DAFTAR ISI.................................................................................................................1
DAFTAR TABEL.........................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................4
BAB I.............................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
BAB III........................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................44
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Indikasi CMRI dan CCT pada pasien dengan penyakit jantung
kongenital..................................................................................................17
Tabel 2. 2 Kelebihan dan kekurangan modalitas diagnostik non-invasif...................28
DAFTAR GAMBAR
Jantung dapat disebut sebagai mesin kehidupan. Organ yang sangat kuat ini
bekerja terus-menerus, tidak pernah berhenti. Tersusun dari jenis serat otot yang tidak
ditemukan di tempat lain di tubuh, jantung bekerja untuk memompa darah ke seluruh
tubuh, mengirimkan darah yang kaya oksigen ke organ dan jaringan, dan
mengembalikan darah yang kekurangan oksigen ke paru-paru. Seukuran kepalan
tangan masing-masing individu, jantung terletak di rongga dada di mediastinum,
ruang antara paru-paru dan di bawah tulang dada. Posisi dari organ jantung ini agak
miring ke kiri, sehingga dua pertiganya meluas ke arah kiri dari garis tengah tubuh.
Bagian jantung yang paling luas, disebut alas atau base, berada di posisi kanan atas,
sedangkan ujung runcing dari jantung, yang disebut apeks, berada di posisi kiri
bawah.3
2.1.1 Perikardium
Gambar 2. 2 Perikardium.3
2.1.2 Ruang Jantung dan Pembuluh Darah Besar
Jantung memiliki empat ruang berongga. Dua ruang atas disebut sebagai
atrium dan dua ruang bawah disebut dengan ventrikel. Pada jantung ada beberapa
pembuluh darah besar yang mengangkut darah masuk dan keluar jantung. Disebut
sebagai pembuluh darah besar, termasuk vena cava superior dan inferior, arteri
pulmonalis (yang bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri), empat vena
pulmonalis (dua untuk setiap paru), serta aorta. 3
Katup jantung berfungsi untuk memastikan bahwa darah bergerak maju dan
tidak kembali. Jantung memiliki empat katup, dua di antaranya terletak pada atrium
dan ventrikelnya dan dua sisanya terletak pada pintu keluar setiap ventrikel. Setiap
katup dibentuk oleh dua atau tiga lipatan jaringan yang disebut daun katup atau
kuspis. Katup atrioventrikular (AV) mengatur aliran antara atrium dan ventrikel
sedangkan katup semilunar mengatur aliran antara ventrikel dan arteri besar. 3
Katup AV kanan juga disebut katup trikuspid (karena memiliki tiga kuspis)
mencegah aliran balik dari ventrikel kanan ke atrium kanan.
Katup AV kiri disebut katup bikuspid (karena memiliki dua kuspis), atau lebih
umumnya disebut katup mitral mencegah aliran balik dari ventrikel kiri ke
atrium kiri.
Katup pulmonalis mencegah aliran balik dari arteri pulmonalis ke ventrikel
kanan.
Katup aorta mencegah aliran balik dari aorta ke ventrikel kiri.
Jaringan ikat semi-kaku, berserat, yang disebut sebagai skeleton atau kerangka
jantung mengelilingi setiap katup jantung. Selain memberikan dukungan fisik untuk
bentuk dan fungsional jantung itu sendiri, kerangka ini juga menjaga katup agar tidak
meregang. Kerangka jantung diketahui bertindak sebagai penghalang isolasi antara
atrium dan ventrikel, serta mencegah impuls listrik mencapai ventrikel di luar jalur
konduksi yang normal karena histologis kerangka jantung bersifat isolator. 3
Aorta dibagi menjadi dua, yaitu aorta torakalis dan abdominalis. Aorta
torakalis dibagi menjadi segmen ascendens, arkus dan descendens sedangkan
aorta abdominalis dibagi menjadi segmen suprarenal dan infrarenal. Aorta
ascendens merupakan bagian tubular aspek anterior aorta torakalis dari proksimal
pangkal aorta ke distal arteri innominata yang memanjang sekitar 5 cm.5
Pangkal aorta terdiri dari katup aorta, sinus valsava dan arteri koronaria
kanan-kiri yang memanjang dari pangkal aorta ke sinotubular junction dan
menyokong dasar katup aorta. Pangkal aorta dilewati oleh tiga sinus valsalva yang
menonjol keluar dan memfasilitasi pembukaan katup pada sistolik serta arteri
koronaria kanan-kiri muncul dari sinus ini. Segmen atas tubuler aorta ascendens
mulai dari sinotubular junction dan berakhir pada awal arkus aorta dengan sedikit
melintasi garis tengah tubuh aspek kanan dan bagian proksimal di cavum
perikardium. Arkus aorta melengkung ke atas antara aorta ascendens dan descendens,
pada arkus aorta mempunyai percabangan arteri brakiosefalika, arteri karotis komunis
kiri, innominata dan subklavia kiri.6,7
Aorta menurun dan berganti nama menjadi aorta descendens mulai dari area
distal arteri subklavia kiri hingga sela iga ke-12. Aorta descendens berjalan di
mediastinum posterior ke arah kiri korpus vertebra, kemudian ke depan korpus
vertebra dan berakhir dibelakang esofagus sebelum melewati diafragma setinggi
vertebra torakalis ke-12. Aorta abdominalis mulai dari aorta descendens setinggi
vertebra torakalis ke-12 hingga bifurkasio setinggi vertebra lumbal ke-4. Cabang-
cabang aorta abdominalis antara lain arteri splenikus, arteri renalis kanan-kiri.3,6
Gambar 2. 6 Anatomi aorta torakalis, terbagi menjadi aorta asendens, arkus aorta,
dan aorta desendens.5
Gambar 2. 7 Contoh radiografi sinar-X yang diambil oleh William Röntgen dari
tangan istrinya, menunjukkan tulang jari yang tumpang tindih dengan cincin.4
Gambar 2. 9 CT-Scan.4
2.3 Definisi MRI
CCT memiliki resolusi spasial yang tinggi dan waktu akuisisi yang cepat
sehingga relevan untuk imaging pembuluh darah besar, arteri koroner, dan arteri
kolateral, serta penyakit parenkim paru. Ukuran dan fungsi ventrikel dapat dinilai
dengan dosis radiasi yang meningkat sehingga tidak digunakan untuk pemeriksaan
serial. Perkembangan teknologi terbaru telah mampu menurunkan paparan radiasi
hingga menjadi <5 mSv sehingga menjadi daya tarik pada pasien dengan penyakit
jantung kongenital terutama jika disertai patologi arteri koroner.8
MRI memungkinkan rekonstruksi anatomi 3D sehingga menjadi metode
radiologi gold standard dalam pemeriksaan penyakit jantung kongenital.
Pemeriksaan ini juga merupakan alternatif jika ekokardiografi tidak memberikan
kualitas yang baik atau meragukan. Selain itu, MRI tidak memancarkan radiasi yang
banyak sehingga sangat efisien sebagai metode evaluasi serial. 8
Sianosis adalah perubahan warna kebiruan pada kulit dan/atau mukosa akibat
oksigenasi yang tidak memadai. Umumnya, sianosis terlihat pada jaringan tubuh yang
hanya memiliki ≤5g/100mL hemoglobin tak jenuh (unsaturated hemoglobin).9,10
Sebagai penjelasan ekstra, anemia pada dasarnya dapat menyebabkan hipoksemia,
namun pasien anemia tidak semuanya bermanifestasi klinis sianosis. Dalam tulisan
ilmiah ini, “sianosis” digunakan sebagai istilah umum untuk mengidentifikasi
hipoksemia yang disebabkan oleh percampuran darah dari area kanan jantung ke area
kiri jantung walaupun pada beberapa kasus sianosis ini tidak akan muncul setiap
saat.9
Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung kongenital (PJK) akan
menunjukkan manifestasi sianosis ketika obstruksi aliran masuk atau keluar ventrikel
kanan menyebabkan pirau kanan-ke-kiri intrakardiak atau apabila cacat anatomis
kompleks dari jantung menyebabkan campuran aliran balik vena pulmonal
(deoksigenasi) dan sistemik (teroksigenasi) di jantung. Sianosis dari edema paru juga
dapat berkembang pada pasien dengan gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri-
ke-kanan, walaupun derajatnya biasanya tidak terlalu parah.11
Pada pasien dengan TOF dan atresia pulmonal, ekokardiografi saja tidak
cukup untuk menilai anatomi arteri pulmonal dan Main Pulmonary Arteries and
Collateral Arteries (MAPCA) sehingga CCT dan kateterisasi jantung dengan injeksi
sangat diindikasikan.12 Jika terdapat keraguan mengenai jumlah drainase vena
pulmonal yang terjadi pada TAVPR setelah ekokardiografi maka CCT juga
diindikasikan. Indikasi CCT lainnya tampak pada tabel 2.2.8
Baik PJK sianotik maupun PJK asianotik merupakan dua penyakit yang
memerlukan penanganan yang serius. Acyanotic congenital heart disease atau PJK
asianotik dapat memunculkan gejala seperti gagal jantung kongestif dan/atau murmur
jantung yang terdengar selama pemeriksaan fisik dan dapat muncul kapan saja selama
masa bayi atau anak usia dini.16 Kondisi jantung asianotik tidak menyebabkan
penurunan kadar oksigen darah, namun menimbulkan sejumlah kondisi yang
menyebabkan pirau darah kiri ke kanan di dalam jantung karena cacat septum.
Kondisi ini kemudian mengakibatkan aliran berlebih ke paru-paru. Anak-anak yang
terkena sering mengalami sesak napas, yang pada gilirannya menyebabkan kesulitan
makan dan gagal tumbuh. Dalam kasus di mana ada pirau kiri ke kanan yang besar,
anak tersebut akan mengalami gagal jantung kongestif. Kelompok kondisi ini
termasuk defek septum ventrikel, defek septum atrioventrikular, duktus arteriosus
paten, dan defek septum atrium. Kondisi asianotik penting lainnya adalah kondisi di
mana terdapat obstruksi aliran keluar baik sisi kanan atau kiri jantung seperti stenosis
katup paru, stenosis katup aorta, dan koarktasio aorta.17
PJK asianotik pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu lesi
shunt dan lesi non-shunt. Penilaian klinis adalah dasar yang kokoh untuk diagnosis
dan strategi manajemen kasus PJK walaupun anamnesis yang komprehensif tetap
menjadi landasan diagnosis dari beberapa PJK asianotik.16
CT telah menjadi teknik pencitraan yang penting untuk berbagai penyakit
jantung bawaan, karena akses yang lebih memadai daripada CMR. Gambar
berkualitas baik tidak mungkin dihasilkan dari CMR pada pasien yang sakit atau
tidak kooperatif, sedangkan waktu pemeriksaan yang sangat singkat dengan
menggunakan CT multidetektor masih dapat menghasilkan gambaran anatomi yang
jelas. Resolusi spasial tetap lebih baik untuk CT multidetektor dengan resolusi sumbu
az sekitar 0,5 mm versus 1,5-2 mm atau lebih untuk angiografi MR. Dengan
demikian, struktur yang sangat halus termasuk aortopulmonary collaterals kecil dan
arteri koroner dapat ditunjukkan dengan lebih baik oleh CT. 16
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah proses patologis yang ditandai dengan
akumulasi plak aterosklerotik di arteri epikardial, baik obstruktif maupun non-
obstruktif. Proses ini dapat dimodifikasi dengan penyesuaian gaya hidup, terapi
farmakologis, dan intervensi invasif yang dirancang untuk mencapai stabilisasi atau
regresi penyakit. Penyakit ini dapat memiliki periode yang lama dan stabil tetapi juga
dapat menjadi tidak stabil kapan saja, biasanya karena peristiwa atherothrombotik
akut yang disebabkan oleh pecahnya plak atau erosi. Namun, penyakit ini adalah
progresi menahun, bahkan dalam periode yang secara klinis tampak asimtomatik.
Sifat dinamis dari proses CAD menghasilkan berbagai presentasi klinis, yang dapat
dengan mudah dikategorikan sebagai sindrom koroner akut (ACS) atau sindrom
koroner kronis (CCS). Pedoman yang disajikan di sini mengacu pada manajemen
pasien dengan CCS. Sejarah alam CCS diilustrasikan pada gambar berikut.18
Gambar 2. 18 Ilustrasi skematis dari riwayat alami sindrom koroner kronis. ACE =
angiotensin converting enzyme; ACS = sindrom koroner akut; CCS = sindrom
koroner kronis; MI = infark miokard.18
Seorang pasien dapat didiagnosis penyakit jantung koroner (PJK) melalui
empat cara yaitu kematian jantung mendadak, sindrom koroner akut, angina pektoris
stabil paska revaskularisasi, dan hasil diagnostik noninvasif (Computed
Tomography scan/CT scan koroner, Single Photon Emission Computed
Tomography Myocardial Perfusion Imaging/SPECT MPI nuklir atau Magnetic
Resonance Imaging/MRI). Pemeriksaan noninvasif memegang peranan penting,
yaitu sebagai satusatunya cara mendiagnosis PJK asimtomatik. Oleh sebab itu,
pemahaman mengenai interpretasi hasil pemeriksaan noninvasif seperti CT scan
koroner, SPECT MPI nuklir atau MRI kardiak dimasukkan dalam kompetensi dasar
program pendidikan spesialis jantung dan pembuluh darah menurut Kolegium
PERKI.19
Pada pasien lain dimana gejala CAD tidak dapat disingkirkan hanya dengan
penilaian klinis, tes diagnostik non-invasif disarankan untuk menegakkan diagnosis
serta menilai risiko kejadian pada pasien. Pedoman saat ini merekomendasikan
penggunaan pencitraan fungsional non-invasif dari iskemia atau pencitraan anatomis
menggunakan angiografi CT koroner (CTA) sebagai tes awal untuk mendiagnosis
CAD. 18
A B
Gambar 2. 19 a). CTCA dengan plak lunak LMCA; b). CTCA dengan stenosis LAD
sedang.20
Penggunaan MRI sebagai salah satu modalitas diagnostik PJK, akhirakhir
ini sangat berkembang. MRI memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan
modalitas lain, yaitu tidak menggunakan radiasi, menghasilkan gambar dengan
resolusi temporal dan spasial yang akurat, dapat mengevaluasi anatomi dan fungsi
dari kardiak, serta lapang tomografi yang tidak terbatas. Hasil MRI selain menjadi
bukti diagnostik, dapat juga membantu menentukan tatalaksana dan
memperlihatkan prognosis pasien. Berikut ini perbandingan MRI kardiak dengan
modalitas noninvasif lainnya.19
Hasil pemeriksaan MRI kardiak terdiri atas gambar dan sine yang diambil dari
beberapa metode sekuens. Tiaptiap sekuens memberikan informasi yang khas.
Sekuens pemeriksaan MRI yang diperlukan untuk mendiagnosis PJK adalah a)
T1 darkblood aksial dan koronal, b) Steady StateFree Precision (SSFP) fase rest
dan stress, c) T2-weightedSTIR, d) Stress First-Pass Perfusion dan RestFirst-Pass
Perfusion, e) Early Gadolinium Enhancement (EGE) dan Late Gadolinium
Enhancement (LGE), seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. 19
Gambar 2. 20 Sekuens Pemeriksaan MRI untuk Mendiagnosis PJK.19
Pemeriksaan noninvasif, termasuk MRI kardiak, memegang peranan penting
dalam mendiagnosis PJK asimtomatik. Beberapa sekuens pengambilan gambar
digunakan untuk mengevaluasi morfologi dan fungsi jantung secara detail,
memperlihatkan stress inducible ischemia, dan menghitung luas jaringan fibrosis.
Hasil pemeriksaan MRI kardiak memberikan banyak informasi yang bermanfaat
untuk mendiagnosis PJK, menentukan strategi tatalaksananya dan memperkirakan
prognosis pasien.19
Volume darah paru (PBV) adalah aplikasi klinis baru dari pencitraan
resonansi magnetik kardiovaskular (CMR) untuk penilaian kuantitatif dari kemacetan
hemodinamik. Beberapa penelitian bertujuan untuk menilai nilai prognostik PBV
pada kohort pasien rawat jalan dengan gagal jantung kronis. Indeks PBV dengan
kontras CMR yang ditingkatkan adalah aplikasi pencitraan baru yang berguna untuk
menentukan secara kuantitatif kumpulan darah intravaskular paru dan penanda
pengganti yang menjanjikan dari disfungsi diastolik. Dalam rangkaian pasien gagal
jantung yang melakukan prosesi rawat jalan, peningkatan indeks PBV dikaitkan
dengan peningkatan keparahan disfungsi diastolik dan hasil kardiovaskular yang
buruk. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hasil kami dan untuk
menilai utilitas klinis dan prognostik indeks PBV oleh CMR dalam pengaturan klinis
yang berbeda.26
Gambar 2. 22 Irisan sumbu pendek ventrikel tengah CMR T2 menunjukkan edema
miokard dengan rasio T2 SI terhadap otot rangka 2,4.27
Diseksi aorta umumnya diawali dari robekan tunika intima dinding aorta,
menyebabkan darah mengalir masuk menuju media, memisahkan lapisan-lapisan
dinding aorta, dan menciptakan lumen palsu. Diseksi aorta didefinisikan sebagai
gangguan pada lapisan medial oleh perdarahan intramural, mengakibatkan pemisahan
lapisan dinding aorta dan pembentukan true lumen (TL) dan false lumen FL
selanjutnya dengan atau tanpa hubungan.28–30
Darah yang mengalir ke dalam lumen palsu dapat menyebabkan beberapa
masalah: mengurangi darah yang dialirkan ke tubuh, diseksi bertambah luas, serta
menghambat aliran darah aorta (lumen sebenarnya) dan juga arteri yang
dipercabangkannya. Diseksi juga dapat melemahkan dinding aorta, menyebabkan
aneurisma atau ruptur aorta.29,30
Gambar 2. 25 (a).Cobweb sign pada pasien dengan diseksi aorta. (b). Baek sign.
Tampak hematom bentuk baji yang menghasilkan bagian yang berkembang dari false
lumen.34
Kriteria diagnosis MRI sama seperti CT scan. MRI memiliki akurasi sama
atau lebih tinggi dibandingkan CT scan. Kelemahan MRI adalah kontraindikasi pada
pasien dengan alat-alat implan seperti pacemaker dan defibrilator. MRI juga terbatas
pada keadaan darurat dan membutuhkan waktu lebih lama untuk memperoleh hasil
gambar. MRI jarang digunakan untuk pemeriksaan awal pasien diseksi aorta.MRI
dapat digunakan untuk alternatif evaluasi.33,35–37
Intimal flap ditemukan pada diseksi aorta kurang lebih 70% kasus. Intimal
flap terjadi ketika darah masuk ke lapisan medial melalui robekan lapisan intima
sehingga akan terbentuk gambaran true lumen dan false lumen serta dipisahkan oleh
flap di antara dua lumen tersebut. Circumferential intimal flap disebabkan oleh
diseksi yang masuk ke dalam lapisan intima, dan menyempitkan true lumen dengan
gambaran bentuk filiformis dan intususepsi intimo-intimal memberikan gambaran
windshock. Jika terdapat dua diseksi pada satu saluran maka akan tampak gambaran
Mercedes-Benz.34
Pada diseksi aorta terbentuk gambaran true lumen dan false lumen. Sebagai
ahli radiologi, perlu mengetahui cara membedakan antara true lumen dan false
lumen, tanda yang mengindikasikan false lumen adalah cobweb sign dan beak
sign. Cobweb sign dideskripsikan sebagai area hipodens tipis bentuk linier di false
lumen yang disebabkan oleh sisa lapisan media yang tidak robek selama proses
diseksi sedangkan beak sign dideskripsikan sebagai hematom bentuk baji yang
membentuk suatu ruangan dari false lumen. True lumen akan tampak sebagai lumen
yang berhubungan tanpa bagian diseksi aorta sedangkan false lumen dengan
trombus didalamnya. Temuan sekunder diseksi aorta adalah pergeseran ke arah
dalam suatu kalsifikasi pada lapisan intima, penyangatan pada false lumen
lambat, pelebaran aorta dan mediastinum serta hematom perikardial atau pleura.38
A B
Gambar 2. 26 Aorta diseksi pada MRI; a). Axial T2 fat sat; b). Axial T1 in-phase; c).
Axial T1 out-of-phase.39
BAB III
KESIMPULAN
1. Jantung dapat disebut sebagai mesin kehidupan. Organ yang sangat kuat ini
bekerja terus-menerus, tidak pernah berhenti.
2. Struktur utama pada organ yang berfungsi memompa darah ke masing-masing
tubuh makhluk hidup ini adalah termasuk perikardium, dinding jantung, ruang
jantug, dan katup.
3. Selain memberikan dukungan fisik untuk bentuk dan fungsional jantung itu
sendiri, kerangka jantung juga menjaga katup agar tidak meregang. Kerangka
jantung diketahui memiliki fungsi sebagai penghalang isolasi antara atrium
dan ventrikel, serta mencegah impuls listrik mencapai ventrikel di luar jalur
konduksi yang normal karena histologis kerangka jantung bersifat isolator.
4. Computed tomography (CT) didefinisikan sebagai metode pencitraan di mana
objek diiradiasi dengan sinar-X atau sinar gamma dan algoritma matematika
digunakan untuk membuat gambar penampang atau urutan gambar.
5. Dalam proses tomografi, radiografi sinar-X digunakan untuk mengambil
proyeksi tubuh dalam jumlah besar, yang kemudian direkonstruksi
menggunakan algoritma matematis untuk membentuk citra potongan dari
objek yang dipindai. Irisan yang direkonstruksi ini kemudian dapat ditumpuk
untuk membentuk representasi tiga dimensi (3D) dari objek yang dapat
digunakan dalam beragam aplikasi.
6. Ada berbagai macam faktor yang memengaruhi kinerja computed tomography
(CT) sinar-X. Panduan Jerman VDI/VDE 2630-1.2 memberikan gambaran
menyeluruh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aliran kerja
pengukuran. Faktor pengaruh dapat dibagi menjadi lima kelompok parameter
yang meliputi sistematisasi, kerja alat, pemrosesan data, lingkungan, dan
operator.
7. Magnetic resonance imaging (MRI) adalah teknologi pencitraan non-invasif
yang menghasilkan gambar anatomi detail tiga dimensi.
8. MRI menggunakan magnet kuat yang menghasilkan medan magnet dan
memaksa proton di tubuh agar sejajar dengan medan itu. Ketika arus frekuensi
radio kemudian berdenyut melalui pasien, proton distimulasi, dan berputar
keluar dari kesetimbangan, melawan tarikan medan magnet. Ketika medan
frekuensi radio dimatikan, sensor MRI dapat mendeteksi energi yang
dilepaskan saat proton menyesuaikan diri dengan medan magnet. Waktu yang
dibutuhkan proton untuk menyesuaikan diri dengan medan magnet, serta
jumlah energi yang dilepaskan, berubah tergantung pada lingkungan dan sifat
kimiawi molekul. Dokter dapat membedakan berbagai jenis jaringan
berdasarkan sifat magnetis ini.
9. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di dunia, dan beban
kesehatan tertinggi. Namun, diagnosis dan pengobatan yang efektif terhambat
oleh kurangnya pengetahuan tentang mekanisme patofisiologis yang
mendasari perkembangan penyakit.
10. CCT memiliki resolusi spasial yang tinggi dan waktu akuisisi yang cepat
sehingga relevan untuk imaging pembuluh darah besar, arteri koroner, dan
arteri kolateral, serta penyakit parenkim paru. Ukuran dan fungsi ventrikel
dapat dinilai dengan dosis radiasi yang meningkat sehingga tidak digunakan
untuk pemeriksaan serial. Perkembangan teknologi terbaru telah mampu
menurunkan paparan radiasi hingga menjadi <5 mSv sehingga menjadi daya
tarik pada pasien dengan penyakit jantung kongenital terutama jika disertai
patologi arteri koroner.
11. MRI memungkinkan rekonstruksi anatomi 3D sehingga menjadi metode
radiologi gold standard dalam pemeriksaan penyakit jantung kongenital.
Pemeriksaan ini juga merupakan alternatif jika ekokardiografi tidak
memberikan kualitas yang baik atau meragukan. Selain itu, MRI tidak
memancarkan radiasi yang banyak sehingga sangat efisien sebagai metode
evaluasi serial.
12. Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung kongenital (PJK) akan
menunjukkan manifestasi sianosis ketika obstruksi aliran masuk atau keluar
ventrikel kanan menyebabkan pirau kanan-ke-kiri intrakardiak atau apabila
cacat anatomis kompleks dari jantung menyebabkan campuran aliran balik
vena pulmonal (deoksigenasi) dan sistemik (teroksigenasi) di jantung.
13. Pada pasien dengan TOF dan atresia pulmonal, ekokardiografi saja tidak
cukup untuk menilai anatomi arteri pulmonal dan Main Pulmonary Arteries
and Collateral Arteries (MAPCA) sehingga CCT dan kateterisasi jantung
dengan injeksi sangat diindikasikan.
14. Sedangkan MRI yang memiliki keuntungan besar dalam memberikan detail
anatomi dapat menilai rinci dari arteri pulmonalis. Penilaian ini menjadi
sangat penting karena perbaikan defek jantung tanpa mengatasi hipoplasia
atau stenosis arteri pulmonalis memiliki hasil yang buruk.
15. Acyanotic congenital heart disease atau PJK asianotik dapat memunculkan
gejala seperti gagal jantung kongestif dan/atau murmur jantung yang
terdengar selama pemeriksaan fisik dan dapat muncul kapan saja selama masa
bayi atau anak usia dini.
16. CT telah menjadi teknik pencitraan yang penting untuk berbagai penyakit
jantung bawaan, karena akses yang lebih memadai daripada CMR. Gambar
berkualitas baik tidak mungkin dihasilkan dari CMR pada pasien yang sakit
atau tidak kooperatif, sedangkan waktu pemeriksaan yang sangat singkat
dengan menggunakan CT multidetektor masih dapat menghasilkan gambaran
anatomi yang jelas. Resolusi spasial tetap lebih baik untuk CT multidetektor
dengan resolusi sumbu az sekitar 0,5 mm versus 1,5-2 mm atau lebih untuk
angiografi MR.
17. CMR sangat cocok untuk penilaian RV karena memungkinkan penilaian
komprehensif morfologi dan fisiologi kardiovaskular tanpa sebagian besar
keterbatasan yang menghalangi modalitas pencitraan alternatif.
18. Penyakit arteri koroner (CAD) adalah proses patologis yang ditandai dengan
akumulasi plak aterosklerotik di arteri epikardial, baik obstruktif maupun non-
obstruktif.
19. Pedoman saat ini merekomendasikan penggunaan pencitraan fungsional non-
invasif dari iskemia atau pencitraan anatomis menggunakan angiografi CT
koroner (CTA) sebagai tes awal untuk mendiagnosis CAD.
20. Penggunaan MRI sebagai salah satu modalitas diagnostik PJK, akhirakhir
ini sangat berkembang. MRI memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
dengan modalitas lain, yaitu tidak menggunakan radiasi, menghasilkan
gambar dengan resolusi temporal dan spasial yang akurat, dapat mengevaluasi
anatomi dan fungsi dari kardiak, serta lapang tomografi yang tidak terbatas.
21. Gagal jantung merupakan kumpulan manifestasi klinis abnormalitas jantung
baik fungsional maupun struktural yang mengakibatkan seseorang mengalami
sesak napas saat istirahat, edema tungkai, dan kelemahan tubuh.
22. Cardiac computed tomography (CCT) memungkinkan kuantifikasi LVEF
(Left Ventricular Ejection Fraction) dan volume yang dapat dicapai dengan
menggunakan mode spiral dengan akuisisi data gambar di seluruh siklus
jantung, yang mengarah ke paparan radiasi yang lebih tinggi, atau
memperoleh fase sistolik dan diastolik dengan protokol step-and-shoot,
dengan sedikit peningkatan dosis radiasi.
23. Sedangkan pada MRI kardiak (CMR) mampu memberikan perkiraan fraksi
ejeksi yang sangat akurat dan menentukan adanya kelainan struktural dan
dianggap oleh banyak orang sebagai modalitas pencitraan gold-standard. Pola
peningkatan gadolinium lanjut dapat membedakan antara banyak etiologi
gagal jantung.
24. Diseksi aorta umumnya diawali dari robekan tunika intima dinding aorta,
menyebabkan darah mengalir masuk menuju media, memisahkan lapisan-
lapisan dinding aorta, dan menciptakan lumen palsu.
25. CT scan dengan kontras memiliki akurasi tinggi, dengan sensitivitas 98% dan
spesifisitas 100%, jika tanpa kontras, diseksi aorta dapat tidak terdeteksi.
Keterbatasan utama adalah perlunya memindahkan pasien untuk CT scan.
26. MRI jarang digunakan untuk pemeriksaan awal pasien diseksi aorta namun
perangkat ini dapat digunakan untuk alternatif evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
6. Reiser MF, Adam A, Avni F. Clinical Cardiac MRI. New York: Springer
International Publishing; 2012. 708 p.
8. Germany GD, France BI, Kluin J, Canada EO, France LH, France GJ, et al.
The Task Force for the management of adult congenital heart disease of the
European Society of Cardiology (ESC). ESC Guidelines for the management
of adult congenital heart disease. 2020;1–83.
9. Stout KK, Daniels CJ, Aboulhosn JA, Bozkurt B, Broberg CS, Colman JM, et
al. 2018 AHA/ACC Guideline for the Management of Adults With Congenital
Heart Disease: A Report of the American College of Cardiology/American
Heart Association Task Force on Clinical Practice Guidelines. Vol. 139,
Circulation. 2019. 698–800 p.
15. Geva T. Is MRI the preferred method for evaluating right ventricular size and
function in patients with congenital heart disease? Circulation: Cardiovascular
Imaging. 2014;7(1):190–7.
18. Knuuti J, Wijns W, Achenbach S, Agewall S, Barbato E, Bax JJ, et al. 2019
ESC guidelines for the diagnosis and management of chronic coronary
syndromes. European Heart Journal. 2020;41(3):407–77.
28. Tran T. Current management of type B aortic dissection. Vasc Health Risk
Manag. 2009;5(1):53–63.
29. Pape L. Presentation, diagnosis, and outcomes of acute aortic dissection: 17-
year trends from the international registry of acute aortic dissection. J Am Coll
Cardiol. 2015;66:350–8.
30. Hebballi R. The diagnosis and management of aortic dissection. Contin Educ
Anaesth Crit Care Pain. 2009;9(1):14–8.