Anda di halaman 1dari 4

A.

Hakikat Utang Luar Negeri Indonesia


Utang luar negeri sebagian besar diberikan negara kaya
kepada negara berkembang di Asia dan Afrika. Para pendonor
tersebut mau memberikan utang dengan dua alasan. Pertama,
dilandasi oleh kepentingan ekonomi yang startegis. Kedua,
dilandasi tangung jawab moral penduduk negara kaya kepada
negara miskin.
Utang luar negeri juga dapat digunakan secara politis. Negara-
negara maju memberikan utang yang berkedok bantuan untuk
menanamkan pengaruh politiknya kepada negara debitur.
Pengakuan John Perkins dalam bukunya Confession of an
Economic Hit Man menjadi bukti empirik bahwa utang luar negeri merupakan upaya
sistematis yang dilakukan negara kreditor untuk mengambil alih penguasaan ekonomi
(SDA dan asset-asset strategis) di negara debitor. Pemberian utang luar negeri adalah
sarana mereka untuk memperburuk perekonomian negara debitur ke dalam situasi
keterjebakan utang (debt-trap).

B. Jenis-Jenis Utang Luar Negeri


Sumber pendanaan dari luar negeri dapat berupa hibah dan utang. Hibah diberikan
tanpa persyaratan yang mengikat, sedangkan utang diberikan dengan berbagai persyaratan.
Utang luar negeri dibagi atas utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Berikut
berbagai jenis bantuan luar negeri dari yang disusun berdasarkan tingkat paling
mudah/lunak :
1. Hibah (grant) uang senilai $ 1 juta, tanpa ikatan dalam cara penggunaannya
2. Hibah beras senilai $ 1 juta suatu negara, yang hasil penjualannya digunakan untuk
membiayai proyek pembangunan tertentu di negara penerima hibah
3. Pinjaman (loan) sebesar $ 1 juta yang penggunaannya terbatas untuk membeli
barang dan jasa konsultasi dari perusahaan negara pemberi pinjaman. Lama pinjaman
20 tahun, masa tenggang (gestation period) 1 tahun dengan bunga 1 persen
4. Pinjaman sebesar $ 1 juta dengan bunga 3 persen untuk membeli barang dari
negara pemberi pinjaman, masa pelunasan (amortisasi) 10 tahun
5. Pinjaman sebesar $ 1 juta juga dengan bunga 1 persen di bawah suku bunga yang
berlaku di pasar komersial, lama pinjaman 8 tahun

Mekanisme pencairan utang luar negeri sangat tergantung mekanisme yang dibuat oleh
kreditur. Berdasarkan mekanisme pencairan utang Bank Dunia dan IMF, ada beberapa hal
yang dapat disimpulkan, yaitu :
1. Kreditur sangat berkuasa dalam menentukan hal-hal yang boleh dibiayai melalui
utang luar negeri
2. Kreditur dengan sangat leluasa mengetahui data-data rahasia milik pemerintah
seperti data keuangan sehingga ia dapat menggunakan data-data ekonomi keuangan
negara debitur yang dapat digunakan untuk kepentingan ekonomi politik mereka
3. Utang luar negeri yang diberikan terus-menerus dalam jangka lama menciptakan
ketergantungan.

C. Indonesia Terjebak Utang Luar Negeri


Kebijakan utang luar negeri masa lalu membawa perekonomian Indonesia pada
jebakan utang (debt-trap) yang begitu besar sehingga terus membebani keuangan negara.
Dari segi jumlah utang luar negeri Indonesia seluruhnya adalah sebanyak US $ 99 miliar,
yang jika dibandingkan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2005
hanya berjumlah US $ 90 miliar, utang luar negeri Indonesia sudah setara dengan 110
persen PDB.
Pada tahun 2005 Indonesia mendapat penangguhan pembayaran utang sebesar Rp.25,1
triliun menyusul terjadinya Tsunami di Aceh. Jumlah cadangan devisa kita sangat sedikit,
paling hanya dapat membiayai impor selama 3-4 bulan. Utang luar negeri yang berhasil
dicairkan pemerintah setiap tahunnya lebih kecil dari jumlah utang yang seharusnya
dibayar pemerintah kepada kreditur. Akibatnya terjadi defisit yang cenderung meningkat.
Dampak lebih buruk adalah cadangan devisa terus-menerus terkuras karena digunakan
untuk membayar utang luar negeri.

D. Solusi Utang Luar Negeri Indonesia


Setidaknya ada tiga solusi alternatif yang dapat ditempuh untuk mengurangi beban
utang luar negeri yang saat ini sedang melilit Indonesia, yaitu :
1. Penundaan pembayaran angsuran pokok utang (debt rescheduling)
2. Pengalihan kewajiban membayar angsuran pokok utang menjadi kewajiban
melaksanakan suatu program tertentu (debt swap)
3. Pengurangan pokok utang melalui suatu mekanisme yang dikenal sebagai Inisiatif
untuk negara-negara miskin yang terjebak utang (HIPC Inisiative)
Dari ketiga alternatif solusi tersebut, pemerintah Indonesia baru memanfaatkan alternatif
yang pertama. Di beberapa negara seperti Argentina dan Meksiko utang luar negeri
diselesaikan dengan cara yang lebih revolusioner. Mereka tidak meminta penjadwalan
ulang tetapi pemotongan utang (haircut).
A. Kondisi Korupsi dan Perkembangannya
Pada tahun 1999, riset tentang indeks korupsi dunia yang
dilakukan oleh lembaga Transparency International (IT) di 99 negara,
telah menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia dan
nomor tiga teratas di dunia (dibawah Kamerun dan Nigeria). Tahun
2001, survey yang sama masih menunjukkan bahwa dari 91 negara
yang disurvey, Indonesia menempati posisi keempat paling korup
setelah Bangladesh, Nigeria dan Uganda, Tahun 2003, dengan sampel
negara lebih banyak, yaitu 133 negara, Indonesia menempati
peringkat keenam sebagai negara terkorup di dunia.
Saat ini korupsi menjadi masalah global, baik di negara maju
maupun berkembang, hanya di negara maju masalah ini tidak separah di negara
berkembang. Mar’ie Muhammad membedakan korupsi dalam dua kategori, yaitu korupsi
yang bersifat administratif dan yang bersifat struktural. Korupsi yang bersifat administratif
adalah korupsi yang dilakukan pegawai pemerintah atau pejabat negara dan tidak ada
urusan dengan politik, dia hanya mau hidup enak dalam waktu yang cepat. Korupsi seperti
ini dapat dibagi dua lagi yaitu yang bersifat terpaksa karena kebutuhan mendesak
sedangkan yang kedua dilakukan karena keserakahan. Model kedua ini tidak dapat diatasi
dengan kenaikan gaji.
Praktek korupsi yang bersifat struuktural rumit dideteksi karena korupsi ini terkait erat
dengan struktur kekuasaan dan kolusi. Korupsi model ini merupakan kerjasama atau
persekongkolan dalam kerja yang tidak baik. Korupsi struktural juga dibagi dua yaitu
income corruption, yang jelas motifnya berupa materi dan policy corruption yang cirinya
membuat peraturan sedemikian sehingga melegalisasi korupsi agar legitimated. Praktik
korupasi jenis ini susah dibongkar jika lembaga-lembaga perwakilan tidak bekerja
sebagaimana mestinya, lebih-lebih kalau Mahkamah Agung tidak mempunyai hak uji atas
peraturan tersebut.
Di Indonesia tempat-tempat yang rawan korupsi adalah tender proyek besar, termasuk
juga yang pendanaannya dari luar negeri, kredit perbankan, penerimaan pajak, bea cukai,
pemberian ijin untuk berbagai usaha termasuk yang berkaitan dengan analisis dampak
lingkungan (Amdal), badan-badan peradilan dan pengusutan perkara serta pada transaksi
dalam bidang pertanahan.
B. Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian
Dampak korupsi jika dilihat dari perspektif ekonomi menunjukkan bahwa korupsi
justru memperlambat atau menurunkan pertumbuhan ekonomi, disamping juga
menimbulkan ketidakadilan dan kesenjangan pendapatan masyarakat. Temuan dari
Murphy, Shleifer,dan Vishny menunjukkan bahwa negara-negara yang banyak aktivitas
korupsi atau ‘rent seeking activities’ cenderung lambat pertumbuhan ekonominya.
Pandangan ini lebih mudah dipahami karena adanya korupsi berarti ada biaya lain-lain atau
akan mempersulit suatu aktivitas ekonomi yang akibatnya bisa meninggikan biaya atau
memperkecil minat untuk melakukan investasi sehinggga mengganggu kelancaran
pertumbuhan ekonomi.
Dalam terminologi ilmu ekonomi, reformasi ekonomi didefinisiakan sebagai suatu
proses perubahan kelembagaan yang membawa pada peningkatan tingkat pertumbuhan
produktivitas input total (Total Factor Productivity, TFP). Adanya praktik korupsi, kolusi
dan nepotisme telah menimbulkan adanya pengalokasian sumber daya menjadi tidak
optimal atau melahirkan ketidak efisienan dalam proses produksi. Keluaran (output) dari
suatu proses produksi menjadi lebih kecil dari yang seharusnya terjadi jika tidak ada KKN.
Dengan kata lain produksi barang dan jasa tidak mencerminkan prinsip least cost
combination atau kombinasi ongkos paling murah.
C. Pemberantasan Korupasi
Adanya sistem hukum yang kuat dan independent akan memberikan peluang
munculnya organisasi relawan swasta (private voluntary organizations) dan lembaga
pengawasan umum atau masyarakat (office of controller-general). Lembaga-lembaga ini
akan memperkuat kelembagaan pemerintah walaupun dengan intervensi yang minimal
dalam mendukung jalannya pembangunan ekonomi. Ini menunjukkan bahwa upaya
pembangunan ekonomi tidak bisa berjalan sendirian, melainkan juga secara simultan
dibarengi dengan perkembangan bidang-bidang lainnya seperti bidang politik dan hukum.
Beberapa faktor yang mendorong dan memberi peluang terjadinya ppraktik korupsi
dalam birokrasi antara lain : kekuasaan mutlak birokrasi untuk mengalokasikan sumber
daya atau pekerjaan pada pelaku ekonomi lainnya, kekuasaan untuk melakukan perijinan,
rendahnya gaji pegawai negeri, lemahnya pengawasan dan aturan hukum yang ada,
lemahnya penegakan hukum dan sebagainya. Oleh karena itu agenda reformasi dalam
menghapus korupsi tidak cukup hanya mengejar atau mengusut pelaku-pelaku korupsi tapi
juga membenahi faktor-faktor penyebab dan faktor yang memberi peluang terjadinya
korupsi.
Pada periode jangka menengah ke panjang adalah mungkin untuk menurunkan korupsi
dari tingkat korupsi yang tinggi ke tingkat yang rendah, melalui pemberian jaminan adanya
hak atas kebutuhan dasar ekonomi dan kebebasan sipil, peningkatan kompetisi politik dan
ekonomi dan mendorong pertumbuhan masyarakat sipil yang kuat. Perombakan institusi
dan perubahan aturan yang selama ini mengekang dan menghambat proses reformasi
saatnya untuk dikerjakan. Pembentukan Komite pemberantasan Korupsi (KPK) dapat
menjadi awal yang baik bagi upaya pemberantasan korupsi asal dilakukan secara serius
dan konsisten.

Anda mungkin juga menyukai