Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MEMAHAMI TAUHID SEBAGAI

LANDASAN
AQIDAH DAN IMAN DALAM ISLAM

Anggota Kelompok 4 :
Adawiyatu Syifa (C2016001)
Agus Sunaryo (C2016007)
Dian Wulandari (C2016036)
Dwi Yayuk L. (C2016044)

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES ‘AISYIYAH SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam
aqidah agama islam, dimana tauhid mengambil peranan penting dalam
membentu pribadi-pribadi yang tangguh, salain juga sebagai inti atau akar
daripada Aqidah islamiyah. Kalimat tauhid yang lebih dikenal dengan kalimat
syahadat atau juga disebut kalimat thayyibah berita masyur dikalangan umat
islam. Dalam kesehariannya seorang muslim melafalkan kalimat tersebut
dalam setiap shalat wajib yang lima waktu.
Namun rupanya saat ini pembahasan masalah Aqidah menjadi sesuatu
yang terkesampingan dalam Kehidupan, kecenderungan masyarakat yang
hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan
dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal
lainnya, termasuk masalah keagamaan sehingga kita dapatkan banyak sekali
penyimpangan demi penyimpangan yan terjadi ditengah-tengah umat
islam,dengan eadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat
laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama islam
sebagai agama yang tidak mengatur urusan akhirat saja, namun juga dalam
mengatur urusan-urusan duniawi yang menjadikan aqidah sebagai landasan
berfikirnya.
Bahkan banyak dari umat islam yang hanya mengenal agama islam
dengan hanya yakin dan percaya bahwa Allah SWT. AdalahTuhannya.
Mereka tidak mengenal secara luas tentang tauhid dan bagaimana cara
mengesakan Allah SWT., sehingga mereka hanya yakin dan percaya dengan
islam tanpa adanya ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupann sehari-hari.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian tauhid?
2. Bagaimana keduduan tauhid?
3. Apa makna dan prinsip kalimat tauhid?
4. Bagaimana hakekat dan konsekuensi kalimat tauhid?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian tauhid
2. Untu mengetahui kedudukan tauhid
3. Untuk mengetahui makna dan prinsip kalimat tauhid
4. Untuk mengetahui hakekat dan konsekuensi alimat tauhid
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAUHID
Tauhid berasal dari kata wahhada – yuwahhidu – tawahidan yang arti
harfiyahnya menyatukan,mengesakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu.
Yang dimaksud dengan makna harfiyah di atas adalah mengesakan atau
mengakui dan meyakini akan keesaan Allah SWT.
Lawan diametral dari tauhid adalahsyirik. Yakni menyekutukan atau
membuat tandingan kepada Allah. Dengan demikian tauhid adalah mengakui
dan dan meyakini keesaan Allah SWT, dengan membersihkan keyakinan dan
pengakuan tersebut dari segala kemusyrikan. Bertauhid kepada Allah artinya
hanya mengakui hukum Allah yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya
peraturan Allah yang mengikat manusia secara mutlak.
Dengan demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dengan islam.
Tauhid merupakan landasan uatama dan pertama keyakinan islam dan
implementasi ajaran-ajaranny. Tanpa tauhid tidak ada iman, tidak ada aqidah
tidak ada islam dalam arti yang sebenarnya.
Makna tauhid yang paling tegas ditunjukkan oleh kalimat tawhid la
ilaha illa Allahyang arti harfiyahnya adalah tidak ada seembahan (ilah) selain
Allah, tetapi makna yang tegas dan tepat adalah tiada seembahan yang haq
melainkan Allah.

B. KEDUDUKAN TAUHID DAN FUNGSI TAWHID


Tauhid mempunyai kedudukan dan fungsi sentral dalam kehidupan
muslim. Bagi seorang muslim tauhid menjadi dasar dalam aqidah, syariat dan
akhlak.
Sebagai dasar dalam aqidah maksudnya seorang islam harus percaya
bahwa Allah Yang Maha Esa telah menciptakan dan menghendaki semua
terjadi di alam ini, Allah-lah yang menciptakan para Malaikat, Kitab-Kitab
para Rasul,Hari Kiamat,Qadha’ dan Qadardan semua yang ada di alam ini.
Sebagaimana disebutkan di dalam Al- Qur’an.
“Allah tidak ada Tuhan(yang berhak disembah) melainkan Dia yang
hidup kekal lagi terus-menerus mengurus(mahluk-Nya), tidak
mengantuk dan tida tidur, kepunyaan-Nya apa yang ada dilangit dan
dibumi. Tiada yang dapat member syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya
Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang diehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar.(Qs.Al-Baqarah/2/255).

Sebagai dasar dalam syariat maksudnya setiap orang muslim dalam


menjalankan syariat Allah (ibadah dan mu’amalah) harus dilakukan dengan
niat yang ikhlas, tidak boleh riya’. Sebagaimana tersebut di dalam Al-Qur’an.
“Tahukah kamu(orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik ana yatim, dan tidak menganjurkan member makan orang
miskin, maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu)
orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan)
barang berguna.( QS. AL-Maun/107:1-7)

Di dalam hadis riwayat Abu Hurairah disebutkan: “ Orang mukmin


yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya. Dan sebaik-baik
akhlak diantara kamu ialah yang paling baik akhlaknya epada istrinya”.(HR.
At-Tirmidzi).

C. MAKNA DAN PRINSIP KALIMAT TAUHID


Dari kalimat tauhid tersebut ada dua prinsip yang harus dipegang oleh
seorang mukmin atau muwahhid, sebagai rukun kalimat tawhid, yakni adanya
prinsip al-nafyu dan prinsip al-itsbat.
1. Prinsip Al-Nafyu Dan Al-Itsbat
 Prinsip al-nafyu
Al-Nafyu artinya peniadaan, yakni penegasan tentang tidak adanya
sesembahan yang haq selain Allah SWT. Dengan prinsip seorang
muwahhid wajib membatalkan segala bentuk syirik, dan wajib
mengingkari segala praktek berketuhanan selain kepa Allah SWT.
 Prinsip al-itsbat
Al-isbat artinya penetapan, yanki mengesakan bahwa hanya Allah-lah
satu–satunya sesembahan yang hak. Dengan prinsip ini seorang
muwahhid wajid mengamalkan segala hal yang menjadi konsekuensi
dari tauhid tersebut.
Makna dua rukun tersebut ditegaskan dalam banyak ayat Al-
Qur’an seperti firman Allah SWT:“Maka barangsiapa yang mengingkari
taghut dan beriman kepada Allah, sungguh ia telah berpegang pada Tali
yang amalnya kokoh yang takkan putus.(Qs.Al-Baqarah/2/:256)
Firman Allah “ siapa yang mengingkari taghut” adalah makna dari
“ la ilaha” atau prinsip al- nafyu sebagai rukun yang pertama. sedangkan
firman Allah “ dan beriman kepada Allah “ merupakan makna dari rukun
kedua , yaitu “ illa Allah” sebagai prinsip al-istibat.
Demikian juga firman Allah yang menggambarkan pernyataan
Nabi Ibrahim kepada kaumnya:“ Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kamu sembah, kecuali kepada Allah yang menciptakan aku”.(Qs. Al
Zukhruf/43/26-27)
Firman Allah SWT “sesungguhnya aku berlepas diri” di atas adalah
makna dalam rukun pertama. sedangkan perkataan “ kecuali Allah yang
menjadikanku” merupakan makna al-itsbat, yakni penetapan dan
pengesahan.

2. Syarat- syarat kalimat tauhid “ la ilaha illaa allah”


Menyatakan tauhid atau mengucapkan kalimat tauhid la ilaha illa
allah, harus dengn syarat-syarat. Tanpa syarat-syarat tersebut maka
kalimat tauhid yang diucapkan tidak akan berarti. Karena dengan syarat-
syarat itulah seorang yang mengucapkan kalimat tawhid telah benar-benar
menghidupkan tauhid dalam jiwanya dalam memancarkannya kepada
lingkungannya, baik lingkungan sesama manusia maupun lingkungan
makhluk Allah pada umunya. Secara umumsyarat-syarat itu ada tujuh
yaitu :
a. Al’-ilm,yang menafikan Al-Jahl(kebodohan)
Artinyamemahami makna yag tiadakan (dinafikan ) dan apa
yang ditetapkan (diitsbatkan), yang semua itu menafikan
ketidaktahuannya atas makna dan maksud tersebut. Sebagaimana
firman Allah SWT:
“Kecuali orang yang bersaksi dengan kebenaran (tauhid) dan
mereka memahaminya”.(Qs.Zukhruf/43:86)
Makna dari ayat ini adalah orang yang bersaksi dengan
kalimat tauhid (syahadat tauhid) dan memahami dengan fikiran dan
nuraninya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia
mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa makna dan maksudnya,
maka persaksiannya itu menjadi tidak sah dan tidak berarti.

b. Al-Yaqin, yang menafikan Al-Syak(keraguan)


Orang yang mengikrarkan kamilat tauhid harus meyakini
kandungan kalimat tersebut. Manakala meragukannya maka sia-sia
belaka kalimat tauhid yang diikrarkan itu. Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian mereka tida
rau-ragu memperjuangkannya dengan harta dan jiwanya
dijalan Allah, mereka itulah orang-orang yeng benar”.(QS.
AL-Hujurat/49:15)

c. Al-Qabal (Menerima), yang menafikan Al-Radd (Penolakan)


Yakni menerima dengan kandungan konsekuensi dari syahadat
tauhid yang diucapkan, menyembah Allah semata dan meningga;lkan
penyembahan kepada yang selainnya.
Siapa yang mengucapkan,tetapi tidak menerima dan mentaati,
maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
“Sesungguhnya mereka dulu apabila dikatakan kepada
mereka, “la ilaha illa Allah”, mereka menyombongkan diri,
dan mereka mengatakan “ apakah kami harus meninggalkan
sesembahan kami hanya karena seorang penyair gila?”.(QS.
Al-shaffat/37:35-36)

Ini seperti halnya para penyembah kuburan dan orang yang


mengkultuskan orang-orang yang dianggap suci dewasa ini. Mereka
selalu mengikrarkan, la ilaha illa Allah, tetapi mereka tidak mau
meninggalkan penyembahannya kepada kuburan dan kultus kepada
para wali. Dengan demikian mereka itu belum menerima makna la
ilaha ila Allah.

d. Al-Inqiyad (Patuh), yang menafikan Al-Tark (Meninggalkan)


Yakni tunduk kan patuh kepada makna dan kandungan la ilaha
illa Allah, yang berarti memusatkan ketundukan dan kepatuhan hanya
kepada Allah dan karena-Nya. Sebagaimana firman Allah :
“Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang
dia berbuat kebajikan, maka sesugguhnya ia telah berpegang pada
tali yang kokoh”.(QS. Luqman/31:22)
Al-Urwat Al-Wustqa(tali yang kokoh) adalah la ilaha illa Allah,
dan makna Yuslim Wajhahu(menyerahkan diri kepada Allah) adalah
Al-Inqiyad, yakni tunduk dan patuh hanya kepada Allah.

e. Al-Ikhlas ( Bersih, Suci)yang menafikan syirk dalam amal


Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirk, dengan
jalan membersihkan niat semata lillah, bebas dari Sum’ah
(memperdengarka amal kepada prang lain agar dipuji) dan Riya’
( memperlihatkan amal kepada orang lain agar dipuji) atau sebab-
sebab kedunian lainnya. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah
mengharamkan kepada neraka(untuk membakar) orang-oarang yang
mengucapan”la ilaha illa Allah”, karena semata mengharap ridho
Allah”.(HR. Bukhari-muslim)

f. Al-Shidqu (Jujur), yang menafikan Al-Kidzbu (Dusta)


Yakni orang yang mengucapkan kaliamat tauhid dan hatinya
membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya
mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta agama.
Allah mengisyaratkan kemunufikan dan kedustaan kepada
agama dalam firman-Nya:
“Di antara manusia ada yang mengatakan: kami beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, padahal mereka sesungguhnya tidak
beriman, mereka henda berdusta kepada Allahdan orang-orang
beriman, tetapi mereka tida dapat menipu kecuali kepada diri mereka
sendiri, sedangkan ia tidak menyadari. Dalam hati mereka ada suatu
penyakit, lalu Allah menambah penyakit hati mereka itu, dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan kedustaan mereka”.(QS. Al-
Baqarah/2:8-10)

g. Mahabbah (Kecintaan) yang menafikan Baghdla (Kebencian)


Yakni cinta kepada mengucapkan kalimat tersebut dan cinta isi
kandungannya, serta mencintai orang-orang yang mengamalkan dan
konsekuensi terdapat keandungan kalimat tawhid.
Orang-orang yang bertauhid memusatkan cinta yag
sesungguhnya hanya kepada Allah, sedang orang-orang musyrik
menduakan cinta kepada Allah dan kepada makhluk-Nya. Ahli tawhid
mencintai makhluk Allah karena cintanya kepada Allah. Dengan
demikian cinta kepada Allah adalah cinta pertama dan utama, yang
menjadi landasan bagi cinta kepada makhluk-Nya, seperti cinta
kepada ibu bapak, keluarga dan sbagainya.
D. HAKIKAT DAN KONSEKUENSI KALIMAT TAUHID

Tauhid merupakan kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan


Allah kepada setiap hamba-Nya. Namun, sangat disayangkan kebanyakan
kaum muslimin pada zaman sekarang ini tidak mengerti hakekat dan
kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang merupakan dasar agama kita
yang mulia ini. Oleh karena itu sangatlah urgen bagi kita kaum muslimin untuk
mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Hakekat tauhid adalah mengesakan
Allah. Bentuk pengesaan ini terbagi menjadi tiga, berikut penjelasannya.

1. Mengesakan Allah dalam Rububiyah-Nya

Maksudnya adalah kita meyakini keesaan Allah dalam perbuatan-


perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah, seperti mencipta dan
mengatur seluruh alam semesta beserta isinya, memberi rezeki, memberikan
manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang merupakan kekhususan bagi
Allah. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun
yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum
atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena
kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka
mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat
dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal
ini sebagaimana firman Allah “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun
ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit
dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“
(Ath-Thur: 35-36)

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah


menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang
musyrikin Quraisy yang diperangi Rasulullah mengakui dan meyakini jenis
tauhid ini. Sebagaimana firman Allah,

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang


memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’
Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah
yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia
melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu
mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah:
‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).

2. Mengesakan Allah Dalam Uluhiyah-Nya

Maksudnya adalah kita mengesakan Allah dalam segala macam ibadah


yang kita lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat,
harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus
memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata.
Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para Rasul dan merupakan tauhid
yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang
difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan
sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini
kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah
hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka
mereka dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka mengakui
bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

3. Mengesakan Allah Dalam Nama dan Sifat-Nya

Maksudnya adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah


yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Dan kita juga
meyakini bahwa hanya Allah-lah yang pantas untuk memiliki nama-nama
terindah yang disebutkan di Al-Qur’an dan Hadits tersebut (yang dikenal
dengan Asmaul Husna). Sebagaimana firman-Nya “Dialah Allah Yang
Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya bagi Dialah
Asmaaul Husna.” (Al-Hasyr: 24)

Seseorang baru dapat dikatakan seorang muslim yang tulen jika telah
mengesakan Allah dan tidak berbuat syirik dalam ketiga hal tersebut di atas.
Barangsiapa yang menyekutukan Allah (berbuat syirik) dalam salah satu saja
dari ketiga hal tersebut, maka dia bukan muslim tulen tetapi dia adalah seorang
musyrik.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Tauhid :meyakini keesaan Allah dan lawannya
Syirik : menyekutukan Allah
2. Esensi tauhid terdapat dalam kalimat “la ilaha illa Allah”
3. Prinsip al-nafyu, menegaskan tidak adanya sesembahan yang haq selain
Allah. Prinsip al-itsbat, menegaskan Allah lah satu-satunya. Dzat yang
berhak disembah.
4. Kalimat tauhid akan memiliki makna yang utuh kalau difahami dengan 7
syarat yakni:al-‘ilm,al-yaqin. Al-qabul, al-inqiyad, al-ikhlas, al-shidqu dan
mahabbah.
5. Ada tiga macam tauhid yaitu rububiyyah, al-asma wa syifat, dan uluhiyyah.
Daftar Pustaka

Al-Qur’an Dan Terjemahannya.1982. Jakarta : Departemen Agama RI.

Abdullah,M. Amin .2000. Dinamika Islam Kultum. Bandung:Mizan

Al-Fauzan,Shalih Ibn Fauzan Ibn Abdullah.2000. Kitab Tauhid Li Shoffi Al-Awwal


Al-Tsalis Al-Ali. Jakarta : al-shofa

Alu Abdullatif, Abdul Aziz [t,th.]. Kitab Tauhid Untuk Pemula.Jakarta : al-sofwa

______,2001. Kitab Tauhid Untuk Tingakat Lanjut. Jakarta: al-sofwa

Al-Uthaimin, Muhammad Ibn Shalil,Syarkh Tsalasatul Ushul.

Basyir, A. Azar. 1998. Pendidikan Agama Islam (Aqidah).Yogyakarta: UII

Hamdani, M.2000. pendidikan ketuhanan. Surakarta: UMS.Press

Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah.1983. Yogyakarta:PP. Muhammadiyah.

Ilyas, Yunahar.1998. kuliah aqidah. Yogyakarta :LPPI UMY.

Rais, M. Amien.1999. tauhid sosial menggempar kesenjangan.Bandung: mizan

Anda mungkin juga menyukai