1. PENDAHULUAN
Terlepas dari penyebabnya, pasien cacat fisik di rumah sakit dan panti jompo biasanya dibantu
oleh perawat dan pengasuh. Mayoritas tugas penanganan pasien bersifat fisik (misalnya,
mengangkat, memposisikan, bergerak, mentransfer). Masalah ini telah dilaporkan dalam literatur
yang relevan (misalnya, Karahan et al., 2009), dengan postur kerja yang buruk (non-netral) dan
tenaga yang kuat menjadi faktor risiko pekerjaan yang penting. Intervensi ergonomis dan
peningkatan tempat kerja telah disarankan (Kamioka & Honda, 2013), dengan hasil yang
bervariasi. Diduga terdapat perbedaan karakteristik tugas ketika membandingkan panti jompo
dan rumah sakit umum umum di Indonesia dengan yang ada di negara maju.
2. METODOLOGI
2.1. Daftar pertanyaan
Kuesioner Standard Nordic (Kuorinka et al., 1987; Deakin et al., 1994; Dawson et al., 2009)
digunakan untuk mendapatkan data tentang keluhan MS (cedera, nyeri, mati rasa, nyeri yang
berlebihan sendi tubuh) di antara perawat dan pengasuh. Bagian pertama terdiri dari data
demografi dan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas
responden. Pada bagian kedua, responden diminta untuk menunjukkan di mana masalah telah
terjadi (di sembilan wilayah tubuh) dalam tujuh hari sebelumnya, serta tahun lalu. Bagian ketiga
berisi pertanyaan terbuka yang berkaitan dengan apakah keluhan tersebut mengganggu aktivitas
sehari-hari di tempat kerja dan bagaimana mereka menangani masalah (Crawford, 2007).
2.2. Responden
Kuesioner dibagikan kepada 138 responden. Responden termasuk perawat rumah sakit (rawat
jalan dan rawat inap) (74,4%) dan perawat panti jompo (25,6%). Responden dalam rentang usia
dewasa (26-45 tahun), dengan perawakan normal (nilai BMI = 18,5-24,9). Para perawat bekerja
setiap hari dalam shift 8 jam (shift pagi, 06:00 AM–02:00PM; shift sore, 14:00 - 10:00PM; dan
shift malam, 10:00 PM–06:00AM).
Secara umum, perawat yang bekerja di fasilitas rawat jalan melaporkan lebih sedikit masalah
dibandingkan dengan perawat atau perawat rawat inap. Dibandingkan dengan perawat rawat
inap, perawat di panti jompo melaporkan prevalensi masalah MS bahu kanan yang jauh lebih
besar (71 vs. 29%) dan punggung bawah (77% vs. 55%).
4. KESIMPULAN
Studi ini secara khusus berusaha untuk memahami prevalensi masalah muskuloskeletal antara
perawat rumah sakit dan perawat panti jompo. Disimpulkan dalam penelitian ini bahwa sebagian
besar pekerja pernah mengalami cedera atau keluhan pada tahun sebelumnya. Bagian tubuh yang
mengalami insiden terbanyak antara lain punggung bawah, punggung atas, bahu kanan, dan area
leher. Pengasuh panti jompo cenderung dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan masalah
MS, diikuti oleh perawat yang bekerja di fasilitas rawat inap. Faktor pekerjaan lain yang
tampaknya berkontribusi pada masalah tersebut termasuk jam kerja yang lebih panjang, masa
kerja yang lebih lama, dan lebih banyak pekerja senior yang menderita masalah MS. Mereka
yang memiliki BMI lebih tinggi juga terkait dengan risiko ergonomis yang lebih tinggi. Meski
tidak ditangani secara khusus, Postur tubuh yang buruk dan usaha yang berlebihan selama
penanganan pasien dapat menjadi dua faktor utama yang mempengaruhi tingginya prevalensi
masalah MS.
5. LESSON LEARNED
Pekerjaan sebagai perawat pasien yang dilakukan adalah sesuatu yang berisiko karena dilakukan
secara repetitif, dan perbaikan tempat kerja harus segera dilakukan. Dibandingkan dengan
perawat yang bekerja di rumah sakit, perawat panti jompo tidak merasakan fasilitas yang mewah,
standardisasi metode kerja, ataupun jam kerja yang efektif. Pendekatan teknik dan administrasi
harus dipertimbangkan, bersama dengan dukungan dari manajemen terkait karena kondisi kerja
seperti itu dapat mempengaruhi moral serta produktivitas.