Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH DEMOKRASI

Disusun oleh :

Dea Yundiksah (20733039)

Dosen Pengampu :

Dayu Rika Perdana, M.Pd

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

2020/2021
Sistem Demokrasi di Era Soekarno dan Soeharto
Pada 11 Maret 1966, Indonesia masih dalam keadaan terguncang dan terjebak dalam
kekacauan. Tepat pada hari itu, Presiden Soekarno dipaksa menandatangani sebuah
dekrit yang memberikan kekuasaan kepada Jenderal Suharto untuk melakukan
tindakan-tindakan demi menjaga keamanan, kedamaian dan stabilitas negara. Dekrit
ini dikenal sebagai dokumen Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) dan menjadi
alat pemindahan kekuasaan eksekutif dari Soekarno ke Suharto. Suharto dengan cepat
melarang segala aktivitas PKI, mulai membersihkan militer dari elemen-elemen
aliran kiri, dan mulai memperkuat peran politik militer di masyarakat Indonesia.
Meski masih tetap presiden, kekuatan Soekarno makin lama makin berkurang
sehingga Suharto secara formal dinyatakan sebagai pejabat sementara presiden pada
tahun 1967 dan dilantik menjadi Presiden Indonesia kedua pada tahun 1968. Ini
menandai munculnya era baru yang disebut 'Orde Baru' dan berarti bahwa kebijakan-
kebijakan pemerintah diubah dengan drastis. Pemerintah Suharto ini berfokus pada
pembangunan ekonomi. Hubungan dengan dunia Barat, yang telah dihancurkan
Soekarno, dipulihkan sehingga memungkinkan mengalirnya dana bantuan asing yang
sangat dibutuhkan masuk ke Indonesia. Manajemen fiskal yang penuh kehati-hatian
mulai dilaksanakan oleh para teknokrat dan konfrontasi yang berbahaya dan mahal
melawan Malaysia dihentikan.

Langkah selanjutnya yang dilakukan Suharto adalah depolitisasi Indonesia. Para


menteri tidak diizinkan membuat kebijakan mereka sendiri. Sebaliknya, mereka harus
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang diformulasikan oleh atasannya
(Presiden). Golkar (akronim dari Golongan Karya, atau kelompok-kelompok
fungsional) digunakan sebagai kendaraan parlementer yang kuat milik Suharto.
Golkar ini mencakup beberapa ratus kelompok fungsional yang lebih kecil (seperti
persatuan-persatuan buruh, petani dan pengusaha) yang memastikan bahwa
masyarakat Indonesia tidak bisa lagi dimobilisasi oleh partai-partai politik.Golkar
dikembangkan menjadi sebuah alat untuk memastikan bahwa mayoritas suara dalam
pemilihan umum akan mendukung pemerintah. Golkar memiliki jaringan sampai ke
desa-desa dan didanai untuk mempromosikan Pemerintah Pusat. Para pegawai negeri
sipil diwajibkan mendukung Golkar sementara kepala-kepala desa menerima kuota
suara untuk Golkar yang harus dipenuhi. Kebijakan-kebijakan ini menghasilkan
kemenangan besar untuk Golkar pada pemilihan umum 1971.Untuk semakin
memperkuat kekuasaan politiknya, Suharto 'mendorong' sembilan partai politik yang
ada untuk bergabung sehingga tinggal dua partai. Partai pertama adalah Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) yang terdiri dari partai-partai Islam dan partai kedua
adalah Partai Demokrasi Indonesia (PDI) terdiri dari partai-partai nasionalis dan
Kristen. Kendati begitu, aktivitas-aktivitas politik kedua partai ini sangat dibatasi
sehingga hanya menjadi masa-masa kampanye singkat sebelum pemilihan umum.

Pemerintahan yang Semakin Otoriter

Dari permulaan Orde Baru, angka-angka pertumbuhan makroekonomi sangat


mengesankan (penjelasan lebih mendetail ada di bagian 'Keajaiban Orde Baru').
Namun, kebijkan-kebijakan ini juga menyebabkan ketidakpuasan di masyarakat
Indonesia karena pemerintah dianggap terlalu terfokus pada menarik investor asing.
Sementara kesempatan-kesempatan investasi yang besar hanya diberikan kepada
orang Indonesia yang biasanya merupakan perwira militer atau sekelompok kecil
warga keturunan Tionghoa (yang merupakan kelompok minoritas di Indonesia tapi
sempat mendominasi perekonomian).

Muak dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), ribuan orang melakukan
demonstrasi di tahun 1974 waktu Perdana Menteri Jepang melakukan kunjungan ke
Jakarta. Demonstrasi ini berubah menjadi kerusuhan yang besar yang disebut
'Kerusuhan Malari'. Itu adalah pengalaman yang mengerikan bagi pemerintahan yang
baru karena hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah tidak bisa menguasai massa.
Kuatir bahwa suatu hari mungkin akan ada perlawanan dari jutaan penduduk miskin
di perkotaan dan pedesaan, kebijakan-kebijakan baru (yang lebih menekan)
dilaksanakan oleh Pemerintah. Dua belas surat kabar ditutup dan para jurnalis ditahan
tanpa persidangan. Hal ini mendorong media melakukan sensor sendiri. Semua
ketidakpuasan yang diekspresikan di publik (seperti demonstrasi) segera ditekan. Sisi
ekonomi dari perubahan kebijakan ini - dan yang mendapat banyak dukungan dari
masyarakat Indonesia - adalah dimulainya usaha-usaha membatasi investasi asing dan
kebijakan-kebijakan yang memberikan perlakuan khusus bagi para pengusaha
pribumi

Dalam politik nasional, Suharto berhasil semakin memperkuat posisinya pada tahun
1970an. Produksi minyak domestik yang memuncak memastikan bahwa pendapatan
negara berlimpah. Pendapatan ini digunakan untuk membiayai pembangunan
infrastruktur dan program-program pengentasan kemiskinan. Namun, di dunia
internasional, citra Indonesia memburuk karena invasi Timor Timur. Setelah
berhentinya masa penjajahan Portugal - dan deklarasi kemerdekaan Timor Timur
pada 1975 - militer Indonesia dengan cepat menginvasi negara ini; sebuah invasi
yang diiringi kekerasan.
Pada tahun 1984, semua organisasi sosial politik harus menyatakan Pancasila (lima
prinsip pendirian Negara Indonesia yang diperkenalkan oleh Soekarno pada tahun
1940an) sebagai satu-satunya ideologi mereka. Suharto kemudian menggunakan
Pancasila sebagai alat penekanan karena semua organisasi berada di bawah ancaman
tuduhan melakukan tidakan-tindakan anti-Pancasila.

Bisa dikatakan bahwa di tahun 1980an, Suharto berada di puncak kekuasaanya.


Setiap pemilu dimenang secara mudah. Terlebih lagi, dia berhasil membuat pihak
militer menjadi tidak berkuasa. Sama dengan partai-partai politik dan pegawai negeri
sipil, militer hanya bekerja untuk mengimplementasikan kebijakan Suharto. Namun
depolitisasi masyarakat Indonesia ini memiliki satu efek samping yang penting yaitu
kebangkitan kesadaran Islam, terutama di kalangan kaum muda Indonesia. Karena
arena politik adalah area tertutup, umat Muslim melihat Islam sebagai alternatif yang
aman. Keberatan dan keluhan tentang pemerintah didiskusikan di mesjid-mesjid dan
khotbah-khotbah karena terlalu berbahaya untuk berbicara dalam demonstrasi (yang
akan segera dihentikan juga bila terjadi). Kebangkitan Islam itu menyebabkan
perubahan kebijakan baru pada awal 1990an.

Sistem Demokrasi di Era BJ. Habibie


Saat masih menjabat sebagai presiden ketiga, BJ Habibie telah melakukan banyak
kemajuan bagi negara, salah satunya memberikan kebijakan demokratis pada masa
orde baru. Habibie bahkan disebut-sebut sebagai sosok pembuka pintu demokrasi di
Indonesia. Pasalnya selain sosok yang mampu memimpin dalam masa transisi era
Orde Beru ke reformasi, Habibie juga dinilai suskses melepaskan label Orde Baru,
salah satunya dengan kebebasan pers, HAM dan pembentukan lembaga independen.
Dilansir dari jurnal Capaian Masa Pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Megawati
di Indonesia dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, disebutkan bahwa Habibie
berhasil membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada 22 Mei 1998 yang terdiri
dari perwakilan militer (TNI-Polri), PPP, Golkar, dan PDI. Dalam kebijakan itu,
Habibie kemudian mengganti lima paket UU masa Orde Baru dengan tiga UU politik
yang lebih demokratis, yakni UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3
Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum, dan UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan
dan Kedudukan DPR/MPR. Selanjutnya, ada perubahan yang kentara pada masa
kepemimpinan Habibie dalam politik demokratis, yakni ia berhasil
menyelenggarakan pemilu multipartai pada 1999. Adapun pemilu saat itu diikuti oleh
48 partai politik (parpol) dengan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan
Adil. Kemudian, salah satu prasyarat guna menciptakan keadaan demokratis, yakni
dengan melakukan rekonstruksi dan reformasi po
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Alasan Habibie Disebut
sebagai Bapak Demokrasi",

Sistem Demokrasi di Era KH. Abdurahman Wahid


Gus Dur menjabat mulai dari tahun 1999 sampai 2001. Terpilihnya Gus Dur sebagai
presiden tidak terlepas lho dari peran MPR yang pada saat itu menolak laporan
pertanggungjawaban Presiden Habibie. Akhirnya, Gus Dur terpilih deh jadi presiden
melalui dukungan partai-partai islam yang menjadi poros tengah. Sedangkan
wakilnya, dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri yang berhasil mengalahkan
Hamzah Haz. Kemudian dilantik pada 21 Oktober 1999.

Pada masa pemerintahan Gus Dur, kondisi perekonomian Indonesia mulai membaik
nih dibandingkan era sebelumnya. Misalnya nih, laju pertumbuhan PDB (nilai pasar
semua barang dan jasa yang diproduksi negara) mulai positif, laju pertumbuhan
ekonomi yang hampir mencapai 5% membuat Indonesia menuju pemulihan
perekonomiannya.Tapi Squad, ternyata banyak lho pihak yang tidak senang dengan
beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Gus Dur. Banyak yang menganggap
kebijakan Gus Dur terlalu sering menuai kontroversi. Hingga mengakibatkan
kredibilitas Gus Dur perlahan-lahan menurun. Nah oleh sebab itu, kepemimpinan Gus
Dur tidak berlangsung lama. Ia harus mundur dari jabatannya pada 23 Juli 2001.
Puncak jatuhnya itu ketika MPR yang saat itu dipimpin oleh Amin Rais, atas usulan
DPR mempercepat sidang istimewa MPR. MPR menilai Presiden Gus Dur melanggar
Tap. No. VII/MPR/2000 dan atas kebijakan-kebijakannya yang kontroversial. Setelah
Gus Dur lengser, kemudian jabatan presiden digantikan oleh wakilnya, yaitu
Megawati Soekarnoputri. Sejak saat itu, pemilihan presiden kemudian dilakukan
setiap 5 tahun sekali Squad. Setelah Megawati selesai menjabat, terpilihlah Soesilo
Bambang Yudhoyono (SBY) dengan menjabat selama 2 periode. Setelah SBY selesai
menjabat, selanjutnya adalah Joko Widodo (Jokowi) yang sampai hari ini masih
menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Sistem Demokrasi di Era Megawati


Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnooutri mengungkapkan
keunggulan demokrasi Pancasila yang dicetuskan oleh Soekarno, yang prinsipnya
menciptakan kesetaraan setiap warga negara. Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu
menilai demokrasi Pancasila merupakan suatu sistem demokrasi yang melindungi
golongan-golongan lemah, dan pihak yang kuat dibatasi kekuatannya, agar tidak
terjadi eksploitasi terhadap golongan lemah oleh golongan kuat.Prinsip ini yang saya
percaya sebagai demokrasi sebenarnya, sebuah kombinasi demokrasi politik dan
demokrasi ekonomi, yang melindungi si Miskin dan pada saat sama membatasi
kekuasaan si Kaya.Dia menjelaskan pemikiran politik Soekarno atau Bung Karno
merupakan anti-tesa terhadap imperialisme dan kapitalisme, yang menjadi akar
kemiskinan bangsa-bangsa terjajah, termasuk di Indonesia. Menurut dia, puncak
pemikiran politiknya tertuang dalam konsep tentang dasar negara indonesia, yang
disebut Pancasila.

Lima prinsip di atas merupakan saripati dari demokrasi Indonesia, yaitu demokrasi
Pancasila. Inilah yang saya yakini sebagai demokrasi sejati, perpaduan antara
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Dia mengatakan demokrasi Pancasila
tidak akan terjadi eksploitasi kaum lemah oleh pemilik modal karena tidak berdiri di
sisi liberalisme namun berseberangan dengan otoritarianisme, dan totalitarianisme
yang hanya akan mendorong sentralisasi demokrasi serta kekuatan diktator.

Demokrasi adalah sebuah cara, bukan tujuan, poin utama demokrasi adalah
demokrasi yang didasari oleh kebijaksanaan dan kemufakatan, bukan oleh debat atau
taktik yang hanya akan berakhir dengan perebutan kekuasaan dan perhitungan suara
atas pro-kontra yang pasti dimunculkannya. Dia menjelaskan, Demokrasi Pancasila
mengakui kemerdekaan berpikir dan berbicara, namun juga harus dibarengi dengan
pertanggungjawaban dan sejumlah batasan.Hal itu menurut dia mengenai kebebasan
yang menghargai hak warga negara lainnya, sejalan dengan hukum serta aturan yang
ada, serta kepatuhan terhadap norma Ketuhanan. Megawati juga mengatakan, di sisi
ekonomi, tujuan Demokrasi Pancasila adalah mencapai Trisakti yang berintikan tiga
hal yakni mendorong Indonesia berdaulat di bidang politik; mandiri dalam
perekonomian; dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Sistem Demokrasi di Era SBY


Demokrasi Indonesia selama 10 tahun pemerintahan SBY mengalami kemajuan
prosedural yang cukup baik. Namun, hal itu menjadi tak berarti karena tidak
menyentuh hal yang bersifat esensi, yakni dilakukan demi kepentingan
rakyat.kemajuan dalam demokrasi prosedural itu bisa dilihat pada proses pemilu yang
berlangsung secara reguler periodik dan relatif aman, meskipun masih banyak
kelemahan dalam penyelenggaraan.

Kemajuan tersebut kemudian terganggu, dan menjadi cacat dikarenakan sikap


presiden SBY bersama partai bentukannya, Partai Demokrat, memberikan ruang
untuk kemenangan UU Pilkada, yang membuat pemilihan kepala daerah diserahkan
kepada DPRD.

Meskipun kemudian SBY mengeluarkan Perppu Pilkada Langsung, tetapi rakyat


sudah terlanjur kecewa dengan inkonsistensi sikap SBY. Selain itu, ada hal positif
terkait masa pemerintahan SBY, yaitu melanjutkan Pemilu nasional langsung secara
demokratis yang sudah diinisiasi oleh masa pemerintahan Megawati. SBY,
memberikan ruang yang cukup luas bagi kebebasan berpendapat Termasuk
pemanfaatan media mainstream maupun media sosial sebagai 'saluran' informasi
publik. Pada masa pemerintahan SBY, juga lahir UU KIP. Meskipun atas usulan
DPR, tapi Pemerintah mengakomodir pembahasannya.Namun sayangnya, sampai
saat ini penerapan UU ini masih mengalami banyak kendala akibat rendahnya
dukunga Pemerintah untuk implementasi melalui penyedian infrastruktur pelaksanaan
KIP.Merefleksikan permasalahan demokrasi di 10 tahun terakhir yang lebih terletak
pada inkonsistensi sikap SBY, yang seringkali menjadi penghambat proses demokrasi
secara lebih substantifKembali, contoh yang paling jelas ya pengesahan UU Pilkada.
Plus lemahnya sikap SBY dalam hal penegakan hukum dan perlindungan terhadap
kelompok minoritas, termasuk didalamnya perlindungan dalam kebebsan
beribadah,.Terjadi pembiaran terhadap kekuatan-kekuatan antidemokrasi dalam
aktivitas sehingga mengganggu ketentraman public.

Sistem Demokrasi di Era Jokowidodo


Kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan pemimpin dalam memengaruhi,
memotivasi, mendorong dan memfasilitasi aktivitas segenap sumber daya manusia
untuk memberikan komitmen dan kontribusi terbaiknya untuk mencapai tujuan
organisasi.Pada saat ini, demokrasi di Indonesia sedang berada dititik terendah dan
mengalami penurunan, banyak tokoh-tokoh aktivis yang dikriminalisasi. Belum lagi
tindakan represif aparat pemerintah terhadap massa demonstrasi dan jurnalis yang
dianggap antidemokrasi.

Blunder yang dilakukan Jokowi memancing kemarahan publik karena Presiden


Jokowi mendukung pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang dianggap akan melemahkan lembaga tersebut dalam
memberantaskan kasus korupsi di Indonesia. Banyak juga dari pihak lain yang juga
menentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai
mengandung sejumlah pasal karet. Serta rakyat pun ikut dalam melakukan aksi
demonstrasi untuk menolak revisi UU KPK dan RKUHP.Namun aksi tersebut
berakhir ricuh dan tewasnya dua orang mahasiswa setelah bentrok dengan polisi.
Kejadiannya terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Bahkan pemerintah tidak segan
akan memberi sanksi yang tegas kepada Universitas yang memberikan izin
mahasiswanya unjuk rasa

Di era kepemimpinan Jokowi selama 5 tahun tersebut, penguatan demokrasi seperti


diabaikan, namun begitu Presiden Jokowi tetap menyampaikan bahwa kehidupan
demokrasi di eranya begitu diperhatikan. Presiden Jokowi menyebutkan bahwa
kebebasan pers dan menyampaikan pendapat merupakan pilar demokrasi yang harus
tetap dijaga dan dipertahankan.Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa
kemajemukan etnis, budaya Indonesia, dan Agama dilindungi oleh konstitusi. Semua
warga negara memiliki hak yang sama, kesetaraan. Dan model pemaksaan kehendak
berdasarkan unsur SARA atau jumlah massa bukanlah bentuk dari demokrasi.
Buktinya setelah satu periode berlalu, pemerintahan Jokowi dinilai belum signifikan
dalam memperkuat demokrasi dan institusi demokrasi. Reformasi sistem kepartaian,
pemilu, serta lembaga perwakilan juga belum terjadi. Namun selama 5 tahun
memerintah bukan berarti Presiden Jokowi tidak ada melakukan apa-apa untuk
memperbaiki demokrasi. Ada salah satu kebijakan Presiden Jokowi yang lumayan
menyangkut penguatan institusi demokrasi, yaitu kenaikan bantuan anggaran untuk
partai politik.

Anda mungkin juga menyukai