Pendahuluan
Menurut The American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007) pengertian gawat darurat
adalah: An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes
the responsibility of bringing the patient to the hospital-requires immediate medical attention. This
condition continues until a determination has been made by a health care professional that the patient’s
life or well-being is not threatened. Akan tetapi, ternyata dalam praktek nyatanya, banyak keadaan yang
dianggap gawat darurat, pada akhirnya setelah melalui proses observasi dan evaluasi yang memadai,
dianggap bukan suatu keadaan gawat darurat. Maka perlu dibedakan keadaan false emergency dengan
true emergency. A true emergency is any condition clinically determined to require immediate medical
care. Such conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to the
hospital to those that are diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and
observation.
Kegawatdaruratan dalam bidang medis dapat bermanifestasikan berbagai gejala dan tampilan yang
beragam. Keadaan-keadaan gawat darurat yang dapat kita temukan sehari-hari adalah seperti
(American College of Emergency Physicians, 2004) :
a. Nyeri dada b. Sindroma Koroner Akut c. Diseksi Aorta d. Nyeri Abdomen e. Aneurisma Aorta Akut f.
Apendisitis Akut g. Perdarahan subarahnoid h. Demam pediatrik i. Meningitis j. Masalah airway k.
Trauma l. Cedera Kepala m. Cedera Spinal n. Luka o. Fraktur p. Torsi Testikular q. Kehamilan Ektopik r.
Sepsis
1. Persiapan
2. Triase
4. Resusitasi
9. Penanganan definitive
Tahapan-tahapan penilaian awal ini merupakan suatu urutan kejadian progresif yang berjalan
secara linier ataupun longitudinal. Dalam situasi klinis sesungguhnya, pelaksanaannya dapat berjalan
secara paralel ataupun bersamaan. Prinsip dasar dalam ATLS adalah membantu dalam penilaian dan
pemberian resusitasi pasien-pasien gawat darurat. Penilaian dibutuhkan untuk mengetahui prosedur
mana saja yang perlu dilakukan, karena tidak semua pasien membutuhkan seluruh prosedur ini.
Primary Survey yang meliputi ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan
Exposure/Environmental) adalah bagian awal dari penanganan suatu kegawatdaruratan. Dalam proses
ini, fungsi vital pasien gawat harus dinilai secara cepat dan segera diberikan perawatan untuk
pertolongannya.
A. Airway
penanganan keadaan gawat darurat. Oleh sebab itu, hal yang pertama harus
segera dinilai adalah kelancaran jalan nafas, meliputi pemeriksaan jalan nafas
yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur manibula atau maksila,
fraktur laring (Dewi, 2013 dalamSetyawan, 2015).
Keadaan kurangnya darah yang teroksigenasi ke otak dan organ vital lainnya merupakan pembunuh
pasien-pasien trauma yang paling cepat. Obstruksi airway akan menyebabkan kematian dalam hitungan
beberapa menit. Gangguan pernapasan biasanya membutuhkan beberapa menit lebih lama untuk
menyebabkan kematian dan masalah sirkulasi biasanya lebih memakan waktu yang lebih lama lagi.
Maka dari itu, penilaian airway harus dilakukan dengan cepat begitu memulai penilaian awal. (Greaves,
2006)
Menurut ATLS 2009, kematian-kematian dini yang disebabkan masalah airway, dan yang masih dapat
dicegah, sering disebabkan oleh :
Tecapainya patensi airway merupakan hal yang sangat esensial dalam penanganan awal pasien-pasien
gawat darurat. Penilaian tentang mampu atau tidaknya seseorang bernapas secara spontan harus
dilakukan secara cepat. Menurut Bersten dan Soni (2009) dalam Higginson dan Parry (2013), untuk
menilai patensi airway secara cepat dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada pasien.
Respon verbal yang normal menandakan dengan cepat kepada penolong bahwa pasien memiliki airway
yang paten, sudah bernapas, dan otaknya sudah dalam keadaan diperfusi. Namun begitu, penilaian
airway tetap penting untuk dilakukan. Apabila pasien hanya dapat berbicara sepatah dua patah kata
ataupun tidak respon, pasien kemungkinan dalam keadaan distress nafas dan membutuhkan
pertolongan bantuan napas secara cepat.
Dalam mengatasi obstruksi airway, terlebih dahulu dilakukan suctioning untuk mengeluarkan cairan
saliva berlebih yang mungkin timbul akibat pangkal lidah yang terjatuh. (American College of Surgeons,
2009) Tindakan suctioning yang tepat dalam pemeliharaan airway dapat secara signifikan menurunkan
kejadian aspirasi dan lebih banyak lagi hasil positif yang didapatkan. (Walter, 2002) Pada keadaan tidak
sadarkan diri, penyebab tersering terhambatnya airway adalah pangkal lidah yang jatuh. Selain itu,
penolong juga harus melakukan
inspeksi tentang ada tidaknya benda-benda asing yang menghambat airway ataupun kemungkinan
terjadinya fraktur fasial, mandibular ataupun trakeal/laringeal yang juga dapat menghambat bebasnya
airway. Pasien-pasien dalam keadaan penurunan kesadaran ataupun GCS (Glasgow Coma Score) yang
nilainya 8 ke bawah perlu diberikan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan-gerakan motorik tidak
bertujuan juga biasanya mengindikasikan perlunya pemasangan airway definitif. (American College of
Surgeons, 2009)
1. Head-tilt
2. Chin-lift
3. Jaw-thrust
membebaskan jalan nafas pada pasien yang kehilangan refleks jalan nafas
kepala pasien lurus dengan tubuh, pilih ukuran pipa orofaring sesuai
dengan pasien. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran
pipa orofaring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan
palatum durum putar pipa ke arah 180 derajat dan dorong pipa dengan
cara melakukan jaw thrust maupun kedua ibu jari tangan tersebut menekan
bagian yang keras dari pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas
bebas, (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa orofaring dengan cara diplester di
bagian pinggir atas maupun bawah pangkal pipa dan rekatkan plester
respon, oleh karena itu, dapat diterima dan lebih kecil kemungkinan dapat
kepala pasien lurus dengan tubuh, Pilihlah ukuran pipa nasofaring sesuai
kasa yang sudah di beri jelly). setelah itu, masukkan pipa naso-faring
atau fail chest. Amati frekuensi nafas terlalu cepat maupun lambat.
B. Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang baik terjadi pada saat bernafas
mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. (American College of
Surgeons, 2009) Ventilasi adalah pergerakan dari udara yang dihirup kedalam dengan yang dihembuskan
ke luar dari paru. Pada awalnya, dalam keadaan gawat darurat, apabila teknik-teknik sederhana seperti
head-tilt maneuver dan chin-lift maneuver tidak berhasil mengembalikan ventilasi yang spontan, maka
penggunaan bagvalve mask adalah yang paling efektif untuk membantu ventilasi (Higginson dan Parry,
2013).
Teknik ini efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu penolong dapat
digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (American College of Surgeons, 2009). Berikut adalah
cara melakukan pemasangan bag-valve mask (Arifin, 2012) :
2.Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka dapat menutupi
hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran)
4.Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis dan tengah
memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka. 5.Gerakan
tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien 6.Pastikan tidak ada kebocoran dari
sungkup muka yang sudah dipasangkan 7.Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama
(tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama) 8.Pastikan jalan nafas
bebas (lihat, dengar, rasa) 9.Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup
muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa
nafas bantu (squeeze-bag). Penilaian ventilasi yang adekuat atau tidak dapat dilakukan dengan
melakukan metode berikut (American College of Surgeons, 2009) : - Look : Lihat naik turunnya dada
yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimeteri menunjukkan pembelatan
(splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)
sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita. - Listen : Dengar adanya
pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara nafas pada satu atau
kedua hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju
pernafasan yang cepat – takipnea mungkin menunjukkan kekurangan oksigen. - Gunakan pulse
oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita,
tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat. Pada saat penilaian sebelumnya dilakukan,
penolong harus mengetahui dan mengenal ciri-ciri gejala dari keadaan-keadaan yang sering muncul
dalam masalah ventilasi pasien gawat darurat seperti tension pneumothorax, massive hemothorax, dan
open pneumothorax (Arifin, 2012).
C. Circulation
Masalah sirkulasi pada pasien-pasien trauma dapat diakibatkan oleh banyak jenis perlukaan. Volume
darah, cardiac outptut, dan perdarahan adalah masalah sirkulasi utama yang perlu dipertimbangkan.
(American College of Surgeons, 2009)
Dalam menilai status hemodinamik, ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat
memberikan informasi tentang ini :
a. Tingkat Kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan
kesadaran (jangan dibalik, penderita yang sadar belum tentu normovolemik).
b. Warna Kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya
kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya,
wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hypovolemia
c. Nadi Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralis atau a. Karotis (kirikanan) untuk kekuatan
nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda
normovolemia (bila penderita tidak minum obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan
tanda hipovolemia, walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal bukan
jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda gangguan jantung.
Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan tanda diperlukannya resusitasi segera.
Perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan segera dihentikan bila ditemukan dengan cara menekan
pada sumber perdarahan baik secara manual maupun dengan menggunakan perban elastis. Bila
terdapat gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya dua IV line, yang berukuran besar. Kemudian
lakukan pemberian larutan Ringer laktat sebanyak 2 L sesegera mungkin (American College of Surgeons,
2009).
D. Disability
Menjelang akhir dari primary survey, dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat. Pemeriksaan
neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda
lateralisasi, dan tingkat cedera korda spinalis. (American College of Surgeons, 2009)
Tingkat kesadaran yang abnormal dapat menggambarkan suatau spektrum keadaan yang luas mulai
dari letargi sampai status koma. Perubahan apapun yang mengganggu jaras asending sistem aktivasi
retikular dan sambungannya yang sangat banyak dapat menyebabkan gangguan tingkat kesadaran.
(Smith, 2010)
Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC
(Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan
dapat dilakukan pada saat survey sekunder.
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai tingkat kesadaran
pasien.
1. Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1) Perhatikan apakah penderita : a. Membuka mata spontan
c. Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari tangan)
2. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1) Perhatikan apakah penderita : a. Orientasi baik
dan mampu berkomunikasi
3. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1) Perhatikan apakah penderita : a. Melakukan
gerakan sesuai perintah
E. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian
nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log
roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan
diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.
(Nasution, 2009).
terjadinya hiportermia.
sekunder adalah memeriksa ke seluruh tubuh yang lebih teliti dimulai dari
ujung rambut sampai ujung kaki ( head to toe) baik pada tubuh dari bagian
depan maupun belakang serta evaluasi ulang terhadap pemeriksaan tanda vital
(2015).
a) Breathing
jika diperlukan.
b) Blood
c) Brain
d) Bladder
e) Bowel
dan pemeriksaan.
4) Re-evaluasi penderita
a) Penderita dapat dirujuk jika rumah sakit tidak mampu menangani pasien
selama dalam komunikasi dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
Berdasarkan data dalam daftar dan unit kodifikasi mengenai standar kompetensi seorang perawat di
dalam Standar Kompetensi Perawat Indonesia, dikatakan bahwa seorang perawat baik perawat
vokasional, ners, ners spesialis, maupun ners konsultan, semuanya harus mampu mengidentifikasi dan
melaporkan situasi perubahan ayng tidak diharapkan, meminta bantuan cepat dan tepat dalam situasi
gawat darurat/bencana dan menerapkan keterampilan bantuan hidup dasar sampai bantuan tiba.
Tambahan lain bagi seorang ners spesialis adalah berkemampuan mengambil peran kepemimpinan
dalam triage dan koordinasi asuhan klien sesuai kebutuhan asuhan khusus. Sedangkan untuk sseorang
ners konsultan harus juga mampu memobilisasi dan mengkoordinasikan sumber daya dan mengambil
peran kepemimpinan dalam situasi gawat darurat dan/atau bencana.
Dalam hal ini, peneliti juga merupakan bagian integral dari pemberi
pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta
ditujukan kepada klien sebagai individu, keluarga dan masyarakat sebagai berikut
2012).
baiknya, hak atas informasi tentang penyakit, hak atas privasi, hak untuk
menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat dari
kelalaian.(Hidayat, 2008)
4) Peran Koodinator
5) Peran Kolaborator
bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi
7) Peran Pembaharu
sesuai dengan profesinya. Peran perawat ini juga dapat dipengaruhi oleh
keadaan sosial dan bersifat tetap (Kusnanto, 2004). Salah satu seseorang
syok, trauma, serta kegawatan yang mengancam jiwa dan tempat untuk pasien
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit memprediksi kapan
terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk
mengantisipasinya. Harus di pikirkan suatu bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat
kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan fasilitas kesehatan sampai paska
kejadian cedera.
3.2 Saran
Daftar Pustaka