Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1

BAB I.........................................................................................................................................2

1.1 Latar Belakang...................................................................................................2

1.2 Rumusah Masalah........................................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................6

1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................7

BAB II........................................................................................................................................8

2.1 Landasan Teori.............................................................................................8

2.1.1 Teori Keagenan................................................................................8


2.1.2 Profitabilitas.....................................................................................9
2.1.3 Leverage.........................................................................................10
2.1.4 Good Corporate Governance..........................................................10
2.1.4.1 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance.........................11

2.1.4.2 Mekanisme Good Corporate Governance..............................13

2.1.4.3 Manfaat Good Corporate Governance....................................14

2.1.4.4 Komponen Good Corporate Governance...............................16

2.1.5 Penyajian Kembali Pelaporan Keuangan.......................................18


2.2 Penelitian Terdahulu..................................................................................23

2.3 Kerangka Pemikiran...................................................................................24

2.4.1 Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan25


2.4.2 Pengaruh Debt to Total Asset Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan
26
2.4.3 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan 26
BAB III....................................................................................................................................28

3.1 Rancangan Penelitian..................................................................................28

3.2 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran..........................................28

3.2.1 Variabel Dependen..........................................................................28

1
3.2.2 Variabel Independen........................................................................28
3.2.2.1 Profitabilitas.............................................................................29

3.2.2.2 Leverage...................................................................................29

3.2.2.3 Komite Audit............................................................................29

3.3 Prosedur Pengumpulan Data.......................................................................29

3.3.2 Metode Pengumpulan Data.............................................................29


3.3.3 Populasi dan Sampel........................................................................30
3.3.3.1 Populasi....................................................................................30

3.3.3.2 Sampel......................................................................................30

3.4 Metode Analisis Data..................................................................................30

3.4.1. Uji Asumsi Klasik..........................................................................31


3.4.1.1 Uji Normalitas..........................................................................31

3.4.1.2 Uji multikolinieritas.................................................................31

3.4.1.3 Uji Heteroskedastisitas.............................................................32

3.4.1.4 Uji Autokorelasi.......................................................................32

3.4.2. Pengujian Hipotesis........................................................................32


3.4.2.1 Uji Regresi Linier Berganda....................................................32

3.4.2.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)...............................33

3.4.2.3 Uji Signifikansi Individu (Uji Statistik t).................................33

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laporan keuangan memiliki fungsi yang sangat penting di era globalisasi ini
dan di perekonomian sebuah Negara. Menyusun laporan keuangan di Indonesia
haruslah sesuai dengan IFRS yang telah disesuaikan dengan Pedoman Standar
Akuntansi Keuangan Indonesia.
Laporan keuangan bagi manajemen perusahaan merupakan salah satu hal yang
penting agar bisnis perusahaan tetap bisa berjalan dengan baik. Laporan keuangan
perusahaan berfungsi untuk menjadi bahan evaluasi dari perusahaan tersebut. Dimana
perusahaaan dapat mengatur keuangan dengan sebaik baik mungkin dari melihat
laporan keuangannya tersebut. Dengan melihat laporan keuangan,manajemen
perusahaan dapat melihat apa yang harus dilakukan sleanjutnya untuk perusahaan
menjadi lebih baik. Selain itu, untuk manajemen perusahaan laporn keuangan menjadi
bentuk pertanggungjawaban bagi perusahaan dalam memegang dan mengolah dana
perusahaan.
Laporan keuangan sebuah perusahaan merupakan sumber infomasi bagi
investor sebagai faktor pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi dan
sarana pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang telah dipercayakan
kepada perusahaan. Perusahaan diharap dapat lebih transparan dalam mengungkap
informasi keuangan perusahaan, sehingga dapat membantu para pengambil keputusan
seperti investor, kreditur, dan pemakai informasi lainnya dalam mengantisipasi
kondisi ekonomi yang semakin berubah. Informasi yang didapat dari suatu laporan
keuangan perusahaan tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure) dari

3
laporan keuangan yang bersangkutan dan faktor-faktor yang mempengaruhi karena
laporan keuangan tahunan dapat memberikan gambaran kinerja selama satu tahun dan
dapat menjelaskan masa depan perusahaan tersebut (Widyastuti, 2002)
Dalam mekanisme pemeriksaan suatu laporan keuangan, butuh didukung
proses audit yang bertujuan untuk memberikan suatu keyakinan tentang laporan
keuangan tersebut bahwa laporan keuangan tidak terdapat salah saji (misstatement)
yang materil serta memberikan keyakinan penuh atas akuntabilitas asset perusahaan.
Menurut Standar Auditing (PSA), salah saji sendiri terdiri dari dua macam yaitu
kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud).
Kasus-kasus skandal kecurangan dalam pelaporan keuangan banyak terjadi di
berbagai sektor baik itu perusahaan public dan sektor privat. Adanya kecurangan ini
memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat serius
bagi masyarakat bisnis khusunya. Beberapa skandal kecurangan pelaporan keuangan
yang besar yang pernah terjadi adalah kasus Enron, Tyco, Worldcom, Merck, Global
Crossing mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, Marcuss, Saunders
dan Tehranian, 2006). Di Indonesia, kasus fraud juga pernah terjadi dan dilakukan
oleh PT Kimia Farma Tbk. Sekandal fraud yang dilakukan perusahaan farmasi milik
negara ini dideteksi oleh Kementerian BUMN dan BAPEPAM (BAPEPAM, 2002)
yang dimana menemukan adanya lebih saji (overstatement) pada laporan laba rugi
nya. Selain itu ada juga kasus fraud yang terjadi di indoesia di PT. Lippo Tbk
(Boediono,2005) juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang
berawal dari terdeteksinya adanya manipulasi data (Boediono,2005)
Terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan dapat menyebabkan berbagai dampak pada perusahaan itu sendiri.
Kecurangan pelaporan keuangan akan menurunkan kepercayaan para investornya dan
memicu krisis perekonomian perusahaan.
Sebelumnya, curangnya pelaporan keuangan itu sendiri dapat dideteksi sejak
dini, berikut adalah faktor-faktor yang digunakan oleh seorang auditor untuk
mendeteksi adanya kecurangan dalam pelaporan keuangan (Hutomo, 2012) yakni
melalui pendekatan audit forensik, good corporate governance, manajemen laba,
pendekatan pengendalian internal dan rasio-rasio finansial.
Dari kelima faktor tersebut, penulis ingin mendeteksi kecurangan pelaporan
keuangan dengan faktor Good Corporate Governance dan rasio finansial. Jika
dikaitkan hubungan nya, independensi sebuah perusahaan tersebut itu dinilai dari

4
kinerja seorang komite audit, dimana seorang komite audit bertugas untuk meninjau
hasil keuangan sebuah dan informasi keuangan terkait perusahaan serta menilai
kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang relevan.
Independensi, keahlian keuangan, aktivitas, masa kerja dan komposisi komite
audit menjadi syarat penting dalam pembentukan komite audit. Blue Ribbon
Committee (BRC) pada tahun 1999 merekomendasikan bahwa perusahaan yang
terdaftar dalam bursa efek harus memiliki komite audit yang sepenuhnya independen
dan paling tidak satu ahli keuangan. Sarbanes-Oxley Act (SOX) pada tahun 2002 juga
memberi mandat kepada seluruh perusahaan terdaftar untuk memiliki komite audit
yang sepenuhnya independen dan memiliki paling tidak satu ahli keuangan. (Kartika,
2014)
Selain faktor Good Corporate Governance, ada faktor rasio finansial. Penulis
kini ingin mengambil rasio kategori leverage dan profitabilitas. Dalam Profitabilitas,
rasio Net Profit Margin mengukur tingkat pendapatan bersih sebuah perusahaan
terhadap penjualan yang didapat. Sedangkan untuk leverage, rasio Debt to total asset
mengukur kewajiban sebuah perusahaan terdapat aktiva yang dipunyainya.
Menurut Berghe dan Ridder (1999) menghubungkan kinerja perusahaan
dengan good corporate governance tidaklah mudah dilakukan. Beberapa penelitian
menunjukkan tidak ada hubungan corporate governance dengan kinerja perusahaan,
misalnya penelitian Daily et al. (1998) dan hasil survey CBI, Deloitte dan Touche
(1996) sebagaimana yang dikutip oleh Darmawati et al (2004). Demikian juga dengan
Young (2003) yang menganalisis beberapa penelitian yang menghubungkan
corporate governance dengan kinerja perusahaan. Di lain pihak, berdasarkan
beberapa hasil penelitian, Berghe dan Ridder menyatakan bahwa perusahaan yang
mempunyai poor perfomance disebabkan oleh poor governance. Pernyataan ini
didukung oleh penelitian Gompers et al (2003) dalam Darmawati (2004) yang
menemukan hubungan positif antara indeks corporate governance dengan kinerja
perusahaan jangka panjang.
Menurut Kakabadse et al, (2001) dalam PENGARUH PROFITABILITAS,
LEVERAGE DAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KECURANGAN
PELAPORAN KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
perbedaan hasil penelitian tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1) perspektif
teoritis yang diterapkan 2) metodologi penelitian, 3) pengukuran kinerja, dan 4)
perbedaan pandangan atas keterlibatan dewan dalam pengambilan keputusan.

5
Walaupun penelitian-penelitian tentang hubungan corporate governance dengan
kinerja perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda, namun semuanya menyatakan
bahwa corporate governance mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kinerja
perusahaan.
penelitian yang dilakukan H. Simanjutak (2004) memperoleh bahwa profitabilitas
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan, namun penelitian
yang dilakukan Dewi Agustina (2006) dan Kumala Dewi (2008) membuktikan bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan antara profitabilitas terhadap pengungkapan laporan
keuangan.
Penelitian H. Simanjutak (2004) dan Aida Mardiyah (2006) mengungkapkan
bahwa tingkat leverage perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan laporan
keuangan. Sedangkan penelitian Dewi Agustina (2006) menunjukan bahwa tidak ada
pengaruh antara leverage terhadap pengungkapan laporan keuangan.
Adanya perbedaan hasil penelitian tersebut membuat peneliti tertarik untuk
meneliti mengenai pengaruh mekanisme corporate governance dan leverage terhadap
kinerja keuangan pada bank di Indonesia. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian
Cornett et al. (2006) di Amerika Serikat, dengan objek penelitian pada industri
perbankan di Indonesia. Konsep Indikator mekanisme corporate governance terdiri
dari; ukuran dewan komisaris, dewan komisaris, ukuran komisaris independen,
kepemilikan institusional, komite audit, dan leverage.
Maka, berdasarkan uraian diatas penulis ingin melakukan penelitian mengenail
hak yang berjudul “ PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE DAN KOMITE
AUDIT TERHADAP KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2015-2017”

1.2 Rumusah Masalah


Dari uraian latar belakangyang sudah penulis kemukakan, maka rumusan
masalah yang akan diteliti :

1. Apakah Net Profit Margin ratio berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan


keuangan?
2. Apakah Debt to Total Asset ratio berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan
keuangan?
3. Apakah Komite Audit berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan?

6
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah Net Profit Margin ratio mempunyai pengaruh
terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
2. Untuk mengetahui apakah Debt to Total Asset ratio mempunyai pengaruh
terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
3. Untuk mengetahui apakah Komite Audit Asset ratio mempunyai pengaruh
terhadap kecurangan pelaporan keuangan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi


beberapa pihak yaitu:

. 1)  Untuk Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat menambahkan wawasan


mengenai pengaruh atas penerapan Rasio Keuangan seperti Net Profit Margin
dan Debt to Total Asset serta Good Corporate Governance terhadap
Kecurangan pelaporan keuangan di perusahaan sektor yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.

. 2)  Untuk Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan


pemikiran dan bahan evaluasi kepada perusahaan manufaktur mengenai
pentingnya penerapan Good Corporate Governance didalam pelaporan
keuangan sehubungan dengan pembuatan kebijaksanaan perusahaan dan
menghindari resiko adanya Kecurangan Pelaporan Keuangan demi terjaganya
tingkat kepercayaan para masyarakat public.

. 3)  Untuk Investor Penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi dan


pertimbangan bagi para investor untuk mengetahui lebih dalam tentang
penerapan good corporate governance diperusahaan yang menjadi tempat

7
mereka berinvestasi serta bagaimaa rasio keuangan yang baik.

. 4)  Untuk Akademis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan


sumbangan yang berarti dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya pada
bidang ilmu akuntansi.

5) Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan
perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
pengaruh Rasio Keuangan seperti Net Profit Margin dan Debt to Total Asset
serta Good Corporate Governance terhadap Kecurangan pelaporan keuangan.

6) Untuk PenelitiPenelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan


berpikir mengenai pengaruh Rasio Keuangan seperti Net Profit Margin dan
Debt to Total Asset serta Good Corporate Governance terhadap Kecurangan
pelaporan keuangan di sektor selain jasa, Selain itu skripsi ini juga
dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat – syarat guna mencapai gelar
sarjana ekonomi.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan

Menurut Jensen & Meckling (1976) teori keagenan (agency theory) adalah

hubungan yang timbul karena adanya kontrak antara prinsipal dan agen serta peran

prinsipal sebagai pemilik saham yang berhak memberikan beberapa wewenang kepada

agen. Pada praktiknya manajer perusahaan berperan sebagai agen dengan tanggung

jawab meningkatkan keuntungan para pemilik (principal), tapi di lain sisi manajer

perusahaan itu sendiri juga memiliki kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan

perusahaannya (Ujiyantho & Pramuka, 2007).

Ketika manajer memiliki kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraannya,

dapat memungkinkan agen tidak bertindak sesuai kepentingan principal. Hal ini memicu

adanya konflik keagenan (agency conflict), sehingga dapat memicu manajemen untuk

memberikan informasi yang memungkinkan dapat menyesatkan para pengguna laporan

keuangan. Perbedaan kepentingan antara agent dan principal tersebut dapat melahirkan

adanya biaya agensi (agency cost).

2.1.2 Profitabilitas

Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan fokus utama untuk


mendapatkan penilaian perusahaan yang baik. Laba perusahaan selain merupakan faktor
pendukung kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban bagi pemegang saham
juga merupakan pembentuk prospek perusahaan di masa yang akan datang dengan cara

9
menciptakan nilai bagi perusahaan.

Rasio profitabilitas ini dapat mengukur kinerja keuangan perusahaan yang

membandingkan antara laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan. Menurut

Kasmir (2008:196), “ Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan

perusahaan dalam mencari keuntungan ”. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat

efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan

dari penjualan dan pendapatan investasi. Dengan menggunakan rasio profitablittas ini

dapat menunjukkan tingkat efesiensi suatu perusahaan. Tingkat profitabilitas yang tinggi

pada perusahaan akan meningkatkan daya saing antar perusahaan.

Dalam penelitian ini, penulis mengukur tingkat profitabilitas dengan Net Profit

Margin. Hal ini dikarenakan Net Profit Margin menunjukan kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba bersih dari penjualan perusahaan untuk mencerminkan strategi

penetapan harga penjualan perusahaan.

2.1.3 Leverage

Leverage adalah salah satu rasio keuangan yang menjelaskan sumber dana operasi

perusahaan dan menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal

maupun asset perusahaan. Menurut Irfan Fahmi (2012:62) rasio leverage adalah rasio

yang mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan hutang.

Financial leverage diukur dengan persentase dari total hutang terhadap asset

perusahaan pada suatu periode yang disebut juga Debt to Total Asset Ratio (DAR). DAR

mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang

ditunjukkan oleh beberapa bagian Asset sendiri yang digunakan untuk membayar hutang.

10
Selain itu DAR juga dapat memberikan gambaran mengenai modal pinjaman yang

digunakan untuk investasi pada aktiva guna menghasilkan keuntungan bagi sebuah

perusahaan.

2.1.4 Good Corporate Governance

Good Corporate Governance menjadi salah satu tata kelola perusahaan yang

menjelaskan hubungan antara partisipan dalam perusahaan yang menentukan bagaimana

arah kinerja perusahaan (Haruman, 2008). Isu mengenai corporate governance mulai

mengemuka, khususnya di Indonesia pada tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis

yang berkepanjangan. Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di

Indonesia disebabkan oleh sangat lemahnya corporate governance yang diterapkan dalam

perusahaan di Indonesia. Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai

memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktek corporate governance.

2.1.4.1 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

Menurut (Zarkasyi dalam Good Corporate Governance Pada Badan Usaha

Manufaktur, Perbankan dan Jasa Keuangan dan sektor lainnya, 2008:38-41) prinsip-

prinsip Good Corporate Governance ada 5, yaitu:

1. Transparansi (Transparency)

Transparansi ialah berhubungan dengan bagaimana kualitas informasi yang

disampaikan perusahaan. Investor percaya pada sebuah perusahaan dan akan sangat

bergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu,

sebuah perusahaan dituntut dengan sangat untuk menyediakan informasi yang jelas,

11
akurat, tepat waktu dan dapat diperbandingkan dengan indikator yang sama. Dalam hal

penyampaian informasi kepada publik secara terbuka, benar, kredibelitas dan tepat waktu

akan lebih memudahkan untuk menilai kinerja dan resiko yang dihadapi sebuah

perusahaan.

Sebuah organisasi seharusnya betul-betul menyatakan dengan transparan seluruh

keputusan dan aktivitasnya yang memiliki dampak atas masyarakat serrta lingkunganya.

Oleh karenanya, yang dituntut adalah keterbukaan yang jelas, akurat dan komplit “clear,

accurate and complete” atas seluruh kebijakan, keputusan dan aktivitas. Untuk menjadi

perusahaan yang dapat dipercayai oleh pemegang saham maka informasi yang

disediakan haruslah material dan relevan dengan cara mudah diakses dan dipahami oleh

pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan

tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga

hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan

pemangku kepentingan lainnya.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas dimaksudkan agar manajmen dalam mengelola peusahaan dapat

mempertanggungjawabkan pekerjaannya. Kerangka good corporate governance

memastikan sistem pengendalian strategis dan monitoring bejalan dengan baik serta

memastikan akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan, pemegang saham dan

stakeholders. Dewan bertanggung jawab untuk memantau kinerja dan pencapaian target

return bagi pemegang saham, sembari juga mencegah berlarutnya konflik kepentingan

dan juga menjaga independensinya dari manajemen.

12
3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan

tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara

kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mengurangi potensi terjadinya tindakan

tercela di dalam perusahaan diluar ketentuan yang telah disepakati, seperti yang tercatat

dalam undang-undang, regulasi, kontrak kerja maupun pedoman operasional bisnis

perusahaan.

4. Independensi (Independency)

Independency adalah keadaan di mana perusahaan bebas dari pengaruh atau

tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. Prinsip ini merurut

para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri sesuai dengan peran dan

fungsi yang dimilikinya masing-masing tanda ada tekanan dari pihak manapun yang

tidak sesuai dengan peraturan dan system operasional perusahaan yang berlaku.

5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas

kesetaraan dan kewajaran. Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak – hak

para pemegang saham minoritas dan para pemegang asing serta perlakuan yang setara

terhadap semua investor. Praktek kewajaran ini juga mencakup adanya sistem hukum

dan peraturan serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini

13
penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya pemegang saham

minoritas dari praktek kecurangan (fraud) dan praktek – praktek insider trading.

2.1.4.2 Mekanisme Good Corporate Governance

Mekanisme Corporate Governance merupakan suatu aturan, prosedur dan

hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang

melakukan kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme governance

diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya sistem governance dalam sebuah

organisasi (Walsh, 1990).

Walsh (1990) juga menyatakan bahwa terdapat dua mekanisme untuk membantu

menyamakan perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer dalam rangka

penerapan Good Corporate Governance, yaitu mekanisme pengendalian internal

perusahaan dan mekanisme pengendalian eksternal perusahaan berdasarkan pasar.

Mekanisme pengendalian internal adalah susunan organisasi dan semua cara-cara

serta peraturan yang di tetapkan oleh manajemen dengan tujuan mengamankan harta

kekayaan, memeriksa kecermatan dan kebenaran data administrasi, mengefisienkan tata

cara kerja dan mendorong dipatuhinya kebijakan yang telah ditetapkan oleh manajemen.

Dengan demikian, manajer akan termotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan atau

meningkatkan pemegang saham karena hal tersebut juga akan meningkatkan kekayaan

manajer sendiri.

Mekanisme pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan

oleh pasar. Menurut teori pasar untuk pengendalian perusahaan (market for corporate

control), pada saat diketahui bahwa manajemen berperilaku menguntungkan diri sendiri,

kinerja perusahaan akan menurun yang direfleksikan oleh nilai saham perusahaan. Pada

14
kondisi tersebut, kelompok manajer lain akan menggantikan manajer yang sedang

memegang jabatan. Dengan demikian bekerjanya market for corporate bisa menghambat

tindakan menguntungkan manajer sendiri (Jensen, 1976).

2.1.4.3 Manfaat Good Corporate Governance

Jika perusahaan sangat memperhatikan jalannya prinsip-prinsip GCG dalam

pengambilan keputusan investasi maka dengan otomatis akan mendapatkan keyakinan

investor untuk menanamkan saham di perusahaan tersebut. Disamping hal-hal tersebut

CGC juga dapat:

1. Mengurangi Agency Cost yaitu suatu biaya yang harus di tanggung pemegang saham

akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini data berupa

kerugian yang diderita perusahaan sebagau akibat penyalahgunaan weweang, ataupun

berupa biaya pengawasan yang tibul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari perusahaan yang

baik menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang di pinjam oleh

perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

3. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam

lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberatan dan berbagai strategi dan kebijakan

yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa

merekauga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan

dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

4. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan

tersebut kepada public luas dalam jangka panjang.

Untuk mencapai keberhasilan terlaksananya Good Corporate Governance di dalam

perusahaan mempunyai dua faktor, yaitu:

15
a) Faktor Eksternal

Yang di maksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar

perusahaan yang sangat mempengaruhi penerapan GCG, di antaranya:

1. Terdapatnya system hokum yang baik sehingg mampu menjamin berlakunya supremasi

hokum yang konsisten dan effektif.

2. Dukungan pelaksanaan GCG dari sector public/lembaga pemerintahan yang diharapkan

dapat pula melaksanakan Good Corporate Governance dan Clean Governance menuju

Good Corporate Governance yang sebenarnya.

3. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat yang dapat menjadi standard

pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional.

b) Faktor Internal

Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan penerapan

praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan, beberapa faktor yang dimaksud antara

lain:

1. Terdapatnya budaya perusahaan yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme

serta system kerja manajemen di perusahaan.

2. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan

nilai-nilai GCG

3. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar

GCG.

4. Terdapatnya sitem audit yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap

penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

16
5. Adanya keterbukaan informasi bagi public untuk mampu memahami setiap gerak dan

langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan public dapat memahami dan

mengikuti setiap derap lagkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke

waktu.

2.1.4.4 Komponen Good Corporate Governance

Komite Audit

Komite Audit adalah sekelompok orang yang dipilih dari dewan komisaris

perusahaan yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan

independensinya dari manajemen (Susilo, 2010). Sesuai dengan Kep.29/PM/2004,

Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit

merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu, komite

audit dianggap penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak

manajemen dalam menangani masalh pengendalian.

Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi

audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal)

dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan manajemen laba

dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit

eksternal (Sam’ani, 2008).

Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit

Menurut Kep.29/PM/2004, tugas dan tanggung jawab komite audit bertugas untuk

memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang

memerlukan perhatian dewan komisaris dan melaksanakan tugas-tugas lain yang

berkaitan dengan tugas dewan komisaris, antara lain meliputi:

17
1. Melakukan pemilahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan,

seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya

2. Melakukan pemilahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan

dibidang pasar modal dan oerundagna lainnya yang berhubungan dengan kegiatan

perusahaan

3. Melakukan penalaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh audit internal

4. Melaporkan kepada komisaris berbagai resiko yang dihadapi perusahaan dalam

pelaksanaan manajemen resiko oleh direksi

5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang

berkaitan dengan emiten

6. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan

Tujuan pembentukan komite audit dalam perusahaan adalah untuk meningkatkan

efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan obyektivitas dewan komisaris dan dewan

direksi. Tujuan komite audit adalah memungkinkan dewan komisaris untuk memberikan

penilaian independen atas kinerja keuangan perusahaan, memperkuat posisi auditor

eksternal, memperkuat independensi serta obyektivitas auditor internal dalam

memberikan rekomendasi perbaikan, memperbaiki kualitas laporan keuangan yang

mengakibatkan meningkatnya keyakinan publik, khususnya investor terhadap

perusahaan.

2.1.5 Penyajian Kembali Pelaporan Keuangan

Pada penelitian kecurangan pelaporan keuangan ini menggunakan definisi

penyajian kembali laporan keuangan yang dipergunakan oleh Ahmed dan Goodwin

(2007) (yang dikutip oleh Retnoasih, 2008). Definisi tersebut adalah:

“Penyajian kembali laporan keuangan diartikan sebagai perubahan bersih dari

18
laba periode sebelumnya yang dilaporkan pada laporan keuangan komparatif periode

berjalan. Penyajian kembali laporan keuangan merupakan proksi untuk penarikan dan

penerbitan kembali laporan keuangan periode sebelumnya.”

Menurut penerapan dalam penyajian kembali pada laporan keuangan dapat

dilakukan dengan acuan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 25 Tahun 2009 Laba

atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan

Akuntansi. Dalam PSAK No. 25 mengelompokkan faktor utama yang mempengaruhi

revisi atau penyajian kembali laporan keuangan ke dalam 3 kelompok sebagai berikut:

1. Perubahan Estimasi Akuntansi (Changes in Accounting Estimates)

Terdapat beberapa unsur dalam laporan keuangan yang tentunya memerlukan

adanya estimasi karena tidak dapat diukur secara tepat, misalnya estimasi atas penyisihan

piutang tak tertagih (bad debts), keusangan (impairment), keusangan persediaan, dan

estimasi umur ekonomis aktiva tetap yang dapat disusutkan. Di PSAK No. 25 tahun

2009 mengatur bahwa suatu perubahan dalam estimasi akuntansi harus dimasukkan ke

dalam laba atau rugi bersih periode berjalan jika perubahan tersebut mempengaruhi

periode tersebut dan dimasukkan ke dalam laba atau rugi bersih periode berjalan dan

periode-periode selanjutnya jika perubahan tersebut mempengaruhi keduanya. Sebagai

contoh, perubahan dalam estimasi umur ekonomis aktiva akan mempengaruhi jumlah

beban penyusutan pada periode berjalan dan pada setiap periode selama umur ekonomis

yang tersisa dari aktiva tersebut.

Penerapan standar ini dilakukan secara prospektif. Hal ini dapat dilihat dari pendapat

Hardi (2008) dalam Putra (2010) bahwa:

...perubahan estimasi akuntansi berdasarkan PSAK No. 25 tahun 2009 harus diterapkan

secara prospektif, yang dimana artinya bahwa perubahan yang terjadi diterapkan pada

19
kejadian atau transaksi yang terjadi setelah tanggal perubahan. Tidak ada penyesuaian

yang berhubungan dengan periode sebelumnya yang dilakukan baik pada saldo laba awal

periode (retained earnings) atau dalam pelaporan laba atau rugi bersih untuk periode

sekarang, karena saldo yang ada tidak dihitung kembali.

2. Kesalahan Mendasar (Fundamental Errors)

Perlakuan akuntansi atas kesalahan mendasar diatur dalam PSAK No. 25 tahun

2009

Paragraf 30-36. Terdapat kemungkinan kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan

pada satu atau lebih periode sebelumnya baru ditemukan pada periode berjalan.

Kesalahan dapat timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam

penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, kecurangan atau kelalaian.

Koreksi atas kesalahan tersebut akan dimasukkan dalam perhitungan laba atau rugi

bersih untuk periode berjalan.

Jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan

menyesuaikan saldo laba awal periode. Dengan kata lain, suatu koreksi atas kesalahan

mendasar dalam pelaporan keuangan harus diterapkan secara retrospektif (dikutip dari

Putra, 2010), diperjelas dalam PSAK No. 25 tahun 2009 paragraf 34 bahwa laporan

keuangan yang menyajikan informasi komparatif untuk periode sebelumnya, disajikan

seolah-olah kesalahan mendasar telah dikoreksi dalam periode di mana kesalahan

tersebut dibuat. Jumlah koreksi yang berhubungan dengan setiap periode dimasukkan

dalam perhitungan laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan. Sedangkan jumlah

koreksi yang berhubungan dengan periode-periode sebelum periode yang tercakup dalam

informasi komparatif, disesuaikan pada saldo laba awal periode dalam periode yang

paling awal.

20
3. Perubahan Kebijakan Akuntansi (Changes in Accounting Policies)

Paragraf 38 PSAK No. 25 tahun 2009 menyatakan bahwa suatu perubahan

kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya jika penerapan suatu kebijakan akuntansi

yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi keuangan

yang berlaku, atau jika diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan

penyajian kejadian atau transaksi yang lebih sesuai dalam laporan keuangan suatu

perusahaan. Suatu perubahan kebijakan akuntansi dapat diterapkan secara retrospektif

ataupun secara prospektif, sesuai dengan yang diatur dalam pernyataan dalam PSAK

No. 25 paragraf 42.

Paragraf 42 PSAK No. 25 mengatur bahwa suatu perubahan kebijakan akuntansi yang

dilakukan sehubungan dengan penerapan suatu standar akuntansi keuangan harus

dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perubahan dalam PSAK. Jika tidak ada

ketentuan perubahan dan untuk semua perubahan kebijakan akuntansi yang lain,

perubahan kebijakan akuntansi tersebut harus diterapkan sesuai dengan perlakuan

akuntansi dalam paragraf 45, 48 dan 49 PSAK No.25. Paragraf 45 mengatur bahwa suatu

perubahan kebijakan akuntansi harus diterapkan secara retrospektif dengan melaporkan

jumlah setiap penyesuaian yang terjadi yang berhubungan dengan periode sebelumnya

sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode (retained earnings), kecuali jika

jumlah tersebut tidak dapat ditentukan secara wajar. Paragraf 48 menyatakan perubahan

kebijakan akuntansi harus diterapkan secara prospektif jika jumlah penyesuaian terhadap

saldo laba awal periode (retained earnings) yang dijelaskan dalam paragraf 45 tidak

dapat ditentukan secara wajar. Sedangkan paragraf 49 mengatur bahwa jika suatu

perubahan kebijakan akuntansi mempunyai pengaruh material terhadap periode sekarang

atau sebelumnya, atau mungkin juga mempunyai pengaruh material terhadap periode

berikutnya, perusahaan harus mengungkapkan hal-hal berikut:

21
1. Alasan dilakukannya perubahan

2. Jumlah penyesuaian untuk periode berjalan dan periode sebelumnya

3. Jumlah penyesuaian yang berhubungan dengan masa sebelum periode yang

tercakup dalam informasi komparatif

4. Kenyataan bahwa informasi komparatif telah dinyatakan kembali atau kenyataan

bahwa untuk menyatakan kembali informasi komparatif dianggap tidak praktis

Menurut Grant dan Visconti (2005) (dikutip oleh Gertsen dan Berens, 2006) insiden

penyajian kembali laporan keuangan telah mengalami peningkatan pada beberapa tahun

terakhir. Terlebih lagi, penyajian kembali laporan keuangan tidak lagi terbatas di

Amerika saja, namun sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuk ke Indonesia.

Penelitian-penelitian sebelumnya tentang penyajian kembali laporan keuangan berfokus

pada variabel sistem reward manajemen, fraud, kategori penyajian kembali laporan

keuangan yang hampir bisa dipastikan memicu adanya proses pengadilan (misalnya,

penuntutan perkara oleh pemegang saham), kegagalan auditor yang disebabkan oleh

conflict of interest (misalnya, menjual jasa konsultan), dan pada perincian struktur tata

kelola perusahaan serta pengaruhnya terhadap nilai pasar.

Dari penyajian kembali laporan keuangan terlihat bahwa laporan keuangan terdahulu

yang telah diterbitkan, dilaporkan kepada publik serta yang telah diarsipkan kepada

BAPEPAM mengalami perubahan secara signifikan yang berpengaruh secara material,

sehingga sudah tidak dapat diandalkan. Penyajian laporan keuangan oleh perusahaan go

public merupakan hal yang dipertimbangkan oleh regulator, perusahaan pelapor, dan

auditor dalam menilai kualitas laporan keuangan Palmrose dan Scholz (2004) dalam

22
Retnoasih (2008). Dalam penjelasan lebih lanjut oleh SEC bahwa penyajian kembali

laporan keuangan adalah indikator yang paling mudah dilihat dari akuntansi yang salah

dan merupakan sumber dari investigasi baru.

Dalam penyajian laporan keuangan sebuah perusahaan, tidak jarang ditemukan hal-hal

yang menyebabkan laporan keuangan harus direvisi ataupun disajikan kembali, baik itu

disebabkan karena adanya kekeliruan perhitungan matematis, kekeliruan penerapan

kebijakan akuntansi, kecurangan, kelalaian, adanya penerapan kebijakan akuntansi yang

baru ataupun karena adanya perubahan estimasi akuntansi.

Dalam laporan yang dipublikasikan oleh USA GAO (Goverment Accounting Officer)

di tahun 2002, dinyatakan bahwa terjadinya penyajian kembali laporan keuangan

dikarenakan adanya fraud (kecurangan) dan kesalahan yang meningkat secara signifikan

dalam selang waktu antara bulan Januari tahun 1997 hingga bulan Juni tahun 2002

(Retnoasih, 2008).

Dengan melihat beberapa contoh tersebut, sangat relevan bila dikatakan financial

statement fraud sering kali diawali dengan penyajian kembali laporan keuangan yang

digambarkan melalui salah saji. Dalam penelitian ini, untuk mengukur indikasi

perusahaan menuju terjadinya kecurangan (fraud) yang diproksi dalam penyajian

kembali (restatement) laporan keuangan berhubung tidak tersedianya data resmi

mengenai data perusahan yang fraud.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Nguyen (2008) yang penelitiannya bertujuan

untuk fokus pada sifat kecurangan laporan keuangan dan skema kecurangan terhadap

laporan keuangan yang terjadi dengan menganalisis pada kasus rasio keuangan. Dua

kasus kecurangan pada laporan keuangan dianalisis dari Enron dan WorldCom.

23
Penelitian ini membahas teknik-teknik umum yang digunakan untuk mendeteksi

kecurangan laporan keuangan.

Skousen et al., (2009) melakukan penelitian secara empiris yang mengkaji

efektivitas teori Cressey (1953) mengenai kerangka faktor resiko kecurangan yang

diterapkan dalam SAS No. 99 untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Menurut

teori Cressey, pressure, opportunity dan rationalization selalu hadir dalam situasi fraud.

Skousen et al mengembangkan variabel yang berfungsi sebagai ukuran proksi rasio

keuangan seperti debt to total asset dan rasio pada profitabilitas untuk mengetahui

tekanan/motif, kesempatan, dan rasionalisasi dan menguji variabel- variabel ini

menggunakan informasi umum yang tersedia.

Lou dan Wang (2009) melakukan penelitian untuk menguji faktor resiko dari

stakeholder perusahaan dimana tata kelola perusahaan yang baik diuji dengan melihat

kinerja komite audit dalam rapatnya. Hasilnya mengindikasikan bahwa kecurangan

pelaporan berhubungan dengan salah satu kondisi berikut: tekanan keuangan dari suatu

perusahaan atau supervisor perusahaan, persentase yang lebih tinggi dari transaksi yang

kompleks

Suatu perusahaan, lebih dipertanyakannya integritas manajer sebuah perusahaan,

atau penurunan hubungan antara perusahaan dengan auditornya. Sebuah model logistik

sederhana berdasarkan contoh faktor risiko kecurangan ISA 240 dan SAS 99 mengukur

kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan dan dapat menguntungkan praktisi.

24
2.3 Kerangka Pemikiran

Dari yang sudah di uraikan diatas, maka dapat dibuat sebuah kerangka pemikiran

yang menggambarkan variabel mana yang dapat diambil sebagai penelitian kecurangan

pada pelaporan keuangan. Berdasarakan kerangka dibawah ini, bisa di jelaskan bahwa

suatu profitabilitas perusahaan dengan membandingkan net income nya terhadap

penjualan sebuah perusahaan akan mencerminkan kinerja perusahaan.

Dalam melihat tingkat leverange yang dimana sebuah perusahaan pasti

mempunyai kewajibannya yang harus dibayar oleh asset yang dipunyainya atau

aktivanya, maka rasio ini perlu diukur untuk mengetahui kecurangan pelaporan

keuangan. Oleh karena itu, perlu juga mengukur komponen Corporate Governance Soft

Structure yaitu Komite Audit dimana penulis disini ingin melihat independensi komite

audit dalam laporan keuanganya dengan cerminan dari jumlah rapat komite audit dalam

setahun.

Profitability:
Net Profit Margin

kecurangan
Leverage:
pelaporan keuangan
Debt to Total Asset

Corporate Givernance:
Komite Audit

2.4 Pengembangan Hipotesis

25
2.4.1 Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan

Pada sebuah perusahaan yang memiliki net income tinggi, maka sebuah

perusahaan tersebut dapat terindikasi melakukan kecurangan pelaporan keuangan dari

rasio net profit margin ini, dikarenaka jika profit sebuah perusahaan tinggi makan

perusahaan bisa saja mengecilkan bebas operasional perusahaan dan beban-beban

lainnya sehingga net income yang didapat oleh perusahaan tersebut tinggi.

Maka dari yang telah diungkapkan oleh penulis diatas, hipotesa nya ialah sebagai

berikut:

H1: Tingkat Net Profit Margin berpengaruh positive terhadap kecurangan laporan

keuangan

2.4.2 Pengaruh Debt to Total Asset Terhadap Kecurangan Pelaporan

Keuangan

Dengan kaitannya pada teori keagenan, sebuah perusahaan tentu mempunyai

aktiva yang digunakannya untuk investasi dan membayar kewajiban-kewajibannya.

Dengan rasio ini yang mengukur asset sebuah perusahaan terhadap kewajiban yang

dimilikinya untuk menilah apakah sebuah perusahaan tersebut dapat memenuhi semua

kewajibannya dengan asset-aset yang dimilikinya serta jika indikasi dari rasio ini ialah

ketika tingginya sebuah kewajiban perusahaan lebih besar dibandingkan dengan asset-

asetnya maka rasio ini akan rendah

H2 : Tingkat Debt to Total asset berpengaruh Negative terhadap kecurangan

laporan keuangan

26
2.4.3 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan

Peranan komite audit yang diperlukan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas

informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sesuai dengan tugas-

tugasnya sehingga dapat mengurangi perilaku oportunistik yang dilakukan oleh para

manajer. Oleh karena itu, Rapat komite audit semakin diperlukan demi membahasnya

kualitas laporan sebuah perusahaan. Komite Audit mempunyai peran yang sangat

penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan

keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang

memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Dengan berjalannya fungsi

Komite Audit secara efektif, maka kontrol terhadap perusahaan akan lebih baik sehingga

konflik keagenan yang terjadi akibat keinginan manajemen untuk meningkatkan

kesejahteraanya sendiri dapat diminimalisasi .

H3 : Tingkat Komite Audit berpengaruh negative terhadap kecurangan laporan

keuangan

27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian kami adalah metode kausal
komparatif dan deskriptif analisis. Dalam Metode Kasual Komparatif ini menjelaskan
hubungan sebab akibat antara variabel independen (profitabilitas, leverage, dan Komite
Audit) dengan variabel dependen (kecurangan laporan keuangan). Metode Deskriptif Analisis
adalah suatu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data, serta menganalisis data
yang tersedia.
Unit analisis dan data yang digunakan adalah pooled data. Populasi yang diambil
dalam penelitian ini berupa laporan keuangan dan laporan tahunan dari perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (IDX).

3.2 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran


Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ada 2, yaitu variabel dependen dan
variabel independen.
3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh adanya variabel bebas
(variabel independen). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Kecurangan pada Laporan Keuangan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala
nominal. Dalam penelitian ini, perusahaan terbagi dalam dua kelompok dan diberi nilai 0 dan
1 berdasarkan tidak atau melakukan restated selama periode penelitian. Kelompok tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
 Nilai 0 untuk Perusahaan yang diduga tidak melakukan kecurangan laporan keuangan dengan
tidak melakukan restated selama periode penelitiaan.
 Nilai 1 untuk Perusahaan yang diduga melakukan kecurangan laporan keuangan dengan
melakukan restated selama periode penelitian.

3.2.2 Variabel Independen


Variabel independen merupakan variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) . Variabel independen dalam penelitian
ini ada 3, yaitu:

28
3.2.2.1 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan
perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Menurut Gitman (2003)
Variabel profitabilitas diukur menggunakan skala rasio Net Profit Margin.
Net Profit Margin = Net Income / Net Sales
3.2.2.2 Leverage
Leverage digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menggunakan
aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar
tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan atau kemampuan perusahaan untuk
membayar semua hutangnya atau kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Variabel leverage diukur dengan menggunakan skala rasio Debt to Assets Ratio
Debt to Assets Ratio= Total Liabilities/Total Assets
3.2.2.3 Komite Audit
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan yang
dalam pelaksaannya membantu pemeriksaan serta penelitian yang dianggap perlu terhadap
pelaksanaan fungsi direksi dalam mengelola perusahaan tercatat.
Variabel Komite Audit dalam penelitian ini diukur dengan melihat banyaknya jumlah
rapat yang terlaksana diperusahaan yang dilakukan oleh
komite audit dengan menggunakan skala rasio.
3.3 Prosedur Pengumpulan Data

3.3.1 Jenis dan Sumber Data


Data penelitian yang dilakukan adalah dengan data sekunder, dimana data yang
diperoleh secara tidak langsung melalui pihak lain. Data sekunder yang berupa data Laporan
Keuangan dan Laporan Tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2015-2017.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data penelitian adalah dengan metode dokumentasi,
yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan
yang berhubungan dengan penelitian. Adapun data yang digunakan ialah data yang dapat
diakses melalui situs resmi www.idx.co.id yang berupa laporan keuangan perusahaan yang

29
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laporan
keuangan tahunan dari setiap perusahaan yang merupakan sampel penelitian tahun 2015-
2017. Data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah:
1. Neraca,
2. Laporan laba rugi,
3. Catatan atas laporan keuangan,
4. Laporan Tahunan

3.3.3 Populasi dan Sampel


3.3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan unsur-unsur yang memiliki ciri dan karakteristik
yang sama. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan merujuk
pada semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017.
3.3.3.2 Sampel

Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
purposive sampling, yakni metode penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dengan
menggunakan karakteristik sebagai berikut :
a. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan tidak mengalami netloss untuk
periode 2015-2017.
b. Perusahaan tersebut mengungkapkan jumlah rapat komite audit dalam laporan tahunan
c. Memiliki data laporan keuangan yang lengkap dan dapat diakses memalui situs resmi BEI

3.4 Metode Analisis Data


Teknik analisis yang digunakan dalam penelitan ini adalah analisis regresi berganda.
Analisis regresi berganda merupakan analisis untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
(independen) yang jumlahnya lebih dari satu terhadap 45 satu variabel terikat (dependen).
Model analisis regresi linier berganda digunakan untuk menjelaskan hubungan dan seberapa
besar pengaruh variabel-variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen).
Sebelum melakukan analisis regresi linier berganda, maka diperlukan uji asumsi klasik
terlebih dahulu untuk memastikan apakah model tersebut tidak terdapat masalah normalitas,
multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Jika semua uji tersebut terpenuhi,

30
maka model analisis layak untuk digunakan. Langkah-langkah uji asumsi klasik pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.4.1. Uji Asumsi Klasik


3.4.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan dengan maksud untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji
normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji
Kolmogorov-Smirnov menggunakan bantuan SPSS untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak dilihat pada baris Asymph. Sig (2-tailed).
Data penelitian dikatakan menyebar normal atau memenuhi uji normalitas apabila nilai
Asymph. Sig (2-tailed) variabel residual berada di atas 0,1 atau 10%. Sebaliknya, jika nilai
Asymph. Sig (2-tailed) variabel residual berada di bawah 0,1 atau 10%, maka data tersebut
tidak berdistribusi normal atau tidak memenuhi uji normalitas.

3.4.1.2 Uji multikolinieritas


Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Jika terdapat korelasi yang tinggi antara variabel
independen tersebut, maka hubungan antara variabel independen dan variabel dependen
menjadi terganggu.
Untuk menguji ada atau tidaknya multikolinieritas didalam model regresi adalah sebagai
berikut :
1. Nilai yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi sangat tinggi, tetapi secara
individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan memengaruhi variabel
dependen.
2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen
terdapat nilai korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan
indikasi adanya multikolinieritas.
3. Mengamati nilai tolerance dan varian inflation factor (VIF). Tolerance mengukur
variabelitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Nilai cutt-off yang umum dipakai adalah nilai tolerance atau sama dengan VIF Bila
hasil regresi memiliki nilai VIF tidak lebih dari 10, maka dapat disimpulkan tidak ada
multikolinieritas dalam model regresi.

31
3.4.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Kriteria yang
digunakan untuk menyatakan apakah terjadi heteroskedastisitas atau tidak di antara data
pengamatan dapat dijelaskan dengan menggunakan koefisien signifikansi. Koefisien
signifikansi harus dibandingkan dengan tingkat signifikansi sebelumnya (biasanya 5%).
Apabila koefisien signifikansi lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditetapkan, maka
dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas (homoskedastisitas). Jika koefisien
signifikansi lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditetapkan, maka dapat disimpulkan
terjadi heteroskedastisitas.

3.4.1.4 Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier ada
hubungan kesalahan pada periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Dalam model analisis
regresi linier berganda juga harus bebas dari autokorelasi. Model regresi yang baik adalah
regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi perlu
dilakukan pengujian terlebih dahulu dengan menggunakan Statistik d Durbin Watson (D-W).
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H0 : tidak ada autokorelasi (r = 0)
H1 : ada autokorelasi (r ≠ 0)

3.4.2. Pengujian Hipotesis


3.4.2.1 Uji Regresi Linier Berganda
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan
variabel dependen adalah Kecurangan pada Laporan Keuangan dan variabel independen
adalah Profitability, Leverage dan Komite Audit. Model regresi yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Y = α + β1 (X1) + β2 (X2) + β3 (X3) + e

Keterangan:
Y = Variabel Kecurangan Laporan Keuangan
α = Konstanta
β1 = Koefisien regresi variabel independen Profitability
X1 = Variabel Profitability

32
β 2= Koefisien regresi variabel independen Leverage
X2= Variabel Leverage
β 3 = Koefisien regresi variable independen Komite Audit
X3 = Variabel Komite Audit
E = error term

3.4.2.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)


Uji statistik F ditujukan untuk menguji apakah secara simultan variabel independen X1, X2
dan X3 (Profitability, Leverage dan Komite Audit) mempunyai pengaruh terhadap variabel
dependen Y (Kecurangan Laporan Keuangan).
Pengujian ini dilakukan pada tingkat keyakinan 90% dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Apabila tingkat signifikansi lebih besar dari 10% maka dapat disimpulkan bahwa Ho
diterima dan Ha ditolak.
2. Apabila tingkat signifikansi lebih kecil dari 10% maka dapat disimpulkan bahwa Ho
ditolak dan Ha diterima.

3.4.2.3 Uji Signifikansi Individu (Uji Statistik t)


Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen (Profitabilitas, Leverage dan
Komite Audit) terhadap variabel dependen (Kecurangan Laporan Keuangan) secara individu
dengan tingkat signifikansi 10%.
Pengujian ini dilakukan pada tingkat keyakinan 90% dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Apabila tingkat signifikansi lebih besar dari 10% maka dapat disimpulkan bahwa Ho
diterima dan Ha ditolak.
2. Apabila tingkat signifikansi lebih kecil dari 10% maka dapat disimpulkan bahwa Ho
ditolak dan Ha diterima.

33

Anda mungkin juga menyukai