PERISTIWA atau kasus kerusakan lingkungan dalam beberapa dekade
terakhir ini semakin marak diperbincangkan. Kerusakan ini tidak hanya dapat dilihat dari perubahan yang diterima oleh alam namun juga dampak risiko yang ditimbulkan bagi makhluk hidup yang tinggal bersama alam. Bencana kabut asap yang terjadi beberapa waktu di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan, misalnya, telah menunjukkan kerusakan alam dan risiko yang diterima manusia. Risiko rusaknya alam ini dilihat dari aspek kesehatan lingkungan telah memberikan dampak kesehatan yang buruk bagi manusia. Kerusakan lingkungan ini tidak terlepas dari perbuatan tangan-tangan manusia yang ingin mengeruk keuntungan dari alam dan mengeksploitasi hasil alam tanpa memikirkan hubungan timbal balik hubungan manusia dan alam. Eksploitasi alam ini menimbulkan ketimpangan ekologis dan menyebabkan pencemaran lingkungan yang berakhir pada munculnya gangguan fisiologis dan psikologis pada manusia. Model Gordon Gangguan fisiologis dan psikologis yang timbul pada manusia dari dampak kerusakan lingkungan merupakan wujud dari tidak seimbangnya interaksi yang terjadi dari tiga elemen utama pembentuknya, yaitu agen (penyebab penyakit), host (pejamu), dan lingkungan. Elemen ini dijabarkan rinci pada Model Gordon yang menggambarkan terjadinya penyakit pada masyarakat. Model ini dinamakan sesuai dengan pencetusnya, seorang dokter, John Gordon, yang menganalogikan terjadinya penyakit sebagai adanya sebatang pengungkit, yang mempunyai titik tumpu di tengah-tengahnya. Titik tumpu yang berada di tengah ini adalah faktor lingkungan. Model Gordon ini memberi penjabaran ketika ketiga elemen utama berada pada posisi setimbang maka masyarakat akan berada dalam keadaan sehat. Namun dengan dasar satu penyebab atau banyak faktor penyebab yang membuat ketiga elemen tadi tidak seimbang atau menjadi berat sebelah, maka munculnya penyakit pada masyarakat akan terjadi. Inilah kondisi yang dinamakan masyarakat menjadi sakit atau tidak sehat. Jika kejadian sakit ini dibiarkan berlarutan, tentu akan mendorong munculnya wabah penyakit di masyarakat atau populasi penduduk. Sehingga diperlukan tindakan mitigasi munculnya kasus penyakit yang besar atau dikenal wabah. Wabah ini merupakan kejadian luar biasa (KLB) yang menimpa satu populasi atau lebih yang memerlukan upaya lintas sektoral dalam penanganannya. Kejadian kabut asap beberapa waktu yang lampau dapat dianalogikan dengan Model Gordon ini dengan bergesernya titik tumpu faktor lingkungan sehingga menyebabkan pergeseran kualitas lingkungan. Pergeseran titik tumpu ini dapat memberatkan faktor agen/penyebab penyakit atau faktor host/pejamu. Pergeseran ini menimbulkan sakit yang diperlihatkan dengan adanya keluhan dan gejala sakit secara subyektif dan obyektif sehingga penderita yang sakit memerlukan pengobatan untuk mengembalikan keadaan sehat. Model Gordon ini dapat memberi analisis keadaan sekaligus memberi arah untuk mendapatkan solusi dari permasalahan penyakit yang timbul. Kejadian kabut asap dari sumber kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di daerah Sumatera dan Kalimantan, bahkan menjalar lebih global hingga ke negara tetangga mampu dianalisis dengan teori Gordon ini dengan melakukan analisis terhadap perubahan baik dari sisi agen, host/pejamu, maupun lingkungan. Secara umum, dampak yang ditimbulkan sangat kompleks dan sebagian besar pada awalnya tidak dapat dideteksi secara jelas, karena merupakan gejala yang tidak spesifik atau khas. Misalnya pusing, iritasi mata, iritasi hidung dan tenggorokan, radang saluran napas bagian atas, tekanan darah meningkat, pandangan kabur, gatal-gatal alergi, hingga diare. Selain itu berbagai bahan kimia toksik dalam dosis rendah berkepanjangan dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi. Analisis A (agen) dari teori Gordon ini dapat memberikan solusi sebagai langkah penanganan penyakit berbasis lingkungan. Dampak dari asap kayu bakar yang mengandung aldehida dan hidrokarbon aromatik polisiklik memiliki potensi untuk menekan sistem kekebalan tubuh. Sulfur dioksida dan nitrogen dioksida yang diadsorpsi pada partikel asap dapat dihirup cukup dalam pada saluran napas selanjutnya terlarut dalam cairan tubuh dan memasuki aliran darah, sistem limfatik, atau jaringan paru-paru. Kerja paru- paru semakin kuat untuk menghindari masuknya iritan dan hal ini membuat kesulitan bernapas dan membebani jantung manusia sehingga berpotensi memberi gangguan kardiovaskular. Selain itu infeksi kulit dan iritasi mata juga menunjukkan efek dari asap. Tindakan yang dilakukan terhadap L (lingkungan) adalah dengan membuat kualitas lingkungan menjadi baik kembali atau tidak terjadi pencemaran lagi. Dalam hal ini dicari penyebab terjadinya pencemaran udara dari kabut asap ini dengan menganalisis faktor pemicu munculnya kebakaran hutan/lahan gambut. Faktor biologi, fisik, maupun lingkungan ekonomi, sosial, budaya merupakan hal- hal yang memberi kontribusi yang bersifat dinamis dan kompleks terhadap munculnya kejadian pencemaran asap ini. Solusi Perbaikan lingkungan dengan proses pemadaman kebakaran dan perubahan perilaku perusak hutan mungkin solusi yang berjalan lambat, namun dapat dicari solusi lain dengan alternatif tindakan pada analisis faktor H (host/pejamu). Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan perlindungan diri pada masyarakat dengan memberikan alat proteksi diri berupa masker. Pengetahuan mengenai risiko bahaya asap jika terpapar dalam waktu lama, sehingga dengan bekal pengetahuan risiko ini masyarakat bisa memberikan upaya sendiri bagi pertahanan kesehatan dirinya. Jika sudah tidak mampu ditanggulangi tentu harus dilakukan pengobatan oleh dokter. Peran SIG : Menyediakan Informasi Tentang Penyedia Pelayanan Kesehatan Menginvestigasi Masalah serta Resiko Kesehatan di Masyarakat Memonitor Status Kesehatan Masyarakat