Anda di halaman 1dari 5

JAWABAN UJIAN AKHI SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2019/2020

MATA UJIAN HUKUM PERSEKUTUAN

SHEILA RIESTA DWIANANDA


120118028
KP A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2020
JAWAB :

KASUS I:

1. Direksi memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan perusahaan sesuai
dengan maksud dan tujuan perusahaan didirikan.  Kewenangan lain yang diberikan,
secara hukum antara lain direksi diberi kewenangan untuk mewakili perusahaan baik di
dalam maupun di luar pengadilan. Oleh karena kewenangan yang diberikan oleh kepada
direksi sangat besar maka ketika terjadi pailit terhadap perusahaan, peran direksi inilah
yang akan dilihat apakah telah melaksanakan kebijakan yang sudah tepat atau tidak.
Dengan melihat pasal 92 ayat (2) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas mensyaratkan kepada direksi sebagai berikut, “Direksi diberikan kewenangan
untuk menjalankan perusahaan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan oleh
undang-undang dan atau anggaran dasar”.
Lebih lanjut disebutkan dalam pasal 97 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, disebutkan bahawa:
(1) Direksi bertanggung jawab atas perseroan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 91
ayat 1”
(2) “Pengurusan sebagaimana dimaksud atas ayat 1, wajib dilaksanakn setiap anggota
Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.”

Maka dalam kasus diatas bentuk tanggung jawab direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas seluruh kewajiban perseroan, jika kepailitan tersebut terjadi
akibat kesalahan atau kelalaian direksi dalam menjalankan tugasnya. Tanggung jawab
atas tindakan direksi tersebut harus dinyatakan dalam sebuah putusan yang menyatakan
pailitnya perusahaan diakibatkan oleh tindakan direksi. Dalam situasi tersebut harta
pribadi direksi ikut disita untuk dilakukan pemberesan guna pembayaran bagi pihak
ketiga atau kreditor. Hal ini disebutkan dalam pasal 104 ayat (2) Undang-undang No.40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang menegaskan, “Dalam hal kepailitan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan
harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan
tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh
kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.”

2. Direksi dapat dimintakan pertanggungjawaban pribadi atas kepailitan perseroan.


Sebagaimana yang telah disebutkan pada paasal 92 juncto pasal 97 Undang-undang
No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yaitu, direksi diberikan wewenang atau
kekuasaan untuk melakukan tugas pengurusan dan perwakilan. Karena dalam melakukan
tindakan kepengurusan, direksi harus sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan
ekonomi perusahaan. Sebagaimana diketahui, direksi merupakan subjek hukum yang
mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sehingga direksi dapat
dimintakan pertanggungjawaban pribadi berdasarkan pasal 104 ayat (2) Undang-undang
No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, mengatur bahwa direksi yang terbukti
telah melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan perseroan dan karena
perbuatan tersebut perseroan menjadi pailit maka kreditor dapat meminta
pertanggungjawaban direksi secara pribadi. Sebaliknya, apabila direksi melakukan
pengurusan perseroan secara benar dan sungguh-sungguh demi dan untuk kepentingan
perseroan, mereka tidak dapat diminta pertanggungjawaban sehingga kewajiban pihak
yang dirugikanlah yang akan membuktikan apakah direksi melakukan pengurusan
perseroan dengan tidak benar dan tidak sungguh-sungguh.
3. Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota direksi
bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugas-tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi harus mematuhi
anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini
direksi harus menjalankan tugas-tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Organ perseroan untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance, direksi tidak
secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Menurut Undang-undang
Perseroan Terbatas, direksi merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri satu atau
lebih anggota yang dikenal dengan sebutan direktur. Pada prinsipnya hanya ada satu
orang direktur, akan tetapi dalam hal-hal tertentu sebuah Perseroan Terbatas haruslah
mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut :
a. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat
b. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang
c. Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka.
Adapun tanggung jawab direksi menurut Pasal 97 ayat (1,2, dan 3) UU Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
(1) Bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
(2) Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan
(3) Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

Adapun tanggung jawab direksi apabila terjadi pelanggaran pada prinsip Good Corporate
Governance (GCG) dalam pengelolaan Perseroan Terbatas, yaitu :

a. Tanggung jawab perdata dan tanggung jawab pidana prinsip tanggung jawab perdata
dapat berupa tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab renteng.
b. Tanggung jawab secara pidana menegaskan ada elaborasi tanggung jawab dari
semula bersifat keperdataan saja, namun mencakup juga tanggung jawab pidana dari
sisi penanggung jawab, pihak mana yang dianggap paling bertanggung atas perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan atau terkait dengan kegiatan usaha korporasi, atau
diatribusikan sebagai beban korporasi selaku badan hukum yang telah diakui
keberadaannya selayaknya manusia alamiah (naturiljk persoon)

KASUS II:

1. Dari kasus di atas PT. Sumber Makmur perlu menerapkan konsep Corporate Social
Responsibility terhadap pencemaran yang telah terjadi dan wajib melakukan pemulihan
fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran yang diakibatkan oleh perusahaan tersebut.
Sesuai dengan pasal 54 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pemulihan fungsi lingkungan hidup dapat dilakukan
dengan tahapan penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar,
remidiasi, rehabilitasi, restorasi dan atau dengan cara lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka terhadap PT. Sumber Makmur
dapat dikenakan sanksi, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 74 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sudah jelas dimuat bahwa tanggung
jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan suatu kewajiban
yang harus dilaksanakan Perseroan Terbatas dan apabila tidak dilaksanakan maka dikenai
sanksi. Selanjutnya dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang
Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perseroan Terbatas ditegaskan bahwa tanggung
jawab sosial lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan
yang didalamnya memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan tanggung jawab sosial lingkungan.

2. Dalam kasus diatas terdapat prosedur penyelesaian limbah PT. Sumber Makmur sebagai
wujud penerapan dari konsep tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility) yaitu dengan memperbaiki saluran pembuangan limbah yang mengalami
kebocoran atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran, menyiapkan
tempat khusus pembuangan limbah pabrik agar tidak masuk ke lahan persawahan milik
warga sekitar, memberikan pasokan air bersih karena limbah yang masuk dan bercampur
dengan air sumur itu mengakibatkan air tersebut menjadi tidak layak untuk dikonsumsi,
Serta disebutkan bahwa Direktur PT. Sumber Makmur memberikan pernyataan bahwa
pihak perusahaan telah melakukan pengolahan limbah atau daur ulang limbah secara
tepat dan sesuai dengan prosedur, agar limbah tersebut mampu dimanfaatkan dan
digunakan kembali untuk keperluan yang berguna untuk pelestarian lingkungan hidup.
Mengingat bahwa dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup yang menegaskan bahwa, setiap orang yang melakukan
kegiatan usaha berkewajiban:

 Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan


hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu.
 Menjaga keberlangsungan fungsi lingkungan hidup.
 Mentaati kententuan tentang mutu lingkungan hidup atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai