Anda di halaman 1dari 13

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2019/2020

MATA UJIAN HUKUM PERBURUHAN


“MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRI
BERDASARKAN UU NO.2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRI/JAWABAN UJIAN AKHIR
SEMESTER GENAP 2019/2020”

SHEILA RIESTA DWIANANDA


120118028
08
KP C

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2020
DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….. 2
C. Tujuan Pembahasan ………………………………………………………………... 3

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………….. 4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………… 9
B. Saran ……………………………………………………………………………….. 9

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………... 10


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Mekanisme Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industri Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pernyelesaian
Perselisihan Hubungan Industri ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ujian Akhir
Semester bapak Suhariwanto, S.H., M.Hum. serta ibu Sriwati, S.H., C.N., M.Hum. pada mata
kuliah Hukum Perburuhan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Suhariwanto, S.H., M.Hum. serta ibu Sriwati,
S.H., C.N., M.Hum. selaku dosen Hukum Perburuhan yang telah memberikan tugas Ujian Akhir
Semester ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Sidoarjo, 6 Juni 2020

SHEILA RIESTA DWIANANDA


BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Perselisihan hubungan industrial biasanya terjadi antara pekerja atau buruh dan
perusahaan atau antara organisasi buruh dengan organisasi perusahaan. Dari banyaknya
kejadian atau peristiwa konflik atau perselisihan yang penting adalah solusi untuk
penyelesaiannya yang harus objektif dan adil. Penyelesaian perselisihan pada dasarnya dapat
diselesaikan oleh para pihak sendiri, dan dapat juga diselesaikan dengan hadirnya pihak
ketiga, baik yang disediakan oleh negara atau para pihak sendiri. Dalam masyarakat modern
yang diwadahi organisasi kekuatan publik berbentuk negara, forum resmi yang disediakan
oleh negara untuk penyelesaian perkara atau perselisihan biasanya adalah lembaga peradilan.

Pada era Industri selalu berkembang dan membutuhkan jenis-jenis pekerjaan dan
perusahaan yang berbeda. berbeda perilaku, mekanisme, permodalan hingga jenis-jenis
kerjasamanya. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial menggantikan dan mencabut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. Dengan demikian seiring
berjalannya waktu, kebutuhan masyarakat Indonesia pada saat ini, penyelesaian hubungan
industrial secara normatif telah mengalami banyak perubahan, yang terakhir dengan
diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (UU PPHI). Berdasarkan UU ini telah ada peradilan khusus yang
menangani penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI).

Seperti yang disebutkan dalam ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Republik


Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
bahwa yang dimaksud dengan Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat
yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,

1
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan

Sehingga pada hubungan Industrial yang merupakan keterkaitan kepentingan antara


pekerja/buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan
perselisihan antara kedua belah pihak. Perselisihan di bidang hubungan industrial dapat
terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang
belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama
maupun peraturan perundang-undangan.

Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja.
Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja yang selama ini diatur di dalam Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta,
ternyata tidak efektif lagi untuk mencegah serta menanggulangi kasus-kasus pemutusan
hubungan kerja. Hal ini disebabkan karena hubungan antara pekerja atau buruh dan
pengusaha merupakan hubungan yang didasari oleh kesepakatan para pihak untuk
mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja. Dalam hal salah satu pihak tidak menghendaki
lagi untuk terikat dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi para pihak untuk tetap
mempertahankan hubungan yang harmonis. Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar yang
terbaik bagi kedua belah pihak untuk menentukan bentuk penyelesaian

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat disimpulkan berbagai rumusan
masalah yaitu:

1. Dengan pertimbangan-pertimbangan hukum upaya apa yang dapat dilakukan untuk


mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial?
2. Bagaimana proses pemilihan mekanisme agar tidak menyebabkan pemutusan hubungan
kerja?

2
C. Tujuan pembahasan

Tujuan pembahasan dalam penulisan makalah ini adalah untuk melihat mekanisme apa saja
yang dapat dilakukan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial serta terdapat
masalah apa saja yang diatur didalam Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

3
BAB II

A. Pembahasan

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 2 Tahun 2004, perselisihan hubungan industrial


adalah Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan

Perselisihan hak merupakan perselisihan normatif yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan, atau peraturan perundang-undangan, maka
penyelesaiannya tidak diberikan kepada konsiliasi maupun arbitrase, tetapi sebelum diajukan ke
Pengadilan Hubungan Industrial terlebih dahulu melalui mediasi. Sementara perselisihan
kepentingan merupakan perselisihan yang terjadi akibat perbedaan pendapat atau kepentingan
mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja
bersama, peraturan perusahaan, atau peraturan perundang-undangan. Perselisihan kepentingan
ini pada tingkat pertama dan terakhir diputus oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Umum (tidak dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung), hal ini dimaksudkan untuk
menjamin penyelesaian yang cepat, tepat, adil, dan murah.

Perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan perselisihan yang


terjadi karena para pihak atau salah satu pihak tidak sepaham mengenai PHK yang dilakukan.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 proses penyelesaiannya cukup panjang,
oleh karena itu melalui undang-undang ini sekarang disederhanakan dengan penanganan pertama
pada Peradilan Perselisihan Industrial di lingkungan Peradilan Umum, dan dimungkinkan
mengajukan kasasi pada Mahkamah Agung. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan bagi para pihak yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Hubungan Industrial
untuk memeriksa kembali sengketa tersebut pada peradilan yang lebih tinggi, karena persoalan
PHK merupakan persoalan yang kompleks. Oleh karena itu, landasan pengujiannya selain

4
ketentuan dalam KUHPerdata khususnya menyangkut perjanjian, juga ketentuan-ketentuan
hukum publik (Undang-Undang Ketenagakerjaan).

Mekanisme Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial diatur dalam Undang-undang


Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2004 menganut penyelesaian perselisihan melalui di dalam pengadilan
hubungan industrial dan di luar pengadilan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
mengedepankan musyawarah untuk mufakat agar dengan demikian, proses produksi barang dan
jasa tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Dijelaskan dalam pasal 3 sampai dengan pasal 7 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial melalui Perundingan Bipartit ini merupakan PPHI di luar pengadilan
hub.industri, yaitu setiap perselisihan hubungan industrial harus terlebih dahulu diselesaikan
melalui perundingan bipartit antara pengusaha dan pekerja dalam waktu tiga puluh hari (30)
kerja dihitung sejak tanggal dimulainya perundingan. Dalam jangka waktu tiga puluh hari kerja
apabila salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tidak
mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal sehingga salah satu pihak atau
kedua belah pihak wajib mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian
melalui bipartite telah dilakukan.

Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati
memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Apabila para pihak tidak
menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam jangka waktu tujuh hari,
maka instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat melimpahkan
penyelesaian perselisihan melalui mediator. Setiap perundingan bipartit harus dibuat risalah yang
isinya terdiri dari :nama lengkap dan alamat lengkap para pihak, tanggal dan tempat
perundingan, pokok masalah dan alasan perselisihan, pendapat para pihak, kesimpulan atau hasil
perundingan serta tanggal dan tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.

5
Adapun mekanisme yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan PPHI di luar pengadilan
hubungan industri selain melalui perundingan bipartit adalah perundingan secara tripartit
sehingga apabila perundingan secar birpatit tidak berhasil maka salah 1 pihak mengajukan
perselisihan ini mengajukan permohonan agar perselisihannya diperantarai oleh pihak ke 3
dalam hal ini melibatkan orang lain, antara lain:

a. Melalui mediasi
b. Melalui konsiliasi
c. Arbitrase

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi, hal ini disebutkan dalam
pasal 8 sampai dengan pasal 18 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi
dilakukan oleh mediator dengan mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan sidang
mediasi. Apabila tercapai kesepakatan melalui sidang mediasi, maka dibuat perjanjian bersama
yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan di
pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Apabila tidak
tercapai kesepakatan melalui mediasi maka mediator mengeluarkan “anjuran tertulis.”

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Konsiliasi hal ini disebutkan


dalam pasal 17 sampai dengan pasal 28 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi
dilakukan oleh konsiliator setelah para pihak mengajukan permintaan secara tertulis kepada
konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak. Selambat-lambatnya tujuh hari kerja
setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus
mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kedelapan
mengadakan sidang konsiliasi pertama. Jika tercapai kesepakatan melalui konsiliasi, maka dibuat
perjanjian bersama yang ditanda-tangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator serta
didaftar di pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Apabila
tidak tercapai kesepakatan maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis yang harus sudah
disampaikan kepada para pihak selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang

6
konsiliasi pertama. Para pihak wajib memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang
isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis. Para pihak yang tidak memberikan
pendapatnya/jawaban dianggap menolak anjuran tertulis. Apabila para pihak menyetujui anjuran
tertulis ,konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama
selambat-lambatnya tiga hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui yang kemudian didaftarkan di
pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Konsiliator wajib
menyelesaikan tugas konsiliasi selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja sejak menerima
permintaan penyelesaian perkara

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Arbitrase hal ini disebutkan


dalam pasal 29 sampai dengan pasal 54 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui arbitrase dilakukan oleh arbiter berdasarkan kesepakatan tertulis para pihak yang
berselisih. Arbiter wajib menyelesaiakan tugas arbitrase selambat-lambatnya tiga puluh hari
kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter. Pemeriksaan atas perselisihan
dilaksanakan selambat-lambatnya tiga hari kerja setelah penandatanganan surat perjanjian
penunjukan arbiter dan atas kesepakatan para pihak arbiter berwenang memperpanjang jangka
waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial satu kali perpanjangan selambat-lambatnya
empat belas hari kerja. Pemeriksaan oleh arbiter atau majelis arbiter dilakukan secara tertutup
kecuali para pihak yang berselisih menghendaki lain. Dalam sidang arbitrase, para pihak yang
berselisih dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial oleh arbiter diawali denggan upaya mendamaikan kedua pihak yang
berselisih. Apabila perdamaian tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib menbuat Akta
Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter,
kemudian didaftarkan di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah
arbiter mengadakan perdamaian. Apabila upaya perdamaian tersebut gagal, arbiter atau majelis
arbiter meneruskan sidang arbitrase. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap.
Putusan arbitrase didaftarkan di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di
wilayah arbiter menetapkan putusan. Terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat

7
mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkan putusan arbiter. Perselisihan hubungan
industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diahukan ke
pengadilan hubungan industrial.

Ke 3 lembaga ini kedudukannya sejajar, maka oleh para pihak jika keberatan dengan
lembaga ini yang keberatan tidak bisa meminta kepada konsilias atau arbitrase. Kalau
mengajukan keberatan langsung ke pengadilan atau jika sudah diselesaikan oleh lembaga
mediasi lalu keberatan maka tidak bisa meminta kepada konsiliasi atau arbitrase. Maka kalau
sudah diputus oleh arbitrase tersebut sudah final, kecuali jika dijumpai putusan arbitrase itu
ternyata mengandung cacat sesuai dalam ketentuan pasal 52 Undang-undang No.2 th 2004 baru
boleh mengajukan.

8
BAB III

A. Kesimpulan

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2


Tahun 2004 merupakan penyempurnaan terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957.
Dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 ini memberi pengaturan terhadap perselisihan antara serikat
pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, yang sebelumnya tidak diatur dalam
UU Nomor 22 Tahun 1957. Prinsip penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut
UU Nomor 2 Tahun 2004 lebih mengedepankan musyawarah untuk mufakat melalui
perundingan bipartit, sebagai langkah pertama yang wajib ditempuh para pihak yang
berselisih sebelum menempuh mekanisme yang lain.

B. Saran

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun


2004 diharapkan memberikan harapan yang prospektif bagi para pihak yang berselisih untuk
mendapatkan penyelesaian secara cepat, adil dan murah. Dalam penerapannya, Undnag-
undang Nomor 2 Tahun 2004 masih memerlukan kajian lebih lanjut demi kesempurnaan
aturan itu sendiri.

9
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial

https://media.neliti.com/media/publications/23493-ID-penyelesaian-perselisihan-hubungan-
industrial-berdasarkan-uu-nomor-2-tahun-2004.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai