Anda di halaman 1dari 17

Resume

Keratitis Jamur

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:
Helmina Rahmah
NIM. 19

Pembimbing:
dr. Enny Nilawati,M.Ked(Oph), Sp. M

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan
manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul “Keratitis Jamur”.
Shalawat beriring salam kami sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW,
atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya. Adapun tinjauan pustaka ini
diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior
pada bagian/SMF Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, RSUDZA
Banda Aceh. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada dr. Enny Nilawati, M.Ked(Oph), Sp.M yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan kami terima dengan
tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.

Banda Aceh, 5 Oktober 2020

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 5

2
Anatomi Kornea .............................................................................................. 5
Definisi............................................................................................................ 7
Epidemiologi ................................................................................................... 8
Etiologi............................................................................................................ 9
Patofisiologi ................................................................................................... 9
Manifestasi Klinis ........................................................................................... 10
Faktor Resiko ................................................................................................. 10
Diagnosis ....................................................................................................... 11
Diagnosis Banding ......................................................................................... 13
Tatalaksana ..................................................................................................... 13
Komplikasi ...................................................................................................... 15
Prognosis ......................................................................................................... 15
KESIMPULAN ............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 17

3
PENDAHULUAN

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea harus tetap
jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar.
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis
merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun
kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau
karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan
kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.1 5
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi
keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial.
Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis,
keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan
bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis
nurmularis dan keratitis neuroparalitik.1 4
Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau,
dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-
jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis
pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang
terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini
akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara
permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat
sampai menyebabkan kebutaan.1 4 5
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kornea

Kornea adalah bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea merupakan media refraksi
terbesar yang dalam pembiasan sinar, oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan
permukaannya rata agar tidak menghalangi proses tersebut. Kelainan yang bisa
merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil).1 6
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan
selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di
tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior. Kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda yaitu lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descemet, dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut
limbus kornea.1 6

Gambar 1. Lapisan-lapisan kornea


1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidosom dan
zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1 6

Definisi

Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan
menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan
epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan
stroma. Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat
akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri,
jamur, virus atau karena alergi.1 2 8
Gambar 2. Keratitis

Keratitis jamur adalah kondisi yang mengancam penglihatan parah dan


langka. Keratitis jenis ini seringkali  salah didiagnosis pada awalnya, sehingga
pengobatan yang relevan tertunda dan menyebabkan hasil visual yang makin
memburuk. Perforasi kornea 5-6 kali lebih mungkin terjadi pada keratitis jamur
dibandingkan pada keratitis bakterial.3 4

Gambar 2. Keratitis jamur

Epidemiologi

Infeksi jamur pada kornea telah ditemukan sejak tahun 1879 oleh Leber,
tetapi baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan
dilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti
laporan-laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia.7
Seperti kebanyakan penyakit infeksi, letak geografis, dan status sosial
ekonomi mempengaruhi prevalensi dan penyebab keratitis jamur. Di Amerika
Serikat, tempat hangat di lokasi selatan seperti Florida memiliki insiden yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tempat yang lebih dingin di utara. Fusarium,
Candida, dan Aspergillus adalah spesies yang paling sering diisolasi yang
menyebabkan keratitis jamur di AS, sedangkan di India, Aspergillus adalah
penyebab tersering. Fusarium adalah penyebab umum keratitis jamur di daerah
beriklim hangat seperti Brazil, sedangkan Candida lebih umum ditemukan di
daerah beriklim sedang.7 9
Keratitis jamur lebih sering terjadi di daerah tropis atau subtropis, tetapi
juga terjadi di daerah dengan iklim sedang seperti di Eropa Utara. Candida telah
didokumentasikan sebagai penyebab umum keratitis jamur di iklim sedang. Di
daerah subtropis, jamur filamen Aspergillus tersebar luas, sedangkan di daerah
tropis, jamur  Fusarium lebih dominan.7 9

Etiologi

Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:1 5 6

1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-


cabang hifa.
 Jamur bersepta : Fusarium sp, Acremonium sp, Aspergilus sp,
Clodosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
 Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
2. Jamur ragi (yeast)
 Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,
Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik
 Pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada media perbiakan
membentuk misellium : Blastomices sp, Coccididies sp, Histoplasma
sp, Sporothrix sp.

Patofisiologi

Kornea yang mengalami trauma dapat menyebabkan defek pada epitel


kornea. Defek tersebut dapat menjadi akses bagi jamur untuk masuk dan
berkembang di dalam stroma kornea. Jamur yang masuk mendapatkan nutrisi dari
aqueous humour yang masuk dari pompa aktif endotel. Oleh karena itu, jamur
berkembang secara aktif pada stroma dan menyebabkan kekeruhan lensa.5 6
Reaksi peradangan yang berat pada kornea karena infeksi jamur dapat
timbul dalam bentuk mikotoksin dan enzim-enzim proteolitik. Agen-agen ini
dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea yang dapat menyebabkan
peradangan akut. Hifa dari jamur berpotensi masuk ke membrane descemet yang
intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.1 6

Manifestasi Klinis

Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrate pada lapisan


kornea. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan
pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat beurpa nebula, macula, dan
leukoma. Adapun gejala umumnya adalah:5 6 7
 Mata sakit, gatal, silau
 Gangguan penglihatan (visus menurun)
 Mata merah dan bengkak (blepharospasme)
 Hiperemi konjungtiva
 Merasa kelilipan
 Gangguan kornea (sensibilitas kornea yang hipestesia)
 Fotofobia
 Lakrimasi
 Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat filamen pada kornea

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi
jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang
larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea,
peradangan akit, respon antigenic dengan formasi cincin imun, hipopion, dan
uveitis yang berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat
berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan
infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang
tidak meradang tampak elevasi ke atas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan
lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat
terlihat parallel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang
merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh.1 4 6

Faktor Resiko5
 Trauma pada kornea
 Penggunaan lensa kontak
 Terapi kortikosteroid yang menyebabkan penurunan resistensi kornea
terhadap infeksi jamur
 Gangguan sistem imun ( seperti pada penderita DM dan penyakit kronis
lainnya )
 Kelainan pada ocular surface (keratitis kronik, persistent epithelial defect)
 Penggunaan antibiotic spectrum luas
 Riwayat operasi kornea sebelumnya

Diagnosis

Diagnosis dari keratitis jamur ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan laboratorium.1 5 6
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan adanya faktor risiko yang dimiliki, seperti:
 Trauma (misalnya, lensa kontak, benda asing).
 Penggunaan kortikostreroid topikal
 Operasi kornea seperti keratoplasti, operasi katarak clear cornea (tanpa
benang), atau laser in situ keratomileusis (LASIK)
 Keratitis kronis karena herpes simpleks, herpes zoster, atau
konjungtivitis vernal.
 Laki-laki muda
 Riwayat trauma sebelumnya (terutama karena tumbuhan)
 Pekerjaan agricultural
Sedangkan faktor risiko untuk keratitis Candida adalah :
 Pasien tua
 Riwayat penyakit mata sebelumnya
 Exposure keratopathy
 Keratitis kronis
 Pemakaian steroid jangka panjang
 Penyakit immunosupresif
2. Pemeriksaan Oftalmologi1 5 6
Untuk memeriksa diperlukan slit lamp atau kaca pembesar dan
pencahayaan terang. Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan
cahaya di atas kornea, daerah yang kasar menandakan defek pada epitel. Slit lamp
dapat melihat injeksi siliaris, defek epitel, adanya infiltrat dengan tepi yang
meninggi, tekstur yang kasar, pigmentasi putih keabu-abuan, plak endotel, dan
tampilan cincin putih pada kornea dan lesi satelit pada tepi fokus primer infeksi
dan hipopion. Cara lain untuk melihat defek epitel dengan tes fluoresein. Pada tes
fluoresein defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna hijau.

Gambar 3. Uji Fluoresein positif pada defek epitel

Gambar 4. Infiltrat Satelit

3. Pemeriksaan Laboratorium1 5 6
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosis kausa dan juga penting
untuk pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan.

a. Melakukan Pemeriksaan Kerokan Kornea


Pemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan spatula
kimura yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan
pewarnaan KOH, Gram untuk megidentifikasi ragi, Giemsa untuk mendeteksi
elemen jamur atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing
20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Isolasi jamur menggunakan Sobaraud dan
agar darah pada suhu ruangan.
b. Biopsi Jaringan kornea
Bisa dilakukan bila hasil kultur negatif dalam waktu 48-72 jam pada
pasien yang diduga kuat memiliki infeksi jamur dan tidak juga membaik dengan
terapi antibakterial. Biopsi dilakukan utnuk menegakkan diagnosis pasti. Caranya
diwarnai dengan Periodic acid schiff atau Methenamine Silver.

Diagnosis Banding5

 Bacterial keratitis
 Acanthamoeba keratitis
 Mycobacterial keratitis
 Herpes simplex virus keratitis
 Sterile posttraumatic keratitis, including corneal burns

Tatalaksana

1. Terapi topikal1 5 6
 Pada 24 sampai 48 jam pertama pasien harus diberikan tetes mata
Econazole 1% setiap jam pagi dan malam.
 Siklopegik tetes atropine 1% 2 kali sehari. Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris, mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil,
terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
2. Terapi sistemik1 5 6
 Infeksi jamur ragi (yeast)
Flukonazol oral 50-100 mg selama 7-14 hari setelah diketahui
penyebabnya. Jika terdapat endoftalmitis diberikan 200-400 mg. Saat pemakaian
obat ini harus diperhatikan fungsi liver pasien.

 Infeksi mould
Pada lini pertama, pasien diberikan Voriconazole. Pada pasien dengan
berat badan > 40 kg, voriconazole diberikan secara oral 400 mg 2 kali/hari. Pada
hari berikutnya diberikan 200 mg 2 kali/hari, dan pada hari berikutnya dilihat
perubahan pada mata pasien. Jika sudah cukup membaik, dosis tetap dilanjutkan
sama seperti hari sebelumnya. Apabila tidak terlihat adanya perubahan, maka
dosis dapat dinaikan 300 mg 2 kali/hari.
Komplikasi

Komplikasi yang paling berbahaya dari keratitis adalah penipisan kornea


dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai
hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:5
 Gangguan refraksi
 Jaringan parut permanent
 Ulkus kornea
 Perforasi kornea
 Glaukoma sekunder

Prognosis
Kepatuhan pengobatan dan follow up yang teratur menjadi kunci dalam
kesuksesan pengobatan. Pasien harus diberikan konseling bahwa terapi dan
pengobatan bisa saja berkepanjangan, dan kesuksesan terapi tergantung dari
tingkat kepatuhan pasien itu sendiri.5
KESIMPULAN

Keratitis merupakan suatu infeksi pada kornea yang ditandai dengan


adanya infiltrat yang disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan penyebabnya
keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral
dan keratitis akibat alergi. Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak,
mata merah, rasa silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya
tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Pada keratitis yang
disebabkan oleh jamur pada anamnesis ditemukan adanya riwayat trauma pada
mata dan gambaran klinik yang khas berupa adanya lesi satelit. Jika keratitis
tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu
ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan
gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus, R S et al. Buku Ajar Oftalmologi FK UI. 2017. Balai Penerbit FK


UI. Jakarta.

2. Duane, T. D., Tasman, W., & Jaeger, E. A. (2011). Duane's


Ophthalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

3. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell


publishing, Australia : 2013; page 52-4

4. Ilyas, HS. Ilmu Penyakit Mata, 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015.

5. American Academy of Ophthalmology. (2016). Basic and clinical science


course, 2016-2017 Section 8: External Disease and Cornea. American
Academy of Ophthalmology.

6. Kanski, J. J., Bowling, B., Nischal, K. K., & Pearson, A. (2011). Clinical


ophthalmology: A systematic approach. Edinburgh: Elsevier/Saunders.

7. Castano G, Elnahry AG, Mada PK. Fungal Keratitis. [Updated 2020 Aug
10]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493192/

8. Tuli SS. Fungal keratitis. Clin Ophthalmol. 2011;5:275-279.


doi:10.2147/OPTH.S10819.

9. Nielsen SE, Nielsen E, Julian HO, Lindegaard J, Højgaard K, Ivarsen A,


Hjortdal J, Heegaard S. Incidence and clinical characteristics of fungal
keratitis in a Danish population from 2000 to 2013. Acta Ophthalmol.
2015 Feb;93(1):54-8. doi: 10.1111/aos.12440. Epub 2014 May 19. PMID:
24836583.

Anda mungkin juga menyukai