Anda di halaman 1dari 6

Judul: PENCEGAHAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL DI ANTARA PERAWAT

RUMAH SAKIT DAN PERAWAT HOME CAREGIVERS DI INDONESIA


Hardianto Iridiastadi, Bayuardi Anggawisnu, Fatin Saffanah Didin, Putra Alif Ramdhani Yamin
(2019)

1. PENDAHULUAN
Terlepas dari penyebabnya, pasien cacat fisik di rumah sakit dan panti jompo biasanya dibantu
oleh perawat dan pengasuh. Mayoritas tugas penanganan pasien bersifat fisik (misalnya,
mengangkat, memposisikan, bergerak, mentransfer). Masalah ini telah dilaporkan dalam literatur
yang relevan (misalnya, Karahan et al., 2009), dengan postur kerja yang buruk (non-netral) dan
tenaga yang kuat menjadi faktor risiko pekerjaan yang penting. Intervensi ergonomis dan
peningkatan tempat kerja telah disarankan (Kamioka & Honda, 2013), dengan hasil yang
bervariasi. Diduga terdapat perbedaan karakteristik tugas ketika membandingkan panti jompo
dan rumah sakit umum umum di Indonesia dengan yang ada di negara maju.

2. METODOLOGI
2.1. Daftar pertanyaan
Kuesioner Standard Nordic (Kuorinka et al., 1987; Deakin et al., 1994; Dawson et al., 2009)
digunakan untuk mendapatkan data tentang keluhan MS (cedera, nyeri, mati rasa, nyeri yang
berlebihan sendi tubuh) di antara perawat dan pengasuh. Bagian pertama terdiri dari data
demografi dan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas
responden. Pada bagian kedua, responden diminta untuk menunjukkan di mana masalah telah
terjadi (di sembilan wilayah tubuh) dalam tujuh hari sebelumnya, serta tahun lalu. Bagian ketiga
berisi pertanyaan terbuka yang berkaitan dengan apakah keluhan tersebut mengganggu aktivitas
sehari-hari di tempat kerja dan bagaimana mereka menangani masalah (Crawford, 2007).

2.2. Responden
Kuesioner dibagikan kepada 138 responden. Responden termasuk perawat rumah sakit (rawat
jalan dan rawat inap) (74,4%) dan perawat panti jompo (25,6%). Responden dalam rentang usia
dewasa (26-45 tahun), dengan perawakan normal (nilai BMI = 18,5-24,9). Para perawat bekerja
setiap hari dalam shift 8 jam (shift pagi, 06:00 AM–02:00PM; shift sore, 14:00 - 10:00PM; dan
shift malam, 10:00 PM–06:00AM).

2.3. Analisis statistik


Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan the chi-square Mantel-Haenszel (Mantel &
Haenszel, 1959; Lamothe, 2011) pada α = 0,05. Pengujian hipotesis dilakukan dengan paket
perangkat lunak SPSS. Oleh karena itu, penelitian ini menguji apakah ada hubungan antara
variabel bebas (faktor eksposur terhadap tempat kerja) dengan keluhan muskuloskeletal pada
bagian tubuh tertentu. Rasio odds (OR) juga dihitung, terutama untuk beberapa bagian tubuh
yang memiliki prevalensi terbesar (Smith et al., 2004). Berdasarkan perhitungan regresi logistik,
OR akan menunjukkan apakah perbedaan dalam klasifikasi responden (misalnya, usia, jabatan,
atau lama kerja) dikaitkan dengan perbedaan hasil (yaitu, prevalensi masalah MS).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Prevalensi Gangguan Muskuloskeletal (MSD) di antara Pengasuh dan Perawat
Di tiga pekerjaan (perawat panti jompo, perawat rawat inap, dan perawat rawat jalan), punggung
bawah dan punggung atas adalah bagian tubuh dengan prevalensi gejala terbesar (lihat Gambar
1). Prevalensi masalah MS pada punggung bawah adalah 57%, sedangkan pada punggung atas
adalah 46%. Hampir 40% responden melaporkan masalah di area bahu dan leher kanan.

Gambar 1 Data prevalensi antar responden


Perlu disebutkan bahwa ada perbedaan dalam prevalensi masalah MS, terutama antara perawat
panti jompo dan perawat rumah sakit (lihat Tabel 1). Ada perbedaan yang hampir konsisten
dalam prevalensi masalah MS di semua bagian tubuh kecuali bahu kanan dan punggung bawah.

Secara umum, perawat yang bekerja di fasilitas rawat jalan melaporkan lebih sedikit masalah
dibandingkan dengan perawat atau perawat rawat inap. Dibandingkan dengan perawat rawat
inap, perawat di panti jompo melaporkan prevalensi masalah MS bahu kanan yang jauh lebih
besar (71 vs. 29%) dan punggung bawah (77% vs. 55%).

3.2. Rasio Peluang Prevalensi


Odds Ratios (OR) dihitung berdasarkan regresi logistik dan menunjukkan kemungkinan
terjadinya satu kondisi kerja dibandingkan dengan kondisi lainnya (Tabel 2). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perawat panti jompo enam sampai delapan kali lebih mungkin mengalami
keluhan bahu kanan dibandingkan rekan mereka di rumah sakit. Hasilnya juga menunjukkan
bahwa pengasuh tiga sampai empat kali lebih mungkin mengembangkan keluhan punggung
bawah. Usia juga ditemukan sebagai faktor pembeda, dengan pekerja yang lebih tua (> 45 tahun)
memiliki kemungkinan empat sampai lima kali lebih besar untuk mengalami keluhan bahu
kanan. Mereka yang telah bekerja selama lebih dari 10 tahun juga dikaitkan dengan keluhan
pergelangan tangan dan leher yang lebih besar (kanan). Seperti yang diharapkan, pekerja dengan
jam kerja yang lebih lama ditandai dengan peningkatan risiko masalah bahu kanan dan punggung
bawah secara substansial. Menarik untuk dicatat bahwa indeks massa tubuh (BMI) mungkin juga
terkait dengan masalah leher. Dibandingkan dengan rekan mereka dengan BMI normal, pekerja
yang mengalami obesitas cenderung dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah leher.

3.3. Masalah Muskuloskeletal di antara Perawat dan Pengasuh


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi masalah MS pada perawat
panti jompo dan perawat rumah sakit (rawat inap dan rawat jalan). Keluhan muskuloskeletal
terbanyak terjadi pada punggung atas dan bawah, diikuti oleh daerah bahu kanan dan leher. Di
ketiga jenis fasilitas perawatan kesehatan, prevalensi masalah MS sebanding dengan penelitian
yang dilakukan oleh Smith et al. (2004). Mereka menyelidiki prevalensi masalah MS di antara
perawat rumah sakit Cina dan mencatat temuan serupa (punggung bawah = 57%; leher = 43%;
dan bahu = 39%). Namun, di tiga fasilitas yang berbeda, terdapat gambaran yang agak berbeda.
Tampaknya perawat di fasilitas rawat jalan melaporkan keluhan MS paling sedikit. Pengasuh
panti jompo, di sisi lain, cenderung melaporkan lebih banyak keluhan, terutama untuk punggung
bawah dan bahu kanan. Faktanya, kedua bagian tubuh ini dilaporkan oleh lebih dari 70%
responden yang merawat. Secara umum, pengasuh panti jompo cenderung mengalami prevalensi
masalah MS yang paling besar, sedangkan perawat rawat jalan dikaitkan dengan keluhan MS
paling sedikit.
Sejalan dengan hasil penelitian ini, bagian tubuh yang rentan terhadap nyeri dan cedera
adalah punggung bawah (Karahan et al., 2009; Bardak et al., 2012), bahu dan punggung atas
(Owen et al., 2012 ), dan area leher (Nimbarte, 2014). Penyebab keluhan MS pada bahu dan
punggung antara lain penanganan pasien yang berat, penanganan yang berbadan besar,
penanganan pasien dalam situasi darurat (Cilliers & Maart, 2013), metode penanganan yang
tidak tepat (Bardak et al., 2012), dan tugas-tugas yang berulang terkait dengan penanganan
pasien (Karahan et al., 2009). Metode kerja yang tepat secara substansial dapat mengurangi
risiko ini. Menggerakkan pasien lebih dekat ke posisi angkat perawat, menyesuaikan ketinggian
tempat tidur pasien mendekati ketinggian siku (berdiri), atau mengangkat dengan bantuan
personel lain adalah beberapa metode yang patut dipertimbangkan.

4. KESIMPULAN
Studi ini secara khusus berusaha untuk memahami prevalensi masalah muskuloskeletal antara
perawat rumah sakit dan perawat panti jompo. Disimpulkan dalam penelitian ini bahwa sebagian
besar pekerja pernah mengalami cedera atau keluhan pada tahun sebelumnya. Bagian tubuh yang
mengalami insiden terbanyak antara lain punggung bawah, punggung atas, bahu kanan, dan area
leher. Pengasuh panti jompo cenderung dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan masalah
MS, diikuti oleh perawat yang bekerja di fasilitas rawat inap. Faktor pekerjaan lain yang
tampaknya berkontribusi pada masalah tersebut termasuk jam kerja yang lebih panjang, masa
kerja yang lebih lama, dan lebih banyak pekerja senior yang menderita masalah MS. Mereka
yang memiliki BMI lebih tinggi juga terkait dengan risiko ergonomis yang lebih tinggi. Meski
tidak ditangani secara khusus, Postur tubuh yang buruk dan usaha yang berlebihan selama
penanganan pasien dapat menjadi dua faktor utama yang mempengaruhi tingginya prevalensi
masalah MS.

5. LESSON LEARNED
Pekerjaan sebagai perawat pasien yang dilakukan adalah sesuatu yang berisiko karena dilakukan
secara repetitif, dan perbaikan tempat kerja harus segera dilakukan. Dibandingkan dengan
perawat yang bekerja di rumah sakit, perawat panti jompo tidak merasakan fasilitas yang mewah,
standardisasi metode kerja, ataupun jam kerja yang efektif. Pendekatan teknik dan administrasi
harus dipertimbangkan, bersama dengan dukungan dari manajemen terkait karena kondisi kerja
seperti itu dapat mempengaruhi moral serta produktivitas.

Anda mungkin juga menyukai