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika bagian selatan dan daerah Oceania,
serta kepulauan Karibia. Dalam buku  The World Malaria Report 2005 , Badan Kesehatan Dunia (WHO),
menggambarkan walaupun berbagai upaya telah dilakukan, hingga tahun 2005 malaria masih menjadi
masalah kesehatan utama di 107 negara di dunia. Penyakit ini menyerang sedikitnya 350-500 juta orang
setiap tahunnya dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 1 juta orang setiap tahunnya.
Diperkirakan masih sekitar 3,2 miliar orang hidup di daerah endemis malaria (Silalahi, 2004)

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000
kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal didaerah yang berisiko tertular
malaria. Dari 484 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/ kota merupakan wilayah
endemis malaria ( Depkes RI, 2008)

Malaria adalah suatu penyakit menular, disebabkan oleh bibit penyakit malaria yaitu
parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Tercatat kejadian malaria di Dinas kota Bengkulu dipuskesmas suka merindu paling
banyak tingkat kejadian penyakit malaria yaitu klinis 1.638 orang.positif malria sebanyak 703
orang sekitar 42,92% masyarak yg terkena malaria.
Kota Bengkulu merupakan daerah endemis malaria, Jumlah penderita malaria tahun
2007 sebanyak 8.397 orang, dengan rincian : penderita malaria klinis 6.103 orang dan
malaria positif 2,294 orang. Tahun 2008 jumlah penderita malaria sebanyak 16,725 orang
dengan rincian : malaria klinis 9,682 dan malaria positif 7,033 orang. Jumlah penderita ini
menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yaitu 99 %.(dinas kesehatan kota bengkulu 2009). 

Angka kesakitan malaria untuk wilayah luar Jawa dan Bali diukur dengan Annual Malaria
Incidence (AMI). Indikator ini menggambarkan semua kejadian malaria Klinis disuatu daerah.
AMI kota Bengkulu tahun 2007 sebesar 30,56 per 1000 jumlah penduduk, tahun 2008 sebesar
35,89 per 1000 jumlah penduduk. Angka ini lebih tinggi dari Angka kesakitan propinsi dan
nasional yaitu 16 per 1000 penduduk. Berdasarkan target Indonesia Sehat 2011-2015 sebesar 5
per 1000 penduduk.

Dalam data sepuluh penyakit terbanyak pada Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun
2008, malaria menempati peringkat kedua setelah ISPA dengan jumlah 1332 kasus dari 8460
kunjungan pasien yang datang berobat di poli umum Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
(ProfilKesehatanPuskesmasSukamerindu, 2008).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada rumah keluarga yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Sukamerindu, terdapat 21 rumah yang lingkungan rumahnya kurang baik yang bisa
memungkinkan bersarangnya nyamuk, seperti tidak terpasangnya kasa di ventilasi rumah,
adanya genangan air hujan di selokan-selokan rumah pada hari hujan membuat selokan banjir
karena sampah yang menumpuk dan membuat genangan air yang menyebabkan tempat
bersarangnya nyamuk. Selain itu dapat dilihat pula lahan kosong, daerah rawah dan selokan
besar yang masih menjadi tempat bersarangnya nyamuk, selain itu juga disebabkan oleh faktor
manusia itu sendiri, faktor itu berkaitan dengan faktor perilaku atau kebiasaan masyarakat itu
sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik mengambil topik "Hubungan lingkungan tempat
tinggal dengan kejadian malaria di wilayah puskesmas sukamerindu kota bengkulu tahun
2009?".

Penyakit malaria sebenarnya merupakan suatu penyakit ekologis. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi- kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembang
biak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria. Contoh
faktor-faktor lingkungan itu antara lain hujan, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin,
ketinggian. Air merupakan faktor esensial bagi perkembang-biakan nyamuk. Karena itu dengan
adanya hujan bisa menciptakan banyak tempat perkembangbiakan nyamuk akibat genangan air
yang tidak dialirkan di sekitar rumah atau tempat tinggal. Nyamuk dan parasit malaria juga
sangat cepat berkembang biak pada suhu sekitar 20º - 27º C, dengan kelembaban 60-80 % (Ermi,
2006).

 
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data yang diuraikan pada latar belakang diatas maka permasalahan yang dapat
dirumuskan yaitu "Masih tingginya kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu"
dengan pertanyaan penelitian apakah ada hubungan lingkungan tempat tinggal dengan kejadian
malaria wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2009?".

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan lingkungan tempat tinggal dengan kejadian malaria di RT.05
Kelurahan Sukamerindu wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu.

Tujuan Khusus

a.untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan dengan penyakit malaria

b.untuk mengetahui angka kejadian malaria di puskesmas sukamerindu

c.untuk mengetahui hubungan faktor-faktor lingkungan dengan penyakit malaria

D. Manfaat Penelitian
Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas sebagai salah satu usaha
pencegahan malaria di masyarakat.

Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dijurusan
keperawatan sebagai pelayanan kapada masyarakat mengenai penyebab malaria dan bagaimana
cara mengatasinya.

Bagi Masyarakat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat
mengenai apa penyebab malaria dan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk
pencegahannya.

E. Keaslian Penelitian

1. Oktrisnawati (2006)

Gambaran Penatalaksaan Keperawatan Pasien Malaria ditinjau dari Tingkat Pendidikan,


pengetahuan dan Motivasi Perawat di ruang Melati RSUD dr. M.Yunus Bengkulu tahun
2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penatalaksanaan keperawatan pasien ditinjau
dari tingkat pendidikan, pengetahuan dan motivasi perawat di ruang melati RSUD dr.M
Yunus Bengkulu, baik.

2. Devi Feronika (2004)

Gambaran Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Malaria ditinjau dari Pendidikan dan
Pengetahuan Keluarga di wilayah Puskesmas Basuki Rahmat.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel, waktu. Sampel dan metode
 

penelitian. Tingkat pengetahuan keluarga masih kurang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep Dasar

A. Malaria

1. Pengertian

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh 
protozoa   genus   plasmodium   ditandai dengan demam, anemia dan   splenomegali  
(Mansjoer, A, 1999).

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit  plasmodium   yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Depkes RI, 2008).

Malaria adalah penyakit menular yang dapat menyerang semua orang baik laki-laki
maupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa
(Harijanto, 1997).
2. Etiologi

Malaria terjadi akibat invasi eritrosit oleh masing-masing dari 4 spesies parasit protozoa
dari genus  plasmodium   yaitu :

Plasmodium palsifarum,  penyebab malaria tropika.

Plasmodium viva,   penyebab pnyakit malaria tertiana.

Plasmodium Malaria , penyebab penyakit malaria kuartana.

Plasmodium ovale,   jenis ini jarang dijumpai di Indonesia.

Tiga infeksi terakhir hampir tidak menimbulkan akibat yang fatal karena dapat mengalami
rekurensi berminggu-minggu setelah setelah terlihatnya penyembuhan dari suatu serangan
primer secara jelas. Berbeda dengan infeksi-infeksi   palsifarum , yang merupakan penyebab
penyakit malaria yang paling berbahaya. Karena infeksi ini dapat menyerang susunan saraf pusat
dan dapat menimbulkan kematian (Nelson, 1992).

Patogenesis

Menurut Mansjoer, A (1999) daur hidup spesies terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni)
dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebra
termasuk manusia.

a. Fase Aseksual

Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan , sporozoit
masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak mebentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini
berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan
masuk aliran darah, disebut sporulasi. Pada  P.vivak   dan   P.ovale   sebagian sporozoit
membentuk hipnozoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang
dan rekurens.

Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoit. Proses berlanjut menjadi tropozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi
merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten,
sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan
hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.

b. Fase Seksual

Fase seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan
menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot
(Ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi
ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur
nyamuk.

Patogenesis malaria ada 2 cara :

Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia.

Induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia melalui transfusi,
suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (kongenital).

 
 

 
    Malaria                    Nyamuk Anopheles betina    

Dalam Hati                            Kelenjar Liur

sumber : Arief Mansyur, 2001.

Gambar 2.2 : Daur hidup parasit malaria

4. Manisfetasi Klinis.

    Menurut Dep Kes RI (2008), manisfestasi klinis malaria berupa :

a. Demam

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya   skizon   darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, atau
limfosit yang mengeluarkan berbagai sitokin antara lain Tumor Nekrosis Factor (TNF), TNF
akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan
terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang
berbeda-beda. P.Falsiparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. Vivax/ovale 48 jam, dan
P.Malariae 72 jam. Demam pada P.Falciparum dapat terjadi setiap hari. P.vivax/ovale selang
waktu satu hari dan P. Malariae demam timbul selang waktu 2 hari. Demam khas malaria
terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil (15menit – 1 jam), puncak demam (2-4 jam). Demam
akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh
dan ada respon imun.

b. Anemia

Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah sehingga anemia
dapat terjadi pada infeksi akut maupun kronis. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
hanya menginfeksisel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel
darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang
jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah, sehingga anemia yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae umumnya terjadi pada
keadaan kronis.

c. Splenomegali

Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel


makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limfa membesar.

d. Ikterus

Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar. Malaria laten adalah masa pasien di
luar masa serangan demam. Periode ini terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam
darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.

Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat bersifat :

Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu setelah serangan pertama hilang karena
parasit dalam eritrosit yang yang berkembang biak.
Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang
karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke darah dan berkembang biak.

5. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan darah tepi, pembuatan preparat darah tebal dan tipis dilakukan untuk melihat
keberadaan parasit dalam darah tepi, seperti trofozoit yang berbentuk cincin.

Pemeriksaaan penunjang untuk malaria berat yaitu hemoglobin dan hematokrit, hitung jumlah
leukosit dan trombosit, kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, albumin, ureum, kreatinin,
natrium dan kalium), analisis cairan serebrospinalis, biakan darah dan uji serolaogi, urinalisis.
(Depkes RI, 2008)

6. Komplikasi

Definisi malaria berat/komplikasi adalah ditemukannya   plasmodium


falciparum   stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini :

Syok hipopolemik,  ditandai dengan dehidrasi akibat muntah-muntah.

Hipertermia,   penderita tidak mampu berkeringat sehingga suhu tubuh terus naik sampai 42-43ºC.

Anemia berat,   dimana kadar hemoglobin < 59% atau hematokrit <15%.

Malaria serebral   (malaria otak) adalah malaria dengan penurunan kesadaran atau koma lebih dari 30
menit setelah serangan kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit lain.

Gangguan fungsi ginjal,   adanaya peningkatan ureum dan kreatinin darah, penurunan produksi urin
sampau anuria.

Hipoglikemia,   gual darah <40 mg%.


Black water fever,   urin menjadi merah tua atau hitam karena hemoglobinuria hemolisis yang
berlebihan.

Edema paru,   terjadi akibat adult respiratiry distres sindrome (ARDS) dan overhidrasi akibat pemberian
cairan.

Distress pernafasan,   sering terjadi pada anak-anak. Penyebabnya adalah asidosis metabolic.

7. Pencegahan Penyakit Malaria (Kemofilaksis)

Kemofilaksis  bertujuan untuk mengurangi faktor resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat.   Kemofilaksis   ini ditujukan kepada orang yang
berpergian ke daerah endemis malari dalam waktu yang terlalu lama seperti turis, peneliti,
pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok ataua individu yang akan berpergian/tugas
dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal   protection, seperti,  
pemakaian kelambu, repellent, kawat kasa dan lain-lain.

Oleh karena  Plasmodium Falciparum   merupakan spesies yang virulensinya tinggi maka
kemofilaksis terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan laporan tingginya
tingkat resistensi   plasmodium falsiparum   terhadap kloroquin, maka tidak lagi digunakan
kloroquin sebagai kemofilaksis, oleh sebab itu doksisiklin menjadi pilihan untuk mkemofilaksis.
Doksisiklin diminum satu hari sebelum keberangkatan dengan dosis 2mg/kg bb setiap hari
selama tidak lebih dari 12 minggu. Dokisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun
dan ibu hamil.

Penatalaksanaan

Menurut DepKes RI (2003), pengobatan umum malaria berdasarkan :

Pengobatan Umum

Jenis obat yang dipakai :


Kina : merupakan obat terpilih untuk malaria berat (life saving,   bekerja cepat). Cara pemberian :
parentral tertama bila telah timbul gejala koma, kejang, muntah dan diare.

a). Infus : 500-100mg kina dihidroklorid/ hidroklorid dalam 500ml larutan garam fisiologis dan
glukosa atau plasma atau dextran. Lama pemberian 1-2 jam. Dalam 24 jam apat diulang sampai
dicapai dosis maksimal kina 2000mg.

b). Intravena : Kina 200-500 mg dalam 20 ml larutan garam fisiologis dan glukosa. Lama
pemberian tidak boleh lebih cepat dari 10 menit. Pemberian terlalu cepat dapat menimbulkan
penurunan tekanan darah yang mendadak serta aritmia jantung.

c). Imtramuskular (IM)

    Larutan obat harus steril dan Ph netral.

(1). Alat suntik harus benar-benar steril

(2). Di suntik di daerah gluteal 6-7,5 cm di bawah pertengahan krista iliaka.

(3).Jumlah trombosit > 20.000/mm3  untuk menghidarkan hematoma

(4). Dosis perkali maksimal 100 mg dengan dosis total 200mg/24 jam

(5). Bila pasien dalam keadaan syok, pemberian kina ini mungkin tidak dapat menolong
karena adaya gangguan absorpsi obat.

2). Klorokuin : memberi hasil sebaik kina pada   P.Falciparum   yang sensitif.

    Cara pemberian :

a). Interavena : dosis per kli (dewasa) 200-300 mg basa dalam larutan 4-5%.
b). Infus : cara seperti kina, diberikan dalam tetesan lambat.

c). Intramuskular : lebih disukai karena tidak menyebabkan nekrosis, toleransi lebih baik dan
onsetnya sama seperti pemberian intravena. Dosis detiap kali (dewasa) 300-400 mg basa (10ml
dalam larutan 5%). Pemberian dapat diulang sampai maksimal 900 mg basa/24 jam.

b. Pengobatan pada anak-anak

Pada dasarnya sama dengan pengobatan pada orang dewasa. Umumnya anak-anak lebih tahan
terhadap kina tetapi pemberian klorokuin ini perlu dilakukan secara hati-hati.

Pada pasien dalam keadaaan koma dan muntah hebat pengobatan enteral harus segera diberikan,
meskipun pemberian obat per oral jauh lebih aman bagi anak-anak. Obat yang dapat diberikan
adalah :

1). Kina

    Cara pemberian :

a). Infus : 5-10 mg/kg Bb dalam 20-30 ml garam fisologis diberikan selama 2-4 jam, bila
perlu diulang setelah 6-12 jam sampai maksimal 20mg/Kg BB/24 jam.

b). Intramuskular : Syarat pemberian sama dengan pada dewasa. Dosis tunggal maksimal :
15 mg/kgBb

2). Klorokuin
Cara pemberian :

a). Intravena : dosis pertama 5 mg/Kg BB dalam larutan isotonus 20 ml, disuntikkan selama
10-15 menit. Bila perlu dapat diulang setelah 6-8 jam. Suntikan sebaiknya diberikan separuh
dosis dahulu dan sisanya diberikan selang 1-2 jam kemudian.

b). Infus : 7 mg basa/kg BB diberikan secara terus menerus selama 24 jam.

c). Intramuskular : dosis pertama maksimal 5 mg/kg BB dengan dosis total tidak lebih dari
10 mg/Kg BB/24 jam. Sebaiknya dosis suntikan dibagi dua dan masing-masing diberikan
dengan perbedaan waktu 1-2 jam. Tidak diberikan pada bayi dan anak kecil karena dapat
menimbulkan kejang-kejang epileptik yang fatal atau gangguan susunan saraf pusat yang
menetap.

d). Untuk menghindari muntah, klorokuin dapat dicampur dengan gula atau muda, pasien
perlu diamati selama 30 menit dan bila muntah pengobatan diulang kembali.

3). Sulfadoksin/Primetamin

Pasien infeksi Falsiparum di daerah resisten dapat diberikan suntikan fansidar.

9. Prognosis

Malaria vivax, prognosis biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Jika tidak mendapatkan
pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung selam 2 bulan atau lebih. Malaria malariae,
jika tidak diobati maka infeksi dapat berlangsung sangat lama. Malaria ovale dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Malaria falciparum dapat menimbulkan komplikasi yang
menyebabkan kematian.(Dpkes RI, 2003).

    Obat anti malaria terdiri dari 5 jenis antara lain :

Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit, yaitu progualin, pirimetamin
Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit yaitu primakuin.

Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit yaitu kina, klorokuin dan amodiakuin.

Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi
keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malariae, P. Ovale adalah kina, klorokuin dan amodiakuin.

Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid dalam nyamuk
anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.

Penggunaan obat anti malaria tidak terbatas pada pengobatan kuratif saja tetapi juga termasuk :

Pengobatan pencegahan (profilaksis)   bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala
klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis ini pada infeksi malaria oleh
P.Falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase eksoeritrosit.

Pengobatan kurativ dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid.

Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengeruhi
sporogonik nyamuk. Obat anti malaria yang dapat digunakan seperti jenis gametosid atau sporontosid.

Adapun cara perawatan malaria yaitu :

Istirahat total di tempat tidur.

Berikan minuman sesuai kebutuhan.

Pemberian kompres hangat.

Menggunakan pakaian atau selimut tebal pada saat menggigil.

Berikan makanan bubur


Hindarkan makanan yang merangsang seperti buah-buahan yang asam.

B. Lingkungan

Environment  (lingkungan) adalah tempat dimana manusia dan nyamuk berada. Faktor lingkungan
dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu :

1. Lingkungan Fisik seperti terdapatnya genangan air disekitar rumah, banyaknya

Lingkungan fisik sangat mempengaruhi dalam perkembangbiakan nyamuk,seperti banyaknya


genangan air disekitar rumah, banyaknya sampah yang menumpuk, air parit yang mampet.

2. Lingkungan Kimiawi

Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat
perindukan. (Depkes RI,2003)

3. Lingkungan Biologik (flora dan fauna)

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lainnya yang dapat
mempengaruhi kehidupan larva nyamuk (Gunawan, 2003).

Lingkungan sosial ekonomi dan budaya

Adapun yang termasuk lingkungan sosial ekonomi adalah status pendidikan, penghasilan, gizi dan
tempat perindukan buatan manusia. Sedangkan yang termasuk lingkungan sosial budaya berkaitan
dengan perilaku atau gaya hidup seperti perilaku aktifitas di malam hari, tidur menggunakan kelamu,
ventilasi berkawat kassa, menggunakan obat anti nyamuk, pengetahuan serta persepsi mesyarakat
tentang malaria. Faktor tersebut terkadang lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor
lingkungan lain. (Depkes RI, 2003).
 

C. Lingkungan fisik yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria

Bebas jentik nyamuk

Jentik nyamuk akan menjadi nyamuk yang akan menggganggu kenyamanan bahkan dapat menularkan
penyakit, seperti malaria.

Agar rumah bebas dari jentik dan nyamuk perlu dilakukan suatu tindakan pengendalian mulai dari
tempat perindukan nyamuk sampai jentiknya. Khususnya untuk pengendalian tempat perindukan
nyamuk anopheles dan nyamuk Aedes Aigepty adalah sebagai berikut :

a. Pengendalian mulai dari tempat perndukan nyamuk sampai jentiknya.

1). Menutup bak penampungan air dalam rumah

2).Mengganti secra teratur air hewan peliharaan, vas bunga dan lain-lain.

3). Memasang kawat kasa pada jedela pintu dan lubang angin (ventilasi).

4). Menyakinkan bahwa pintu dan jendela tertutup rapat

5). Menggunakan kelambu dan obat pengusir nyamuk

    b. Pengendalian nyamuk disekitar rumah

1). Membersihkan air yang tergenang di talang/atap

2). Menutup tempat penampungan air dan memperbaikinya bial ada kebocoran.

3). Mengatur pengalihan dan pembuangan air buangan


4). Menyimpan barang bekas dan barang buangan lainnya dalam bak tertutup.

5). Memanfaatkan hewan ternak sebagai umpan untuk tempat hinggapnya nyamuk.

c. Pengendalian nyamuk di lingkungan

1). Melakukan pengaliran air yang tepat

2). Membuat desain saluran pembuangan air yang tepat guan dan parit penahan

3). Pengaliran atau penimbunan genangan air yang tidak mengalir seperti kubangan
selokan dan lain-lain.

4). Memangkas semak-semak dan cabang pohon yang tumbuh dekat rumah.

5). Mengatur pembuangan air kotor dan sampah

D. Hipotesis

Lingkungan (environment) adalah tempat dimana manusia dan nyamuk berada. Lingkungan fisik sangat
berpengaruh pada perkembang biakan nyamuk. Lingkungan fisik terdiri dari suhu, kelembaban, serta
curah hujan. Lingkungan rimah yang kurang baik bisa memungkinkan bersarangnya nyamuk, seperti
tidak terpasangnya kassa di ventilasi rumah, adanya genangan air hujan diselokan- selokan rumah pada
hari hujan membuat selokan banjir. Walaupun lingkungan tempat tinggal baik baik masih ada yang
mengalami malaria. Hal ini berkaitan dengan lingkungan sekitar tempat tinggal dan berkaitan dengan
faktor manusia itu sendiri seperti kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kebersihan lingkungan.

Ha : Ada hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan kejadian

malaria.
Ho : Tidak ada hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan

kejadian malaria

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah secara observasional analitik dengan metode  
cross sectional   dimana variabel independent, yaitu lingkungan tempat tinggal serta variabel dependent,
yaitu kejadian malaria akan diukur secara bersamaan (Sudigdo, 2002). Desain penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :

Bagan 3.1. Rancangan Penelitian

B. Kerangka Konsep
Variabel independent pada penelitian ini adalah lingkungan tempat tinggal, sedangkan variabel
dependent adalah kejadian malaria. Maka dapat dibuat hubungan variabel sebagai berikut :

Bagan 3.2. Variabel Penelitian

Variabel Independent     Variabel Dependent  C. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Opersional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur

1. Lingkungan Keadaan tempat tinggal Observasi Chek list Kurang : 0 JikaOrdinal


tempat tinggal responden dan tempat <60% (8 chek
perkembang biakan nyamuk list)
malaria

Baik : 1 Jika >


75% (11-14
check list)

2. Kejadian malaria Penderita yang telah terdiagnosa Format pengumpulanCek Malaria = 0Nominal
terkena malaria yang diperoleh data (chek list) dokumen
dari register
Tidak malaria =
1

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel penelitian yang menyangkut masalah yang diteliti
(Nursalam, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah di Puskesmas Sukamerindu baik yang
terkena malaria maupun yang tidak terkena malaria sebanyak 77 rumah.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2002). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara  total sampling   yaitu. Seluruh
populasi tempat tinggal keluarga di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu sebanyak 77 rumah.

2. Tempat dan waktu penelitian

        Penelitian dilakukan di Puskesmas Sukamerindu pada bulan mei 2011.

F. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data skunder yang diperoleh dari register mengenai alamat rumah dan data
primer yang diperoleh langsung dari responden yaitu data observasi dari rumah penderita malaria.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perangkat komputer yang melalui beberapa tahap
berikut :

Editing Data

Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan, kemungkinan kesalahan dan konstitusi data

Coding Data

Memberikan kode terhadap jawaban yang diberikan untuk mempermudah proses pengolahan data. Untuk
lingkungan kurang diberi kode 0, baik diberi kode 1, sedangkan untuk kejadian malaria yang menderita malaria
diberi kode 0 dan tidak malaria diberi kode 1.
Entry data

Setelah dilakukan coding, kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam master tabel menurut sifat-sifat yang
dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian dengan menggunakan program SPSS for windows

Cleaning Data

Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel yang
sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai (scorer) yang ada sesuai pengumpulan data.

3. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Di lakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel bebas dan terikat sehingga dapat diketahui
variasi dari masing-masing variabel dengan rumus yang sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005) :

        f

P = x 100 %

        n

Keterangan :

P = Jumlah persentase yang dicari


f = Jumlah frekuensi untuk setiap alternatif jawaban

n = jumlah sampel

b. Analisis Bivariat

Di gunakan untuk melihat hubungan antara varibel independent (lingkungan tempat tinggal) dan
variabel dependent (malaria) dengan menggunakan analisis uji statistik X² (chi-square), dengan tingkat
kemaknaan yang digunakan adalah  p =   0,05. dengan rumus :

         (0- E )2

    X2  = ∑

            E

Keterangan :

X2        : Chi – square

O        : Frekuensi yang diamati

E        : Frekuensi yang diharapkan

Untuk mengetahui derajat ke eratan hubungan variabel tersebut digunakan analisis tabel 2 x 2 sebagai
berikut :

Tabel 3.2. Tabel hubungan lingkungan tempat tinggal dengan kejadian malaria
Variabel Lingkungan Kejadian Malaria Total

Ya Tidak

Kurang A B A+B

Baik C D C+D

Total A+C B+D A+B+C+D

Keterangan :

A = Lingkungan tempat tinggal kurang, menderita malaria

B = Lingkungan tempat tinggal kurang, tidak menderita malaria

C = Lingkungan tempat tinggal baik, menderita malaria

D = Lingkungan tempat tinggal baik, tidak menderita malaria

Hasil Perhitungan diterjemahkan ;

Apabila X2  hitung > X 2   tabel / P≤ 0,05 berarti lingkungan tempat tinggal berhubungan dengan kejadian
malaria.

Apabila X2  hitung < X 2   tabel / P > 0,05 berarti lingkungan tempat tinggal tidak ada hubungan dengan
kejadian malaria.

 
 

 
 

Anda mungkin juga menyukai