OLEH :
Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional HAM, yaitu :
a. Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan hak bagi korban perang, tawanan
perang, dan perlindungan sipil di waktu perang.
b. Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan
dipilih tanpa perlakuan diskriminasi,serta hak perempuan untuk menempati jabatan publik.
c. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh sistem
Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno. Demokrasi Terpimpin
(Guided Democrary) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhadap sistem
Demokrasi Parlementer yang dinilainya sebagai produk barat. Menurut Soekarno Demokrasi
Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang telah memiliki tradisinya sendiri
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Melalui sistem Demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden. Presiden
tidak dapat di kontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen di kendalikan oleh Presiden.
Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan di nobatkan sebagai Presiden RI seumur
hidup. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan
hak-hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan
dengan kebijakan pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya atas nama pemerintahan
Presiden Soekarno menjadikan Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra) yang berafeliasi kepada
PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang diakui. Sebaliknya, lembaga selain lekra dianggap
anti pemerintah atau kontra revolusi.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di
Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde baru. Namun pada kenyataanya, orde
baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia. Janji-janji orde baru
tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an
hingga 1980-an.
Setelah mendapatkan mandat konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde Baru
mulai menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang di anggapnya sebagai
produk barat.Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang
pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi
Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan Prinsip HAM
yang lahir di barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama,Orde Baru
memandang HAM dan demokrasi bsebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan
dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Di antara butir penolakan pemerintah Orde baru terhadap konsep universal HAM adalah:
a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tudak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya
bangsa yang tercermin dalam pancasila.
b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam
rumusn UUD 1945 yang lahir lebih lebih dahulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal
HAM.
c. Isu HAM sering kali digunakan olah negara-negara barat untuk memjokkaan negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia.
Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru,tetapi juga
tidak semuanya benar.Sikap apriori Orde Baru terhadap HAM Barat ternyata sarat dengan
pelanggaran HAM yang dilakukannya. Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan
politik Orde Baru yang bersifat Sentralistik dan anti segala gerakan politik yang berbeda dengan
pemerintah . Sepanjang pemerintahan presiden soeharto tidak dikenal istilah partai oposisi,
bahkan sejumlah gerakan yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah dinilai sebagai anti
pembanguan bahkan anti pancasila. Melalui pendekatan keamanan (security approach) dengan
cara kekerasan yang berlawanan dengan prinsip-prinsip HAM,pemerintah orde baru tidak segan-
segan menumpas segala bentuk aspirasi masyarakat yag dinilai berlawanan dengan orde baru.
Kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok, Kedung Ombo, Lampung,Aceh adalah segelintir daftar
pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh penguasa Orde Baru.
Di tengah kuatnya peran Negara, suara perjuangan HAM dilakukan oleh kalangan
organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Upaya penegakkan HAM
oleh kelompok-kelompok nonpemerintahan membuahkan hasil yang menggembirakan diawal
’90-an’. Kuatnya tuntutan penegakkan HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian
pemerintah Orde Baru untuk bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM. Satu diantara
sikap akomodatif pemerintah tercermin dalam persetujuan pemerintah terhadap pembentukkan
komisi nasional hak asasi manusia (komnas HAM) melalui keputusan presiden (keppres).
Kehadiran komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM. Lembaga ini
juga membantu pengembangan dan pelaksanaan HAM yang sesuai dengan pancasila dan UUD
1945. Sayangnya, sebagai lembaga bentukan pemerintah orde baru penegakkan HAM tidak
berdaya dalam mengungkap pelanggaran-pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Negara.
Sikap akomodatif lainnya ditunjukkan dengan dukungan pemerintahan dengan
meratifikasi tiga (3) konvensi HAM: (1) konvensi tentang penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan, melalui UU no. 7 tahun 1984; (2) konvensi anti-apartheid
dalam olahraga, melalui UU no. 48 tahun 1993; (3) konvensi hak anak, melalui keppres no. 36
tahun 1990.
Namun demikian, sikap akomodatif pemerintah orde baru terhadap tuntutan HAM
masyarakat belum sepenuhnya diserasikan dengan pelaksanaan HAM oleh Negara. Komitmen
orde baru terhadap pelaksanaan HAM secara murni dan konsekuen masih jauh dari harapan
masyarakat.masa pemerintahan orde baru masih sarat dengan pelanggarann HAM yang
dilakukan oleh aparat Negara atas warga Negara. Akumulasi pelanggaran HAM Negara smasa
periode ini tercermin dengan tuntutan mundur presiden soeharto dari kursi kepresidenan yang
disurahkan oleh kelompok reformis dan mahasiswa pada tahun 1998. Isu pelanggaran HAM dan
penyalahgunaan kekuasaaan mewarnai tuntutan reformasi yang disuarakan pertama kali oleh Dr.
Amin Rais, tokoh intelektual muslim Indonesia yang sangat kritis terhadap kebijakan pemerintah
orde baru.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap
individu
2. Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun
penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan
pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan
3. Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hokum tertulis
yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara).
Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam
peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden
dan peraturan pelaksanaan lainnya.
4. Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Saran
Kepada para pembaca agar lebih banyak mencari informasi tentang HAM dan Rule of Law untuk
memahami kedua aspek pembahasan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2007. “Pendidikan Kewarganegaraan”. Paradigma. Jogjakarta
Zaelani, Endang Sukaya.”Pendidikan Kewarganegaraan”.Paradigma.Jogjakarta
Herdiawanto, Hery.”Pendidikan Kewarganegaraan”.Erlangga.Jakarta
Azra,Azyumardi.”Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani”.ICCE UIN.Jakarta
Raika, Tika.2012.Pengertian-hak-asasi-manusia. (diakses lewat internet)
inforingankita.blogspot.com/.../
Chieva,C.”Perkembangan dan pemikiran ham di Indonesia”.2012. (diakses lewat internet)
chieva-chiezchua.blogspot.com