Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKTUALISASI PANCASILA DI LINGKUNGAN KAMPUS

Disusun oleh:

1. Eko Setyawan (63010180153)


2. Dafa Alfariz G.b.p (63010180154)
3. Annisa Risnawati (63010180155)
4. UsnaQotijah (63010180156)
5. Safina Hidayah (63010180157)

PROGRAM STUDI PERPANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar Negara bangsa Indonesia hingga sekarang telah


mengalamiperjalanan waktu yang tidak sebentar, dalam rentang waktu tersebut
banyak hal atau peristiwa yang terjadi menemani perjalanan Pancasila, sehingga
berdirilah pancasila seperti sekarang ini didepan semua bangsa Indonesia.

Mulai peristiwa pertama saat pancasila dicetuskan sudah menuai banyak konflik
diinternal para pencetusnya, hingga sekarangpun di era reformasi dan
globalisasiPancasila masih hangat diperbincangkan oleh banyak kalangan
berpendidikan terutama kalangan Politik dan mahasiswa. Kebanyakan dari para pihak
yang memperbincangkan masalah Pancasila adalah mengenai awal dicetuskannya
Pancasila tentang sila pertama.

Sejarah awal perkembangan bangsa Indonesia dapat kita lihat bahwa komponen


masyarakatnya terbentuk dari dua kelompok besar yaitu kelompok agamis dalam hal ini
didominasi oleh kelompok agama Islam dan yang kedua adalahkelompok
Nasionalis. Kedua kelompok tersebut berperan besar dalam pembuatan rancangan dasar
Negara kita tercinta ini.

Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan pancasila sebagai dasar Negara.


Sekarang pancasilapun dijadikan bahan perbincangan sebagai prilaku yang digunakan
didalam kampus. Dimana didalam kampus tersebut akan terdidik dengan kepemimpinan
pancasilan. Baik dalam prilaku bergaul juga dalam proses belajar mengajar didalamnya.
Serta molekul-molekul yang menjadi bagiannya.

Makalah ini dibuat sebagai catatan perjalanan Pancasila dari jaman ke jaman,
agar kita senantiasa tidak melupakan sejarah pembentukan Pancasila sebagai
dasarNegara, dan juga dapat digunakan untuk menjadi penengah bagi pihak yang
sedangberbeda pendapat tentang dasar Negara supaya kedepan kita tetap seperti
semboyankita yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. Terutama hal tersebut dalam penerapannya
dalam kehidupan kita. Termasuk dilingkungan kampus.

B. Rumusan Masalah                              

Berdasarkan uraian diatas maka makalah ini secara husus membahas


permasalahan sebagai berikut:

1.Bagaimana cara mengaktualisasikan pancasila tersebut di perguruan tinggi atau


kampus?

C. Tujuan Penulisan

Setelah penulis mencoba memahami akan latar belakang serta rumusan masalah
diatas, maka tujuan kepenulisan ini adalah:

1. serta mengenali betul peran dan cara mengaktualisasikan pancasila sendiri dalam
kehidupan, terutama dalam lingkungan kampus.
D. Manfaat Penulisan

Setelah penulis mencoba memahami makna dari pancasila sebagai dasar Negara,
maka penulispun tersadar akan pentingnya nilai pancasila tersebut untuk diaktualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Terutama dalam lingkungan kampus yang memang
kebetulan terdiri dari berbagai macam suku, adat serta agama.

Karena dasar pemikiran tersebutlah, maka sangat layak dan pantas makna, peran
pancasila kembali ditulis guna untuk kembali dibaca sebagai salah satu bahan penyadaran
diri setiap individu agar kembali mengintropeksi dirinya untuk berprilaku sesuai dengan
makna pancasila.

Dimana dengan berjiwa pancasila tersebut, akan terangakai kehidupan yang


matang, selaras dan akan jauh dari poermasalahan yang didasarkan karena perbedaan
adapt, suku bahkan agama tersendiri. Maka dari itu, penulis menganggap sangat perlu
menulis makalah ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pancasila Sebagai Dasar Negara

Sebelum kita beranjak mengenali pancasila dalam lingkungan kampus. Maka


terpikir sangatlah perlu bagi kita semua untuk mengetahui posisi, fungsi atau peran pancasila
sebagai dasar negara, sebelum kita akan melanjutkan pemahaman terhadap pancasila dan
aktualisasinya dalam kampus. Karena dengan mengetahui lebih jauh dan lebih dalam
pancasila sebagai dasar Negara kita nanti akan lebih paham untuk mengaktualisasikan dalam
kehidupan kita sehari-hari, termasuk dalam kampus.

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang
menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan
dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan
No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.

Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka.

Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu
(le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa
Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman
dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi
merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam
seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.

Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat
Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside)
integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam
masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan
mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan
rakyatnya …”

Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai
hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan
yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia,
mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin,
memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”

Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh)


sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan
martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang
manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun
secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat
dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan.
Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia.
Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh,
yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh
dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar
negara.

Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat
dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain.
Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat
hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai
basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai
oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap
orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang
perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari
sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara


sesungguhnya berisi:

1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang
adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang ber-Ketuha nan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.

B. Aktualisasi Pancasila
Sebelum kita masuk pada pokok bahasan kita perlu tau lebih dulu apa makna
sebenarnya dari aktualisasi tersebut. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, aktualisasi
diambil dari kata actual  yaitu “betul – betul ada (terlaksana)”. Jadi aktualisasi Pancasila
adalah mengaplikasikan atau mewujudkan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia mengandung konsekuensi setiap
aspek dalam penyelenggaraan negara dan sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia dalam
bermasyarakat dan bernegara harus berdasar pada nilai – nilai Pancasila. Hakikat Pancasila
adalah bersifat universal, tetap dan tidak berubah.  Nilai – nilai tersebut perlu dijabarkan
dalam setiap aspek dalam penyelenggaraan negara dan dalam wujud norma – norma baik
norma hukum, kenegaraan, maupun norma – norma moral yang harus dilaksanakan oleh
setiap warga negara Indonesia.
Permasalah pokok dalam aktualisasi Pancasila  adalah bagaimana wujud realisasinya
itu, yaitu bagaimanna nilai – nilai pancasila yang universal itu dijabarkan dalam bentuk –
bentuk norma yang jelas dalam kaitannya dengan tingkah – laku semua warga negara dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam kaitannya dengan segala aspek
penyelenggaraan negara.
Berdasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia bahwa setiap manusia adalah sebagai
individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Kesepakatan kita sebagai suatu kesepakatan
yang luhur untuk mendirikan negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila
mengandung konsekuensi bahwa kita harus merealisasikan Pancasila itu dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara dan tingkah – laku dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bagi bangsa Indonesia merealisasikan Pancasila adalah merupakan suatu keharusan moral
maupun yuridis.

Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi Pancasila
obyektif dan subyektif :

1.   Aktualisasi Pancasila yang Objektif


Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang
kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif
maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang – bidang aktualisasi lainnya seperti
politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang - undang, GBHN,
pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.

2 Aktualisasi Pancasila yang Subjektif


Aktualisasi Pancasila subyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam setiap
pribadi, perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap
penguasa dan setiap orang Indonesia dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup
negara dan masyarakat. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting dari
aktualisasi yang objektif, karena aktualisasi subjektif ini merupakan persyaratan
keberhasilan aktualisasi yang objektif.
Pelaksanaan Pancasila yang subjektif sangat berkaitan dengan kesadaran,
ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila. Pelaksanaan Pancasila
yang subjektif akan terselenggara dengan baik apabila suatu keseimbangan kerohanian
yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum telah terpadu
menjadi kesadaran wajib moral, sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak
memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukan hanya akan menimbulkan akibat
moral, dan ini lebih ditekankan pada sikap dan tingkah – laku seseorang. Sehingga
aktualisasi Pancasila yang subjektif berkaitan dengan norma – norma moral.
Perlu diketahui, bahwa pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masarakat
bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat, melainkan
senantiasa mengembangkan dan mengabdi kepada masarakat. Maka menurut PP. No. 60
Th. 1999, bahwa Perguruan Tinggi mempunyai 3 tugas pokok, yaitu:

1. Pendidikan tinggi

2. Penelitian

3. Pengabdian terhadap masyarakat

Jadi, di Perguruan Tinggi atau yang biasa disebut dengan kampus, tidak hanya
mengajar akan tetapi mendidik. Dimana dengan didikan tersebut mahasiswa akan lebih
didampingi baik secara intelektual dan emosional. Contoh umumnya adalah bagaimana
cara mahasiswa bergaul dalam sehari-hari mereka dengan berpedoman pada pancasila.

C. Budaya Akademik

Budaya merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga masyarakat yang


mendukungnya. Budaya akademik merupakan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat
akademik yang bersangkutan.

         Pancasila merupakan nilai luhur bangsa Indonesia.

         Masyarakat akademik di manapun berada, hendaklah perkembangannya dijiwai


oleh nilai budaya yang berkembang di lingkungan akademik yang bersangkutan. Suatu nilai
budaya yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja sama, santun, mencintai
kemajuan ilmu dan teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap mencintai seni.

Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki cirri khas
tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi
adalah insane-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu
masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan
esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah cirri masyarakat ilmiah
sebagai budaya akademik. Yaitu, 1. kritis 2. kreatif 3. objektif 4. analitis 5. konstruktif  6.
dinamis  7.  dialogis 8. menerima kritik  9. menghargai prestasi ilmiah/akademik 10. bebas
dari prasangka 11. menghargai waktu 12. memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah 13.
berorientasi ke masadepan 14. kesejawatan/kemitraan (PPMB 1990 II-2). Masyarakat ilmiah
inilah yang harus dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu masyarakat akademik.

D. Kampus Sebagai Moral Force Pengembangan Hukum Dan HAM

Kampus merupakan wadah kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian


masyarakat, sekaligus merupakan tempat persemaian dan perkembangan nilai-nilai
luhur. Kampus merupakan wadah perkembangan nilai-nilai moral, di mana seluruh
warganya diharapkan menjunjung tinggi sikap yang menjiwai moralitas yang tinggi dan
dijiwai oleh pancasila.

Kampus merupakan wadah membentuk sikap yang dapat memberikan kekuatan


moral yang mendukung lahir dan berkembangnya sikap mencintai kebenaran dan keadilan
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Masarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan


budaya akademik. Masarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas
kebenaran obyektif, bertanggung jawab terhadap masarakat bangsa dan negara, serta
mengabdi pada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masarakat kampus tidak
boleh tercemar oleh kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur
dan mulia.

E. Kampus Sebagai Kekuatan Moral Pembangunan Hak Asasi Manusia

Dalam penegakan hak asasi manusia tersebur, mahasiswa sebagai kekuatan moral
harus bersikap obyektif, dan benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat dan
martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik
dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu
kita sadari bahwa dalam penegakan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat
dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik
disengaja ataupun tidak disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Dasawarsa ini, kita melihat dalam menegakkan hak asasi seringkali kurang adi.
Misalnya kasus pelanggaran di Timur-timur, banyak kekuatan yang mendesak untuk
mengusut dan mernyeret bangsa sendiri ke Mahkamah Internasional. Namun, ratusan ribu
rakyat kita. Seperti korban kerusuhan Sambas, Sampit, Poso dan lainnya tidak ada kelompok
yang mau memperjuangkannya. Padahal hak asasi mereka sudah diinjak-injak, jelaslah
kejadian serta menderitanya mereka sama. Akan tetapi tetap tidak ada yang mau menolong.

Jadi, marilah kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tujukan
pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari
reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan
mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusi masihlah belum
maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini. Kita sebagai
generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku
kita. Dimanapun, dan pada siapapun.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pancasila sebagai paradigma pembangunan merupakan suatu sumber nilai,


kerangka piker, model, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan pembangunan.
Yang meliputi pembangunan politik, IPTEK, pengembangan bidang politik,
poembangunan ekonomi, pembangunan social budaya, pengembangan hankam,
pembangunan pertahanan keamanan, dan sebagai reformsi, baik itu reformasi hukum
ataupun reformasi politik. Semuanya ditujukan untuk membuat menjadikan bangsa yang
semakin berkembang dan masyarakat yang semakin mapan.

Pancasila sebagai aktualisasi diri yang berarti betul-betul ada, terjadi atau
sesungguhnya. Sehingga terbentuklah aktualisasi objektif dan subjektif. Aktualisasi
Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap
aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif maupun
semua bidang kenegaraan lainnya. Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah
pelaksanaan dalam sikap pribadi, perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap
penduduk, setiap penguasa, dan setiap orang Indonesia.

Aktualisasi diripun meliputi mencakup dalam tridarma perguruan tinggi, budaya


akademik dan lingkungan kampus sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM,
yang mencerminkan bahwa aktualisasi diri itupun benar-benar ada dan terjadi disekitar
kita. Terrmasuk dalam lingkungan kampus.
B. SARAN

Sebelum kita terlampau melangkah jauh, menyisakan jejak yang tidak pantas bagi
seorang mahasiswa. Marilah kita kembali pahami arti dari keberadaan pancasila itu
sendiri. Serta kita harus sadar diri, bahwa kitalah yang akan memegang Negara kita ini.
Maka dari itu, mulai saat ini, biasakanlah berprilaku, bertindak bahkan menganbil
keputusan dengan jiwa pancasila kita. Karena dengan itulah, akan terwujud bangsa yang
makmur serta tujuan Negara akan mudah dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
 Wibisono Siswomihardjo Koento, 1985, Ilmu Filsafat dan Aktualisasinya dalam
pembangunan Nasional, Yogyakarta.
 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Kelas 2 SMU.
 http://www.scribd.com/doc/18184016/Pancasila-Sebagai-Sumber-Nilai-Dan-Paradigma-
Pembangunan
 http://www.anakkendari.co.cc/2009/01/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/
 html http://master-exselen.blogspot.com/2012/12/aktualisasi-pancasila-dalamkehidupan

Anda mungkin juga menyukai