Materi Sap
Materi Sap
Menu sehari
Jumlah
Waktu Menu
Gram URT
Nasi 100 ¾ gls
Semur telur 55 1 btr
Makan Tumis
50 ½ gls
Pagi wortel
Pepaya 110 1 ptg bsr
Susu hangat 20 4 sdm
Selingan
Puding 120 1 ptg sdg
Pagi
Nasi 150 1 ¼ gls
Rolade
35 1 ptg sdg
Makan daging
Siang Capcay 100 1 gls
Apel
75 1 bh sdg
malang
Selingan
Kue talam 50 2 bh sdg
Sore
Nasi 100 ¾ gls
Ayam bb
Makan 40 1 ptg sdg
kuning
Malam
Sup sayuran 50 ½ gls
Jeruk manis 110 1 bh bsr
Keterangan : URT = Ukuran Rumah Tangga
Hadits tersebut menjelaskan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman. Artinya
seorang muslim telah memiliki iman yang sempurna jika dalam kehidupannya ia selalu
menjaga diri, tempat tinggal dan lingkungannya dalam keadaan bersih dan suci baik yang
bersifat lahiriyah (jasmani) maupun batiniyah (rohani).
Pertama : wajib bagi orang yang sakit untuk bersuci dengan air yaitu dia wajib
berwudhu ketika terkena hadats ashgor (hadats kecil). Jika terkena hadats akbar (hadats
besar), dia diwajibkan untuk mandi wajib.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu
sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.( QS Al-Maaidah: 06)
Kedua : jika tidak mampu bersuci dengan air karena tidak mampu atau karena khawatir
sakitnya bertambah parah, atau khawatir sakitnya bisa bertambah lama sembuhnya, maka
dia diharuskan untuk tayamum.
Ketiga : tata cara tayamum adalah dengan menepuk kedua telapak tangan ke tanah yang
suci dengan satu kali tepukan, lalu mengusap seluruh wajah dengan kedua telapak tangan
tadi, setelah itu mengusap kedua telapak tangan satu sama lain.
Keempat : jika orang yang sakit tersebut tidak mampu bersuci sendiri, maka orang lain
boleh membantunya untuk berwudhu atau tayamum. (Misalnya tayamum), orang yang
dimintai tolong tersebut menepuk telapak tangannya ke tanah yang suci, lalu dia
mengusap wajah orang yang sakit tadi, diteruskan dengan mengusap kedua telapak
tangannya. Hal ini juga serupa jika orang yang sakit tersebut tidak mampu berwudhu
(namun masih mampu menggunakan air, pen), maka orang lain pun bisa menolong dia
dalam berwudhu (orang lain yang membasuh anggota tubuhnya ketika wudhu, pen).
Kelima : jika pada sebagian anggota tubuh yang harus disucikan terdapat luka, maka
luka tersebut tetap dibasuh dengan air. Apabila dibasuh dengan air berdampak sesuatu
(membuat luka bertambah parah, pen), cukup bagian yang terluka tersebut diusap dengan
satu kali usapan. Caranya adalah tangan dibasahi dengan air, lalu luka tadi diusap dengan
tangan yang basah tadi. Jika diusap juga berdampak sesuatu, pada saat ini diperbolehkan
untuk bertayamum. [Keterangan : membasuh adalah dengan mengalirkan air pada
anggota tubuh yang ingin dibersihkan, sedangkan mengusap adalah cukup dengan
membasahi tangan dengan air, lalu tangan ini saja yang dipakai untuk mengusap, tidak
dengan mengalirkan air]
Keenam : jika sebagian anggota tubuh yang harus dibasuh mengalami patah, lalu dibalut
dengan kain (perban) atau gips, maka cukup anggota tubuh tadi diusap dengan air sebagai
ganti dari membasuh. Pada kondisi luka yang diperban seperti ini tidak perlu beralih ke
tayamum karena mengusap adalah pengganti dari membasuh.
Ketujuh : boleh seseorang bertayamum pada tembok yang suci atau yang lainnya,
asalkan memiliki debu . Namun apabila tembok tersebut dilapisi dengan sesuatu yang
bukan tanah -seperti cat-, maka pada saat ini tidak boleh bertayamum dari tembok
tersebut kecuali jika ada debu.
Kedelapan : jika tidak ditemukan tanah atau tembok yang memiliki debu, maka tidak
mengapa menggunakan debu yang dikumpulkan di suatu wadah atau di sapu tangan,
kemudian setelah itu bertayamum dari debu tadi.
Kesembilan : jika kita telah bertayamum dan kita masih dalam keadaan suci (belum
melakukan pembatal) hingga masuk waktu shalat berikutnya, maka kita cukup
mengerjakan shalat dengan menggunakan tayamum yang pertama tadi, tanpa perlu
mengulang tayamum lagi karena ini masih dalam keadaan thoharoh (suci) selama belum
melakukan pembatal.
Kesepuluh : wajib bagi orang yang sakit untuk membersihkan badannya dari setiap najis.
Jika dia tidak mampu untuk menghilangkannya dan dia shalat dalam keadaan seperti ini,
shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
Kesebelas : wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat dengan pakaian yang suci.
Jika pakaian tersebut terkena najis, maka wajib dicuci atau diganti dengan pakaian yang
suci. Jika dia tidak mampu untuk melakukan hal ini dan shalat dalam keadaan seperti ini,
shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
Kedua belas : wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat pada tempat yang suci.
Apabila tempat shalatnya (seperti alas tidur atau bantal, pen) terkena najis, wajib najis
tersebut dicuci atau diganti dengan yang suci, atau mungkin diberi alas lain yang suci.
Jika tidak mampu untuk melakukan hal ini dan tetap shalat dalam keadaan seperti ini,
shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
Ketigabelas : tidak boleh bagi orang yang sakit mengakhirkan shalat hingga keluar
waktunya dengan alasan karena tidak mampu untuk bersuci. Bahkan orang yang sakit ini
tetap wajib bersuci sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga dia dapat shalat tepat
waktu; walaupun badan, pakaian, atau tempat shalatnya dalam keadaan najis dan tidak
mampu dibersihkan (disucikan).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan
Ba’alawi. A.H.T.(2009). Terjemah Sulam Taufiq. Surabaya.CM Grafika
Buku Panduan Implementasi Keperawatan Islami (Iki) Program Profesi Ners Program Studi
S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin Ta 2016-2017
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa.(2010). Cara Bersuci dan Shalat Orang yang
Sakit
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Cet ketiga (2016)