Anda di halaman 1dari 7

MATERI PENYULUHAN DIET

UNTUK ORANG YANG RUTIN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA

A. Gambaran Umum Hemodialisa


Manajemen pada pasien gagal ginjal tahap akhir salah satu terapinya adalah hemodialisia.
Gagal ginjal adalah tahap akhir dari penyakit ginjal kronik yang ditandai dengan
kerusakan ginjal secara permanen dan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dengan
GFR < 5 mL/min/1,73 m2, yang memerlukan renal replacement therapy (RRT) berupa
hemodialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
Hemodialisa adalah suatu proses pembersihan darah dengan menggunakan ginjal buatan
(dialyzer), dari zat-zat yang konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat tersebut
dapat berupa zat yang terlarut dalam darah, seperti toksin ureum dan kalium, atau zat
pelarutnya, yaitu air atau serum darah (Suwitra, 2006). Kesuksesan hemodialisa
tergantung pada kepatuhan pasien. Pada populasi hemodialisa, prevalensi ketidakpatuhan
cairan 60%, ketidakpatuhan diet 57%, waktu dyalisis terhambat 19%, ketidakpatuhan
obat 9% (Griva, 2011). Pasien hemodialisa harus membatasi asupan cairan untuk
mencegah overload cairan karena overload cairan kronis dapat mengakibatkan hipertensi,
akut paru edema, gagal jantung kongestif, dan prematur kematian.
Hemodialisa dapat menyebabkan beberapa komplikasi, karena penyakit yang mendasari
terjadinya penyakit ginjal kronik tersebut atau oleh karena proses selama menjalani
hemodialisa tersebut atau dapat disebut juga komplikasi akut hemodialisa (Rahardjo et
al., 2006).

B. Pengaturan Makan Untuk Pasien Hemodialisa


Diet yang diberikan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal tahap akhir dengan
terapi pengganti, jika hasil tes klien kreatinin < 15 ml/ menit.
1. Tujuan diet untuk pasien hemodialisa
Mencukupi kebutuhan zat gizi sesuai kebutuhan perorangan agar status gizi optimal.
a. Menjaga keseimbangan caira.
b. Menjaga agar penumpkan produk sisa metabolism protein tidak berlebihan
c. Pasien mampu melakukan aktifitas normal sehari-hari.

C. Makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan pasien hemodialisa


a. Bahan Makanan yang dianjurkan
Bahan makanan sumber karbohidrat: nasi, roti putih, mie, makaroni, spageti, lontong,
bihun, makanan yang dibuat dari tepung-tepungan, gula, madu, sirup, permen, dll.
- Bahan makanan sumber protein : telur, ayam, daging, ikan, susu (Dalam jumlah
sesuai anjuran).
- Sayur-sayuran : ketimun, terung, tauge, buncis, kacang panjang, kol, kembang kol,
slada, wortel, jamur, dll . (Dalam jumlah sesuai anjuran).
- Buah-buahan : nanas, pepaya, jambu biji, sawo, pear, strawberi, apel hijau, anggur,
jeruk manis, dll. (Dalam jumlah sesuai anjuran).
(Direktorat Bina Gizi Subdit Bina Gizi Klinik, 2011)
b. Bahan makanan yang tidak dianjurkan
- Bahan makanan tinggi kalium bila hiperkalemia : singkong, kentang, havermout,
ubi, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, bayam, daun pepaya, daun
singkong, kembang kol, jantung pisang, kelapa, pisang, alpokat, apel merah, duku,
durian, belimbing. nangka, coklat, santan.
- Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites.
Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap
rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan, minuman
bersoda.
- Air minum dan kuah sayur yang berlebihan. Tips mengendalikan air minum:
masukan air kadalam botol sesuai kebutuhan sehari, mengatasi rasa haus (cobalah
permen, 1 slice jeruk manis, permen, air dingin/batu es, berkumur, atau mandi),
kurangi garam, gunakan bumbu-bumbu.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan
- Makanlah secara teratur, porsi kecil sering.
- Untuk membatasi banyaknya jumlah cairan, masakan lebih baik dibuat dalam
bentuk tidak berkuah misalnya: ditumis, dikukus, dipanggang, dibakar, digoreng.
- Bila ada edema (bengkak di kaki), tekanan darah tinggi, perlu mengurangi garam
dan menghindari bahan makanan sumber natrium lainnya.
- Makanan tinggi kalori seperti sirup, madu, permen, dianjurkan sebagai penambah
kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat waktu makan, karena mengurangi
nafsu makan.
- Cara untuk mengurangi kalium dari bahan makanan : cucilah sayuran, buah, dan
bahan makanan lain yang telah dikupas dan dipotong-potong kemudian rendamlah
bahan makanan dalam air pada suhu 50-60 derajat celcius (air hangat) selama 2
jam, banyaknya air 10 kali bahan makanan. Air dibuang dan bahan makanan dicuci
dalam air mengalir selama beberapa menit. Setelah itu masaklah. Lebih baik lagi
jika air yang digunakan untuk memasak banyaknya 5 kali bahan makanan.
(Direktorat Bina Gizi Subdit Bina Gizi Klinik, 2011)
d. Contoh Menu sehari
Misalnya:
Pasien (laki-laki) berusia 60 tahun, TB 165 cm, BB 55 kg.
Energi = 35 x 55 = 1925 kkal
Protein = 1 x 55 = 55 g (11,4%)
Lemak = 25% x 1925/9 = 53.5 g
KH = 63,6% x 1925/4 = 306, 1 g

Menu sehari
Jumlah
Waktu Menu
Gram URT
Nasi 100 ¾ gls
Semur telur 55 1 btr
Makan Tumis
50 ½ gls
Pagi wortel
Pepaya 110 1 ptg bsr
Susu hangat 20 4 sdm
Selingan
Puding 120 1 ptg sdg
Pagi
Nasi 150 1 ¼ gls
Rolade
35 1 ptg sdg
Makan daging
Siang Capcay 100 1 gls
Apel
75 1 bh sdg
malang
Selingan
Kue talam 50 2 bh sdg
Sore
Nasi 100 ¾ gls
Ayam bb
Makan 40 1 ptg sdg
kuning
Malam
Sup sayuran 50 ½ gls
Jeruk manis 110 1 bh bsr
Keterangan : URT = Ukuran Rumah Tangga

2. Kebersihan Dalam Islam


Allah menciptakan makhluk-Nya sebaik-baiknya penciptaan dan menyempurnakan kejadian
manusia yaitu melengkapi seluruh organ tubuhnya. Bahkan Allah memberi manusia indera:
pendengaran, penglihatan, dan akal pikiran. Kebersihan, kesucian, dan keindahan
merupakan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT. Dalam hal ini sesuatu yang kotor, jorok,
sampah berserakan dan lingkungan.
Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian
kebersihan dalam islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu sering
juga dipakai kata “bersuci” sebagai pedoman kata “membersihkan / melakukan kebersihan”.
Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan teori belaka, tetapi harus dijadikan pola
hidup praktis, yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan dikembangkan
dalam hukum islam.
(‫ْي َما ِن ا ِﻻ ِمنَ اَلنَّظَافَةٌ )ﺍحمد ﻩ ﺍﺮﻮ‬

Artinya : “Kebersihan itu sebagian dari iman” (HR. Ahmad)


Isi Kandungan :
1. Umat Islam wajib menjaga kebersihan lahir dan batinnya.
2. Menjaga kebersihan lahir dan batin merupakan ciri-ciri sebagian dari iman dalam
kehidupannya.

Hadits tersebut menjelaskan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman. Artinya
seorang muslim telah memiliki iman yang sempurna jika dalam kehidupannya ia selalu
menjaga diri, tempat tinggal dan lingkungannya dalam keadaan bersih dan suci baik yang
bersifat lahiriyah (jasmani) maupun batiniyah (rohani).

CARA BERSUCI DALAM KEADAAN SAKIT

Pertama : wajib bagi orang yang sakit untuk bersuci dengan air yaitu dia wajib
berwudhu ketika terkena hadats ashgor (hadats kecil). Jika terkena hadats akbar (hadats
besar), dia diwajibkan untuk mandi wajib.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu
sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.( QS Al-Maaidah: 06)

[403] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.


[404] Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin
Ialah: menyetubuhi.

Kedua : jika tidak mampu bersuci dengan air karena tidak mampu atau karena khawatir
sakitnya bertambah parah, atau khawatir sakitnya bisa bertambah lama sembuhnya, maka
dia diharuskan untuk tayamum.

Ketiga : tata cara tayamum adalah dengan menepuk kedua telapak tangan ke tanah yang
suci dengan satu kali tepukan, lalu mengusap seluruh wajah dengan kedua telapak tangan
tadi, setelah itu mengusap kedua telapak tangan satu sama lain.
Keempat : jika orang yang sakit tersebut tidak mampu bersuci sendiri, maka orang lain
boleh membantunya untuk berwudhu atau tayamum. (Misalnya tayamum), orang yang
dimintai tolong tersebut menepuk telapak tangannya ke tanah yang suci, lalu dia
mengusap wajah orang yang sakit tadi, diteruskan dengan mengusap kedua telapak
tangannya. Hal ini juga serupa jika orang yang sakit tersebut tidak mampu berwudhu
(namun masih mampu menggunakan air, pen), maka orang lain pun bisa menolong dia
dalam berwudhu (orang lain yang membasuh anggota tubuhnya ketika wudhu, pen).

Kelima : jika pada sebagian anggota tubuh yang harus disucikan terdapat luka, maka
luka tersebut tetap dibasuh dengan air. Apabila dibasuh dengan air berdampak sesuatu
(membuat luka bertambah parah, pen), cukup bagian yang terluka tersebut diusap dengan
satu kali usapan. Caranya adalah tangan dibasahi dengan air, lalu luka tadi diusap dengan
tangan yang basah tadi. Jika diusap juga berdampak sesuatu, pada saat ini diperbolehkan
untuk bertayamum. [Keterangan : membasuh adalah dengan mengalirkan air pada
anggota tubuh yang ingin dibersihkan, sedangkan mengusap adalah cukup dengan
membasahi tangan dengan air, lalu tangan ini saja yang dipakai untuk mengusap, tidak
dengan mengalirkan air]

Keenam : jika sebagian anggota tubuh yang harus dibasuh mengalami patah, lalu dibalut
dengan kain (perban) atau gips, maka cukup anggota tubuh tadi diusap dengan air sebagai
ganti dari membasuh. Pada kondisi luka yang diperban seperti ini tidak perlu beralih ke
tayamum karena mengusap adalah pengganti dari membasuh.

Ketujuh : boleh seseorang bertayamum pada tembok yang suci atau yang lainnya,
asalkan memiliki debu . Namun apabila tembok tersebut dilapisi dengan sesuatu yang
bukan tanah -seperti cat-, maka pada saat ini tidak boleh bertayamum dari tembok
tersebut kecuali jika ada debu.

Kedelapan : jika tidak ditemukan tanah atau tembok yang memiliki debu, maka tidak
mengapa menggunakan debu yang dikumpulkan di suatu wadah atau di sapu tangan,
kemudian setelah itu bertayamum dari debu tadi.

Kesembilan : jika kita telah bertayamum dan kita masih dalam keadaan suci (belum
melakukan pembatal) hingga masuk waktu shalat berikutnya, maka kita cukup
mengerjakan shalat dengan menggunakan tayamum yang pertama tadi, tanpa perlu
mengulang tayamum lagi karena ini masih dalam keadaan thoharoh (suci) selama belum
melakukan pembatal.
Kesepuluh : wajib bagi orang yang sakit untuk membersihkan badannya dari setiap najis.
Jika dia tidak mampu untuk menghilangkannya dan dia shalat dalam keadaan seperti ini,
shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.

Kesebelas : wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat dengan pakaian yang suci.
Jika pakaian tersebut terkena najis, maka wajib dicuci atau diganti dengan pakaian yang
suci. Jika dia tidak mampu untuk melakukan hal ini dan shalat dalam keadaan seperti ini,
shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.

Kedua belas : wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat pada tempat yang suci.
Apabila tempat shalatnya (seperti alas tidur atau bantal, pen) terkena najis, wajib najis
tersebut dicuci atau diganti dengan yang suci, atau mungkin diberi alas lain yang suci.
Jika tidak mampu untuk melakukan hal ini dan tetap shalat dalam keadaan seperti ini,
shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.

Ketigabelas : tidak boleh bagi orang yang sakit mengakhirkan shalat hingga keluar
waktunya dengan alasan karena tidak mampu untuk bersuci. Bahkan orang yang sakit ini
tetap wajib bersuci sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga dia dapat shalat tepat
waktu; walaupun badan, pakaian, atau tempat shalatnya dalam keadaan najis dan tidak
mampu dibersihkan (disucikan).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan
Ba’alawi. A.H.T.(2009). Terjemah Sulam Taufiq. Surabaya.CM Grafika
Buku Panduan Implementasi Keperawatan Islami (Iki) Program Profesi Ners Program Studi
S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin Ta 2016-2017
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa.(2010). Cara Bersuci dan Shalat Orang yang
Sakit
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Cet ketiga (2016)

Anda mungkin juga menyukai