FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2020
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………………………….. i
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………… 9
B. Saran ……………………………………………………………………………….. 9
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Mekanisme Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industri Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pernyelesaian
Perselisihan Hubungan Industri ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ujian Akhir
Semester bapak Suhariwanto, S.H., M.Hum. serta ibu Sriwati, S.H., C.N., M.Hum. pada mata
kuliah Hukum Perburuhan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Suhariwanto, S.H., M.Hum. serta ibu Sriwati,
S.H., C.N., M.Hum. selaku dosen Hukum Perburuhan yang telah memberikan tugas Ujian Akhir
Semester ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Perselisihan hubungan industrial biasanya terjadi antara pekerja atau buruh dan
perusahaan atau antara organisasi buruh dengan organisasi perusahaan. Dari banyaknya
kejadian atau peristiwa konflik atau perselisihan yang penting adalah solusi untuk
penyelesaiannya yang harus objektif dan adil. Penyelesaian perselisihan pada dasarnya dapat
diselesaikan oleh para pihak sendiri, dan dapat juga diselesaikan dengan hadirnya pihak
ketiga, baik yang disediakan oleh negara atau para pihak sendiri. Dalam masyarakat modern
yang diwadahi organisasi kekuatan publik berbentuk negara, forum resmi yang disediakan
oleh negara untuk penyelesaian perkara atau perselisihan biasanya adalah lembaga peradilan.
Pada era Industri selalu berkembang dan membutuhkan jenis-jenis pekerjaan dan
perusahaan yang berbeda. berbeda perilaku, mekanisme, permodalan hingga jenis-jenis
kerjasamanya. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial menggantikan dan mencabut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. Dengan demikian seiring
berjalannya waktu, kebutuhan masyarakat Indonesia pada saat ini, penyelesaian hubungan
industrial secara normatif telah mengalami banyak perubahan, yang terakhir dengan
diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (UU PPHI). Berdasarkan UU ini telah ada peradilan khusus yang
menangani penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI).
1
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan
Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja.
Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja yang selama ini diatur di dalam Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta,
ternyata tidak efektif lagi untuk mencegah serta menanggulangi kasus-kasus pemutusan
hubungan kerja. Hal ini disebabkan karena hubungan antara pekerja atau buruh dan
pengusaha merupakan hubungan yang didasari oleh kesepakatan para pihak untuk
mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja. Dalam hal salah satu pihak tidak menghendaki
lagi untuk terikat dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi para pihak untuk tetap
mempertahankan hubungan yang harmonis. Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar yang
terbaik bagi kedua belah pihak untuk menentukan bentuk penyelesaian
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat disimpulkan berbagai rumusan
masalah yaitu:
2
C. Tujuan pembahasan
Tujuan pembahasan dalam penulisan makalah ini adalah untuk melihat mekanisme apa saja
yang dapat dilakukan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial serta terdapat
masalah apa saja yang diatur didalam Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
3
BAB II
A. Pembahasan
Perselisihan hak merupakan perselisihan normatif yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan, atau peraturan perundang-undangan, maka
penyelesaiannya tidak diberikan kepada konsiliasi maupun arbitrase, tetapi sebelum diajukan ke
Pengadilan Hubungan Industrial terlebih dahulu melalui mediasi. Sementara perselisihan
kepentingan merupakan perselisihan yang terjadi akibat perbedaan pendapat atau kepentingan
mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja
bersama, peraturan perusahaan, atau peraturan perundang-undangan. Perselisihan kepentingan
ini pada tingkat pertama dan terakhir diputus oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Umum (tidak dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung), hal ini dimaksudkan untuk
menjamin penyelesaian yang cepat, tepat, adil, dan murah.
4
ketentuan dalam KUHPerdata khususnya menyangkut perjanjian, juga ketentuan-ketentuan
hukum publik (Undang-Undang Ketenagakerjaan).
Dijelaskan dalam pasal 3 sampai dengan pasal 7 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial melalui Perundingan Bipartit ini merupakan PPHI di luar pengadilan
hub.industri, yaitu setiap perselisihan hubungan industrial harus terlebih dahulu diselesaikan
melalui perundingan bipartit antara pengusaha dan pekerja dalam waktu tiga puluh hari (30)
kerja dihitung sejak tanggal dimulainya perundingan. Dalam jangka waktu tiga puluh hari kerja
apabila salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tidak
mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal sehingga salah satu pihak atau
kedua belah pihak wajib mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian
melalui bipartite telah dilakukan.
Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati
memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Apabila para pihak tidak
menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam jangka waktu tujuh hari,
maka instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat melimpahkan
penyelesaian perselisihan melalui mediator. Setiap perundingan bipartit harus dibuat risalah yang
isinya terdiri dari :nama lengkap dan alamat lengkap para pihak, tanggal dan tempat
perundingan, pokok masalah dan alasan perselisihan, pendapat para pihak, kesimpulan atau hasil
perundingan serta tanggal dan tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
5
Adapun mekanisme yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan PPHI di luar pengadilan
hubungan industri selain melalui perundingan bipartit adalah perundingan secara tripartit
sehingga apabila perundingan secar birpatit tidak berhasil maka salah 1 pihak mengajukan
perselisihan ini mengajukan permohonan agar perselisihannya diperantarai oleh pihak ke 3
dalam hal ini melibatkan orang lain, antara lain:
a. Melalui mediasi
b. Melalui konsiliasi
c. Arbitrase
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi, hal ini disebutkan dalam
pasal 8 sampai dengan pasal 18 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi
dilakukan oleh mediator dengan mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan sidang
mediasi. Apabila tercapai kesepakatan melalui sidang mediasi, maka dibuat perjanjian bersama
yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan di
pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Apabila tidak
tercapai kesepakatan melalui mediasi maka mediator mengeluarkan “anjuran tertulis.”
6
konsiliasi pertama. Para pihak wajib memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang
isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis. Para pihak yang tidak memberikan
pendapatnya/jawaban dianggap menolak anjuran tertulis. Apabila para pihak menyetujui anjuran
tertulis ,konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama
selambat-lambatnya tiga hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui yang kemudian didaftarkan di
pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Konsiliator wajib
menyelesaikan tugas konsiliasi selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja sejak menerima
permintaan penyelesaian perkara
7
mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkan putusan arbiter. Perselisihan hubungan
industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diahukan ke
pengadilan hubungan industrial.
Ke 3 lembaga ini kedudukannya sejajar, maka oleh para pihak jika keberatan dengan
lembaga ini yang keberatan tidak bisa meminta kepada konsilias atau arbitrase. Kalau
mengajukan keberatan langsung ke pengadilan atau jika sudah diselesaikan oleh lembaga
mediasi lalu keberatan maka tidak bisa meminta kepada konsiliasi atau arbitrase. Maka kalau
sudah diputus oleh arbitrase tersebut sudah final, kecuali jika dijumpai putusan arbitrase itu
ternyata mengandung cacat sesuai dalam ketentuan pasal 52 Undang-undang No.2 th 2004 baru
boleh mengajukan.
8
BAB III
A. Kesimpulan
B. Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/23493-ID-penyelesaian-perselisihan-hubungan-
industrial-berdasarkan-uu-nomor-2-tahun-2004.pdf
10