ABSTRACT
Indonesia is a pluralistic country that there are various tribes from Sabang to Merauke.
As a result of this diversity conflicts often occur that are horizontal, such as the conflict
in Poso, Sampit conflict, ethnic violence in China in 1998 and various other conflicts
that resulted in deaths. Besides pluralism in Indonesia, there are also shades of the
gender differences between men and women in various ways, such as education, the
working world and others. to solve it is necessary for multicultural education and
gender. Multicultural education as a new paradigm that was born in the late twentieth
century had a vision and a program to prepare young people to face the global world
community in a multicultural frame. Multicultural education as a program designed
based on the dimensions: content integration, knowledge construction, prejudice
ruduction, equitable pedagogy, and empowering school culture and social structure. So,
the school must teach how multicultural education and gender to eliminate all the
differences that occur in the community and make life full of peace and tolerance.
Keywords: diversity, education, multicultural, gender.
yang dimaksud dengan pendidikan nya dibatasi dengan muatan nilai atau
gender? memiliki kepentingan tertentu. Jadi,
C. TUJUAN PEMBAHASAN multikulturalisme adalah suatu paham,
Tujuan pembahasan tulisan ini corak, kegiatan, yang terdiri dari banyak
adalah: (1) Menjelaskan multikultural. budaya pada suatu daerah tertentu.
(2) Menjelaskan pendidikan multi- Multikulturalisme merupakan la-
kultural. (3) Menjelaskan gender. (4) wan dari monokulturalisme yang telah
Menjelaskan pendidikan gender. menjadi norma. Multikulturalisme ber-
D. PEMBAHASAN tentangan dengan monokulturalisme
1. Pengertian Multikultural dan asimilasi yang telah menjadi norma
Seperti disinggung sebelumnya, dalam paradigma negara-bangsa (na-
berdasarkan arti kata, “diversitas” tion-state) sejak awal abad ke-19.
memiliki arti perbedaan, kelainan dan Monokulturalisme menghendaki adanya
keragaman. Sementara itu “sosio- kesatuan budaya secara normatif [istilah
kultural” berarti segi sosial dan budaya ‘monokultural’ juga dapat digunakan
masyarakat. Jadi, diversitas sosiokultu- untuk menggambarkan homogenitas
ral secara makna kata dapat diartikan yang belum terwujud (pre-existing
dengan perbedaan-perbedaan yang ter- homogeneity)]. Sementara itu, asimilasi
dapat di dalam masyarakat, khususnya adalah timbulnya keinginan untuk ber-
tentang sosial dan budaya masyarakat. satu antara dua atau lebih kebudayaan
Akar kata “multikulturalisme” yang berbeda dengan cara mengurangi
adalah kebudayaan. Secara etimologis, perbedaan-perbedaan sehingga tercipta
multikulturalisme dibentuk dari kata sebuah kebudayaan baru.
“multi” (banyak), “kultur” (budaya) dan Multikulturalisme mulai dijadi-
“isme” (aliran atau paham). Secara kan kebijakan resmi di negara ber-
hakiki, dalam kata itu terkandung pe- bahasa-Inggris (English-speaking coun-
ngakuan akan martabat manusia yang tries), yang dimulai di Kanada pada
hidup dalam komunitasnya dengan ke- tahun 1971. Kebijakan ini kemudian
budayaannya masing-masing yang unik. diadopsi oleh sebagian besar ang-
Multikulturalisme berhubungan dengan gota Uni Eropa, sebagai kebijakan
kebudayaan dan kemungkinan konsep- resmi, dan sebagai konsensus sosial di
pembagian jenis kelamin yang diten- dipahami terlebih dahulu sebelum mem-
tukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki bicarakan masalah perempuan ini
mempunyai penis, memproduksi sper- adalah perbedaan antara konsep seks
ma dan menghamili, sementara perem- (jenis kelamin) dengan konsep gender.
puan mengalami menstruasi, bisa Pemahaman yang mendalam atas kedua
mengandung dan melahirkan serta konsep tersebut sangatlah penting.
menyusui dan menopause. Bentuk Sebab, kesamaan pengertian (mutual
hubungan gender dengan seks (jenis understanding) atas kedua kata kunci
kelamin) adalah sebagai hubungan akan menghindarkan kita dari kemung-
sosial antara laki-laki dengan perem- kinan pemahaman-pemahaman yang
puan yang bersifat saling membantu keliru dan tumpang tindih antara
atau sebaliknya malah merugikan, serta masalah-masalah perempuan yang
memiliki banyak perbedaan dan ke- muncul lantaran perbedaan akibat seks
tidaksetaraan. Hubungan gender ber- dan masalah-masalah perempuan yang
beda dari waktu ke waktu, dan antara muncul akibat hubungan gender. Di
masyarakat satu dengan masyarakat samping itu juga untuk memudahkan
lain, akibat perbedan suku, agama, pemahaman atas konsep gender yang
status sosial maupun nilai tradisi dan merupakan kata dan konsep asing ke
norma yang dianut. dalam konteks Indonesia.
Dari peran ataupun tingkah laku Pemakaian gender dalam wacana
yang diproses pembentukannya di feminisme mula pertama dicetuskan
masyarakat itu terjadi pembentukan oleh Anne Oakkley. Perbedaan antara
yang “mengharuskan”, misalnya perem- seks (jenis kelamin) dan gender bahwa:
puan itu harus lemah lembut, emosio- yang pertama (seks) berkaitan erat
nal, cantik, sabar, penyayang, sebagai dengan ciri-ciri biologis dan fisik
pengasuh anak, pengurus rumah, dan tertentu, kromosom dan genitalia (eks-
lainnya. Sedangkan laki-laki harus kuat, ternal maupun internal); sementara yang
rasional, wibawa, perkasa (macho), kedua (identitas gender) lebih banyak
pencari nafkah, dan lainnya. dibentuk oleh persepsi sosial dan
Bertolak dari fenomena tersebut, budaya tentang stereotipe perempuan
maka konsep penting yang harus dan laki-laki dalam sebuah masyarakat.
Karena gender ditentukan secara sosial, perbedaan antara perempuan dan laki-
maka ideologi dan wawasan suatu laki dalam hal kesempatan bicara.
masyarakat atau suatu bangsa turut serta Isu gender dalam pendidikan ma-
membangun gagasan tentang identitas sing-masing berkaitan dengan tiga per-
ini (Siti Ruhaini Dzuhayatin, 1996:231). masalahan pokok (Ace, dkk., 2010:67),
Pengertian gender secara umum yakni:
mengacu kepada pemilahan peran sosial Pertama, isu gender berkaitan de-
atau konstruksi sosial yang mem- ngan pemerataan kesempatan belajar.
bedakan peran antara laki-laki dan Isu gender yang berkaitan dengan
perempuan oleh etika budaya setempat pemerataan kesempatan belajar pada
yang dikaitkan dengan pandangan setiap jenjang pendidikan yakni: (a)
kepantasan peran sosial menurut jenis Perolehan kesempatan pendidikan pada
kelamin secara biologis. Pada dasarnya awal 1970-an menunjukkan bahwa
gender hanya merupakan persepsi semakin tinggi jenjang pendidikan
masyarakat yang mengonstruksikan semakin lebar kesenjangan menurut
peran sosial perempuan harus begini gender. Pola ini berubah pada waktu-
dan peran sosial laki-laki harus begitu, waktu terakhir dimana kesenjangan
sehingga kondisi ini tidak berlaku gender paling besar terjadi pada
universal. Peran sosial antara laki-laki pendidikan dasar dan tinggi tetapi lebih
dan perempuan untuk kondisi sosial seimbang pada SLTP dan pendidikan
budaya di daerah tertentu bisa berbeda menengah. (b) Faktor-faktor yang
dengan daerah yang lain, bahkan bisa mempengaruhi kesenjangan gender di
berlaku sebaliknya. SD lebih disebabkan oleh faktor-faktor
4. Pendidikan Gender struktural, yaitu perilaku masyarakat
Beberapa kasus perbedaan gender yang dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial
juga sering terjadi di sekolah. Maka budaya dan ekonomi keluarga, yang
seorang guru harus dapat menghindari lebih mementingkan pendidikan anak
sikap-sikap yang mengindikasikan ada- laki-laki ketimbang anak perempuan.
nya “pembedaan” antara laki-laki dan Kedua, isu gender berkaitan de-
perempuan. Seorang guru juga harus ngan proses pengelolaan pendidikan
dapat menjelaskan bahwa tidak ada dan pembelajaran. Isu gender berkaitan
dengan permasalahan kesenjangan gen- Hal ini muncul karena kondisi sosio-
der berkaitan dengan proses penge- kultur masyarakat terhadap peran-peran
lolaan pendidikan dan pembelajaran gender yang sudah terlembagakan. (b)
adalah: (a) Kurikulum dan buku ajar Penjurusan pada pendidikan menengah
yang belum berlandaskan pada peran dan tinggi menunjukkan masih ter-
gender secara seimbang akan menye- dapatnya stereotipe dalam pendidikan
babkan perempuan tidak mempunyai di Indonesia. (c) Terjadinya diskri-
mentalitas sebagai warga masyarakat minasi gender dalam jurusan-jurusan
yang produktif. (b) Pengaruh sosio- atau program studi tertentu akan
kultur masyarakat Indonesia masih mengakibatkan tidak berkembangnya
menempatkan perempuan dalam posisi pola persaingan sehat menurut gender.
yang kurang strategis dalam mengambil (d) Mentalitas para pengelola dan
keputusan di bidang pendidikan dan pelaksana pendidikan yang masih
pembelajaran. (c) Rendahnya angka dominan laki-laki cenderung akan
partisipasi perempuan dalam pendidikan mempertahankan kesenjangan gender
akan mengakibatkan pendidikan men- dalam waktu yang lama.
jadi kurang efisien. Berkaitan dengan faktor-faktor
Ketiga, isu gender berkaitan de- yang mempengaruhi kesenjangan gen-
ngan pengelompokan siswa atau der sehubungan dengan kurikulum dan
mahasiswa. Isu gender berkaitan dengan proses pendidikan, dapat dikemukakan
pengelompokan siswa atau mahasiswa sebagai berikut: (a) Partisipasi perem-
dalam bidang kejuruan, jurusan ke- puan dalam proses pengambilan kepu-
ahlian dan program studi pada tusan pendidikan sangat rendah, karena
pendidikan menengah dan tinggi aspek mereka juga rendah dalam me-
adalah: (a) Dalam pembagian jurusan nempati jabatan-jabatan birokrasi peme-
dan program studi telah memunculkan gang kebijakan. Proporsi kepala sekolah
gejala pemisahan gender (gender perempuan secara konsisten kecil
segregation) ke dalam bidang keahlian dibandingkan dengan laki-laki pada
dan pekerjaan yang berlainan. Ini adalah setiap jenjang pendidikan. (b) Laki-laki
gejala diskriminasi gender secara lebih dominan dalam mempengaruhi isi
sukarela (voluntarily discrimination). kurikulum sehingga proses pembe-