Anda di halaman 1dari 23

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala rahmat, berkah, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM. Makalah ini disusun
guna memberikan informasi tambahan mengenai perspektif Islam tentang IPTEK
dan seni, dan juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sumbernya berupa artikel dan
tulisan telah penulis jadikan referensi guna penyusunan makalah ini, semoga dapat
terus berkarya guna menghasilkan tulisan-tulisan yang mengacu terwujudnya
generasi masa depan yang lebih baik. Penulis berharap, semoga informasi yang ada
dalam makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis menerima kritik dan saran yang
membantu guna penyempurnaan makalah ini. Surabaya, 12 September 2009
Penulis DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...2 DAFTAR ISI...3 BAB I PENDAHULUAN 4 1.1. Latar


Belakang. 4 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Tujuan Penulisan.. 5 1.4. Metode
Penulisan.. 5 1.5. Sistematika Penulisan...5 BAB II IPTEK DAN SENI 6 2.1.
Pengertian IPTEK 7 2.2. Pengertian Seni 2.3. Integrasi Iman, Ilmu, Teknologi dan
Seni. BAB III PERAN DAN TANGGUNGJAWAB 30 3.1. Keutamaan Orang
yang Berilmu. 3.2. Tanggungjawab Ilmuwan Terhadap Lingkungan. BAB IV
PENUTUP...81 4.1. Kesimpulan...8 1 4.2. Saran.81 DAFTAR PUSTAKA...82

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.2.Rumusan Masalah Makalah ini


terfokuskan pada empat masalah yang akan dibahas penulis yaitu : 1.2.1. Apakah
pengertian IPTEK? 1.2.2. Apakah pengertian seni? 1.2.3. Bagaimana integrasi
iman, ilmu, teknologi dan seni dalam Islam? 1.2.4. Apakah peran utama orang
yang berilmu dan tanggungjawab ilmuwan terhadap lingkungan? 1.3.Tujuan
Penulisan Makalah ini disusun dengan tujuan : 1.3.1. Mengetahui pandangan Islam
maupun sekuler terhadap IPTEK dan seni serta integrasi iman, ilmu, teknologi, dan
seni. 1.3.2. Mengetahui peran utama orang yang berilmu dan tanggungjawab
ilmuwan terhadap lingkungan. 1.4.Metode Penulisan 1.4.1. Metode Literatur /
Kepustakaan Penulis menggunakan studi kepustakaan dari berbagai sumber berupa
media elektronik yang memuat informasi berkaitan dengan IPTEK dan seni dalam
perspektif Islam. 1.5.Sistematika Penulisan Makalah ini disusun secara sistematis
terdiri dari 4 bab : BAB I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II Animisme, Dinamisme, dan Kejawen dalam pandangan Islam BAB III
Seni, budaya Indonesia, dan perkembangan iptek dalam pandangan Islam BAB IV
Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran. DAFTAR PUSTAKA
BAB II IPTEK DAN SENI 2.1. Pengertian IPTEK Pengetahuan yang dimiliki
manusia ada dua jenis, yaitu: 1. Dari luar manusia, ialah wahyu, yang hanya
diyakini bagi mereka yang beriman kepada Allah swt. Ilmu dari wahyu diterima
dengan yakin, sifatnya mutlak. 2. Dari dalam diri manusia, dibagi dalam tiga
kategori : pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Ilmu dari manusia diterima
dengan kritis, sifatnya nisbi. Al-Qur an dan As-Sunnah adalah sumber Islam yang
isi keterangannya mutlak dan wajib diyakini (QS. Al-Baqarah/2:1-5 dan QS. An-
Najm/53:3-4). Dalam sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat
berbeda maknanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia
melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat sedangkan, ilmu adalah
pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi dan
diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji
kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Secara etimologis kata ilmu
berarti kejelasan, oleh karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya
mempunyai ciri kejelasan. Dalam Al-Qur an, ilmu digunakan dalam arti proses
pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan.
Dalam kajian filsafat, setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian.
Sebab itu seseorang yang memperdalam ilmu tertentu disebut sebagai spesialis,
sedangkan orang yang banyak tahu tetapi tidak mendalam disebut generalis. Istilah
teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan. Dalam sudut pandang budaya,
teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari
ilmu pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik
obyektif dan netral. Dalam situasi tertentu teknologi tidak netral lagi karena
memiliki potensi untuk merusak dan potensi kekuasaan. Di sinilah letak perbedaan
ilmu pengetahuan dengan teknologi.

Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan


bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negatif berupa
ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya yang
berakibat kehancuran alam semesta. Dalam pemikiran Islam, ada dua sumber ilmu
yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Manusia diberi
kebebasan dalam mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntunan Al-Qur an
dan sunnah rasul. Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran Islam ada yang bersifat
abadi (perennial knowledge) tingkat kebenarannya bersifat mutlak, karena
bersumber dari Allah. Ada pula ilmu yang bersifat perolehan (aquired knowledge)
tingkat kebenarannya bersifat nisbi, karena bersumber dari akal pikiran manusia.
Dalam pemikiran sekuler perennial knowledge yang bersumber dari wahyu Allah
tidak diakui sebagai ilmu, bahkan mereka mempertentangkan antara wahyu dengan
akal, agama dipertentangkan dengan ilmu. Sedangkan dalam ajaran Islam wahyu
dan akal, agama dan ilmu harus sejalan tidak boleh dipertentangkan. Memang
demikian adanya karena hakikat agama adalah membimbing dan mengarahkan
akal. 2.2. Pengertian Seni Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia
dengan segala prosesnya. Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang. Hasil ekspresi
jiwa tersebut berkembang menjadi bagian dari budaya manusia. Seni identik
dengan keindahan. Keindahan yang hakiki identik dengan kebenaran. Keduanya
memiliki nilai yang sama yaitu keabadian. Seni yang lepas dari nilai-nilai
ketuhanan tidak akan abadi karena ukurannya adalah hawa nafsu bukan akal dan
budi. Seni mempunyai daya tarik yang selalu bertambah bagi orang-orang yang
kematangan jiwanya terus bertambah. 2.3. Integrasi Iman, Ilmu, Teknologi dan
Seni Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu
sistem yang disebut Dienul Islam. Di dalamnya terkandung tiga

unsur pokok yaitu aqidah, syari ah dan akhlak, dengan kata lain iman, ilmu dan
amal shaleh atau ikhsan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur an
S.Ibrahim/14:24-25. Ayat di atas menganalogikan bangunan Dienul Islam
bagaikan sebatang pohon yang baik, iman diidentikkan dengan akar dari sebuah
pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu diidentikkan dengan batang
pohon yang mengeluarkan dahan-dahan/cabang-cabang ilmu pengetahuan.
Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu identik dengan teknologi dan seni.
Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan
bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan manfaat bagi umat manusia dan
alam lingkungannya bahkan akan menjadi malapetaka bagi kehidupannya sendiri.
Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah
akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan ummat manusia termasuk
bagi lingkungannya.

BAB III PERAN DAN TANGGUNGJAWAB 3.1. Keutamaan Orang yang


Berilmu Seringkali manusia melupakan segi etika atau moral dari hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungan. Secara moral adalah normal apabila
lingkungan akan memberikan kepada manusia berbagai hal yang akan
diketemukannya. bahkan manusia juga harus memberikan toleransi kepada
kenyataan bahwa sewaktu-waktu dapat timbul malapetaka bagi kehidupan
manusia. Jika manusia dapat berlaku adil dengan semua yang makhiuk hidup di
alam ini, maka disini letak kebenaran norma moral yang baik, dimana manfaat
yang dieroleh dari alam ini, harus juga memberikan manfaat kepada manusia lain.
Manusia dan masyarakat mengembangkan sistem nilai yang sesuai dengan keadaan
lingkungan. Manusia menyesuaikan pada hidupnya dengan irama yang ditentukan
oleh lingkungan alam. Karena perubahan lingkungan alam berada diluar kendali
tangan manusia, maka manusia memasrahkan diri kepada lingkungan. Hal inilah
yang melahirkan suatu kebiasaan, tradisi dan hukum yang tidak tertulis, yang
kemudian mengatur pergaulan hidup masyarakat. Perilaku manusia merupakan
pencerminan dari moral manusia yang dimilikinya. Citra manusia hanya
mempunyai relevansi, jika dalam kehidupan bersama dalam kelompok masyarakat.
Sebab dalam kehidupan berkelompok itulah terdapat sistem-sistem perlambang
yang selanjutnya berfungsi sebagai sumber nilai. Cara manusia mewujudkan diri
adalah hasil pilihannya sendiri. Oleh karena itu, apapun pilihannya, manusia
sendiri yang bertanggung jawab. 3.2. Tanggungjawab Ilmuwan Terhadap
Lingkungan Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai abdun atau
hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di bumi. Esensi dari abdun adalah
ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah,

sedangkan esensi khalifah adalah tanggungjawab terhadap diri sendiri dan alam
lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Dalam konteks
abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah. Posisi ini memiliki
konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada penciptanya.
Keengganan manusia menghambakan diri kepada Allah sebagai pencipta akan
menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan sang pencipta berupa
potensi yang sempurna yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya yaitu potensi
akal. Dengan hilangnya rasa syukur mengakibatkan ia menghambakan diri kepada
hawa nafsunya. Keikhlasan manusia menghambakan dirinya kepada Allah akan
mencegah penghambaan manusia kepada sesama manusia termasuk pada dirinya.
Manusia diciptakan Allah dengan dua kecenderungan yaitu kecenderungan kepada
ketakwaan dan kecenderungan kepada perbuatan fasik (QS. Asy- Syams/91:8).
Dengan kedua kecenderungan tersebut, Allah memberikan petunjuk berupa agama
sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya kepada keimanan dan
ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh nafsu amarah. Fungsi
yang kedua sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Manusia diberikan
kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumbersumber daya serta
memanfaatkannya dengan sebesar-besar kemanfaatan untuk kehidupan umat
manusia dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, karena
alam diciptakan untuk kehidupan manusia sendiri. Untuk menggali potensi alam
dan memanfaatkannya diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai.
Allah menciptakan alam, karena Allah menciptakan manusia. Oleh karena itu,
manusia mendapat amanah dari Allah untuk memelihara alam, agar terjaga
kelestariannya dan keseimbangannya untuk kepentingan umat manusia.

BAB IV PENUTUP 4.1. Saran 4.2. Kesimpulan Ilmu pengetahuan dalam sudut
pandang filsafat adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan
pancaindra, intuisi dan firasat yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi
dan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji
kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Sedangkan ilmu pengetahuan
dalam Al- Qur an adalah proses pencapaian segala sesuatu yang diketahui manusia
melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat dan obyeknya sehingga
memperoleh kejelasan. Teknolgi adalah dalam sudut pandang budaya, teknologi
merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu
pengetahuan yang berkarakteristik netral dan obyektif. Seni adalah hasil ungkapan
akal dan budi manusia dengan segala prosesnya serta merupakan ekspresi jiwa
seseorang. Hasil ekspresi jiwa tersebut berkembang menjadi bagian dari budaya
manusia. Seni identik dengan keindahan, keindahan yang hakiki identik dengan
kebenaran. Seni yang lepas dari nilai-nilai ketuhanan tidak akan abadi karena
ukurannya adalah hawa nafsu bukan akal dan budi. Jika manusia berlaku adil
dengan semua yang makhluk hidup di alam ini, maka disini letak kebenaran norma
moral yang baik, dimana manfaat yang dieroleh dari alam ini, harus juga
memberikan manfaat kepada manusia lain. Manusia menyesuaikan pada hidupnya
dengan irama yang ditentukan oleh lingkungan alam. Karena perubahan
lingkungan alam berada diluar kendali tangan manusia, maka manusia
memasrahkan diri kepada lingkungan. Dalam pandangan Islam, antara iman, ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis
yang terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut Dienul Islam. Di dalam Dienul
Islam terkandung tiga unsur pokok yaitu aqidah, syari ah dan akhlak, dengan kata

lain iman, ilmu dan amal shaleh atau ikhsan. Pengembangan IPTEK yang lepas
dari keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan
menghasilkan manfaat bagi umat manusia dan alam lingkungannya. Fungsi utama
manusia yaitu, abdun: ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan
keadilan, dan khalifah: tanggungjawab terhadap diri sendiri dan alam
lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Allah
memberikan petunjuk berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan
potensinya kepada keimanan dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu
didorong oleh nafsu amarah. Manusia mendapat amanah dari Allah untuk
memelihara alam, agar terjaga kelestariannya dan keseimbangannya untuk
kepentingan umat manusia.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.si.its.ac.id/kurikulum/materi/iptek/manusialingkungan.html
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-s2-2004-
simonsimor-1746&q=human
http://www.ziddu.com/download/5235808/4makalahsenibudayadaniptekdala
mpandanganislam.rtf.html http://saiful-jihad.blogspot.com/2009/07/vi-ipteks-
dalam-islam.html

MAKNA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA


DALAM KONTEKS KEISLAMAN DAN KEINDONESIAN
 Ibnu RusydiFakultas Agama Islam Universitas Wiralodra

 Siti Zolehah
DOI:https://doi.org/10.31943/afkar_journal.v1i1.13

Keywords: Kerukunan umat beragama, toleransi di Indonesia

Abstract

Istilah kerukunan umat beragama identik dengan istilah toleransi. Istilah toleransi menunjukkan
pada arti saling memahami, saling mengerti, dan saling membuka diri dalam bingkai
persaudaraan. Bila pemaknaan ini dijadikan pegangan, maka ”toleransi” dan “kerukunan” adalah
sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Dalam konteks ke-Indonesiaa,
kerukunan beragama berarti kebersamaan antara umat beragama dengan Pemerintah dalam
rangka suksesnya pembangunan nasional dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ajaran Islam mengungkapkan hidup damai, rukun dan toleran. Kerukunan umat beragama adalah
kondisi dimana antar umat beragama dapat saling menerima, saling menghormati keyakinan
masing-masing, saling tolong menolong, dan bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama.
Dalam konteks ke-Indonesiaa, kerukunan beragama berarti kebersamaan antara umat beragama
dengan pemerintah dalam rangka suksesnya pembangunan nasional dan menjaga Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

    Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah
teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang
sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana
mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar
umat beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan
kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang
ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut.
Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama
di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-
organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.
Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari
kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan
hingga konflik agama.

2.2. Rumusan Masalah

1)      Pengertian kerukunan umat beragama

2)      Bagaimana pandangan agama Islam mengenai kerukunan umat beragama?

3)      Analisis tentang umat beragama

2.3. Kajian Penelitian Relevan

Penelitian-penelitian yang dianggap relevan dengan intoleransi, pendidikan toleransi, pemeliharan


kerukunan beragama, dan kebijakan-kebijakan yang berikatan dengan kerukunan antar pemeluk
agama, serta penelitian yang terkait dengan pemanfaatan biografi tokoh dalam pembelajaran. Hasil
penelusuran penelitian-penelitian tersebut dipaparkan sebagai berikut. Penelitian yang dilakukan
oleh Damayanti, dkk. (2003) berjudul “Radikalisme Agama sebagai Salah Satu Bentuk Perilaku
Menyimpang: Studi Kasus Front Pembela Islam”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kemunculan gerakan Islam radikal di Indonesia sejauh ini nampaknya disebabkan oleh dua faktor,
yaitu:

1)      faktor internal dari dalam umat Islam yaitu faktor yang dilandasi oleh kondisi internal umat Islam
yang telah menjadi sumber penyimpangan agama yang mendorong kembali ke dalam otentitas
(fundamen) Islam

2)      faktor eksternal baik yang dilakukan rezim penguasa maupun hegemoni Barat, dapat ditunjuk sikap
represif rezim penguasa terhadap kelompok-kelompok Islam seperti yang dilakukan oleh orde baru
dan krisis kepemimpinan pasca orde baru menunjukkan adanya lemahnya penegakan hukum
mendorong bahwa syariat Islam adalah solusi terbaik, selanjutnya faktor dominasi Negara Barat
terhadap Negara Islam juga dijadikan sebagai faktor eksternal. Wan (2006) meneliti model
pembelajaran karakter toleransi dengan menerapkan pendekatan tematik buku cerita untuk
mengajarkan keberagaman dan toleransi kepada siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2007) berjudul “Pelaksanaan Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama Kaitannya dengan Pasal 22 Huruf A Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Studi di Kota Surakarta)” dengan tujuan: mendeskripsikan pelaksanaan
pemeliharaan kerukunan umat beragama, mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat
dalam pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kota Surakarta, dan mengetahui
upaya yang dijalankan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan 6 pemeliharaan kerukunan
umat beragama.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian kerukunan antar umat beragama

Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang rumah;
penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya] secara luas
bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun
mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna
suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta
kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta
tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses
waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Sedangkan kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam
kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat
dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam
memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan
pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus
memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar
di pemerintah daerah.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara
pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya.
Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat
beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan keharmonisan
saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan
menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan
Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog
dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas
keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi
sebagai bahan kebijakan.

2.2.  pandangan Islam mengenai kerukunan antar umat beragama

Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna baik dan damai. Intinya, hidup
bersama dalam masyarakat dengan kesatuan hati dan bersepakat untuk tidak menciptakan
perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan
pegangan, maka kerukunan adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat
manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan manusia generasi
pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih dan bertengkar dan berakhir
dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa
masyarakat generasi pertama anak manusia bukan masyarakat yang rukun? Apakah
perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh nenek moyang kita
itu? Atau perselisihan dan pertengkaran memang sudah sehakekat dengan kehidupan
manusia sehingga dambaan terhadap kerukunan itu ada karena ketidakrukunan itupun
sudah menjadi kodrat dalam masyarakat manusia?.Pertanyaan seperti tersebut di atas
bukan menginginkan jawaban akan tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu
senantiasa bergelut dengan tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan kenyataan,
antara cita-cita dan yang tercipta.Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang
membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk
social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.Ajaran Islam menganjurkan manusia
untuk bekerja sama dan tolong menolong (taawun) dengan sesama manusia dalam hal
kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan
siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.A. Kerja sama intern umat
beragamaPersaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat
perhatian penting dalam islam. Al-quran menyebutkan kata yang mengandung arti
persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan
keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah yang islami dapat dibagi
kedalam empat macam,yaitu : Ukhuwah ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan
kesetundukan kepada Allah. Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat
manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan
Hawa. Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan. Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.Esensi dari
persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian,
hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan
hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya Seorang mukmin dengan mukmin
yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuhterluka, maka seluruh tubuh
akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan
kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal
dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan
aqidah.Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat
merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam
sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka
menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat
Islam adalah karena randahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam. Persatuan di
kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan
dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya diawali
dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu fenomena.
Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat
atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan
atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena
yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami
berbagai penafsiran.Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan
memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :
1. Konsep tanawwul al ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya
keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada
pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah.
Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang
ditemukan dalam riwayat (hadits).
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan
ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat
seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun
hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk
menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan
kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang
mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang
memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum
sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa
pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-
quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya.
Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui
ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing
mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.Ketiga konsep di atas memberikan
pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun
pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi
terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi
perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di sini
konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi
sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan
untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling
bertentangan.B. Kerja sama antar umat beragamaMemahami dan mengaplikasikan ajaran
Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan
masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara
esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa
Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi dampak
sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat dirasakan oleh
manusia secara keseluruhan.Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan
antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna
menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan keadilan.Dominasi salah
satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya
setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal.Universalisme Islam dapat
dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan
universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap
manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang
sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogin hanya
denga tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk
Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala
macam hak kecuali yang merugikan umat Islam.Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme
Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut
agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu
untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka
pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Quran
tanpa mengurangi universalisme Islam. Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa
esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang
berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan
kedamaian.;menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam
maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi
hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan
agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam,
kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut
merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial
kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik. Kerja sama antar umat
bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam
ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun
budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

2.3. Analisis tentang umat beragama

Semakin hari, pemeluk agama semakin merasakan bahwa hubungan mesra dengan pemeluk agama
lain, merupakan suatu hal mendesak untuk dilakukan, maka dialog dan bersikap toleran merupakan
suatu unsur penting yang harus ada. Dengan demikian, makna “dakwah” atau “missi” perlu
diredefenisi. Dakwah atau missi bukan lagi dimaksudkan untuk mengajak orang lain agar pindah dari
satu agama tertentu kepada agama lain, tetapi bertujuan untuk meningkatkan keyakinan,
penghayatan dan pengamalan terhadap agama yang dianutnya. Dakwah (missi) dapat diarahkan
kepada peningkatan nilai-nilai kemanusiaan.
Bahwa redefenisi terhadap dakwah (missi) merupakan salah satu upaya untuk menghilangkan
pertentangan antara dakwah (missi) dengan sikap toleran dan dialog, adalah suatu harapan yang
probabiliti dapat diwujudkan. Akan tetapi suatu kenyataan dalam sejarah agama-agama, bahwa
tujuan dakwah (missi) selalu saja menciptakan suasana intoleransi. Harun Nasution, menyebutnya
dengan istilah “niat baik yang berujung pada intoleransi”. Namun dibanding dengan agama Nasrani
(Kristen), intoleransi Islam terhadap pemeluk agama lain lebih kecil dibanding intoleransi terhadap
golongan-golongan Islam yang dipandang menyeleweng. Paksaan bagi orang non-Islam secara
massal boleh dikatakan tidak ada. Perluasan daerah Islam ke luar semenanjung Arabia memang
terjadi dengan peperangan, tetapi pemeluk-pemeluk agama lain, terutama Yahudi dan Nasrani
(Kristen), di daerah-daerah itu tidak dipaksa untuk masuk Islam. Sejarah dakwah Islam sebagai yang
diungkap oleh Arnold (1864-1930), menunjukkan bahwa keberhasilan dakwah Islam selalu didukung
oleh situasi dan kondisi eksternal, sehingga unsur internal – misalnya sikap intoleransi – dapat
ditekan. Faktor eksternal ini dapat dilihat, misalnya ketika penyebaran Islam di Persia, dakwah Islam
di kalangan bangsa Mongol, India, dan lain sebagainya. Faktor eksternal ini tidak hanya terdapat
pada masa setelah Nabi wafat, karena dakwah pada masa Nabi Muhammad Saw. juga didukung oleh
faktor luar. Keberhasilan dakwah Nabi bukan hanya karena keagungan ajaran yang dibawanya, tetapi
juga tidak terlepas dari watak orang Arab yang menginginkan perubahan dan pembaruan serta
kondisi dunia Timur yang lemah dan dekaden. Dakwah Nabi di kalangan orang Yahudi Madinah
ketika itupun justeru didukung oleh faktor eksternal. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa Nabi tidak
melanggar rambu-rambu toleransi; yakni tidak memaksa orang lain untuk masuk ke agama Islam.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang
harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa
menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan
kemajuan Negara. Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama
adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang di dalamnya membahas tentang
hubungan antar sesama umat beragama. Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus
mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama antara lain:

a)    Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain

b)   Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan
orangnya.

c)    Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang
beribadah.

d)   Hindari diskriminasi terhadap agama lain.

3.2.  Saran

Saran yang dapat diberikan untuk masyarakat di Indonesia supaya menanamkan sejak dini
pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama agar terciptanya hidup rukun antar sesama
sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan sejahtera.

3.3. Rekomendasi
Kepada Pemuka Agama Dan Pendidik :

1.      Pemuka agama harus menjadi teladan dan pelopor kerukunan antar umat beragama.

2.      Pemberdayaan ekonomi umat menjadi solusi bersama. Supaya Umat beragama membentuk
kelompok binaan usaha di semua tingkatan untuk memajukan ekonomi kerakyatan.

3.      Agar organisasi - organisasi agama di Indonesia supaya berpartisipasi dalam mewujudkan


perdamaian dunia khususnya dalam menyelesaikan konflik – konflik yang bernuansa Agama.

4.      Meminta kepada seluruh Guru, Dosen dan Pemuka Agama supaya berpartisispasi dalam
menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila di berbagai institusi terutama institusi pendidikan formal dan
non-formal.

DAFTAR PUSTAKA

https://lampung.kemenag.go.id/artikel/15012/kerukunan-antar-umat-beragama-menurut-
pandangan-islam

Wahyuddin.dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia

Daud Ali, Mohammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarata: Rajawalu pers.

Sairin, Weinata. 2002. Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa: butir-butir
pemikiran
BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Dewasa ini, sumber daya manusia (SDM) menjadi hal yang begitu penting. Zaman yang
penuh dengan persaingan yang sarat kebebasan, memaksa umat manusia terus selalu bersaing
menjadi yang terbaik. Hal ini terjadi di berbagai belahan dunia,di negara-nagara berkembang
maupun negara-negara maju tak terkcuali Indonesia.
Lebih lanjut, dalam upaya klasifikasi dan telaah, mulai muncul istilah masyarakat madani.
Istilah ini menjadi bentuk standar bagi kualitas sebuah komunitas yang pada kelanjutannya,
masyarakat madani dipandang sebagai “sisi positif” bentuk peradaban dunia yang diimpikasikan,
khususnya umat muslim yang mengimpikasikan sistem pemerintahan zaman Rasulullah SAW yakni di
kota Madina. Dimana sistem pemerintahan dewasa ini khusunya di negara-negara yang
penduduknya bermayoritas muslim atau di negara-negara Timur Tengah kerap kali tidak
mengedepankan kemaslahatan umat  atau sering kali masyarakat kalangan menengah kebawah atau
lebih dikenal miskin seringkali mengalami penindasan-penindasan maupun konflik horisontal di
akibatkan karena bagaimana rakyat miskin untuk saling bersaing untuk mempertahankan hidup.
Tidak kalah penting juga bahwa pemerintah, kaum konglomerat, pengusaha, bankir internasional,
meletakan kaum miskin sebagai tempat memperkaya diri, keluarga dan golongan-golongan elit
terpandang di mata mereka. Dalam hal ini Penulis mengangkat judul makalah “MASYARAKAT
MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMUM” sebagai bentuk usaha dan perjuangan meletakan dasar-
dasar nilai pergerakan membangun kesadaran diri sendiri, umat muslim sedunia maupun
masyarakat dunia untuk mengedepankan kemaslahatan umat  sebagai  misi atau cita-cita bersama
membentuk peradaban bangsa-bangsa yang beradab, makmur dan sejahtera.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian  Masyarakat Madani?


2.      Bagaimana Konsep Masyarakat Madani?

3.      Apa Saja Karakteristik Masyarakat Madani?

4.      Bagaimana Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani?

5.      Bagaimana Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum?

C. Tujuan

1.      Untuk mengetahui Pengertian Masyarakat Madani

2.      Untuk mengetahui Konsep Masyarakat Madani

3.      Untuk mengetahui Karakteristik Masyarakat Madani

4.      Untu mengathui Bagaimana Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

5.      Untuk mengetahui bagaimana Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan adanya Masyarakat Madani

Pengertian Masyarakat Madani                 


Kata madani sendiri berasal dari bahasa Inggris yang artinya civil ataucivilized (beradab).
Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang berarti masyarakat
yang berperadaban. Untuk pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar
Ibrahim, mantan wakilperdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani
merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan
berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu
atau keinginan individu.

Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban


yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Dawam menjelaskan, dasar utama dari
masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman
hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup
dalam suatu persaudaraan. Masyarakat Madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu
masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi,
berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu
berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling
dominan adalah masyarakat yang demokratis.

Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi warga negara dari
perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan. Bahkan Masyarakat madani tiang utama kehidupan
politik yang demokratis. Sebab masyarakat madani tidak saja melindungi warga negara dalam
berhadapan dengan negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.

Gambaran Masyarakat madani yang dijelaskan dalam Dalam Al Qur’an Surat  Saba’ ayat 15:   َ‫َكان‬ ‫لَقَ ْد‬
)١٥( ‫ َغفُو ٌر‬  ٌّ‫ َو َرب‬ ٌ‫ لَهُ بَ ْل َدةٌ طَيِّبَة‬Y‫ق َربِّ ُك ْم َوا ْش ُكرُوا‬
Yِ ‫م آيَةٌ َجنَّتَا ِن ع َْن يَ ِمي ٍن َو ِش َما ٍل ُكلُوا ِم ْن ِر ْز‬Yْ ‫لِ َسبَإٍ فِي َم ْس َكنِ ِه‬
            “Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka
yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah
olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu)
adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".

B. Konsep Masyarakat Madani

Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil


society”. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk
masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai
legitimasi historis ketidak bersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.

Makna Civil Society adalah “Masyarakat sipil”. Konsep civil society lahir dan berkembang dari
sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata
“societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara
(state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke,
dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu
mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003:
278).

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas,
masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi
“Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat
Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern
akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.  

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil 

society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan
Renaisans, (gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan), sehingga civil society
mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat
madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan
nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).

Masyarakat Madani Dalam Sejarah

Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakt madani, yaitu :

1.      Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman. Nama Saba’ yang terdapat dalam Al
Qur’an itu bahkan dijadikan nama salah satu surat Al Qur’an, yaitu surat ke-34. Keadaan masyarakat
Saba’ yang dikisahkan dalam Al Qur’an itu mendiami negeri yang baik, yang subur dan nyaman. Di
tempat itu terdapat kebun dengan tanamannya yang subur, yang menyediakan rizki, memenuhi
kebutuhan hidup masyarakatnya. Negeri yang indah itu merupakan wujud dari kasih sayang Allah
yang disediakan bagi masyarakat Saba’. Allah juga Maha Pengampun apabila terjadi kealpaan pada
masyarakat tersebut. Karena itu, Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk bersyukur kepada
Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Kisah keadaan masyarakat Saba’ ini sangat
populer dengan ungkapan Al Qur’an Baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafuur.

2.      Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Rasulullah SAW beserta umat Islam dengan
penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.
Madinah adalah nama kota di Negara Arab Saudi , tempat yanag didiami Rasulullah SAW sampai
akhir hayat beliau sesudah hijrah. Kota itu sangat populer, karena menjadi pusat lahir dan
berkembangnya agama Islam setelah Mekkah. Di kota itu pertama kali Rasulullah SAW membangun
masjid yang dikenal dengan nama masjid Nabawi.

Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ke tiga unsure masyarakat untuk saling tolong-menolong,
menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al Qur’an sebagai konstitusi,
menjadikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-
keputusannya, dan memberikan kebebasan kepada penduduknya untuk memeluk agama serta
beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

C. Karakteristik Masyarakat Madani


Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:

1.      Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui
adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.

2.      Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui


kontrak sosial dan aliansi sosial.

3.      Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat


dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

4.      Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-


program pembangunan yang berbasis masyarakat.

5.      Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-


organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan
pemerintah.

6.      Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.

7.      Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui


keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

8.      Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam
perspektif.

9.      Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok
menghormati pihak lain secara adil.

10.  Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi
kebebasannya.

11.  Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai
kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.

12.  Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.

13.  Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.

14.  Berakhlak mulia.

Syarat – Syarat  Masyarakat Madani sbb:

1.      Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.

2.      Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi
terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan
relasi sosial antar kelompok.
3.      Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses
terhadap berbagai pelayanan sosial.

4.      Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk
terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat
dikembangkan.

5.      Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai
perbedaan antar budaya dan kepercayaan.

6.      Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum,


dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.

7.      Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang


memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan
terpercaya.

Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon.
Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya
dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan
kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat
madani. Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi
sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa, Adapun rambu – rambunya
antara lain:

1.      Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti proto tipe pemerintahan
yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi kemudian malah terjebak ke dalam
faham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip
nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial.

2.      Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara berbagai
kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya,
yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan
permusuhan. Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang
untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman. Karena, seperti kata
Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap
bakat dan terhadap potensi manusia.” Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang
membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering
diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior
dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan
struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada
tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan
hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak
manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan
terhadap lembaga lainnya.

3.      Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau
kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang
memiliki kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam
menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat.

D. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani      

Dalam kontek masyarakat Indonesia, dimana umat islam adalah mayoritas, peranan umat
islam untuk mewujudkan masyarakat madani sangat menentukan. Kondisi masyarakat Indonesia
sangat bergantung pada kontribusi yang diberikan oleh umat islam. Peranan umat islam itu dapat
direalisasikan melalui jalur hukum, sosial-politik, ekonomi dan yang lain. Sistem hukum, sosial-
politik, ekonomi dan yang lain di Indonesia, memberikan ruang untuk menyalurkan aspirasinya
secara kontruktif bagi kepentingan bangsa secara keseluruhan.

Permasalahan pokok yang masih menjadi kendala saat ini adalah kemampuan dan
konsistensi umat islam Indonesia terhadap karakter dasarnya untuk mengimplementasikan ajaran
islam dalam kehidupan berbansga dan bernegara melalui jalur-jalur yang ada. Sekalipun umat Islam
secara kuantitatif mayoritas, tetapi secara kualitatif masih rendah sehingga perlu pemberdayaan
secara sistematis.Sikap amar ma’ruf nahi munkar juga masih sangat lemah. Hal itu dapat dilihat dari
fenomena-fenomena sosial yang bertentangan di semua sektor, kurangnya rasa aman, dan lain
sebagainya. Bila umat islam Indonesia benar-benar mencerminkan sikap hidup yang Islami, pasti
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera.

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada
masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti
ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya.
Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir
pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

1.      Kualitas SDM Umat Islam

Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110

Yِ‫ ك‬Y‫ اُل ْل‬Y‫ ْه‬Yَ‫ أ‬  Y‫ َن‬Y‫ َم‬Y‫ آ‬  Y‫ ْو‬YYYَ‫ ل‬Y‫ َو‬ Yۗ Yِ ‫هَّلل‬Y‫ ا‬Yِ‫ ب‬  Y‫ َن‬Y‫ و‬Yُ‫ ن‬Y‫ ِم‬Y‫ؤ‬Yْ Yُ‫ ت‬Y‫ َو‬ Yِ‫ ر‬Y‫ َك‬Y‫ ْن‬Y‫ ُم‬Y‫ ْل‬Y‫ ا‬  Y‫ ِن‬Y‫ َع‬  Y‫ َن‬Y‫و‬Yْ Yَ‫ ه‬Y‫ ْن‬Yَ‫ ت‬Y‫و‬Yَ Yِ‫ف‬Y‫ و‬Y‫ر‬Yُ Y‫ ْع‬Y‫ َم‬Y‫ ْل‬Y‫ ا‬Yِ‫ ب‬  Y‫ َن‬Y‫ و‬Y‫ر‬Yُ Y‫ ُم‬Yْ‫ أ‬Yَ‫ ت‬ Yِ‫س‬Y‫ ا‬Yَّ‫ن‬Y‫ ل‬Yِ‫ ل‬  Y‫ت‬ Yَ Y‫ ِر‬Y‫خ‬Yْ Yُ‫ أ‬ Yٍ‫ ة‬Y‫ َّم‬Yُ‫ أ‬  Y‫ َر‬Y‫ ْي‬Y‫خ‬
ْ Y‫ج‬ Yَ   Y‫ ْم‬Yُ‫ ت‬Y‫ ْن‬Y‫ُك‬
Y‫ َن‬Y‫ و‬Yُ‫ ق‬Y‫ ِس‬Y‫ ا‬Yَ‫ ف‬Y‫ ْل‬Y‫ ا‬Y‫ ُم‬Yُ‫ ه‬Y‫ ُر‬Yَ‫ ث‬Y‫ ْك‬Yَ‫ أ‬Y‫ َو‬  Y‫ َن‬Y‫ و‬Yُ‫ ن‬Y‫ ِم‬Y‫ؤ‬Yْ Y‫ ُم‬Y‫ ْل‬Y‫ ا‬  Yُ‫ م‬Yُ‫ ه‬Y‫ ْن‬Y‫ ِم‬ Yۚ  Y‫ ْم‬Yُ‫ ه‬Yَ‫ ل‬ Y‫ ا‬Y‫ ًر‬Y‫ ْي‬Y‫خ‬
Yَ   Y‫ َن‬Y‫ ا‬Y‫ َك‬Yَ‫ ل‬ Yِ‫ب‬Y‫ ا‬Yَ‫ت‬

Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada 
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang
terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu
adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang
dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2.      Posisi Umat Islam

SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam
percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi,
belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari
85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang
proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan
ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan
akhlak Islam.

E. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan umat Islam, termasuk kegiatan sosial ekonominya
harus berlandaskan pada tauhid (Keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang
dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid, adalah ikatan atau
hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian, realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat
diterima dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Menurut ajaran Islam, hak milik
mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal ini berarti bahwa, hak milik yang ada pada manusia hanyalah
hak milik nisbi atau relative. Menurut ajaran Islam, setiap individu bisa menjadi pemilik apa yang
diperolehnya melalui bekerja dalam arti yang seluas-luasnya. Manusia berhak untuk
mempertukarkan hak itu dalam batas-batas yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum
Islam. Persyaratan-persyaratan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia
itu sendiri, yaitu dengan system keadilan dan dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di
dalamnya. Hak milik perorangan didasarkan atas kebebasan individu yang wajar dan kodrati,
sedangkan kerjasama didasarkan atas kebutuhan dan kepentingan bersama. Menurut ajaran Islam,
manfaat dan kebutuhan akan materi adalah untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, bukan
hanya sekelompok manusia saja.

Dalam ajaran Islam terdapat pula prinsip utama, yaitu :

a.       Tidak seorangpun ataupun sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain

b.      Tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk
membatasi kegiatan sosial ekonomi dikalangan mereka saja.

Dengan demikian, seorang muslim harus mempunyai keyakinan, bahwa perekonomian suatu
kelompok, bangsa maupun individu pada akhirnya kembali berada di tangan Allah. Jika seseorang
memiliki keyakinan yang demikian, dirinya tidak akan diperbudak oleh keduniaan.
Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia adalah sama
derajatnya di mata Allah dan di depan hokum yang diwahyukannya. Untuk merealisasi kekeluargaan
dan kebersamaan tersebut, harus ada kerjasama dan tolong-menolong. Konsep persaudaraan dan
perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya,
kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak
atas sumbangannya terhadap masyarakat. Agar supaya tidak ada eksploitasi yang dilakukan sesorang
terhadap orang lain, maka Allah melarang umat Islam memakan hak orang lain, sebagaimana
dijelaskan dalam QS. 26 (al-Syu’ara) : 183.

ِ Y‫ر‬Yْ Yَ ‫أْل‬Y‫ ا‬Y‫ ي‬Yِ‫ ف‬Y‫ ا‬Y‫و‬Yْ Yَ‫ ث‬Y‫ ْع‬Yَ‫ اَل ت‬Y‫و‬Yَ Y‫ ْم‬Yُ‫ ه‬Y‫ َء‬Y‫ ا‬Yَ‫ ي‬Y‫ ْش‬Yَ‫ أ‬Y‫س‬
Y‫ َن‬Y‫ ي‬Y‫ ِد‬Y‫ ِس‬Y‫ ْف‬Y‫ ُم‬Y‫ض‬ Yَ Y‫ ا‬Yَّ‫ن‬Y‫ل‬Y‫ ا‬Y‫ا‬Y‫ و‬Y‫ ُس‬Y‫خ‬
Yَ Y‫ ْب‬Yَ‫ اَل ت‬Y‫و‬Yَ

Artinya: Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan;

Dengan kominten Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi
dan sosial, maka ketidak adilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam. Akan
tetapi, konsep keadilan Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang
keadilan sosial tidaklah menuntut   bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa
memandang kontribusinya dalam masyarakat. Islam meberikan toleransi ketidak samaan
pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan
pelayanannya dalam masyarakat. Disebutkan dalam QS. 16 (Al-Nahl) : 71.

Y‫ ْم‬Yُ‫ ه‬Yُ‫ن‬Y‫ ا‬Y‫ َم‬Y‫ ْي‬Yَ‫ أ‬Y‫ت‬


Yْ Y‫ َك‬Yَ‫ ل‬Y‫ َم‬Y‫ ا‬Y‫ َم‬Y‫ى‬Yٰ Yَ‫ ل‬Y‫ َع‬Y‫ ْم‬Y‫ ِه‬Yِ‫ ق‬Y‫ز‬Yْ Y‫ ِر‬Y‫ِّ ي‬Y‫د‬Y‫ ا‬Y‫ر‬Yَ Yِ‫ ب‬Y‫ا‬Y‫ و‬Yُ‫ ل‬Yِّ‫ ض‬Yُ‫ ف‬Y‫ن‬Yَ Y‫ ي‬Y‫ ِذ‬YYَّ‫ل‬Y‫ ا‬Y‫ ا‬Y‫ َم‬Yَ‫ ف‬Yۚ Y‫ق‬
ِ Y‫ز‬Yْ Yِّ‫ر‬Y‫ل‬Y‫ ا‬Y‫ ي‬Yِ‫ ف‬Y‫ض‬ ٍ Y‫ ْع‬Yَ‫ ب‬Y‫ى‬Yٰ Yَ‫ ل‬Y‫ َع‬Y‫ ْم‬Y‫ ُك‬Y‫ض‬ َ Y‫ ْع‬Yَ‫ ب‬Y‫ َل‬YَّY‫ ض‬Yَ‫ ف‬Yُ ‫ هَّللا‬Y‫و‬Yَ
Yَ Y‫ج‬Yْ Yَ‫ ي‬Yِ ‫ هَّللا‬Y‫ ِة‬Y‫ َم‬Y‫ ْع‬Yِ‫ ن‬Yِ‫ ب‬Yَ‫ ف‬Yَ‫ أ‬Yۚ Y‫ ٌء‬Y‫ ا‬Y‫و‬Yَ Y‫ َس‬Y‫ ِه‬Y‫ ي‬Yِ‫ ف‬Y‫ ْم‬Yُ‫ ه‬Yَ‫ف‬
Y‫ َن‬Y‫ و‬Y‫ ُد‬Y‫ح‬

Artinya: Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi
orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-
budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka
mengingkari nikmat Allah?

Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan


kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena
Allah, atau diinvestasikan kembali dalam suatu usaha yang akan mendatangkan keuntungan,
lapangan kerja dan penghasilan bagi orang lain. Sedekah sudah ada sepanjang sejarah kehidupan
umat manusia. Semua agama dan sistem etika memandang amal itu sebagai suatu amal yang tinggi,
dan Islam melanjutkan tradisi tersebut. Banyak ayat Al Qur’an yang mendorong manusia untuk
beramal sedekah, antara lain adalah QS. 4 (Al-Nisa’) : 114.

َ Yِ‫ ل‬Y‫ َذ‬Yٰ Y‫ل‬Yْ Y‫ َع‬Y‫ ْف‬Yَ‫ ي‬Y‫ ْن‬Y‫ َم‬Y‫ َو‬Yۚ Y‫س‬
Y‫ك‬ ِ Y‫ ا‬YYَّ‫ن‬Y‫ل‬Y‫ ا‬Y‫ن‬Yَ Y‫ ْي‬Yَ‫ ب‬Y‫ح‬ Yْ Yِ‫ إ‬Y‫و‬Yْ Yَ‫ أ‬Y‫ف‬
ٍ ‫ اَل‬Y‫ص‬ Yٍ Y‫ و‬Y‫ ُر‬Y‫ ْع‬Y‫ َم‬Y‫و‬Yْ Yَ‫ أ‬Y‫ ٍة‬Yَ‫ ق‬Y‫ َد‬Y‫ص‬َ Yِ‫ ب‬Y‫ َر‬Y‫ َم‬Yَ‫ أ‬Y‫ن‬Yْ Y‫ اَّل َم‬Yِ‫ إ‬Y‫ ْم‬Yُ‫ه‬Y‫ ا‬Y‫و‬Yَ Y‫ج‬Yْ Yَ‫ ن‬Y‫ن‬Yْ Y‫ ِم‬Y‫ ٍر‬Y‫ ي‬Yِ‫ ث‬Y‫ َك‬Y‫ ي‬Yِ‫ ف‬Y‫ر‬Yَ Y‫ ْي‬Y‫خ‬
Yَ ‫اَل‬
Y‫ ا‬Y‫ ًم‬Y‫ ي‬Y‫ ِظ‬Y‫ َع‬Y‫ ا‬Y‫ر‬Yً Y‫ج‬Yْ Yَ‫ أ‬Y‫ ِه‬Y‫ ي‬Yِ‫ ت‬Y‫ؤ‬Yْ Yُ‫ ن‬Y‫ف‬
Yَ Y‫و‬Yْ Y‫ َس‬Yَ‫ ف‬Yِ ‫ هَّللا‬Y‫ت‬
ِ Y‫ ا‬Y‫ض‬Yَ Y‫ر‬Yْ Y‫ َم‬Y‫ َء‬Y‫ ا‬Y‫ َغ‬Yِ‫ ت‬Y‫ ْب‬Y‫ا‬

Artinya: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
Selain sedekah dalam ajaran Islam masih ada bebrapa lembaga yang dapat
dipergunakan untuk menyalurkan harta kekayaan seseorang, yakni infak, hibah, zakat,
dan wakaf.

Dalam ajaran Islam, ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu
hubungan manusia dengan Allah, dan hubungan manusia dengan manusia lain serta makhluk lain.
Kedua hubungan itu harus berjalan serentak. Menurut ajaran Islam, dengan melaksanakan kedua
hubungan itu hidup manusia akan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Lembaga-
lembaga ekonomi Islam, zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf, dimaksudkan untuk menjembatani
dan memperdekat hubungan sesame manusia, terutama hubungan antara kelompok yang kuat
dengan kelompok yang lemah, antara yang kaya dan yang miskin.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan                                               

Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita
sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita
juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar
di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang
dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan
masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus
mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara
menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada
masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah.

Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia
yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat
mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki
oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula
sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka
hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam
meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.

B. SARAN

               Kesejahteraan merupakan keinginan bagi setiap manusia maka hendaknya setiap orang
berusaha untuk mewujudkan masyarakat madani sehingga kesejahteraan akan tercipta pula.

Daftar Pustaka

-          Manan Abdul dan Qulub Syifaul, A 2010,Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi
Umum, Perum Agung Blok G2 – 12: Sidorjo

-          Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia:
Jakarta.

-          Bakhtiar Nurhasanah 2013, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Negeri,Aswaja Pressindo:


Yogyakarta

-          Jurnal Masyarakat Madani

-          Jurnal Sistem Ekonomi dan Kesejahteraan Umum

-         

Anda mungkin juga menyukai