Anda di halaman 1dari 6

Effects of Electrical Stimulation in Early

Bell’s Palsy on Facial Disability Index scores

Jurnal ini membahas tentang keefektifan dari metode terapi Electrical Stimulation (ES)
yang diterapkan kepada pasien yang mengalami Bell’s Palsy. Jurnal ini berisis studi yang
meneliti efek stimulasi listrik (Electrical Stimulation/ES) pada pemulihan fungsional dari Bell's
palsy menggunakan Facial Disability Index scores (Indeks Disabilitas Wajah), alat yang
mendokumentasikan pemulihan dari sudut pandang pasien.

Treatment berdasarkan Jurnal ini adalah penggunaan Electro-therapy atau Electro


stimulation yang digabungkan dengan Conventional Therapy. Jadi, ada 16 pasien dengan kondisi
Bell’s Palsy yang dibagi menjadi 2 grup, setiap grup berisi 8 pasien (8 vs. 8). Pada grup 1 hanya
diberikan conventional therapy berupa suhu (menggunakan panas atau heat sebagai media
terapi), massage atau pijat, dan Facial Exercise. Sedangkan grup 2 juga diberikan conventional
therapy akan tetapi ditambah dengan Electro Stimulation (ES). Pemberian terapi ini selama 4-12
minggu, dengan 1 kali sesi terapi per-minggu.

1. Penggunaan Panas (Hot Pack)

Whitehall (Whitehall Manufacturing1) paket termal myofascial (panjang 58 cm dan tidak


melebihi 700 C) diaplikasikan pada kedua sisi wajah pasien yang berbaring telentang selama 5
menit (Shafshak 2006). Sensasi diuji sebelum aplikasi paket hangat. 

2. Pijat (Massage)

Setelah otot wajah dihangatkan, pijat dilakukan selama 10 menit pada kedua sisi wajah
dan leher. Urutan pijatan termasuk 30 detik membelai secara bersamaan di kedua sisi wajah dan
leher, dua menit pijatan melingkar menggunakan tiga jari tengah yang bekerja dari tengah ke
wajah luar (Diels 2000). 

Ibu jari bersarung peneliti bekerja di bagian dalam pipi sisi wajah yang terkena dengan 3
jari untuk menarik jaringan ke arah mulut selama 2 menit. Tekanan yang dalam dalam toleransi
pasien digunakan untuk membersihkan titik pemicu yang ditemukan. Effleurage diterapkan
selama 2 menit diikuti dengan menguleni, mengangkat dan meremas untuk meningkatkan
sirkulasi, mengurangi kontraksi yang tidak disengaja dan menggerakkan otot selama 2 menit.
Pijat diakhiri dengan peretasan 1 menit untuk mendistribusikan eritema secara merata dan 30
detik membelai (Alakram dan Puckree 2010).

3. Facial Exercise

Pada penelitian di jurnal ini, Program latihan yang digunakan yaitu seperti yang dijelaskan
oleh Segal et al (1995 a, b) dalam program rehabilitasi pelatihan ulang wajah mereka dilakukan
dengan berkonsultasi dengan fisioterapis. Latihan untuk otot yang disuplai oleh setiap cabang
saraf wajah dimasukkan dalam program ini. Selama setiap konsultasi dengan peneliti, latihan
seperti yang dijelaskan di bawah ini diulangi masing-masing 10 kali untuk menghindari
kelelahan (Diels 2000, Segal et al 1995, Henry et al 1999).

 satukan alis ke bawah seperti saat mengerutkan kening


 angkat alis seperti saat terkejut
 tutup mata dengan lembut dan kemudian erat
 buka lubang hidung dengan meniup dengan hidung
 kompres lubang hidung dalam upaya mengendus
 tersenyum menutup mulut dan kemudian membuka mulut
 mencoba bersiul dengan mengerutkan bibir dan menekan pipi
 mengencangkan dagu dan leher untuk menarik bibir bawah ke bawah agar gigi bawah
Anda terbuka.

Latihan dilakukan untuk memasukkan kedua sisi wajah menggunakan cermin untuk
meningkatkan simetri dan umpan balik. Jika ada luapan atau gerakan abnormal yang masuk,
pasien diminta untuk rileks dan mencoba lagi dengan sedikit usaha.

Handout latihan standar dalam bahasa Inggris, Afrikaans dan isiXhosa diberikan kepada
setiap peserta pada konsultasi awal dengan fisioterapis. Hanya empat latihan yang dimasukkan
dalam handout untuk memastikan efektivitas dan kepatuhan pasien. Keempat latihan ini juga
dimasukkan sebagai bagian dari kunjungan klinik mingguan untuk memperkuat program rumah.

Diels (2000) menguraikan sesi latihan singkat (8-10 pengulangan dari 4 latihan) dengan 2
sampai 3 sesi harian menunjukkan bahwa kualitas latihan lebih penting daripada kuantitas.
Latihan yang termasuk dalam program rumah diajarkan kepada pasien pada perawatan awal dan
diperkuat pada perawatan selanjutnya. Kepatuhan pasien terhadap program rumah dipantau
menggunakan lembar data.

4. Electro Stimulation Therapy

Pada penelitian di jurnal ini adalah EV-803 Digital SD TENS (Everyway Medical
Instruments Co., Ltd.) yang mana alat ini digunakan untuk stimulasi listrik pada otot wajah.
Pengaturan unit TENS dipilih untuk meniru aksi alami otot wajah. Otot wajah sebagian besar
terdiri dari serat postural lambat dengan kecepatan tembak sekitar 6-12Hz (Kit-Lan, (1991).
Farragher et al (1987) dan Mann et al (2000) menggunakan pulse 10Hz dan 10Hz hingga 40Hz
masing-masing dalam rezim stimulasi mereka ke otot wajah. Kedua penelitian tersebut
melaporkan kembalinya simetri wajah dan aktivitas otot wajah pada penderita Bell's palsy
kronis. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengaturan denyut dan
frekuensi 10Hz, lebar / durasi pulsa 10 mikrodetik untuk merekrut sebagian besar serat motorik
mirip dengan Farragher et al (1987) dan Targan et al (2000).

Intensitas yang digunakan ditentukan pada konsultasi pertama pasien. Hal ini dicapai
dengan menstimulasi sisi yang tidak terpengaruh untuk melihat intensitas apa yang diperlukan
untuk mendapatkan kontraksi otot target yang terlihat minimal. Stimulasi tersebut menghasilkan
otot yang terlihat berkedut pada sisi yang lumpuh. Otot yang dirangsang ditargetkan untuk
meningkatkan aktivitas fungsional misalnya penutupan mata (frontalis atau obicularis oculi),
kontrol oral (orbicularis oris) dan belajar meminimalkan ekspresi wajah asimetris (zygomaticus
mayor).

Studi lain (Farragher 1987), Targan et al (2000) dan Mann et al (2000) telah memilih otot
yang serupa dalam stimulasi mereka pada pasien dengan facial palsy kronis. Setelah intensitas
dasar ditetapkan dari sisi yang tidak terpengaruh, intensitas yang sama diterapkan pada sisi wajah
yang terkena sebagai akibat perawatan. Setiap titik motorik distimulasi secara terpisah selama 10
menit untuk menghindari sinkinesis dan total waktu stimulasi listrik pada setiap sesi pengobatan
untuk pasien dalam kelompok eksperimen adalah 30 menit (Beck et al 1993). Dalam studi ini
tindakan pencegahan berikut diambil untuk menghindari iritasi kulit: 

(a) Gel elektrokonduktif Lifecare hipoalergenik digunakan 


(b) Unit TENS tidak digunakan selama lebih dari 30 menit untuk mencegah elektroda
mengering, karena serta kelelahan otot 

(c) setiap pasien memiliki set elektroda mereka sendiri yang dibersihkan secara
menyeluruh dengan swab Webcol steril antara perawatan untuk menjaga kebersihan, dan sensasi
diuji. 

Untuk memastikan bahwa penelitian dilakukan pada fase akut, peneliti melanjutkan
pengobatan selama maksimal 3 bulan setelah onset Bell's palsy atau hingga pasien mencapai
minimal 80% pada Skala Tingkat Saraf Wajah House-Brackmann.

Intervensi :

Terapi konvensional dan elektroterapi ini dilakukan selama 4-12 minggu, dalam 1
minggu ada 1 kali sesi terapi menggunakan Elektro-stimulation. Pada grup 1, intervensi yang
diberikan yaitu Conventional Therapy berupa pemberian stimulasi dari panas (Heat), pijatan atau
Massage dan Facial exercise. Pada grup 2, diberikan terapi yang sama dengan grup 1 yakni
Convemtional Therapy, akan tetapi grup 2 diberikan intervensi tambahan berupa Electro
Stimulation dalam 1 sesi elektroterapi per-minggu.

Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Alakram dan Puckree menemukan
persentase pemulihan yang lebih tinggi ketika elektroterapi ditambahkan ke pengobatan
konvensional; namun, karena perbedaan dalam hasil tidak ada signifikansi statistik yang
diperoleh (30 ± 12% vs 38 ± 18%, p = 0,36). Kemudian, ada sebuah jurnal yang mereview studi
ini dengan judul “Effectiveness of Electro-stimulation as a Treatment for Bell's Palsy: An
Update Review.” Jurnal ini membahas tentang tinjauan uji klinis terhadap studi yang membahas
tentang keefektifan elektroterapi salah satunya jurnal yang digunakan saat ini yang ditulis oleh
Alakram dan Puckree. Menurut review jurnal tersebut masih ada beberapa kekurangan dalam
jurnal ini, diantaranya :

1) rendahnya jumlah peserta per kelompok (8 vs 8),

2) jumlah sesi elektroterapi yang rendah dan sesi yang tersebar (3 bulan, seminggu
sekali),
3) tidak ada kelompok kontrol, karena telah diamati bahwa perawatan konvensional,
termasuk hanya senam wajah bisa berhasil

Keunggulan Electro Stimulation:

1. Treatment ini merupakan treatment yang sedang digemari atau sedang trend.
2. Electro-stimulation memberikan efek yang lebih baik dan tepat sasaran.
3. Electro-stimulation bisa dikombinasikan dengan treatment yang lainnya.
4. Electro-stimulation menghasilkan efek yang cukup cepat meskipun bersifat
sementara.

Kelemahan Electro-stimulation:

1. Treatment ini membutuhkan alat khusus, tidak bisa diterapkan secara mandiri
2. Penggunaan stimulasi listrik harus diawasi secara ketat oleh terapis. Pasien tidak
boleh mencoba perawatan ini tanpa pengawasan karena ada beberapa indikasi yang
dapat membahayakan jika digunakan secara tidak benar.
3. Jika terus menggunakan rangsangan listrik eksternal pada titik ini otot akan menjadi
terlalu terstimulasi, hasilnya adalah otot pendek, kencang, kaku yang tidak bisa
bergerak. Otot yang tegang menjadi nyeri dan mungkin kejang atau kedutan. Ini juga
dapat menyebabkan gerakan yang tidak diinginkan pada otot di sisi wajah yang
terkena, (synkinesis).
4. Pada kasus pasien yang benar-benar kehilangan saraf wajah mereka atau pasien yang
mungkin telah terpotong atau rusak tak dapat ditarik kembali oleh penyakit, pasien
yang mungkin lahir tanpa saraf wajah. Pada treatment Electro Stimulation memang
kehadiran saraf tidak diperlukan untuk stimulasi listrik eksternal yang akan
digunakan. Sebab, ototlah yang dirangsang bukan saraf. Akan tetapi, manfaatnya
berumur pendek, sehingga setelah berhenti menggunakan stimulasi listrik, otot tidak
bisa berkontraksi kembali.
Referensi :

Alakram, P. & Puckree, Threethambal. (2011). Effects of electrical stimulation in early Bells
palsy on facial disability index scores. South African Journal of Physiotherapy. 67.
10.4102/sajp.v67i2.44.

Ramos, Arnulfo. (2015). Effectiveness of Electro-stimulation as a Treatment for Bell's Palsy: An


Update Review. Journal of Novel Physiotherapies. 05. 10.4172/2165-7025.1000260.

Marotta, N., Demeco, A., Inzitari, M. T., Caruso, M. G., & Ammendolia, A. (2020).
Neuromuscular electrical stimulation and shortwave diathermy in unrecovered Bell palsy: A
randomized controlled study. Medicine, 99(8), e19152.
https://doi.org/10.1097/MD.0000000000019152

Ilves, Mirja & Lylykangas, Jani & Rantanen, Ville & Mäkelä, Eeva & Vehkaoja, Antti & Verho,
Jarmo & Lekkala, Jukka & Rautiainen, Markus & Surakka, Veikko. (2019). Facial muscle
activations by functional electrical stimulation. Biomedical Signal Processing and Control. 48.
248-254. 10.1016/j.bspc.2018.10.015.

Anda mungkin juga menyukai