PENDAHULUAN
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai
hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial dan lain-
lain. Kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat
baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik dapat
ditentukan secara jelas hak dan kewajiban seseorang, menjamin kepastian hukum dan
sekaligus diharapkan dapat dihindari terjadinya sengketa atas peralihan hak atas
tanah.
Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara, melalui jual
beli, tukar menukar, hibah, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya hanya
dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenag
melalui jual beli, kepemilikan tanah beralih dari satu pihak ke pihak lain. Jual beli
1
2
biasanya dilakukan dengan perjanjian atau yang dikenal dengan perjanjian jual beli.
Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang bersifat riil, maksudnya penyerahan
barang yang diperjanjikan merupakan syarat yang mutlak dipenuhi untuk adanya
sebuah perjanjian.
Mengingat pentingnya kepastian hukum hak atas tanah, maka setiap peralihan
hak atas tanah sebagai akibat dari transaksi jual beli tanah maka diwajibkan untuk
melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli tersebut. Sesuai dengan
ketentuan UUPA, jual beli tanah tidak lagi dibuat di hadapan kepala desa atau kepala
adat secara di bawahtangan, tetapi harus di hadapan seorang Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT). Pasal 6 PP Nomor 37 tahun 1998 tentang tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah: “Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum
Untuk membuat suatu Akta Jual Beli, harus dipenuhi syarat-syarat yang
ditentukan, yaitu “terang, tunai dan riil” sebagaimana disyaratkan oleh Undang-
Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak dapat membuat Akta Jual Beli (AJB). Akta
PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk
atasnya dilakukan dengan akta PPAT. Pengalihan tanah dari pemilik kepada penerima
disertai dengan penyerahan yuridis (juridische levering), yaitu penyerahan yang harus
3
dikemudian hari mengingat akta yang dibuatnya dapat digunakan sebagai alat bukti
telah terjadinya perbuatan hukum pengalihan hak maupun pembatalan hak atas tanah
tanah. Akta PPAT yang merupakan akta otentik mempunyai kekuatan mutlak
mengenai hal-hal atau peristiwa yang disebut dalam akta, maka yang dibuktikan
adalah peristiwanya.2
Kewajiban penyerahan surat bukti hak atas tanah yang dijual sangat penting
pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik, jika itu ada”. Jadi,
tanah dari pemilik kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis (juridische
1
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cetakan I, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1994), hlm. 55-56.
2
Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 127.
4
dikemudian hari mengingat akta yang dibuatnya adalah akta otentik yang dapat
digunakan sebagai alat bukti. Permasalahan tersebut bisa terjadi pada akta Jual Beli
tanah ber sertipikat yang disebabkan oleh karena adanya penyimpangan atau
kesalahan pada pembuatan akta Jual Belinya ataupun karena adanya kesalahan pada
prosedur penandatanganan akta Jual Beli tersebut. Pada saat ini seringkali dalam
prakteknya PPAT membuat akta jual beli tidak sesuai dengan prosedur menurut
ketentuan peraturan yang berlaku, sehingga hal tersebut akan menimbulkan kerugian
pembatalannya dimuka pengadilan atau akta tersebut yang pada awalnya memiliki
kekuatan hukum sempurna menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan hukum
dibawah tangan, yang kesemuanya itu disebabkan kelalaian dari seseorang PPAT
yang membuat akta yang tidak didasarkan pada persyaratan peraturan perundang-
undang yang berlaku, karena hal tersebut tidak memenuhi syarat subyektif.
3
Ibid., hlm. 128.
4
I Gusti Ketut Suardika, Kepala Seksi Hak Tanah & Pendaftaran Tanah, BPN Lombok
Barat, (Gerung), 20 Januari 2016.
5
Fakta hukum dalam penelitian tesis ini, berdasarkan Putusan Perkara Nomor
381/Pdt.G/2014/PN.Bdg, mengenai:
Para pihak yang membuat akta jual beli atas tanah dan bangunan yang akan
milik oleh pihak penjual yang kemudian ditukar dengan fotocopy sertifikat
hak milik dan diserahkan kepada PPAT. Kemudian telah ditandatangani para
pihak dihadapan PPAT dengan menyertakan fotokopi sertifikat hak milik dan
belum lunasnya pajak penjual (pph) dan pajak pembeli (BPHTB). Setelah
diketahui, bahwa terhadap fotokopi sertifikat hak milik yang diserahkan pihak
penjual telah menjadi hak tanggungan di salah satu bank. Terhadap hal ini,
sehari-hari, seringkali PPAT dalam membuat akta peralihan hak atas tanah terjadi
kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan akta jual beli yang dibuatnya dapat
dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum oleh putusan Pengadilan. 5 Kesalahan
atau kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam membuat akta jual beli akan
berdampak secara langsung kerugian yang akan diderita kliennya. Secara lebih
terperinci produk akta PPAT yang menimbulkan masalah atau terjadi penyimpangan
5
Herman Teja Buwana, Wewenang Notaris Dan PPAT Masih Menyisakan Persoalan,,
http://herman-notary.blogspot.com/2009/06/wewenang-notaris-dan-ppat-masih.html, diakses tanggal
2 Juli 2011.
6
terhadap tata cara pembuatan akta karena menyangkut syarat materil (baik subyek
B. PERNYATAAN MASALAH
akta jual beli yang dibuat PPAT karena terkait adanya unsur kelalaian/kecerobohan
(pihak PPAT) dan unsur penipuan (pihak penjual) dalam perjanjian jual beli dan
pembuatan akta jual beli. Dalam Putusan Perkara Nomor 381/Pdt.G/2014/ PN.Bdg,
Majelis Hakim membatalkan akta jual beli atas tanah bangunan. Sedangkan untuk
PPAT yang membuat akta jual beli tersebut tidak dapat diminta
adalah tergugat I dan tergugat II, sedangkan Penggugat bukan merupakan pihak,
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, pertanyaan penelitian dalam tesis ini
mengenai,
menerima asli dokumen hak atas tanah sebelum penandatanganan akta jual beli?
D. TUJUAN PENELITIAN
kelalaiannya berupa tidak menerima asli dokumen hak atas tanah sebelum
E. KERANGKA TEORI
Kerangka Teori merupakan landasan berfikir yang bersumber dari suatu teori
dalam sebuah penelitian. Begitu pula landasan teori berfungsi sebagai kerangka acuan
yang dapat mengarahkan suatu penelitian. Landasan teori yang digunakan untuk
menganalisis pertanggungjawaban PPAT atas kelalaian membuat akta jual beli yang
6
Dougherty and Pfaltzgraff, Contending Theories Of International Relations, A
Comprehensive Survey 5th Edition, 1990, hlm. 10-11.
8
1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antar perbuatan yang baik dan buruk, yang
dimiliki oleh masyarakat. Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur
mengaturnya. Wewenang yang dimiliki oleh suatu jabatan dalam hukum administrasi
dimiliki PPAT merupakan wewenang atribusi, yaitu wewenang yang melekat pada
suatu jabatan.
diembannya. PPAT sebagai suatu jabatan, dan setiap jabatan di Negara ini memiliki
7
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 11.
8
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,
(Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 37.
9
sebagai perbuatan melanggar hukum. Suatu wewenang tidak muncul begitu saja,
tetapi suatu wewenang harus dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang-
Pada hakikatnya segala perbuatan yang dilakukan oleh individu, baik yang
sengaja maupun tidak disengaja pada akhirnya harus dimintakan tanggung jawab
terlebih lagi apabila perbuatan tersebut berkaitan dengan suatu jabatan atau profesi.
dari sebuah komitmen yang harus dimiliki oleh PPAT terhadap pelaksanaan
Jabatan Notaris hadir dalam masyarakat dengan kehendak aturan hukum yang
maupun perbuatan hukum dan suatu alat bukti otentik yang diakui oleh Negara.9
Tanggung jawab dan etika profesi sangat berkaitan erat dengan integritas dan
moral, apabila tidak memiliki integritas dan moral yang baik maka seorang PPAT
tidak dapat diharapkan memiliki tanggung jawab serta etika profesi yang baik pula.
Profesi muncul sebagai hasil dari interaksi di antara sesama anggota masyarakat,
yang lahir, dikembangkan maupun diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Secara
teoritis dan teknis profesi notaris harus memiliki etika serta tanggung jawab profesi,
9
Paulus Effendi Lotulung, Perlindungan Hukum bagi Notaris Selaku Pejabat Umum dalam
Menjalankan Tugasnya, (Bandung, 2003), hlm. 2.
10
oleh karena itu seorang notaris harus bertanggung jawab terhadap akta yang telah
F. KERANGKA KONSEPTUAL
merupakan wujud dari sebuah komitmen yang harus dimiliki oleh notaris
2. PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenanqan untuk membuat akta-akta
bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk membebankan
Hak Tanggungan.
kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan R. Soesilo mengenai Pasal 359
mengatakan bahwa “karena salahnya” sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa,
4. Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan
5. Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya
untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini.
G. METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
dan data primer sebagai data pelengkap. Penelitian hukum Normatif atau
10
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1998), hlm. 79.
11
Ibid., hlm. 79.
12
d. Perbandingan hukum;
e. Sejarah hukum.12
kelalaian membuat akta jual beli yang dibatalkan melalui putusan pengadilan.
penelitian hukum yang digunakan dengan cara pendekatan fakta yang ada
12
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 14
13
Rony Hanitijo Soemitra, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1998), hlm 52
13
2. Spesifikasi Penelitian
Secara umum jenis data atau sumber data yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan
masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Adapun yang diperoleh dari bahan-
bahan pustaka berupa data sekunder. Penelitian tesis ini, lebih menitiberatkan
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian tesis ini antara lain,
seperti:
14
Bahan hukum primer ini diperoleh dari sumber yang mengikat dalam
studi pustaka. Pengunaan studi dokumen ini merupakan suatu instrumen yang
penting guna perumusan kerangka teori dan konsep secara sistematis serta
turut adil dalam melakukan analisis terhadap kasus yang penukis angkat pada
tesis ini.
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan
Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 127.
I Gusti Ketut Suardika, Kepala Seksi Hak Tanah & Pendaftaran Tanah, BPN
Lombok Barat, (Gerung), 20 Januari 2016.
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 11.
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 37.
Paulus Effendi Lotulung, Perlindungan Hukum bagi Notaris Selaku Pejabat Umum
dalam Menjalankan Tugasnya, (Bandung, 2003), hlm. 2.
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 14
Rony Hanitijo Soemitra, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1998), hlm 52
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hlm.33.
TESIS
18
OLEH:
ANDRE MARWAN
5616220007
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
B. Pernyataan Masalah
C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Kerangka Teori
F. Kerangka Konseptual
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan
F. Unsur Kelalaian
20
A. Duduk Perkara
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA