Anda di halaman 1dari 12

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh
Fachri Rahman

Penelitian pembelajaran
Anda pasti pernah melakukan peneltian, setidaknya ketika Anda
menyelesaikan tugas akhir pada jenjang pendidikan tertentu seperti mkalah,
sekripsi, tesis, disertasi dan sejenisnya. Apakah Anda masih ingat jenis penelitian
apa yang Anda lakukan? Apakah eksperimental, korelasional, studi kasus,
biographik, penelitian tindakan, phenomenologis atau ethnographik? Apapun jenis
penelitian yang Anda lakukan, kita sepakat bahwa penelitian dilakukan untuk
menjawab pertanyaan atau menyelesaikan masalah secara logis, empiris dan
sistematis. Jawaban atau solusi sebagai hasil dari penelitian tersebut bersifat ilmiah.
Ketika Anda sudah bertugas sebagai guru, apakah Anda juga melakukan
penelitian? Salut bagi Anda yang melakukannya. Anda termasuk guru yang
menggunakan metode ilmiah dalam menyelesaikan masalah. Itu adalah salah satu
indikator bahwa Anda adalah guru professional.
Pada bagian sebelumnya kita telah mendiskusikan masalah dalam
pembelajaran. Ketika kita melakukan refleksi ternyata begitu banyak masalah yang
kita hadapi. Lalu apa yang harus kita lakukan ketika menyadari adanya masalah?
Tentu saja kita harus menyelesaikannya. Salah satu metode untuk
menyelesaikannya adalah dengan melakukan penelitian.

Penelitian Tindakan
Salah satu penelitian yang disarankan bagi guru adalah clasroom action
research (CAR). Jenis penelitian tersebut di Indoneia disebut Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Melalui penelitian ini guru melakukan telaah terhadap masalah yang
ditemui dalam proses pembelajaran, menentukan alternative solusi, kemudian
melakukan tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut secara berulang-ulang
(siklus). Penelitian ini disarankan bagi guru karena bermanfaat secara langsung
untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan tidak terlalu mengganggu tugas sehari-
hari karena dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah salah satu jenis penelitian. Sebagian
ahli mengelompokkannya pada tarap paradigma, sebagian lagi
mengelompokkannya pada tarap metode penelitian. Perbedaan pandangan
tersebut disebabkan karena cara pandang dan praktek yang berbeda.
Induk dari PTK adalah penelitian tindakan (action research). Jenis penelitian ini
menggunakan paradigma kritikal yang menganut prinsip bahwa segala sesuatu
harus diperbaiki. Dengan prinsip tersebut maka sebuah penelitian bukan sekedar
untuk mendeskripsikan (menjelasakan) sebuah fenomena masalah, melainkan untuk
mengubah atau memperbaiki.
Istilah action research pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin, seorang
ahli psikologi sosial Amerika pada tahun 1944. Paradigam ini digagas Lewin sebagai
sebuah antitesis terhadap metode experimen dalam penelitian sosial. Sejak lahirnya
filsafat positivisme metode experimen telah menjadi metode yang kokoh dan objektif.
Melalui metode tersebut ilmu alam (natural science) telah berkembang sangat pesat
dan mencapai kejayaannya dalam bentuk peraadaban teknologi moderen. Namun
menurut Lewin, penelitian experimen tidak memadai untuk penelitian sosial. Metode
experimen hanya malahirkan penjelasan, sedangkan kehidupan sosial memerlukan
perubahan. Yang diperlukan dari sebuah penelitian sosial bukanlah hanya sebuah
penjelasan fenomena melainkan memahami efek tindakan nyata untuk mengubah
kedaan.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut Lewin mencoba menggabungkan metode
experimen dengan metode etnografik, reflektif dan tindakan sosial sehingga menjadi
metode aksi yang bertujuan untuk mengubah keadaan (Kemmis, 1980). Pat Sikes
menggambarkannya dengan bahasa yang sederhana sebagai berikut: Action
research integrates research and action (Penelitian tindakan menggabungkan
penelitian dengan tindakan) (Sikes, 2006). Gagasan Lewin tersebut menurut Smith
M. paralel dengan pendekatan problem solving yang dicetuskan oleh John Dewey.
Ia menggagas prinsip bahwa solusi harus lahir dari pengalaman praktis (Smith M. ).
Prinsip experimen yang diadopsi adalah dalam hal uji coba. Namun yang diuji
coba bukan tindakan yang dikontrol (diisolasi) secara laboratoris melainkan aksi
sosial (tindakan) sebagai sebuah terapi untuk menyelesaikan masalah pada seting
alamiah sosialnya. Dalam metode experimen pembuktian keampuhan sebuah terapi
dalakukan dengan cara membandingaknnya dengan terapi lain dalam seting
yangsama, sedangkan dalam penelitian tindakan pengujian sebuah terapi dilakkan
dalam bentuk pengulangan dalam seting alamiah.
Sebagai sebuah metode ilmiah penelitian tindakan pada dasarnya memiliki
prosedur umum yang sama dengan metode penelitian lainnya yaitu perencanaan,
pengumpulan data, pengolahan data dan penyimpulan. Pada penelitian lain
prosedur tersebut dilakukan hanya satu kali, namun dalam peneltian tindakan
dilakukan berulang hingga terlihat dampaknya secara signifikan.
Kemmis menggarisbawahi dua hal yang menurut Lewin membedakan antara
penelitian tindakan dengan penelitian lain. Pertama, penjelasan mengenai
perubahan sosial dibangun dari observasi terhadap aksi sosial (tindakan) yang
dilakukan pada konteks nyata dan berkelanjutan. Konteks manfaat dari pengetahuan
bukan menerapkan pengetahuan kedalam masalah sosial tetapi pengetahuan
terapan dibangun berdasarkan observasi terhadap konteks lapangan. Kedua
penelitian tindakan menganut prinsip pemberdayaan (socisl empowerment) dan
demokrasi. Partisipan (yang meneliti dan subjek yang diteliti) terlibat secara
langsung dalam setiap tahapan penelitian untuk memberikan kintribusi perubahan
dalam posisi kesetaraan.
Untuk memahami lebih dalam mengenai penelitian tindakan mari kita lihat
beberapa definisi berikut.
1. Menurut Pine (Pine G. , 2009) penelitian tindakan adalah sebuah
paradigma, bukan sebuah metode. Sebagai sebuah paradigma, penelitian
tindakan kelas merupakan sebuah kerangka konseptual, sosial, filosofis
dan cultural untuk melakukan penelitian yang dapat merangkul keragaman
metode peneltian.
2. Menurut McCutcheon and Jung (Masters, 1995) penelitian tindakan adalah
upaya sistematik yang dilakukan peneliti dan partisipan secara kolektif,
kolaboratif dan self-kritikal.
3. Kemmis and McTaggert (Masters, ibid) menjelaskan bahwa penelitian
tindakan adalah sebuah bentuk penelitian kolektif dan reflektif yang
dilaksanakan oleh partisipan dalam seting sosial bertujuan untuk
meningkatkan mutu praktik. Selain itu penelitian tindakan bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman megenai praktek yang dia lakukan.
4. Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK adalah suatu bentuk kegiatan
penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilaku-kan oleh peserta
kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan)
untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial
atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka
terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu
dilaksanakan (David Hopkins, 1993: 44).
5. Secara khusus John Elliot (Masters, Ibid) merumuskan definisi Penelitian
Tindakan pendidikan sebagai berikut. Action research is the process
through which teachers collaborate in evaluating their practice jointly; raise
awareness of their personal theory; articulate a shared conception of
values; try out new strategies to render the values expressed in their
practice more consistent with educational values they espouse; record their
work in a form which is readily available to and understandable by other
teachers; and thus develop a shared theory of teaching by research
practice.” Definisi diatas menjelaskan bahwa penelitian tindakan adalah
sebuah proses dimana guru berkolaborasi memaknai tindakan yang mereka
lakukan, menyepakati apa yang menjadi measalah dan ingin diselesaikan,
kemudian membangkitkan kesadaran setiap orang yang berada di
lingkungan untuk mencoba menerapkan strategi dalam bentuk tindakan
yang akan mereka laksanakan secara konsisten, mencatat apa yang terjadi
sebagai dampak dari tindakan dalam bentuk laporan yang dapat dipahami
oleh guru lain.
Berdasarkan berbagai definisi tersebut Zuber-Skerrit (Masters, ibid)
menyimpulkan bahwa penelitian tindakan memiliki empat ciri pokok. Pertama
adanya pemberdayaan (empowerment) dari para partisipan; kedua terjadinya
kolaborasi antara para prtisipan, ketiga terjadi akuisisi (penguasaan pengetahuan)
dan keempat terjadi perubahan sosial. Dalam proses tersebut peneliti bertindak
berulang dalam bentuk siklus yang terdiri dari 4 fase utama yaitu planning
(perencanaan), acting (tindakan), observing (pengamatan) dan reflecting (refleksi).

Penelitian Tindakan Kelas


Inti gagasan Lewin selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti
Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya
dalam bidang pendidikan. Bentuk penerapan penelitian tindakan dalam pendidikan
diantaranya clasroom action research yang di Indoneis dikenal Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Jenis penelitian ini di Indonesia baru dikenal pada akhir tahun 80-an.
Dalam referensi internasional penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di
kelas sering disebut Classroom Action Research yang berarti Penelitian Tindakan
Kelas. Heidi Watts mendefinisikan PTK sebagai sebuah proses dimana guru
menelaah praktek pembelajaran yang dia lakukan secara sistematik dan hati-hati
menggunakan metode peneltian.
PTK berbeda secara mencolok dengan penelitian lainnya. Mari kita melihat
lebih detil lagi pembatas anatara PTK dengan bukan PTK. Haidi Watts (Masters,
ibid) membuat garis batas PTK dengan bukan PTK seperti berikut.

PTK bukan kegiatan spontan PTK adalah kegiatan sistematik yang melibatkan rekan
untuk menyelesaikan masalah sejawat atau kolega lain untuk mengumpulkan data
pembelajaran reflektif.
PTK bukan sekedar upaya PTK didorong oleh keinginan memahami masalah yang
pemecahan masalah seperti terjadi dan menyelesaikannya melalui tindakan,
mengobati penyakit agar lekas kemudian menjelaskan apa yang terjadi sebagai
sembuh. dampak dari tindakan yang dilakukan. PTK adalah
laiknya seorang yang memahami kondisi kesehatannya
dan senantiasa melakukan tindakan meningkatkan
imunitas tubuh agar mutu kesehatan meningkat.
PTK bukan penelitian yang PTK adalah penelitian yang dilakukan beberapa orang
objeknya orang/manusia. guru untuk menolong dirinya dalam meningkatkan mutu
kerjasama dan mutu pembelajaran. Peneliti dan
partisipan berperan secara otonom dan bertanggung
jawab untuk memberi kontribusi terhadap perubahan.
Karena PTK bersifat partisipatif dan kolaboratif maka
PTK tidak mengenal objek penelitian, melainkan subjek
penelitian.
PTK bukan penerapan metode PTK bertujuan untuk mengubah perilaku para peneliti
ilmiah dalam pembelajaran, dan partisipan dan meningkatkan mutu secara
bukan sekedar pengujian sistematis dalam situasi alamiahnya.
hipotesis dan bukan sekedar
mengumpulkan dan
menginterpretasi data untuk
membuat kesimpulan.
Dilakukan oleh orang luar, Dilakukan oleh guru bersama teman sejawat, tidak
sampel representatif, instrumen perlu sampel, instrumen bersifat fleksibel dan adaptif,
harus valid, menuntut idak selalu perlu analisis statistik yang rumit, hipotesis
penggunaan analisis statistik berupa tindakan yang bersifat nyata dan fleksibel,
inferensial, mempersyaratkan memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung,
hipotesis, mengembangkan hasil penelitian bersifat spesifik dan kontekstual
teori/konsep baru, hasil
penelitian bersifat general

Kesan apa yang Anda tangkap dari table di atas? Apakah Anda dapat
menangkap perbedaan antara PTK dan bukan PTK? Mari kita garis bawahi
beberapa hal penting berikut.
1. PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru untuk memahami praktek
pembelajaran yang dilakukannya dan untuk mengubah kondisi yang ada.
2. PTK dilakukan secara kolaboratif dimana guru, peserta didik dan kolaborator
memiliki peran sebagai agen perubahan.
3. PTK dilakukan sera reflektif, dimana para pelaku selalu bercermin pada
pengalaman yang lalu untuk mengubah situasi menjadi lebih baik.
4. PTK adalah penelitian kualitatif. Data diperoleh dari sumber beragam,
diinterpretasi bukan untuk digeneralisasi menjadi kesimpulan melainkan
dijadikan bahan untuk refleksi dan menyusun strategi perubahan.

Prinsip PTK
PTK tidak seperti penelitian lain yang membutuhkan waktu dan persiapan
khusus. Ketika seorang guru melakukan PTK maka sesungguhnya guru melakukan
pekerjaannya sehari-hari secara alamiah yaitu merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran. Hanya saja ketika dibarengi dengan melakukan
penelitian guru menambah kegiatan mengamati, mencatat, menelaah dan
melakukan perbaikan secara berkesinambungan. Selain itu agar terdokumentasikan
dengan baik maka hasil telaah tersebut dituliskan dalam bentuk laporan.
Penelitian tindakan kelas bagi guru tidak lepas dari prinsip-prinsip ilmiah
seperti dalam penelitian lainnya, akan tetapi penelitian tindakan kelas ini memiliki
karakteristik tersendiri, diantaranya sebagai berikut.
1. Kegiatan yang dilakukan pengamatan atau penelitian adalah kegiatan nyata
dalam situasi rutin belajar mengajar alamiah.
2. Sikap terbuka dari pendidik untuk mengubah praktek pembelajaran.
3. Adanya kolaborasi antara guru atau dengan lainnya sehingga terbangun
budaya akademis yang memungkinkan sikap saling menerima dan memberi
informasi terkait dengan perkembangan pendidikan.
4. Dilakukan secara empiris dan sistematik untuk mengetahui kondisi riil yang
terjadi di kelas.
5. Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam beberapa siklus dan setiap siklus
terdiri dari beberapa pertemuan/tatap muka. Banyak sedikitnya jumlah siklus
dalam PTK sangat bergantung pada besaran materi pelajaran pada setiap
standar kompetensi dan kompetensi dasar serta ketersediaan waktu. Dalam
satu kali penelitian, minimal terdiri dari 2 siklus dan setiap siklusnya 2 kali
tatap muka jadi total pertemuan siklus 1 dan 2 sebanyak 4 kali pertemuan.
Akan tetapi menurut kebiasaan yang umum terdiri dari minimal 2 siklus dan
setiap siklusnya 3 kali pertemuan sehingga jumlah pertemuan pada siklus 1
dan 2 sebanyak 6 kali pertemuan.
6. Masalah yang diangkat harus jelas dan specific sehingga mudah diukur.
7. Rancangan penelitian manageable yaitu proses pelaksanaan penelitian dapat
dikelola dan dilaksanakan secara baik dengan tidak mengurangi inti dari
proses pembelajaran tersebut.
8. Materi dan proses penlitian harus acceptable, dapat diterima atau disepakati
semua pihak.
9. Masalah yang diteliti harus realistic, yaitu mudah dijangkau oleh peneliti dan
memungkinkan untuk dilakukan penelitian
10. Pelaksanaan penelitian harus timebound, yaitu berada dalam kurun waktu
tertentu sesuai jadual yang memungkinkan dilakukan penelitian.

Tujuan dan Manfaat Melakukan PTK


Sebagaimana telah disinggung di atas, PTK bertujuan untuk memahami
praktek pebelajaran dan memperbaiki dan/atau meningkatkannya secara
berkesinambungan. Dengan melakukan PTK pendidik menciptakan peluang
terjadinya perbaikan dan peningkatan layanan profesional. Disamping itu, sebagai
tujuan penyerta PTK adalah untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru. Melalui
budaya meneliti guru dapat memahami pekerjaannya secara mendalam.
Onwuegbuzie dan Dickinson (Pine G. G., 2009), dan Glanz (Flare, 2015)
mengidentifikasi banyak menafaat yang dapat diperoleh prndidik dari PTK yang
dilakukannya. Beberapa manfaat adalah sebagai berikut. Dalam hubungannya
dengan peningkatan profesionalisme guru, kegiatan PTK penting untuk dilakukan
dengan alasan:
1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap
terhadap masalah pembelajaran di kelasnya.
2. Meningkatkan kemampuan menerapkan metode ilmiah untuk
menyelesaikan masalah pembelajaran.
3. Hasil PTK dapat diterapkan sehingga dapat meningkatkan kinerja
sehingga lebih profesional.
4. Pelaksanaan PTK tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena
tidak perlu meninggalkan kelasnya.
5. Dengan melakukan PTK guru menjadi lebih kreatif dan inovatif.
6. Hasil PTK dapat disebarkan melalui seminar atau media masa sebagai
best practices sehingga dapat dimanfaatkan oleh guru lain sebagai
referensi dan contoh untuk diikuti.
7. Menciptakan iklim sekolah yang lebih baik.
8. Laporan PTK dapat dipublikasikan dan digunakan untuk memperoleh
angka kredit.

Metode Pengumpulan Data PTK


Teknik pengumpulan data yang lazim dilakukan dalam PTK adalah observasi,
wawancara, kuesioner, dokumentasi dan tes. Sebagai teknik penjaringan data,
observasi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan
menggunakan seluruh alat indera. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui
penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap yang di dalam
penelitian dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara.
Observasi dapat dilakukan dengan dua cara: non-sistematis (dilakukan oleh
pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan) dan sistematis
(dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai pengamatan).
Teknik wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara, khususnya informasi
tentang keadaan seseorang (seperti latar belakang murid, orang tua, pendidikan,
perhatian, dan sikap). Sebagai teknik penjaringan data, teknik dokumentasi
dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mencermati benda-benda tertulis seperti
buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan notulen rapat, catatan harian
dan sebagainya. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memproleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya,
atau hal-hal yang ia ketahui. Teknik lain yang lazim digunakan untuk menjaring data
adalah tes serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes dapat berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan
tes praktik

Validitas dan Reliabilitas PTK


Sebagai sebuah penelitian, PTK perlu memenuhi persyaratan validitas dan
reliabilitas data. Validitas, yang dibutuhkan untuk meningkatkan objektivitas
penelitian, dapat ditingkatkan melalui trianggulasi, baik trianggulasi peneliti,
trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999).
Trianggulasi peneliti dilakukan dengan menugaskan beberapa peneliti
mengumpulkan data yang sama hingga data yang diperoleh ‘jenuh’ atau konstan.
Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses pembelajaran
yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi waktu dapat dilakukan
dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi
rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk
menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data
tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan
pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan
yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan
mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Sebagai contoh, sebuah
PTK dapat dilaksanakan pada dua atau tiga kelas yang setingkat dan data yang
sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan
dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh beberapa teori yang
berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku tertentu yang menyiratkan motivasi dapat
ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan
konstruktivis.
Mengingat bahwa PTK merupakan penelitian yang situasinya terus berubah
dan prosesnya bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami), sulit untuk
mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi dalam penelitian ini. Dalam kenyataan,
tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh
aspek situasi yang dapat berubah (variabel), dan hal ini tidak mungkin dan tidak baik
dilakukan dalam PTK karena akan melanggar salah satu dengan ciri khas PTK—
kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya.
Karena pengendalian seluruh aspek situasi tidak menungkin dilakukan, reliabilitas
PTK dapat dilakukan dengan cara melampirkan data asli, seperti transkrip
wawancara dan catatan lapangan, menggunakan lebih dari satu sumber data untuk
mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang
relevan.

Status PTK Sebagai Metode Penelitian


Sebagai catatan akhir, perlu digarisbawahi bahwa hingga saat ini masih
terdapat penganut fanatik penelitian konvensional yang mempertanyakan status
PTK sebagai sebuah metode penelitian. Pada umumnya keberatan mereka diajukan
melalui tiga argumen (Koshy, 2005). Pertama, PTK tidak memiliki prosedur yang
tetap (fixed) dan validitasnya rendah. Keberatan terhadap proses yang tidak fixed ini
pada dasarnya kurang mendasar, karena PTK meneliti proses yang dinamis, tidak
mungkin hal itu dilaksanakan dengan prosedur yang kaku. Keberatan terhadap
validitas data PTK juga kurang mendasar, karena hal itu dapat ditingkatkan oleh
peneliti melalui triangulasi untuk mencegah bias.
Keberatan kedua yang diajukan terhadap PTK adalah bahwa temuan PTK tidak
dapat digeneralisasi. Argument ini juga tidak mendasar karena PTK tidak bertujuan
untuk menjaring data yang akan digeneralisasi tetapi memperoleh pengetahuan
berdasarkan tindakan dalam konteks tersendiri. Temuan-temuan PTK hanya dapat
digeneralisasikan pada situasi dan konteks dimana penelitian itu dilakukan.
Keberatan ketiga adalah argumen bahwa cakupan dan manfaat PTK sangat
terbats. Argumen ini juga kurang mendasar karena PTK pada hakikatnya diarahkan
untuk memecahkan masalah dalam konteks khusus, dan pengembangan strategi
untuk memecahkan masalah dengan ruang lingkup terbatas juga merupakan
sumbangan kepada ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan itu, (Nunan, 1992)
menegaskan bahwa PTK harus diterima sebagai sebuah metode penelitian dengan
karakteristik tersendiri.

Syarat melaksanakan PTK


Grundy dan Kemmis (Master, ibid) mengatakan bahwa setidaknya tiga persyaratan
terjadinya penelitian tindakan. Pertama, permasalahan yang akan diangkat sebagai
tema penelitian adalah masalah praktis atau strategi tindakan (strategic action) yang
dapat ditingkatkan melalui tindakan. Kedua, tindakan perbaikan harus dapat
dilakukan dalam bentuk pengulangan tindakan (silus) yang terdiri dari perencanaan,
tindakan, pengamatan dan refleksi dan pada setiap langkah dilakukan secara
sistematik. Setiap siklus harus merupakan kesatuan dan siklus berikutnya
merupakan perbaikan (kritik) terhadap siklus sebelumnya. Ketiga, peneliti dan
partisipan harus memiliki rasa tanggung jawab untuk meningkatkan mutu praktek
pada setiap langkah, meningkatkan partisipasi agar dapat mempengeruhi yang
lainnya terdorong secara bertahap untuk mengubah cara berpikir dan bertindak.
Proses ini dalakukan melalui kontrol kolaboratif.

DAFTAR PUSTAKA
Burns, A. (1999). Collaboratif AR for English Teacher . Cambridge: Cambridge University
Press.
Flare. (2015). ida Literacy and Reading Exelence Profesional paper Action Reseacrh.
Retrieved April 23, 2015, from University of Cenral Florida: http://flare.ucf.edu
Kardi, S. (2000). Penelitian TIndakan Kelas: Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA.
Surabaya: Universitas negeri Surabaya.
Kemmis, S. (1980). Action Research in Retrospect and Prospect. Anual Meeting of the
Australian Ascociation for Research in Education (p. 3). Sydney: ERIC.
Koshy, V. (2005). Action Research for Improving Practice. London: Paul Chapman
Publisher.
Masters, J. (1995). The History Of Action Research. Hughes Action Research Electric
Reader, 3.
Nunan, D. (1992). Research Methods in Language Learning. Cambridge: Cambridge
University Press.
Pine, G. (2009). Teacher Action Research. California: Sage Publication.
Pine, G. G. (2009). Teacher Action Research. California: Sage Publication.
Sikes, P. (2006). Action Research: A Methodology for Change and Development. London:
Open University Press.
Smith, M. K. (2001, Juni). Infed. Retrieved April 28, 2015, from Kurt Lewin: Group
Experiment Learning and Action Research: http://infed.org/mobi/kurt-lewin-groups-
experiential-learning-and-action-research/
Smith, M. (n.d.). Kurt Lewin. Retrieved April 28, 2015, from Experimental Learning and
Action Research: http://infed.org/mobi/kurt-lewin-group-experimental-learning-and-
action-research/

Anda mungkin juga menyukai