Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan

penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai

hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial dan lain-

lain. Kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat

sejalan dengan berkembangnya tuntutan kepastian hukum dalam berbagai hubungan

baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik dapat

ditentukan secara jelas hak dan kewajiban seseorang, menjamin kepastian hukum dan

sekaligus diharapkan dapat dihindari terjadinya sengketa atas peralihan hak atas

tanah.

Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara, melalui jual

beli, tukar menukar, hibah, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya hanya

dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenag

menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Peralihan hak atas tanah

melalui jual beli, kepemilikan tanah beralih dari satu pihak ke pihak lain. Jual beli

1
2

biasanya dilakukan dengan perjanjian atau yang dikenal dengan perjanjian jual beli.

Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang bersifat riil, maksudnya penyerahan

barang yang diperjanjikan merupakan syarat yang mutlak dipenuhi untuk adanya

sebuah perjanjian.

Mengingat pentingnya kepastian hukum hak atas tanah, maka setiap peralihan

hak atas tanah sebagai akibat dari transaksi jual beli tanah maka diwajibkan untuk

melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli tersebut. Sesuai dengan

ketentuan UUPA, jual beli tanah tidak lagi dibuat di hadapan kepala desa atau kepala

adat secara di bawahtangan, tetapi harus di hadapan seorang Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT). Pasal 6 PP Nomor 37 tahun 1998 tentang tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah: “Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum

yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan

hukum tertentu mengenai hak atas tanah.

Untuk membuat suatu Akta Jual Beli, harus dipenuhi syarat-syarat yang

ditentukan, yaitu “terang, tunai dan riil” sebagaimana disyaratkan oleh Undang-

Undang Pokok Agraria. Sebelum syarat-syarat tersebut dipenuhi, seorang Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak dapat membuat Akta Jual Beli (AJB). Akta

PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk

pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, peralihan tanah dan benda-benda di

atasnya dilakukan dengan akta PPAT. Pengalihan tanah dari pemilik kepada penerima

disertai dengan penyerahan yuridis (juridische levering), yaitu penyerahan yang harus
3

memenuhi formalitas undang-undang, meliputi pemenuhan syarat; dilakukan melalui

prosedur yang telah ditetapkan; menggunakan dokumen; dibuat di hadapan PPAT.1

PPAT sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta mengenai

pertanahan tentunya harus memiliki kemampuan dan kecakapan khusus di bidang

pertanahan agar akta-akta yang dibuatnya tidak menimbulkan permasalahan

dikemudian hari mengingat akta yang dibuatnya dapat digunakan sebagai alat bukti

telah terjadinya perbuatan hukum pengalihan hak maupun pembatalan hak atas tanah

tersebutpun masih belum sempurna bila dilihat dari rangkaian-rangkaian pendaftaran

tanah. Akta PPAT yang merupakan akta otentik mempunyai kekuatan mutlak

mengenai hal-hal atau peristiwa yang disebut dalam akta, maka yang dibuktikan

adalah peristiwanya.2

Kewajiban penyerahan surat bukti hak atas tanah yang dijual sangat penting

karena Pasal 1482 KUHPerdata menyatakan “kewajiban menyerahkan suatu barang

meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi

pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik, jika itu ada”. Jadi,

penyerahan sebidang tanah meliputi penyerahan sertifikatnya. Peralihan hak atas

tanah dari pemilik kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis (juridische

levering), merupakan penyerahan yang harus memenuhi formalitas undangundang,

1
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cetakan I, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1994), hlm. 55-56.
2
Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 127.
4

meliputi pemenuhan syarat, dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan,

menggunakan dokumen, dibuat oleh/dihadapan PPAT.3

PPAT sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta mengenai

tanah tentunya harus memiliki kemampuan dan kecakapan khusus di bidang

pertanahan agar akta-akta yang dibuatnya tidak menimbulkan permasalahan

dikemudian hari mengingat akta yang dibuatnya adalah akta otentik yang dapat

digunakan sebagai alat bukti. Permasalahan tersebut bisa terjadi pada akta Jual Beli

tanah ber sertipikat yang disebabkan oleh karena adanya penyimpangan atau

kesalahan pada pembuatan akta Jual Belinya ataupun karena adanya kesalahan pada

prosedur penandatanganan akta Jual Beli tersebut. Pada saat ini seringkali dalam

prakteknya PPAT membuat akta jual beli tidak sesuai dengan prosedur menurut

ketentuan peraturan yang berlaku, sehingga hal tersebut akan menimbulkan kerugian

bagi para pihak yang berkepentingan.4

Hal tersebut akan bisa menimbulkan akibat hukum yang dinyatakan

pembatalannya dimuka pengadilan atau akta tersebut yang pada awalnya memiliki

kekuatan hukum sempurna menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan hukum

dibawah tangan, yang kesemuanya itu disebabkan kelalaian dari seseorang PPAT

yang membuat akta yang tidak didasarkan pada persyaratan peraturan perundang-

undang yang berlaku, karena hal tersebut tidak memenuhi syarat subyektif.

3
Ibid., hlm. 128.
4
I Gusti Ketut Suardika, Kepala Seksi Hak Tanah & Pendaftaran Tanah, BPN Lombok
Barat, (Gerung), 20 Januari 2016.
5

Fakta hukum dalam penelitian tesis ini, berdasarkan Putusan Perkara Nomor

381/Pdt.G/2014/PN.Bdg, mengenai:

Para pihak yang membuat akta jual beli atas tanah dan bangunan yang akan

ditandangani PPAT, sebelumnya telah dilakukan pengambilan sertifikat hak

milik oleh pihak penjual yang kemudian ditukar dengan fotocopy sertifikat

hak milik dan diserahkan kepada PPAT. Kemudian telah ditandatangani para

pihak dihadapan PPAT dengan menyertakan fotokopi sertifikat hak milik dan

belum lunasnya pajak penjual (pph) dan pajak pembeli (BPHTB). Setelah

diketahui, bahwa terhadap fotokopi sertifikat hak milik yang diserahkan pihak

penjual telah menjadi hak tanggungan di salah satu bank. Terhadap hal ini,

Putusan Majelis Hakim dalam perkara Nomor 381/Pdt.G/2014/PN.Bdg

membatalkan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT.

Uraian singkat kasus diatas, menurut penulis dalam menjalankan prakteknya

sehari-hari, seringkali PPAT dalam membuat akta peralihan hak atas tanah terjadi

kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan akta jual beli yang dibuatnya dapat

dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum oleh putusan Pengadilan. 5 Kesalahan

atau kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam membuat akta jual beli akan

berdampak secara langsung kerugian yang akan diderita kliennya. Secara lebih

terperinci produk akta PPAT yang menimbulkan masalah atau terjadi penyimpangan

5
Herman Teja Buwana, Wewenang Notaris Dan PPAT Masih Menyisakan Persoalan,,
http://herman-notary.blogspot.com/2009/06/wewenang-notaris-dan-ppat-masih.html, diakses tanggal
2 Juli 2011.
6

terhadap tata cara pembuatan akta karena menyangkut syarat materil (baik subyek

maupun obyeknya) dan syarat formil (prosedur dan persyaratan).

B. PERNYATAAN MASALAH

Dalam penelitian ini, pernyataan masalah yang dibahas mengenai pembatalan

akta jual beli yang dibuat PPAT karena terkait adanya unsur kelalaian/kecerobohan

(pihak PPAT) dan unsur penipuan (pihak penjual) dalam perjanjian jual beli dan

pembuatan akta jual beli. Dalam Putusan Perkara Nomor 381/Pdt.G/2014/ PN.Bdg,

Majelis Hakim membatalkan akta jual beli atas tanah bangunan. Sedangkan untuk

PPAT yang membuat akta jual beli tersebut tidak dapat diminta

pertanggungjawabannya dikarenakan yang menjadi pihak dalam perjanjian tersebut

adalah tergugat I dan tergugat II, sedangkan Penggugat bukan merupakan pihak,

maka Penggugat tidak dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan ketentuan

Pasal 1366 KUHPerdata;

C. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, pertanyaan penelitian dalam tesis ini

mengenai,

1. Apakah pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan perkara Nomor

381/Pdt.G/2014/PN.Bdg yang membatalkan akta jual beli telah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku?


7

2. Bagaimana akibat hukum terhadap PPAT atas kelalaiannya berupa tidak

menerima asli dokumen hak atas tanah sebelum penandatanganan akta jual beli?

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian pertanyaan penelitian diatas, adapun tujuan penelitian

dalam tesis ini,

1. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan

perkara Nomor 381/Pdt.G/2014/PN.Bdg yang membatalkan akta jual beli telah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum terhadap PPAT atas

kelalaiannya berupa tidak menerima asli dokumen hak atas tanah sebelum

penandatanganan akta jual beli.

E. KERANGKA TEORI

Kerangka Teori merupakan landasan berfikir yang bersumber dari suatu teori

yang sering diperlukan sebagai tuntutan untuk memecahkan berbagai permasalahan

dalam sebuah penelitian. Begitu pula landasan teori berfungsi sebagai kerangka acuan

yang dapat mengarahkan suatu penelitian. Landasan teori yang digunakan untuk

menganalisis pertanggungjawaban PPAT atas kelalaian membuat akta jual beli yang

dibatalkan, dalam penelitian ini antara lain:6

6
Dougherty and Pfaltzgraff, Contending Theories Of International Relations, A
Comprehensive Survey 5th Edition, 1990, hlm. 10-11.
8

Tanggung jawab merupakan sebuah konsekuensi yang timbul alibat dari

perbuatan yang dilakukan oleh individu. Kemampuan bertanggung jawab secara

teoritis harus memenuhi unsur yang terdiri atas:7

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antar perbuatan yang baik dan buruk, yang

sesuai hukum dan yang melawan hukum;

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik

dan buruknya perbuatan tersebut.

Tanggung jawab lahir sebagai akibat dari adanya kewenangangan yang

dimiliki oleh masyarakat. Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur

dan diberikan pada suatu jabatan berdasar peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan.8 Setiap wewenang memiliki

batasan, sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya. Wewenang yang dimiliki oleh suatu jabatan dalam hukum administrasi

biasanya diperoleh secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Wewenang yang

dimiliki PPAT merupakan wewenang atribusi, yaitu wewenang yang melekat pada

suatu jabatan.

Wewenang yang dimiliki notaris merupakan akibat dari jabatan yang

diembannya. PPAT sebagai suatu jabatan, dan setiap jabatan di Negara ini memiliki

wewenangnya masing-masing. Setiap wewenang harus memiliki dasar hukum yang

jelas.Apabila seorang pejabat melakukan tindakan diluar wewenangnya, maka disebut

7
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 11.
8
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,
(Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 37.
9

sebagai perbuatan melanggar hukum. Suatu wewenang tidak muncul begitu saja,

tetapi suatu wewenang harus dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan.

Pada hakikatnya segala perbuatan yang dilakukan oleh individu, baik yang

sengaja maupun tidak disengaja pada akhirnya harus dimintakan tanggung jawab

terlebih lagi apabila perbuatan tersebut berkaitan dengan suatu jabatan atau profesi.

Tanggung jawab merupakan suatu prinsip profesionalisme yang merupakan wujud

dari sebuah komitmen yang harus dimiliki oleh PPAT terhadap pelaksanaan

jabatannya sebagaimana yang telah diatur dalam PP PPAT.

Jabatan Notaris hadir dalam masyarakat dengan kehendak aturan hukum yang

berbentuk Negara sebagai implementasi dari Negara dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat dengan tujuan untuk membantu masyarakat dalam rangka

memberikan bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai keadaan, peristiwa

maupun perbuatan hukum dan suatu alat bukti otentik yang diakui oleh Negara.9

Tanggung jawab dan etika profesi sangat berkaitan erat dengan integritas dan

moral, apabila tidak memiliki integritas dan moral yang baik maka seorang PPAT

tidak dapat diharapkan memiliki tanggung jawab serta etika profesi yang baik pula.

Profesi muncul sebagai hasil dari interaksi di antara sesama anggota masyarakat,

yang lahir, dikembangkan maupun diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Secara

teoritis dan teknis profesi notaris harus memiliki etika serta tanggung jawab profesi,

9
Paulus Effendi Lotulung, Perlindungan Hukum bagi Notaris Selaku Pejabat Umum dalam
Menjalankan Tugasnya, (Bandung, 2003), hlm. 2.
10

oleh karena itu seorang notaris harus bertanggung jawab terhadap akta yang telah

dibuatnya, sekalipun notaris tersebut telah berakhir masa jabatannya.

F. KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka konseptual merupakan pedoman operasional yang akan

memudahkan proses penelitian. Didalam hukum konseptual tersebut, sekaligus

merumuskan definisi tertentu yang dijadikan pedoman operasi didalam proses

pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data. Kerangka konseptual dalam

penelitian hukum ini adalah:

1. Tanggung jawab adalah merupakan suatu prinsip profesionalisme yang

merupakan wujud dari sebuah komitmen yang harus dimiliki oleh notaris

terhadap pelaksanaan jabatannya sebagaimana yang telah diatur dalam UUJN.

2. PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenanqan untuk membuat akta-akta

tanah tertentu sebagai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk membebankan

Hak Tanggungan.

3. Kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau

kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan R. Soesilo mengenai Pasal 359

KUHP, dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang


11

mengatakan bahwa “karena salahnya” sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa,

amat kurang perhatian.

4. Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan

bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya.10

5. Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya

untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk

membayar harga yang telah diperjanjikan.11

6. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini.

G. METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah

pendekatan yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder

dan data primer sebagai data pelengkap. Penelitian hukum Normatif atau

Kepustakaan tersebut mencakup:

10
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1998), hlm. 79.
11
Ibid., hlm. 79.
12

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. Penelitian terhadap sisitematika hukum;

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal;

d. Perbandingan hukum;

e. Sejarah hukum.12

Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan

hukum dengan menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.

Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan

mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain

yang berhubungan dengan penelitian tentang pertanggungjawaban PPAT atas

kelalaian membuat akta jual beli yang dibatalkan melalui putusan pengadilan.

Dengan kata lain pendekatan yuridis normatif ini berkonsep hukum

tentang hukum positif dalam sistem perundang-undangan nasional, dimana

penelitian hukum yang digunakan dengan cara pendekatan fakta yang ada

dengan jalan mengadakan pengamatan dan penelitian di lapangan kemudian

dikaji dan ditelaah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait

sebagai acuan untuk memecahkan masalah.13

12
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 14
13
Rony Hanitijo Soemitra, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1998), hlm 52
13

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi Penelitian ini adalah yang bersifat deskriptif analisis dengan

pendekatan kasus pertanggungjawaban PPAT atas kelalaian membuat akta

jual beli yang dibatalkan melalui putusan pengadilan. Analisisnya berwujud

gambaran atau uraian tentang pertanggungjawaban PPAT atas kelalaian

membuat akta jual beli yang dibatalkan melalui putusan pengadilan.

Secara umum jenis data atau sumber data yang diperlukan dalam penelitian

ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan

yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan

pertanggungjawaban PPAT atas kelalaian membuat akta jual beli yang

dibatalkan melalui putusan pengadilan dan teori-teori para sarjana berkaitan

dengan masalah yang diteliti.

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan penelitian pada umumnya diperoleh secara langsung dari

masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Adapun yang diperoleh dari bahan-

bahan pustaka berupa data sekunder. Penelitian tesis ini, lebih menitiberatkan

pada penelitian kepustakaan (library research) serta bahan-bahan yang dapat

menunjang dalam kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian ini.

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian tesis ini antara lain,

seperti:
14

a. Sumber bahan hukum primer

Bahan hukum primer ini diperoleh dari sumber yang mengikat dalam

bentuk peraturan perundang-undangan, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP);

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHPerdata);

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan, seperti: hasil-hasil

penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, berbagai

literatur buku, majalah maupun informasi-informasi lain yang menunjang

penulisan tesis ini, yaitu berkaitan dengan pertanggungjawaban PPAT atas

membuat akta jual beli.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan-bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti: artikel dalam format elektronik (internet). Untuk

menopang data sekunder dalam penelitian ini juga dipergunakan data

primer.14 Menurut Barda Nawawi Arief dalam suatu penelitian hukum

normatif dapat juga dilakukan penelitian data primer.15


14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hlm.33.
15
Barda Nawawi Arief, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Upaya Reorinetasi Pemahaman),
Dipaparkan dalam Penataran Metodologi Penelitian Hukum, (Purwokerto: Universitas Jendral
15

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa studi dokumen dan

studi pustaka. Pengunaan studi dokumen ini merupakan suatu instrumen yang

penting guna perumusan kerangka teori dan konsep secara sistematis serta

turut adil dalam melakukan analisis terhadap kasus yang penukis angkat pada

tesis ini.

5. Metode Analisa Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data

dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Penelitian ini, bertolak

dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan

kompleks. Semua hasil yang diperoleh di analisis dengan objektif dan

memperhatikan pendapat-pendapat ahli yang penulis kutip, maka hasil analisis

di tafsirkan untuk dirumuskan menjadi penemuan dan kesimpulan penelitian.

Metode yuridis kualitatif merupakan prosedur penelitian yang dilakukan

dengan cara pengamatan dan pengelompokan data-data yang diperoleh dari

hasil penelitian dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut

dengan ketentuan-ketentuan ataupun asas-asas hukum yang terkait dengan

permasalahan yang diteliti.

Soedirman, 2004), hlm. 4.


16
17

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cetakan I, (Bandung: Citra


Aditya Bakti, 1994), hlm. 55-56.

Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 127.

I Gusti Ketut Suardika, Kepala Seksi Hak Tanah & Pendaftaran Tanah, BPN
Lombok Barat, (Gerung), 20 Januari 2016.

Dougherty and Pfaltzgraff, Contending Theories Of International Relations, A


Comprehensive Survey 5th Edition, 1990, hlm. 10-11.

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 11.

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 37.

Paulus Effendi Lotulung, Perlindungan Hukum bagi Notaris Selaku Pejabat Umum
dalam Menjalankan Tugasnya, (Bandung, 2003), hlm. 2.

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1998), hlm. 79.

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 14

Rony Hanitijo Soemitra, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1998), hlm 52

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hlm.33.

Barda Nawawi Arief, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Upaya Reorinetasi


Pemahaman), Dipaparkan dalam Penataran Metodologi Penelitian Hukum,
(Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman, 2004), hlm. 4.

TESIS
18

TANGGUNG JAWAB PPAT ATAS KELALAIAN TERHADAP TIDAK


DISERTAKANNYA DOKUMEN ASLI SURAT TANAH SEBELUM
AKTA JUAL BELI DITANDATANGANI
(STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 381/PDT.G/2014/PN.BDG)

OLEH:

ANDRE MARWAN
5616220007

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN


UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2018
19

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pernyataan Masalah

C. Pertanyaan Penelitian

D. Tujuan Penelitian

E. Kerangka Teori

F. Kerangka Konseptual

G. Metode Penelitian

H. Sistematika Penulisan

BAB II PENGERTIAN UMUM TANGGUNG JAWAB PPAT, AKTA JUAL

BELI DAN KELALAIAN

A. Pengertian Umum Tanggung Jawab

B. Pengertian Umum PPAT

C. Pengertian Umum Akta

D. Pengertian Umum Jual Beli

E. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli

F. Unsur Kelalaian
20

BAB III PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PUTUSAN

PERKARA NOMOR 381/PDT.G/2014/PN.BDG DALAM

MEMBATALKAN AKTA JUAL BELI

A. Duduk Perkara

B. Pertimbangan Hakim Dalam Membatalkan Akta Jual Beli

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PPAT ATAS KELALAIANNYA

BERUPA TIDAK MENERIMA ASLI DOKUMEN HAK ATAS

TANAH SEBELUM PENANDATANGANAN AKTA JUAL BELI.

A. Tanggung Jawab PPAT Dalam Pembatalan Akta Jual Beli Atas

Kelalaiannya Tidak Menerima Dokumen Asli Hak Atas Tanah

Sebelum Penandatanganan Akta Jual Beli

B. Akibat Hukum Pembatalan Akta Jual Beli Atas Kelalaiannya

Tidak Menerima Dokumen Asli Hak Atas Tanah Sebelum

Penandatanganan Akta Jual Beli

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai