Anda di halaman 1dari 13

1

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung kareana tidak langsung
dibebankan kepda penanggung pajak.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi pada
setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang
atau dalam memberikan jasa. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas
penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga
mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda.
Pengenaan PPN sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola
konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari PPN tersebut.

A. KEWAJIBAN MENYETOR PPN


 Yang wajib membayar atau menyetor dan melapor PPN dan PPNBM :
1. Pegusaha kena pajak (PKP)
2. Pemungut PPN atau PPNBM adalah :
• Kantor pelayanan pembendaharaan negara
• Bendahara pemrintah pusat dan daerah
• jendal bea dan cukai

 Yang wajib disetor :


1. Oleh PKP
• PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran ,
yang disetor adalah selisih pajak masukan dan pajak keluaran bila pajak masukan lebih kecil
dari pajak keluaran
• PPNBM yang dipungut oleh PKP pabrikan barang kena pajak yang tergolong mewah
• PPN yang ditetapkan oleh dirjen pajak dalam SKPKB (Surat ketetapan pajak kurang
bayar) , dan surat tagihan pajak (STP)

2. Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak


• Kantor Pos dan Giro
• Bank Persepsi

3. Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM


• PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan.
• PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus
dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP
tersebut.
2

• PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen Impor.
• PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
o Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus
disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
• PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.

4. Saat Pelaporan PPN/PPnBM


• PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa
dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
• PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi
segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
• PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
1. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
• Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri
oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling
lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

5. Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak


• Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak
(SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.
• Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang
disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak
(DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

B. OBJEK & SUBJEK PPN


1) OBJEK PPN
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha
2. Impor Barang Kena Pajak
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
3

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan kegiatan/usaha
8. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.

2) SUBJEK PAJAK
Subjek pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak adalah
pengusaha yang:
a. Mempunyai omset > 600 juta setahun.
b. Pengusaha yang menyerahkan (memperdagangkan) JKP/BKP.
c. Barang berwujud berupa barang bergerak maupun tidak bergerak dan barang tidak
berwujud yang dikenai pajak berdasarkan UU. JKP adalah setiap kegiatan pelayanan
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan petunjuk dari pemesanan yang dikenai pajak berdasarkan UU.
d. Pengusaha kecil yang mendaftar atau mengukuhkan dirinya sebagai Pengusaha Kena
Pajak.

Contoh pengusaha kena pajak diantaranya:


a. Pabrikan;
b. Importir;
c. Agen utama;
d. Pedagang besar;
e. Pengusaha jasa;
f. Pemegang hak paten, merk dagang, hak cipta;
g. Pedagang eceran atau pengusaha kecil.

C. PENYERAHAN TIDAK TERUTANG PPN


Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak
sehingga dikenai pajak pertambahaan nilai (PPN) kecuali, jenis barang dan jasa sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 4A UU NO.8 tahun 1983 tentang pajak pertambahaan nilai barang
dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali di ubah
terakir dengan UU NO.42 tahun 2009.

Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai:


a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya;
4

d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Jasa Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai:


a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b. Jasa di bidang pelayanan sosial;
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. Jasa di bidang keagamaan;
f. Jasa di bidang pendidikan;
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j. Jasa di bidang tenaga kerja;
k. Jasa di bidang perhotelan;
l. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.

D. TEMPAT TERUTANG PPN


Orang pribadi hanya wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat yang melakukan penyerahan BKP atau JKP .
Apabila ditempat tinggalnya tidak terdapat penyerahan BKP atau JKP maka orang pribadi ini
hanya wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat usaha yang melakukan penyerahan BKP atau JKP saja
( Penjelasan pasal 12 ayat 1 UU PPN) berdasarkan PER / 4/PJ/2010 ( berlaku sejak 1 april
2010) bagi PKP orang pribadi . PPN dan PPNBM terutang ditempat tinggal tidak sama
dengan tempat kegiatan usahanya dikukuhkan dan terutang PPN dan PPNBM hanya
ditempat kegiatan usahanya , sepanjang PKP tersebut tidak melakukan kegiatan usaha
apapun ditempat tinggalnya ( pasal 1 ayat 1 dan pasal 2 PER /4/PJ/2010)

PKP badan wajib mendaftarkan diri baik ditempat kedudukan maupun ditempat kegiatan
usaha karena bagi PKP badan dikedua tersebut dianggap melakukan penyerahan BKP atau
JKP ( Penjelasan pasal 12 ayat 1UU PPN) Ketentuan bagi PKP badan yang memiliki lebih dari
satu tempat kegioatan usaha yang terdaftar di satu wilayah krja KPP yang sama ada di UU
PPN NO.42 tahun 2009 pasal 12 ayat 1

Contoh:
1) PT ANDIN mempunyai 3 tempat melakukan kegiatan usaha yaitu dikota bintuhan
,bengkulu, dan manna yang ketiganya berada dibawah pelayanan satu kantor pelayanan
pajak yaitu kantor pelayanan pajak pratama bengkulu ketiga tempat usaha tersebut
melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau administrasi penjualan
dan administrasi keuangan sehingga PT ANDIN terutang pajak di ketiga tempat atau kota
5

itu.Dalam keadaan demikian PT ANDIN wajib memilih salah satu tempat kegiatan usaha
untuk melaporkan usahannya guna dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak , misalnya
tempat kegiatan usaha dibengkulu PT ANDIN yang bertempat kegiatan usaha di bengkulu ini
bertanggung jawab untuk melaporan seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh ke tiga
tempat kegiatan usaha perusahaan tersebut . Dalam hal PT ANDIN menghendaki tempat
usaha di bengkulu atau bintuhan ditetapkan sebagai tempat pajak terutang untuk seluruh
kegiatan usahanya. PT ANDIN wajib memberitahukan kepada kepala KPP PRATAMA
BENGKULU berdasarkan PER 4/PJ/2010 ( Berlaku sejak 1 april 2010) bagin PKP badan PPN
dan PPNBM terutang ditempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha atau tempat lain
( tempat ini ditetapkan dengan keputusan dirjen pajak ( pasal 1 ayat 2 PER 4/PJ/2010)

DASAR HUKUM
a. PASAL 12 UU NO 42 TAHUN 2009( Berlaku sejak 1 april 2010) tentang perubahan ke
tiga atas UU NO.8 tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPNBM
b. PER 4/PJ/2010 ( berlaku sejak 1 april 2010 tentang tempat lain selain tempat tinggal
atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha dilakukan sebagai tempat terutang
PPN dan PPNBM.

E. MENGHITUNG PPN
1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai
a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
c. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima
belas persen).

2) Dasar Pengenaan Pajak ( DPP)


Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang,
teridir dari :
1. Harga Jual ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )
2. Nilai Penggantian ( Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak )
3. Nilai Impor ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )
4. Nilai Ekspor ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )
5. Nilai Lain
o Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah
dikurangi laba kotor
o Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor
6

o Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata
o Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film
o Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran
o Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
adalah harga pasar wajar
o Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan
o Untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
o Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang
ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
 Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

3) Cara Menghitung Pajak


1. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.
2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa
Pajak yang sama.
3. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan
tetap dapat dikreditkan.
4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak.
5. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
6. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang
bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya,
maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan
dengan penyerahan yang terutang pajak.
7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan
Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti,
maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak
dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
8. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak
Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana
7

dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan


sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
9. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2)
bagi pengeluaran untuk:
1) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
2) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha;
3) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van,
dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
5) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa
Faktur Pajak Sederhana;
6) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
7) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
8) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak;
9) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan
pada waktu dilakukan pemeriksaan.
10) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

4) Contoh Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


1. PKP “ANDIN” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp. 25.000.000
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000= Rp2.500.000
PPN sebesar Rp2.500.000tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “ANDIN”.

2. PKP “BERLIN” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh


Penggantian sebesar Rp20.000.000
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
8

= 10% x Rp. 20.000.000 = Rp 2.000.000


PPN sebesar Rp2.000.000tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “B”.

3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor
sebesar Rp15.000.000. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
= 10% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

F. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

1) PPnBM dikenakan terhadap :


1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha
yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah
Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

2) Objek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ( PPnBM )


a. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen),
adalah :
1. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat
penerima siaran televisi.
2. Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga.
3. Kelompok mesin pengatur suhu udara.
4. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio.
5. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.

b. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh
persen), adalah:
1. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang
disebut pada huruf a.
2. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town
house, dan sejenisnya.
3. Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain
yang disebut pada huruf a.
4. Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering,
pesawat elektromagnetik dan instrumen music.
5. Kelompok wangi-wangian.
9

c. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh
persen), adalah:
1) Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan umum.
2) Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a.

d. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh
persen), adalah :
1) Kelompok minuman yang mengandung alcohol.
2) Kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan.
3) Kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool.
4) Kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur,
rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu.
5) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia
atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
6) Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang disebut
pada huruf c, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.
7) Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara
lainnya tanpa tenaga penggerak.
8) Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan Negara.
9) Kelompok jenis alas kaki.
10) Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.
11) Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau
keramik.
12) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain
batu jalan atau batu tepi jalan.

e. Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen), adalah:
1) Kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus.
2) Kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali untuk keperluan
negara atau angkutan udara niaga.
3) Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a
dan huruf c.
4) Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
10

f. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen), adalah :
1) Kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut pada huruf d.
2) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia
dan/atau mutiara atau campuran daripadanya.
3) Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

g. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh
persen), adalah :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima
belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder.
2) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan
kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

h. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh
persen), adalah :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.
2) Kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk kendaraan
bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4),
dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.

i. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh
persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi, berupa:
1) Kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau
nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
2) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api
atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4)
dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
11

3) Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40%
(empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa :
4) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api,
dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500
cc sampai dengan 3000 cc.
5) Kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4)
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc.
6) Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel),
berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2
(dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan
2500 cc.
k. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

l. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60% (enam puluh
persen), adalah:
1) Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc
sampai dengan 500 cc.
2) Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung,
dan kendaraan semacam itu.

m. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh
lima persen), adalah :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain
sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan
sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc.
2) Kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau
station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar
penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 2500 cc.
3) Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc.
4) Trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
12

n. Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah adalah:
1) Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah,
kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum.
2) Kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan.
3) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk
pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
semua kapasitas isi silinder, yang digunakan untuk kendaraan dinas tni atau polri.
4) Kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli tni atau polri.

G. MENGHITUNG PPNBM
 Contoh Perhitungan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
1. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah
dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut
selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah tersebut adalah:
o Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000
o PPN = 10% x Rp 5.000.000 = Rp500.000
o PPn BM = 20% x Rp5.000.000= Rp1.000.000

2. Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu
BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat
dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000dapat ditambahkan ke dalam harga BKP
yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya. Misalnya PKP “D” menjual BKP
yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
o Dasar Pengenaan Pajak = Rp 50.000.000
o PPN = 10% x Rp50.000.000 = Rp5.000.000
o PPn BM = 35% x Rp50.000.000 = Rp17.500.000

PPN sebesar Rp500.000yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP
“D” dan PPN sebesar Rp5.000.000merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan
PPnBM sebesar Rp1.000.000tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar
Rp17.500.000tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
13

Anda mungkin juga menyukai