Kelompok 2 - Makalah Mankep 2
Kelompok 2 - Makalah Mankep 2
DOSEN PENGAMPUH :
AZWALDI, APP, M.Kes
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. MSY NABILAH F PO.71.20.1.19.061
2. MULIYA PO.71.20.1.19.062
3. MUTHIARA RINJANY A.P PO.71.20.1.19.063
4. NADIA NURUL IZZATI PO.71.20.1.19.064
5. NADIYAH ZANNATI AZZAHRA PO.71.20.1.19.065
6. NIA JANIATI PO.71.20.1.19.066
7. NURUL HIDAYATI PO.71.20.1.19.067
8. NYS DWI PERMATA AZHARA PO.71.20.1.19.068
9. PATIMAH PO.71.20.1.19.069
10. PENI ANA SARI PO.71.20.1.19.070
11. PITIONO PO.71.20.1.19.071
12. PUTRI APRIYANDINI PO.71.20.1.19.072
TINGKAT 2B
PRODI DIII KEPERAWATAN PALEMBANG
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Tugas dan Tanggung Jawab yang Didelegasikan pada sesama Perawat
terkait dengan Kewenangan Perawat Berdasarkan UU Keperawatan“ ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada
Bapak Azwaldi, APP, M.Kes selaku Dosen mata kuliah Manajemen Keperawatan yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dari jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya,
sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari anda
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Pelimpahan Wewenang............................................................................................3
2.2 Pelimpahan Wewenang Keperawatan......................................................................6
2.3 Pelimpahan Wewenang Antar Sesama Perawat.....................................................16
2.4 Kegiatan Delegasi Wewenang Dalam Unit Kerja Keperawatan...........................16
2.5 Alasan Bentuk Pelimpahan Wewenang Dalam Bentuk Tertulis...........................17
2.6 Pelimpahan Wewenang Menurut Uu Keperawatan...............................................17
BAB III............................................................................................................................18
PENUTUP.......................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan............................................................................................................18
3.2 Saran.......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................20
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
melalui PP Nakes, namun peraturan pemerintah tersebut sampai saat ini belum
disesuaikan dengan UU Kesehatan. Selain itu, perintah UU Kesehatan untuk
membentuk undang-undang yang mengatur tenaga kesehatan juga belum dilaksanakan.
Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR RI memasukkan Rancangan Undang-Undang
tentang Keperawatan (RUU Keperawatan) dalam prioritas Program Legislasi Nasional
Tahun 2012 melalui usul inisiatif DPR. Pembentukan RUU Keperawatan tersebut
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat
sebagai tenaga kesehatan. Salah satu materi muatan dalam RUU Keperawatan adalah
masalah pelimpahan wewenang. Pelimpahan wewenang sebagai materi muatan RUU
Keperawatan mengatur hal-hal yang terkait dengan tugas limpah perawat.
1.3 Tujuan
Adapun tujuannya adalah :
1. Untuk mengetahui pelimpahan wewenang?
2. Untuk mengetahui pelimpahan wewenang keperawatan?
3. Untuk mengetahui pelimpahan wewenang antar sesama perawat?
4. Untuk mengetahui kegiatan delegasi wewenang dalam unit kerja keperawatan?
5. Untuk mengetahui alasan bentuk pelimpahan wewenang dalam bentuk tertulis?
6. Untuk mengetahui pelimpahan wewenang menurut UU keperawatan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
wewenang berarti adanya standar wewenang, baik standar umum untuk semua jenis
wewenang maupun standar khusus untuk jenis wewenang tertentu.
Selain ketiga komponen tersebut, pelimpahan wewenang mengandung makna
tanggung jawab sebagai rasa tanggung jawab terhadap penerimaan tugas, akuntabilitas
sebagai kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas limpah, dan wewenang
sebagai pemberian hak dan kekuasaan penerima tugas limpah untuk mengambil suatu
keputusan terhadap tugas yang dilimpahkan. Tugas limpah lahir akibat adanya
pelimpahan wewenang. Pelimpahan wewenang adalah proses pengalihan tugas kepada
orang lain yang sah atau terlegitimasi (menurut mekanisme tertentu dalam organisasi)
dalam melakukan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk pencapaian tujuan organisasi
yang jika tidak dilimpahkan akan menghambat proses pencapaian tujuan tersebut.
Pelimpahan wewenang dari pihak yang berhak kepada pihak yang tidak berhak
dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak secara tertulis.
Cara memperoleh wewenang dalam bidang pemerintahan didapatkan melalui tiga
cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat, namun mandat bukan pelimpahan wewenang
seperti delegasi. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintahan. Pelimpahan wewenang dengan cara
atribusi mempunyai kriteria sebagai berikut :
a. Wewenang berasal dari peraturan perundang-undangan;
b. Wewenang tetap melekat sampai dengan peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar wewenangnya berubah; dan
c. Penerima wewenang bertanggung jawab mutlak atas akibat yang timbul dari
wewenang tersebut.
Adanya wewenang atribusi menyebabkan organ pemerintahan sebagai penerima
wewenang menjadi berwenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung
bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Sumber utama pembentukan dan
distribusi wewenang atribusi adalah UUD 1945, yang ditetapkan lebih lanjut oleh
peraturan perundang-undangan. Pemberian wewenang melalui atribusi dapat dilakukan
pembentukan wewenang tertentu oleh pembuat peraturan perundang-undangan dan
diberikan kepada organ-organ tertentu sebagai bagian dari organ pemerintahan. Organ
yang berwenang membentuk wewenang adalah organ yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan sebagai badan yang mempunyai wewenang.
4
Delegasi merupakan pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintah kepada organ pemerintahan lainnya. Dalam konteks pelayanan kesehatan,
wewenang melakukan tugas medis dari dokter dilimpahkan kepada perawat.
Pelimpahan wewenang dengan cara delegasi merupakan pelimpahan wewenang yang
berasal dari pelimpahan satu orang/organ/badan kepada orang/organ/badan lain, dengan
syarat :
1) Harus definitif, pemberi wewenang tidak dapat menggunakan lagi wewenang/tugas
yang telah dilimpahkan;
2) Harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, wewenang/tugas hanya
mungkin dilimpahkan jika ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan;
3) Delegasi tidak kepada bawahan sehingga dalam hubungan kepegawaian tidak
diperlukan lagi adanya delegasi;
4) Pemberi wewenang wajib untuk memberikan penjelasan/keterangan dan penerima
wewenang berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang
tersebut; dan
5) Peraturan kebijaksanaan (beleidsregel), pemberi wewenang memberi
instruksi/petunjuk tentang penggunaan wewenang.
Delegasi bukanlah suatu sistem untuk mengurangi tanggung jawab, melainkan cara
membuat tanggung jawab tersebut menjadi bermakna. Wewenang yang diberikan secara
delegasi dapat dicabut atau ditarik kembali jika terjadi pertentangan atau penyimpangan
(contrarzus actus) dalam menjalankan wewenang. Pemberi wewenang (delegens)
melimpahkan tanggung jawab dan tanggung gugat kepada penerima wewenang
(delegaris). Hubungan hukum antara delegens dengan delegaris berdasarkan atas
wewenang atribusi yang dilimpahkan kepada delegaris.
Mandat merupakan wewenang yang berasal dari pelimpahan secara vertikal dari
orang yang berkedudukan lebih tinggi kepada orang yang berkedudukan lebih rendah
(atasan kepada bawahan/manager kepada staf). Pelimpahan wewenang secara mandat
dapat diartikan bahwa pemilik wewenang, baik berdasarkan atribusi maupun delegasi
mengijinkan wewenangnya dijalankan oleh orang lain/pihak lain. Wewenang tersebut
dapat ditarik atau digunakan kembali sewaktu-waktu oleh pemberi wewenang
(mandans). Pelimpahan wewenang ini mempunyai tanggung jawab dan tanggung gugat
yang berada pada pemberi mandat. Cara pelimpahan wewenang ini menciptakan
5
hubungan hukum yang bersifat hubungan intern-hierarkis antara atasan dengan bawahan
dan tunduk pada norma hukum tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tidak perlu diatur
dengan peraturan perundang-undangan.
6
wewenang dalam keperawatan terjadi antara pemberi dengan penerima wewenang yang
terdiri atas :
1) Perintah peraturan perundang-undangan;
2) Profesi kesehatan lain (dokter, dokter gigi, tenaga kefarmasian, dan lain-lain) pada
perawat;
3) Kepala institusi sarana pelayanan kesehatan tempat bekerja;
4) Pimpinan unit kerja keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan; atau
5) Perawat kepada perawat lain yang mempunyai kedudukan lebih tinggi (perawat
spesialis dengan perawat umum, perawat primer kepada perawat pelaksana).
7
material. Perawat secara formil berwenang untuk melakukan praktik keperawatan ketika
seorang perawat telah terdaftar sebagai registered nurse dan mendapatkan surat ijin
praktik keperawatan. Sedangkan secara materiil diperoleh oleh seorang perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dan kewenangan berdasarkan pelimpahan
wewenang, baik untuk melaksanakan tindakan medis dari tenaga medis, tenaga
kesehatan lainnya, maupun dari sesama perawat. Namun, Pasal 20 Kemenkes Nomor
1239 memberikan kewenangan kepada perawat untuk melakukan tindakan di luar
kewenangan yang telah ada untuk melakukan tindakan yang bersifat pertolongan atas
itikad baik (good Samaritan law).
Pelimpahan wewenang tersebut tidak dapat dipisahkan dari fungsi perawat. Perawat
dalam peran perawatan (independent) mempunyai tanggung jawab yang mandiri
berdasarkan wewenang yang melekat pada dirinya. Hal ini berbeda dengan ketika
perawat melaksanakan peran koordinatif (interdependent). Fungsi interdependent
dilakukan dalam hal pelayanan kesehatan memerlukan kerjasama dengan tenaga
kesehatan lain. Untuk terlaksananya fungsi interdependent, perawat memerlukan adanya
pelimpahan tugas/wewenang dari tenaga kesehatan yang tergabung dalam kerja sama
tersebut. Pelimpahan dilakukan berdasarkan surat keputusan mengenai pembentukan
tim kesehatan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Pelimpahan tugas dalam peran
dependent diberikan berdasarkan permintaan, pesan, atau instruksi tertulis dari dokter
atau perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Dalam pelimpahan
wewenang ini berlaku doktrin perpanjangan tangan dokter (verlengle arm van de
arts/prolonge arm/extended role doctrine) dan perawat tidak diperbolehkan mengambil
inisiatif sendiri tanpa delegasi atau pelimpahan.
Atas dasar itu, upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dilakukan
secara mandiri maupun melalui pelimpahan wewenang terkait dengan tindakan medis,
baik di rumah sakit, di sarana pelayanan kesehatan lain (pusat kesehatan
masyarakat/pukesmas), maupun praktek pelayanan kesehatan di rumah (praktik
mandiri). Secara normatif, tindakan medis merupakan wewenang dokter, namun secara
empiris perawat sebagai tenaga keperawatan juga melakukannya dan tindakan medis
oleh perawat tersebut mengandung aspek hukum yang berbeda.
Berdasarkan teori wewenang dalam ilmu hukum, tindakan medis oleh perawat pada
pelayanan kesehatan di rumah sakit bukan termasuk wewenang yang diperoleh karena
8
delegasi. Hal ini disebabkan pertama, apabila perawat melakukan tindakan medis seperti
yang dikehendaki dokter, maka perawat tidak dapat tidak memikul beban tanggung
jawab dan tanggung gugat atas segala akibat yang merugikan yang muncul kemudian.
Kedua, perawat sebagai tenaga profesional mempunyai tingkat pendidikan sehingga
wewenang yang dimilikinya mempunyai kedudukan yang setara dengan tenaga medis
karena wewenang tersebut didapatkan sesuai bidang keilmuan dan kompetensinya.
Ketiga, tindakan medis yang dilakukan oleh perawat bersifat incidental, hanya
dilakukan ketika dokter menghendaki dan apabila tidak dikehendaki maka dokter akan
melakukannya sendiri. Keempat, belum ditemukan ketentuan peraturan perundangan
produk legislatif yang memberikan wewenang kepada perawat untuk melakukan
tindakan medis tertentu, kecuali dalam keadaan darurat.
Tindakan medis bagi perawat yang menjalankan praktik mandiri atau tindakan
mandiri perawat dalam sarana pelayanan kesehatan dilakukan secara normatif
berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, yaitu UU Kesehatan,
UU Praktik Kedokteran, UU Rumah Sakit, PP Nakes, Permenkes/Kemenkes, dan
Peraturan Daerah. Kewenangan perawat secara mandiri tersebut merupakan wewenang
atributif yang dimiliki perawat melalui pelimpahan wewenang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan. Contoh kewenangan atributif perawat terdapat dalam
Pasal 9 Permenkes Nomor 148 Tahun 2010 dan Pasal 14 Peraturan Daerah Lampung
Nomor 4 Tahun 2011. Berdasarkan wewenang tersebut, penggunaan wewenang dalam
pemberian layanan kesehatan yaitu :
a. Penggunaan wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Penggunaan wewenang tidak boleh merugikan pihak lain/orang lain.
9
melakukannya dilimpahkan kepada tenaga keperawatan, namun tanggung jawabnya
tetap pada tenaga medik yang memberikan tugas limpah. Sedangkan berdasarkan Pasal
14 Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Praktik Keperawatan, tindakan keperawatan kolaboratif meliputi :
1. Melaksanakan program pengobatan dan/atau tindakan medik secara tertulis pada
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat kedua dan fasilitas pelayanan tingkat ketiga;
2. Melaksanakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan klien bersama dengan
tenaga kesehatan lainnya.
Tindakan medik pelimpahan tersebut dapat dilakukan oleh dokter. Dokter dapat
memberikan kewenangan kepada perawat atau tenaga kesehatan tertentu secara tertulis
dalam melaksanakan tindakan kedokteran, sesuai dengan kemampuan dan kompetensi
yang dimiliki oleh perawat/tenaga kesehatan lainnya (Pasal 14 Peraturan Daerah Kota
Palembang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Ijin Praktik dan Ijin Kerja Tenaga
Kesehatan). Hal ini berarti bahwa tindakan medis oleh perawat dalam upaya pelayanan
kesehatan secara normatif, tindakan tersebut merupakan wewenang dokter, namun
secara empiris perawat sebagai tenaga keperawatan juga melakukannya.
10
4) Belum ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan wewenang
kepada perawat untuk melakukan tindakan medis tertentu kecuali dalam keadaan
darurat.
Pelimpahan wewenang dari dokter kepada perawat terjadi bila seorang perawat
melakukan tindakan yang bukan merupakan kompetensi di pelayanan kesehatan.
Pelimpahan wewenang yang dijalankan perawat tidak boleh dilakukan secara lisan oleh
dokter, tetapi harus ada permintaan tertulis dari dokter. Hal ini didasarkan pada Pasal 15
huruf d Kemenkes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat,
yang menyatakan bahwa perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang
untuk pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis
dari dokter. Ini berarti bahwa perawat hanya dapat melakukan pelayanan tindakan
medik ketika ada permintaan tertulis dari dokter. Adapun hal yang perlu diperhatikan
dalam pelimpahan tugas dari dokter kepada perawat yaitu :
a. Tanggung jawab utama tetap berada pada dokter yang memberikan tugas.
b. Perawat mempunyai tanggung jawab pelaksana.
c. Pelimpahan hanya dapat dilaksanakan setelah perawat tersebut mendapat
pendidikan dan kompetensi yang cukup untuk menerima pelimpahan.
d. Pelimpahan untuk jangka panjang atau terus menerus dapat diberikan kepada
perawat kesehatan dengan kemahiran khusus (perawat spesialis), yang diatur
dengan peraturan tersendiri (standing order).
Pelimpahan wewenang dari dokter kepada perawat tersebut dapat diberikan kepada
yang telah bergelar Ners spesialis atau Ners apabila dilihat mampu
melakukannya.Pelimpahan wewenang dalam keperawatan juga bisa terjadi pada sarana
pelayanan kesehatan lain, yaitu puskesmas. Perawat yang memberikan layanan
kesehatan pada puskesmas melakukan tindakan medis tertentu. Perawat yang berdinas
di puskesmas menjalankan profesi sekaligus kepanjangan tangan pemerintah dalam
menjalankan fungsi pemerintahan dalam hal penyediaan fasilitas dan pelayanan
kesehatan yang layak/memadai.
Perawat yang bertugas di puskesmas yang mempunyai tenaga kompeten (dokter)
hanya dapat melakukan tindakan medis/pengobatan atas persetujuan dokter penanggung
jawab. Namun, perawat seringkali tidak menunggu adanya pelimpahan wewenang
11
(perintah) dari dokter untuk melakukan pelayanan medis di puskesmas, tetapi dilakukan
berdasarkan pertimbangan pribadi, kelaziman, nilai kemanusiaan, dan kompetensinya.
Pelayanan kesehatan berupa tindakan medis seharusnya memerlukan pelimpahan dari
dokter.
Pendelegasian wewenang/pemberian tugas limpah bagi perawat di puskesmas
berbeda dengan di rumah sakit, karena puskesmas mempunyai dua unit upaya
pelayanan, yaitu upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat
(UKM). Pendelegasian wewenang/tugas limpah bagi perawat di puskesmas terjadi
melalui :
1. Pendelegasian wewenang upaya kesehatan perorangan (UKP) diberikan oleh dokter
sebagai tenaga medis;
2. Pendelegasian wewenang upaya kesehatan masyarakat (UKM) diberikan oleh
kepala puskesmas sebagai penanggung jawab institusi puskesmas berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Dinas Kesehatan/bupati/walikota.
12
Selain itu, pelimpahan wewenang merupakan salah satu elemen penting dalam
fungsi pembinaan. Pelimpahan tugas (pendelegasian) dimaksudkan agar perawat
menjadi lebih produktif dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen lainnya, sehingga
diperlukan proses pengalokasian wewenang dari manager perawat kepada staf perawat
sebagai bawahannya. Pelimpahan tugas keperawatan dari pimpinan unit kerja
keperawatan kepada perawat terjadi apabila pada suatu unit kerja tidak terdapat perawat
yang sesuai dengan jenjang jabatannya untuk melaksanakan kegiatan keperawatan.
Kondisi tersebut menyebabkan perawat lain yang berada satu tingkat di atas atau satu
tingkat di bawah jenjang jabatannya dapat melakukan kegiatan tersebut berdasarkan
penugasan secara tertulis dari pimpinan unit kerja yang bersangkutan. Ada empat
kegiatan delegasi wewenang dalam unit kerja keperawatan, yaitu :
a. Manager perawat/bidan menetapkan dan memberikan tugas dan tujuannya kepada
orang yang diberi pelimpahan;
b. Manajer melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
c. Perawat/bidan yang menerima delegasi, baik eksplisit maupun implisit
menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab;
d. Manajer perawat/bidan menerima pertanggungjawaban (akuntabilitas) atas hasil
yang telah dicapai.
13
dilakukan oleh perawat. Pelimpahan wewenang dalam keperawatan dapat ditinjau dari
aspek hukum administrasi negara, hukum perdata, dan hukum pidana.
Pelimpahan wewenang ini mengandung aspek hukum administrasi negara, karena
perawat merupakan organ pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan kesehatan
melalui sumber daya kesehatan. Hukum administrasi negara mengatur wewenang
perawat secara mandiri maupun wewenang yang tercipta dari hubungan hukum antara
perawat dengan stakeholders, termasuk sesama perawat.
Pelimpahan wewenang dalam keperawatan, baik berupa tindakan keperawatan
maupun tindakan medis secara delegasi maupun mandat harus dilakukan secara tertulis
yang didahului dengan kesepakatan antara pemberi wewenang (stakeholders) dengan
perawat yang tertuang dalam surat pelimpahan dan dijalankan sesuai dengan standard
operation procedure. Namun, fakta yang terjadi dalam praktik rujukan, perintah,
ataupun surat limpah tersebut tidak pernah ada. Hal ini menunjukkan bahwa secara
hukum administrasi negara pelimpahan wewenang yang sudah berjalan mempunyai
kedudukan yang sangat lemah.
Tinjauan aspek hukum perdata dalam pelimpahan wewenang ini didasarkan pada
ketentuan Pasal 1233, Pasal 1234, Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata). Pelimpahan wewenang dalam keperawatan untuk melakukan tindakan
keperawatan maupun tindakan medis mengandung perikatan yang menimbulkan
hubungan hukum antara penerima wewenang dengan pemberi wewenang. Berdasarkan
Pasal 1233 KUHPerdata, perikatan lahir karena persetujuan dan karena undang-undang.
Pelimpahan wewenang dengan cara atribusi berarti bahwa perawat menerima
wewenang karena perikatan yang lahir dari undang-undang, sedangkan perawat dalam
pelimpahan wewenang melalui delegasi ataupun mandat merupakan perikatan yang
lahir karena persetujuan antara perawat sebagai penerima wewenang dengan
stakeholders sebagai pemberi wewenang.
Pelimpahan wewenang yang lahir karena persetujuan/perjanjian didasarkan pada
Pasal 1234 dan Pasal 1320 KUHPerdata. Pelimpahan wewenang ini dilakukan melalui
delegasi atau mandat. Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan
adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
Pelimpahan wewenang ini merupakan suatu perjanjian dan harus memenuhi unsur
sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu kesepakatan, kecakapan, suatu
14
hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Pelimpahan wewenang batal demi hukum
apabila syarat kata sepakat dan kecakapan tidak terpenuhi, sedangkan apabila syarat
suatu hal tertentu dan sebab yang halal tidak terpenuhi maka pelimpahan wewenang
dapat dibatalkan. Dalam pelimpahan wewenang sebagai suatu perjanjian minimal harus
ada dua subjek hukum, yaitu perawat dan stakeholders terkait seperti dokter/perawat
lain yang menyatakan kehendak untuk mengikatkan diri.
Pelimpahan wewenang dalam tindakan medis dilakukan oleh dokter dengan
perawat. Dalam pelimpahan wewenang ini, dokter sepakat memberikan wewenang
tindakan medis dan perawat sepakat menerima wewenang tindakan medis tersebut.
Kedua subjek hukum tersebut harus mempunyai kecakapan bertindak dan kewenangan
hukum. Perawat selaku penerima pelimpahan wewenang harus cakap menurut hukum.
Objek hukum dalam pelimpahan wewenang untuk melaksanakan tindakan medis atau
tindakan keperawatan oleh perawat harus dapat dijelaskan dan dapat dilaksanakan.
Selain itu, objek dalam pelimpahan wewenang harus sebab yang halal, yaitu tidak
dilarang oleh peraturan perundang-undangan, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata.
Pelimpahan wewenang dengan cara delegasi atau mandat dilakukan secara tertulis
melalui surat pelimpahan wewenang. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan hukum
yang lahir dari perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi perawat dan
stakeholders pemberi wewenang. Penggunaan wewenang ini tidak boleh merugikan
pihak lain, dan apabila timbul kerugian dalam pelimpahan wewenang melalui mandat,
maka dokter yang bertanggung jawab terhadap kerugian dan kelalaian yang ditimbulkan
oleh perawat yang diberikan wewenang olehnya. Hal ini disebabkan dalam pelimpahan
wewenang tindakan medis tanggung jawab utama tetap ada pada dokter yang memberi
perintah, sedangkan perawat hanya bertanggung jawab sebagai pelaksana. Berbeda
dengan pelimpahan wewenang melalui delegasi, tanggung jawab terhadap kerugian dan
kerugian yang timbul akibat pemberian delagasi ditanggung oleh perawat penerima
pelimpahan wewenang.
15
muncul dalam pelimpahan wewenang dari aspek hukum pidana terjadi sebagai implikasi
dari konsekuensi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang bidang kesehatan.
Apabila terjadi kegagalan yang dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan tugas
pelimpahan wewenang dalam tindakan medis dan batas kewenangan yang diberikan,
tanggung jawab dibebankan kepada dokter sebagai pemberi wewenang atau dibebankan
secara berjenjang pada pengambil kebijakan di atasnya.
16
2.5 Alasan Bentuk Pelimpahan Wewenang Dalam Bentuk Tertulis
1) Mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan kekuatan pembuktian karena
dilindungi oleh peraturan yang berlaku;
2) Dapat berfungsi sebagai alat bukti tertulis mengenai kewenangan yang dilimpahkan
sehingga apabila terjadi perbuatan di luar kewenangan hal tersebut menjadi
tanggung jawab penerima wewenang, bukan tanggung jawab pemberi wewenang;
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peran perawat dalam pelayanan kesehatan dan pelayanan keperawatan dapat
dijalankan melalui pelimpahan wewenang dari stakeholders, seperti dokter, tenaga
kesehatan lain, sesama perawat, kepala institusi tempat perawat bekerja. Pelimpahan
wewenang kepada perawat terjadi dengan tiga cara yaitu (1) secara atribusi diberikan
oleh peraturan perundang-undangan, (2) secara delegasi, dan (3) mandat. Pelimpahan
wewenang dengan cara mandat dan delegasi harus dilakukan sesuai dengan kesepakatan
antar-profesi dan/atau pihak terkait, diberikan secara tertulis, dikembangkan sesuai
dengan perkembangan keilmuan dan kebutuhan pelayanan kesehatan, serta harus
dijalankan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki seorang perawat. Pelimpahan
wewenang ini terjadi ketika perawat melaksanakan fungsi interdependent dan
dependent. Pelimpahan wewenang tersebut harus dilakukan secara tertulis baik berupa
permintaan, pesan, instruksi, surat keputusan, surat pendelegasian/pelimpahan dari
tenaga medis, kepala instansi, pimpinan unit kerja keperawatan, tenaga kesehatan lain,
maupun perawat profesi (Ners). Perihal tentang pelimpahan wewenang tersebut
ditembuskan kepada perawat selaku penerima wewenang, pemberi wewenang, serta
dinas/instansi terkait seperti dinas kesehatan setempat, Ikatan Dokter Indonesia,
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, dan instansi lain yang mungkin terkait dengan
adanya pelimpahan itu.
Pelimpahan wewenang dalam keperawatan mengandung aspek hukum administrasi
negara, hukum perdata, dan hukum pidana. pelimpahan wewenang dari aspek hukum
administrasi negara, perawat merupakan salah satu organ pemerintahan dalam bidang
kesehatan dan menjadi subjek hukum pelimpahan wewenang upaya pelayanan
kesehatan. Pelimpahan wewenang tindakan keperawatan dan tindakan medis kepada
perawat melalui delegasi atau mandat harus memenuhi unsur sahnya perjanjian yang
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. tanggung jawab dibebankan kepada pemberi
wewenang atau dibebankan secara berjenjang.
Oleh karena itu perlu adanya pengaturan tentang pelimpahan wewenang yang
sesuai dengan cara pelimpahannya (atribusi, delegasi, mandat) dan kompetensi perawat.
18
3.2 Saran
Agar lebih mengetahui Pertanggung jawaban moral perawat dalam mengambil
suatu keputusan berdasarkan client’s welfare, yang meliputi: hak klien memberikan
persetujuan, menolak pengobatan dan perawatan, mempertimbangkan pengobatan dan
perawatan, dan privacy.
19
DAFTAR PUSTAKA
Asmaria, Mike. (2016). Persepsi Perawat Tentang Tanggung Jawab dalam Pelimpahan
Kewenangan Dokter Kepada Perawat di Ruang Rawat Inap Non Bedah
Penyakit Dalam RSUP. DR. M. Djamil Padang, Tesis, Universitas Andalas,
Padang.
“Pendelegasian Wewenang”,
http://luluk.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9027/Pertemuan+ketujuh.ppt,
diakses tanggal 6 Oktober 2020.
20