Hubungan Predisposing Factor Dengan Perilaku Pengg PDF
Hubungan Predisposing Factor Dengan Perilaku Pengg PDF
ABSTRACT
Personal Protective Equipment (PPE) is anything used by workers to minimise risk to the person’s health or safety. The
purpose of this study was to analyze predisposing factors related to the behavior in the use of PPE in Production Unit I
PT Petrokimia Gresik. This research was an analytic-observational research with cross sectional design. Sample in this
research were 100 workers. PPE that must be used namely safety helmet, safety shoes, and respirator. The results showed
that the majority of the workers (95%) were well behaved in the use of PPE in the workplace. Statistical analysis showed
that the knowledge (p = 0.019; r = 0.346) was the significant factors related to the behavior of the use of PPE and have
lower relationships. The conclusion was that the higher the level of knowledge, the better behavior in the use of PPE,
while suggestions for the company is the need to increase the amount of training related to K3 especially regarding PPE
informally, supervisors to be more assertive to punish or sanction against employees who violate the rules, no matter
the level of education, age, and length of service, and the need to increase K3-related surveillance and establish good
communication with workers.
ABSTRAK
Alat Pelindung Diri (APD) adalah segala yang dipakai oleh seseorang untuk meminimalkan risiko bahaya kesehatan
maupun keselamatan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan
APD di Unit Produksi I PT Petrokimia Gresik. Penelitian ini bersifat observasional analitik, dengan desain cross
sectional. Subjek penelitian sebanyak 100 tenaga kerja. APD wajib yang digunakan yaitu safety helmet, safety shoes, dan
respirator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja berperilaku baik dalam menggunakan APD
di tempat kerja (95%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengetahuan (p = 0,019; r = 0,346) sebagai faktor
yang berhubungan signifikan dengan perilaku penggunaan APD dan memiliki kuat hubungan rendah. Kesimpulan adalah
semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin baik perilakunya dalam penggunaan APD, sedangkan saran untuk
perusahaan adalah perlu meningkatkan jumlah pelatihan yang berhubungan dengan K3 terutama mengenai APD secara
informal, supervisor agar lebih tegas dalam menegur atau memberi sanksi terhadap pekerja yang melanggar peraturan
dengan tidak memandang tingkat pendidikan, umur, maupun masa kerja, dan perlu melakukan peningkatan pengawasan
terkait K3 serta menjalin komunikasi yang baik dengan pekerja.
Kata kunci: perilaku, alat pelindung diri, perusahaan pupuk dan bahan kimia
©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY – SA license doi: 10.20473/ijosh.v6i1.2017.37-47 Received 29
December 2017, received in revised form 28 January 2017, Accepted 6 February 2017, Published online: 30 April 2017
38 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan–April 2017: 37–47
Januari–Mei 2016 sebanyak 16 korban meninggal Sesuai teori Lawrence Green yang dikutip
dan menduduki nomor satu kecelakaan tertinggi di dari Notoatmodjo (2003), terdapat 3 komponen
Jawa Timur. yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang,
Melihat besarnya angka kecelakaan kerja termasuk perilaku budaya K3. Salah satunya
tersebut, maka pengendalian risiko harus dilakukan adalah predisposing factors, yang meliputi: tingkat
dengan cara menerapkan hierarki pengendalian, pengetahuan, tingkat pendidikan, umur, dan masa
yang terdiri dari eliminasi, substitusi, pengendalian kerja.
teknik, pengendalian administratif, dan alat Berdasarkan latar belakang di atas, perilaku
pelindung diri (Ramli, 2010). dalam menggunakan alat pelindung diri dapat
Jika perusahaan telah melakukan dipengaruhi oleh faktor perilaku tiap individu itu
pengendalian secara eliminasi, substitusi, teknik sendiri, sehingga perlu dibuktikan dengan melakukan
dan administrasi namun masih terdapat potensi penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan
bahaya yang menimbulkan risiko kecelakaan perilaku penggunaan APD yang berbasis pada teori
kerja dan penyakit akibat kerja, maka diharuskan perilaku Lawrence Green.
melakukan pengendalian terakhir yaitu penggunaan
alat pelindung diri bagi tenaga kerja. Ada aturan
METODE
pemerintah yang mengatur tentang kewajiban
perusahaan dalam menyediakan alat pelindung Berdasarkan jenis penelitian dan cara
diri yaitu pengusaha wajib menyediakan APD bagi pengambilan data, penelitian berikut adalah jenis
pekerja/buruh di tempat kerja yang diatur dalam penelitian observasional yang di mana hanya
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan pengamatan saja tanpa memberikan
nomor 08 tahun 2010 Tentang APD. Peraturan perlakuan terhadap objek penelitian. Menurut tempat
tersebut juga mengatur tentang kewajiban pelaksanaan, penelitian berikut merupakan penelitian
perusahaan memberikan alat pelindung diri secara lapangan. Penelitian berikut menggunakan rancang
cuma-cuma kepada tenaga kerja yang membutuhkan bangun cross sectional karena pengamatan hanya
di tempat kerja. dilakukan pada suatu waktu atau periode tertentu.
APD telah disediakan oleh perusahaan untuk Populasi pada penelitian berikut yaitu tenaga
melindungi tenaga kerja agar meminimalkan kerja pada Unit Produksi I PT Petrokimia Gresik,
risiko dari dampak kecelakaan kerja. Tidak hanya pada Oktober 2016 yang berjumlah 134 tenaga
perusahaan yang wajib menyediakan alat pelindung dengan inklusi pendidikan terakhir minimal adalah
diri, namun tenaga kerja juga diwajibkan untuk SMA dan merupakan pegawai tetap (bukan PKWT
memakai alat pelindung diri yang sesuai dengan dan alih daya atau rekanan). Pengambilan sampel
potensi bahaya pada saat memasuki lingkungan pada penelitian ini dilakukan secara simple random
kerja. Hal ini sudah diatur oleh pemerintah dalam sampling. Setiap anggota unit populasi mempunyai
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kesempatan yang sama untuk diseleksi menjadi
nomor 8 tahun 2010 tentang APD pasal 6 ayat 1. sample (Notoatmodjo, 2002) dengan hasil sampling
Namun pada kenyataan di lapangan, masih seringkali sebanyak 100 tenaga kerja.
menemukan kasus tenaga kerja tidak mau patuh Variabel tergantung yang diteliti adalah perilaku
untuk menggunakan alat pelindung diri tersebut. penggunaan alat pelindung diri (APD), sedangkan
Banyak faktor yang menjadi penyebab tenaga variabel bebasnya adalah tingkat pengetahuan,
kerja tidak patuh menggunakan APD meskipun tingkat pendidikan, umur, masa kerja, ketersediaan
perusahaan telah menyediakan APD dan menerapkan APD, ketersediaan rambu APD dan penyuluhan
peraturan yang mewajibkan tenaga kerja dalam penggunaan APD, kebijaksanaan perusahaan
menggunakan APD, salah satunya adalah karena tentang penggunaan APD dan pengawasan dalam
faktor perilaku dari tiap tenaga kerja. Menurut Sari penggunaan APD.
(2012) disebutkan dalam penelitiannya bahwa ada Cara pengumpulan data menggunakan data
hubungan antara perilaku dalam menggunakan alat primer dan data sekunder. Data primer didapatkan
pelindung diri dengan angka kecelakaan kerja yang dari kuesioner, wawancara mendalam, dan
terjadi, yang di mana disebutkan bahwa tenaga observasi lapangan. Data sekunder didapatkan dari
kerja yang pernah mengalami kecelakaan pada saat data yang ada di perusahaan. Data yang diperoleh
sedang bekerja dan jarang menggunakan APD adalah akan dianalisa secara univariat dan bivariat. Untuk
sebesar 26,3%. hasil dari analisa data univariat akan disajikan
Muhammad Rizky Andriyanto, Hubungan Predisposing Factor… 39
dalam bentuk distribusi frekuensi disertai narasi, K3 lainnya dan penerapan K3 dapat dilaksanakan
namun untuk hasil dari analisa data bivariat akan sebaik-baiknya sehingga tercapai kondisi yang aman,
disajikan dalam bentuk tabulasi silang. Chi square nyaman dan produktif.
test dilakukan untuk uji analisa data bivariat yang Organisasi struktural yang membidangi K3
dan apabila hasil analisa data menyatakan bahwa adalah Bagian K3 yang terdiri dari 5: staf PBS, staf
hipotesa diterima maka akan kuat hubungan Keselamatan Kerja Pabrik I, staf Keselamatan Kerja
ditentukan dengan koefisien kontingensi. Pabrik II, staf Keselamatan Kerja Pabrik III dan staf
Kesehatan Kerja. Bagian K3 bertanggung jawab
kepada Departemen Lingkungan dan K3 dimana
HASIL
Departemen tersebut berada di bawah Kompartemen
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Teknologi.
PT Petrokimia Gresik merupakan Badan Usaha Organisasi non struktural terdiri dari Panitia
Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
produksi pupuk, bahan kimia dan jasa lainnya (P2K3) yang diketuai oleh Direktur Produksi,
seperti konstruksi dan engineering. Waktu kerja Sub P2K3 yang diketuai oleh General Manager/
bagi karyawan PT Petrokimia Gresik dibagi menjadi Kasat/Sesper masing-masing Unit Kerja setempat,
dua, yaitu karyawan shift dan non-shift. Pembagian dan pembentukan Safety representative sebagai
kerja karyawan shift, terdiri dari 3 shift yang masing- perwakilan K3 di unit-unit kerja yang bersangkutan
masing bekerja selama 8 jam setiap shift. sebagai usaha mempercepat pembudayaan K3,
PT Petrokimia Gresik memiliki organisasi melakukan peningkatan K3 dan menjadi model
di bidang K3. Ada organisasi struktural dan non K3 di unit kerjanya. Safety Representative adalah
struktural. Kedua organisasi tersebut memiliki Komite Pelaksana K3 yang mempunyai tugas
peran yang berbeda namun tetap satu tujuan yaitu untuk melaksanakan dan menjabarkan kebijakan
agar terciptanya zero accident di perusahaan dan K3 perusahaan serta melakukan peningkatan-
mengurangi penyakit akibat kerja. PT. Petrokimia peningkatan K3 di unit kerja yang menjadi
Gresik membentuk organisasi K3 struktural agar wewenang dan tanggung jawabnya.
dapat menjamin penerapan K3 di perusahaan sesuai Berdasarkan hasil wawancara mendalam
dengan Undang-Undang No. 1/70 serta peraturan kepada Kabag K3 Pabrik I PT Petrokimia Gresik
2016 bahwa perusahaan sudah berkomitmen penuh
g
terhadap K3 di perusahaan dengan membuat
Kakomp Teknologi Staf PBS
StafPBS kebijakan terkait K3 termasuk salah satunya
(Perlengkapan,
penggunaan APD di tempat kerja. Perusahaan telah
Bina dan Sidik)
Departemen
Lingkungan dan
Staf Keselamatan
K3
Kerja Pabrik I
Kabag K3
Staf Keselamatan
Kabag PMK Kerja Pabrik III
Staf Kesehatan
Kerja
Gambar 1. Organisasi Struktural Departemen LK3 Gambar 2. Kebijakan SMK3 PT Petrokimia Gresik
2016 2016
40 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan–April 2017: 37–47
Tabel 6. Tabulasi Silang antara Tingkat Pendidikan Tabel 9. Distribusi Masa Kerja
dengan Perilaku Penggunaan APD
Masa Kerja Frekuensi Persentase
Perilaku Penggunaan APD Belum lama ( ≤ 18 tahun) 71 71
Pendidikan Baik Kurang Total Lama ( > 18 tahun) 29 29
∑ % ∑ % ∑ % Jumlah 100 100
SMA 89 95 5 5 94 100
Perguruan APD dan terkategori tingkat pendidikan lulusan
6 100 0 0 6 100
Tinggi SMA adalah 95% sedangkan tenaga kerja yang baik
dalam menggunakan APD dan terkategori tingkat
pengetahuan yang kurang baik sebesar 60%. pendidikan sarjana sebesar 100%. Berdasarkan hasil
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan signifikansi uji statistik didapatkan signifikansi 1 > α sehingga
0,019 < α sehingga dapat diartikan bahwa antara dapat dikatakan bahwa antara tingkat pendidikan
tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan alat dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri tidak
pelindung diri memiliki hubungan. Setelah diketahui memiliki kuat hubungan. Hal ini berarti semakin
terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tinggi pendidikan, maka semakin baik perilakunya
dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri, terhadap penggunaan APD.
maka didapatkan nilai koefisien kontingensinya Berdasarkan data tabel distribusi di atas
yaitu sebesar 0,346. Setelah membandingkan dengan menyatakan bahwa tenaga kerja bagian Unit
tabel koefisien kontingensi, tingkat pengetahuan Produksi I PT Petrokimia Gresik 2016 sebanyak
dengan perilaku tenaga kerja dalam menggunakan 72% tenaga kerja terkategori muda. Sisanya 28%
APD memiliki kuat hubungan yang rendah. Tenaga tenaga kerja di Unit Produksi I PT Petrokimia
kerja yang tingkat pengetahuannya baik lebih baik Gresik terkategori tua. Berdasarkan observasi di
perilakunya dalam menggunakan APD daripada lapangan, umur tenaga kerja termuda adalah 19
yang tingkat pengetahuannya kurang. tahun sedangkan umur tenaga kerja tertua adalah
Berdasarkan data distribusi tingkat pendidikan 56 tahun.
terakhir pada tenaga kerja di bagian Unit Produksi Tabel di atas dapat dikatakan bahwa tenaga kerja
I PT Petrokimia Gresik 2016 dinyatakan bahwa yang baik dalam menggunakan APD dan memiliki
sebesar 94% tenaga kerja terkategori tamat SMA. kategori umur yang muda adalah 97% sedangkan
Sisanya 6% tenaga kerja di Unit Produksi I PT tenaga kerja yang baik dalam menggunakan APD
Petrokimia Gresik terkategori tamat perguruan dan terkategori umur yang tua adalah sebesar 89%.
tinggi. Hal ini berarti tenaga kerja pada bagian Unit Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan signifikansi
Produksi I didominasi oleh lulusan SMA. 0,132 > α sehingga diartikan tidak memiliki kuat
Tabel di atas dapat dikatakan bahwa tenaga kerja hubungan antara umur dengan perilaku penggunaan
yang memiliki perilaku baik dalam menggunakan APD. Hal tersebut berarti semakin muda tingkat
42 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan–April 2017: 37–47
Tabel 10. Tabulasi Silang antara Masa Kerja Tabel 11. Distribusi Perilaku Penggunaan APD
dengan Perilaku Penggunaan APD
Perilaku
Frekuensi Persentase
Perilaku Penggunaan APD Penggunaan APD
Masa Kerja Baik Kurang Total Baik 95 95
∑ % ∑ % ∑ % Tidak Baik 5 5
Belum Lama 69 97 2 3 71 100 Jumlah 100 100
Lama 26 90 3 10 29 100
Pengetahuan atau wawasan seseorang mendasari para pekerja untuk berperilaku baik dalam
terkadang didapat dari pengalaman dari berbagai hal penggunaan APD. Hasil penelitian ini sama
sumber misalnya buku bacaan, media massa, media dengan penelitian Fitriani (2014) yang menyatakan
elektronik, teman, pengawas di perusahaan maupun bahwa ada kuat hubungan antara pengetahuan
tenaga kesehatan yang tersedia di perusahaan. dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri
Seseorang yang mempunyai pendidikan tinggi tenaga kerja.
diperkirakan dapat memahami informasi yang
disampaikan. Dapat dikatakan semakin tinggi Pendidikan
pendidikan formal yang diterima responden tentu, Komponen predisposing factor yang kedua
maka semakin baik pula pemahaman responden adalah pendidikan. Luasnya pengetahuan seseorang
dalam menerima sebuah informasi baru pada ditentukan oleh pendidikan seseorang yang dimana
umumnya. Pengetahuan merupakan resultan dari akan sangat sulit menerima sesuatu yang baru bagi
pengindraan terhadap suatu objek melalui dari indera orang yang tingkat pendidikannya rendah.
penglihatan dan pendengaran yang mempengaruhi Menurut Notoatmodjo (2005), pendidikan
pengetahuan dan perilaku seseorang. Sehingga didefinisikan sebagai masing-masing dari pengaruh,
pengetahuan bisa didapatkan setiap saat dalam usaha, perlindungan dan bantuan yang akan
kehidupan sehari-hari (Prasetyo, 2015). ditujukan kepada anak didik yang berproses menjadi
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel dewasa. Hal tersebut dapat diartikan secara tidak
1 dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan dan langsung akan memiliki pengaruh sedikit banyaknya
perilaku penggunaan alat pelindung diri memiliki terhadap perilaku dari tenaga kerja. Adapun program
kuat hubungan, walaupun rendah. Tenaga kerja pendidikan yang diberikan pada tenaga kerja dalam
yang tingkat pengetahuannya baik, lebih baik bidang keselamatan dan kesehatan kerja dapat
dalam menggunakan APD daripada yang tingkat memberikan landasan yang mendasar sehingga
pengetahuannya kurang. memerlukan partisipasi secara efektif dalam
Hal ini dikarenakan pengetahuan merupakan menemukan solusi masalah yang berada di tempat
informasi yang mendasari untuk terjadinya kerja.
perilaku. Minimnya pengetahuan tentang APD Pendidikan seseorang mempengaruhi cara
membuat tenaga kerja tersebut kurang memahami berfikir dalam menghadapi pekerjaan. Ada banyak
cara berperilaku menggunakan APD dengan baik, faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan
sehingga dalam melakukan pekerjaannya, tenaga produktivitas kerja yang dilakukan, namun faktor
kerja tersebut lebih rentan memiliki dampak yang pendidikan merupakan salah satu yang memiliki
lebih besar apabila terjadi kecelakaan kerja dan pengaruh sangat besar. Semakin tinggi tingkat
ataupun penyakit akibat kerja daripada tenaga pendidikan seseorang, maka semakin besar juga
kerja yang memiliki perilaku baik terhadap kemungkinan tenaga kerja dapat bekerja dan
penggunaan APD. Perusahaan sudah memberikan melaksanakan pekerjaannya dengan baik (Madyanti,
sosialisasi tentang K3, namun kurang spesifik 2012).
terkait penggunaan APD sehingga hal ini yang Penelitian yang dilakukan di Unit Produksi I
menyebabkan beberapa tenaga kerja masih belum PT Petrokimia Gresik tidak dapat membuktikan
memahami secara detail penggunaan APD dengan hipotesis ini. Hasil penelitian yang ditunjukkan pada
baik dan benar. tabel 5.9 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan perilaku penggunaan APD tidak memiliki kuat
kepada Staf Madya KK Pabrik I PT Petrokimia hubungan.
Gresik 2016 menyimpulkan bahwa perusahaan Hal tersebut dikarenakan pihak PT Petrokimia
sudah berkomitmen penuh terhadap K3 di Gresik selalu mengadakan pelatihan di luar setiap
perusahaan dengan membuat kebijakan terkait satu tahun sekali. Hal ini bertujuan untuk refreshing
K3 termasuk salah satunya penggunaan APD di mengenai ilmu K3. Pendidikan tidak hanya
tempat kerja. Perusahaan juga telah memberikan didapatkan pada pendidikan formal, namun bisa
pengawasan secara ketat terhadap penggunaan APD didapatkan di luar pendidikan formal (informal)
dengan dilakukannya patrol rutin di area pabrik, seperti mendapatkan informasi dari media cetak,
pembentukan safety representative di tiap bagian dan penyuluhan K3 atau tukar pikiran dengan rekan
pemberian sanksi apabila melanggar aturan terkait kerja yang lebih berpengalaman. Hasil yang sama
penggunaan APD di tempat kerja. Hal ini yang didapatkan pada penelitian Saputri (2014) bahwa
44 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan–April 2017: 37–47
antara tingkat pendidikan pekerja dengan perilaku mematuhi dalam hal penggunaan APD sehingga
penggunaan alat pelindung diri tidak memiliki tidak ada perbedaan antara usia muda maupun usia
hubungan. tua dalam hal penggunaan alat pelindung diri.
Penelitian ini selaras dengan penelitian Dyah
Umur (2014), yang menyatakan bahwa antara umur dengan
Komponen predisposing factor yang ketiga kepatuhan menggunakan APD tidak ada memiliki
adalah umur. Menurut Notoadmodjo (2012), kuat hubungan. Tidak adanya hubungan antara umur
perilaku juga bergantung pada karakteristik atau dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri
faktor lain dari tenaga kerja itu sendiri. Salah satu di Unit Produksi I PT Petrokimia Gresik bertolak
karakteristik dari tenaga kerja adalah faktor umur belakang dengan salah satu penelitian lain. Hasil
yang mempengaruhi perilaku patuh menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Jannah (2009),
APD. tidak sejalan dengan penelitian ini karena pada
Umur yaitu lama hidup seseorang dihitung penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan
sejak dia dilahirkan sampai saat ini. Menurut Gilmer antara umur dari tenaga kerja dan kepatuhan
yang dikutip Mulyanti (2008), menyatakan bahwa menggunakan alat pelindung diri meskipun memiliki
penampilan kerja yang akan berkaitan dengan kuat hubungan yang rendah. Menurut Azis (2010),
tingkat kinerja dipengaruhi oleh umur dari orang ada hubungan antara usia kerja dengan tingkat
tersebut. Dalam perkembangan zaman, fisik dan kepatuhan menggunakan APD karena semakin
mental manusia pasti akan mengalami perubahan dewasa akan semakin kuat mengambil pemikiran.
tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukannya.
Masa Kerja
Tenaga yang memiliki usia tua relatif tenaga fisiknya
lebih terbatas daripada tenaga kerja yang masih Komponen predisposing factor yang keempat
muda pada umumnya (Madyanti, 2012). adalah masa kerja. Salah satu faktor karakteristik
Penelitian di Unit Produksi I PT Petrokimia tenaga kerja yang dapat membentuk perilaku yaitu
Gresik, tidak dapat membuktikan hipotesis ini. Pada masa kerja. Hal ini seharusnya semakin lama tenaga
penelitian tersebut menyatakan bahwa tidak ada kerja berada di suatu perusahaan akan membuat
hubungan antara umur dengan perilaku penggunaan tenaga kerja tersebut lebih banyak mengenal kondisi
alat pelindung diri, tenaga kerja yang berumur muda lingkungan tempat kerjanya daripada tenaga kerja
dan tua memiliki persentase hampir sama dalam yang baru masuk perusahaan (Notoatmodjo, 2012).
perilaku penggunaan alat pelindung diri. Menurut teori Anderson dalam Notoadmodjo
Hal ini dikarenakan perusahaan mempunyai (2012), bahwa di mana ia berada semakin lama
komitmen yang tinggi dalam menegakkan pengalaman kerja seseorang, maka semakin terampil,
kedisiplinan dalam penggunaan APD. Berbagai usaha dan biasanya semakin lama semakin mudah ia
sudah dilaksanakan, seperti: pengadaan APD yang memahami tugas sehingga memberi peluang untuk
cukup baik, memberikan pengawasan secara ketat meningkatkan prestasi serta beradaptasi dengan
terhadap penggunaan APD dengan dilakukannya lingkungan seseorang maka pengalaman yang
patrol rutin di area pabrik, pembentukan safety diperoleh akan semakin baik (Sudarmo, dkk.,
representative di tiap bagian dan pemberian sanksi 2016).
apabila melanggar aturan terkait penggunaan APD Pengalaman seseorang dalam pekerjaannya
di tempat kerja, serta memberikan education berupa dan lingkungan pada saat dia bekerja dipengaruhi
pelatihan untuk para pekerja. Menurut Atmodiwirio oleh masa kerja tenaga kerja tersebut, seharusnya
(2002), bentuk kegiatan yang dapat membantu tenaga semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pula
kerja untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan keterampilannya, sehingga bisa
maupun membentuk sikap, perilaku yang dibutuhkan menjadikan seseorang untuk bekerja lebih baik lagi
untuk melakukan pekerjaannya dengan baik daripada seseorang atau tenaga kerja yang belum
yaitu dengan melakukan suatu pelatihan. Hal ini memiliki pengalaman apapun. Pengalaman dalam
berarti pelatihan seharusnya membuat tenaga kerja hal apapun akan lebih meningkatkan kewaspadaan,
berperilaku sesuai dengan kebijakan penggunaan salah satunya yaitu terhadap kecelakaan kerja.
APD karena pelatihan merupakan salah satu cara Seiring bertambahnya sesuai dengan usia, masa
yang dapat dilakukan untuk membuat tenaga kerja kerja di perusahaan dan lamanya bekerja akan
berperilaku baik dalam menggunakan APD. Hal ini meningkat. Hal ini seharusnya berbanding terbalik
yang seharusnya mendasari tenaga kerja agar dapat dengan tenaga kerja yang baru masuk kerja. Mereka
Muhammad Rizky Andriyanto, Hubungan Predisposing Factor… 45
awal mulanya belum tahu pasti seluk beluk jenis digunakan apabila bentuk pengendalian sebelumnya
pekerjaan apalagi keselamatannya di tempat kerja dari hierarki pengendalian sudah dilakukan secara
secara mendalam. Pengalaman yang didapatkan di maksimal namun masih ada risiko dan potensi
tempat kerja akan saling berkaitan dengan lamanya bahaya masih tetap tinggi. Penggunaan alat
kerja seseorang dapat, maka semakin lama seseorang pelindung diri merupakan alternatif terakhir untuk
bekerja semakin banyak pula pengalaman dan melindungi tenaga kerja. Penggunaan APD pada
semakin tinggi pengetahuan serta keterampilannya tenaga kerja bagian Unit Produksi I PT Petrokimia
(Madyanti, 2012) Gresik 2016 menyatakan bahwa sebagian besar
Hipotesis ini tidak dapat dibuktikan pada Unit tenaga sudah memiliki perilaku yang baik yaitu
Produksi I PT Petrokimia Gresik. Hasil penelitian ini sebesar 95% sedangkan sisanya sebanyak 5% tenaga
menyatakan tidak ada kuat hubungan yang signifikan kerja masih tidak baik dalam menggunakan APD.
antara masa kerja dengan perilaku penggunaan alat Hasil penelitian di atas selaras dengan penelitian
pelindung diri. Fitriani (2014) di Unit Produksi III PT. Petrokimia
Hal ini dikarenakan perusahaan sudah Gresik menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga
berkomitmen penuh terhadap K3 di perusahaan kerja patuh dalam menggunakan alat pelindung
dengan membuat kebijakan terkait K3 termasuk diri ketika bekerja (79,3%), sementara itu hanya
salah satunya penggunaan APD di tempat kerja. sebagian kecil tenaga kerja berperilaku tidak
Tenaga kerja baru dan tenaga kerja lama memiliki menggunakan APD ketika bekerja (20,7%). Hal
kewajiban yang sama dalam mematuhi kebijakan ini dapat terjadi jika didukung oleh perusahaan
yang ada di perusahaan. Perusahaan juga telah termasuk komitmen penuh oleh perusahaan terhadap
memberikan pengawasan secara ketat terhadap K3 dengan membuat kebijakan terkait K3 termasuk
penggunaan APD dengan dilakukannya patrol rutin salah satunya penggunaan APD di tempat kerja.
di area pabrik, pembentukan safety representative di Bukan hanya itu saja, perusahaan juga memberikan
tiap bagian dan pemberian sanksi apabila melanggar pengawasan secara ketat terhadap penggunaan APD
aturan terkait penggunaan APD di tempat kerja. Hal dengan dilakukannya patrol rutin di area pabrik,
ini yang mendasari para pekerja dapat mematuhi pembentukan safety representative di tiap bagian
dalam hal penggunaan APD. Penelitian ini selaras dan pemberian sanksi apabila melanggar aturan
pada penelitian Ahyar (2001) yang membuktikan terkait penggunaan APD di tempat kerja.
bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan Menurut Halimah (2010) pengawas adalah suatu
kepatuhan penggunaan APD. pekerjaan memberi tugas, mengawasi pekerjaan,
menyediakan pelatihan, memberikan instruksi dan
Perilaku Penggunaan APD nasihat kepada orang yang membutuhkan dengan
Perilaku didefinisikan suatu bentuk respons baik dan benar sesuai prosedur. Pengawas juga
individu yang diakibatkan oleh adanya suatu bertugas untuk mendengarkan dan memecahkan
pengaruh dari sebelumnya. Akibat adanya penyebab suatu masalah yang berhubungan dengan pekerjaan
yang melatarbelakanginya sehingga perilaku serta harus tanggap dengan apapun kejadian yang
individu tersebut dapat terbentuk. Perilaku dalam ada di lingkungan kerja termasuk keluhan bawahan.
KBBI (2007), didefinisikan sebagai suatu reaksi Tujuan dibentuknya pengawas sendiri yaitu untuk
individu terhadap rangsangan. memberikan motivasi tenaga kerja dan memastikan
Perilaku adalah tindakan yang diperbuat oleh agar melakukan pekerjaannya dengan baik dan
makhluk hidup. Teori perilaku yang sering digunakan benar.
di bidang kesehatan adalah teori Lawrence Green Menurut Bisen dan Priya (2005), dukungan
yang membagi menjadi dua yaitu faktor perilaku dan tenaga kerja dan pelatihan merupakan elemen
faktor non-perilaku. Selanjutnya Green membedakan yang paling penting untuk menciptakan budaya
faktor perilaku menjadi tiga faktor utama yaitu faktor pada suatu perusahaan. Oleh karena itu, untuk
predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin membentuk budaya kepatuhan menggunakan APD,
(enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing perusahaan perlu melibatkan dukungan tenaga
factor) (Notoatmodjo, 2007). kerja dan melaksanakan pelatihan yang sesuai
APD didefinisikan sebagai suatu alat yang dengan kebutuhan. Dukungan tenaga kerja terhadap
dipakai agar terhindar dari penyakit dan cidera akibat kebijakan APD sangat penting karena tenaga kerja
kerja bagi tenaga kerja yang menggunakannya. APD adalah pelaku utama dalam perilaku kepatuhan
menggunakan APD.
46 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan–April 2017: 37–47
APD pada Pekerja Kerangka Bangunan (Proyek Sudarmo, Helmi, Z. N, & Marlinae, L. 2016. Perilaku
Hotel Mercure Grand Mirama Extention di PT. terhadap Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung
Jagat Konstruksi Abdipersada. Jurnal; Surabaya. Diri (APD) untuk Pencegahan Penyakit Akibat
FKM Universitas Airlangga. Kerja. Jurnal Berkala Kesehatan. Vol. 2, Mei
Sari, Citra Ratna. 2012. Hubungan Karakteristik 2016: 27–44.
Tenaga Kerja dengan Kecelakaan Kerja. Skripsi;
Surabaya. FKM Universitas Airlangga.