Anda di halaman 1dari 57

S ENIN, 2 2 JUNI 2 00 9

Resiko perilaku kekerasan


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama

Resiko perilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Definisi

Perilaku kekerasan (agresif) adalah suatu bentuk perilaku yang diarahkan pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang

dimotivasi menghindari perilaku tersebut (Kaplan dan Sadock, 1997).

Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri

sendiri maupun orang lain.

2. Tanda dan gejala

Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut :

a. Muka merah

b. Pandangan tajam

c. Otot tegang

d. Nada suara tinggi

e. Berdebat

f. Kadang memaksakan kehendak

Gejala yang muncul :

a. Stress

b. Mengungkapkan secara verbal

c. Menentang

Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994)

adalah sebagai berikut :

a. Pasif agresif

1) Sikap suka menghambat

2) Bermalas-malasan

3) Bermuka masam

4) Keras kepala dan pendendam


b. Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif)

1) Suka membantah

2) Menolak sikap penjelasan

3) Bicara kasar

4) Cenderung menuntut secara terus-menerus

5) Hiperaktivitas

6) Bertingkah laku kasar disertai kekerasan

3. Etiologi

a. Faktor predisposisi

Sebagai faktor dari klien yang bertingkah laku agresif menurut Stuart dan Laria (1998) antara lain :

1) Psikologis

2) Perilaku

3) Sosial budaya

4) Bioneurologis

b. Faktor presipitasi

Menurut Stuart dan Laria (1998) faktor pencetus dapat bersumber dari lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Dari klien

misalnya terputusnya percaya diri, yang kurang ketidakpercayaan dari situasi lingkungan misalnya lingkungan yang ribut, padat,

penghinaan, dan kehilangan kemudian dari interaksi sosial seperti adanya konflik 

4. Akibat dan mekanisme

Resiko tinggi menciderai diri sendiri dan orang lain, seseorang dengan resiko perilaku kekerasan dimana dia mengalami kegagalan

yang menyebabkan frustasi yang dapat menimbulkan respon menentang dan melawan seseorang melakukan hal sesuai dengan

keinginannya akibatnya dia menunjukkan perilaku yang mal adaptif yang menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

5. Penyebab dan mekanisme

Harga diri rendah, seseorang dengan Harga diri rendah, ia merasakan bahwa dirinya tidak mampu, tidak mempunyai keberdayaan

untuk memecahkan masalah sehingga klien menggunakan respon mal adaptif perilaku kekerasan.

C. Pohon Masalah

Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan

Harga diri rendah


D. Masalah Keperawatan 

1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Data :

a. Muka merah

b. Pandangan tajam

c. Otot tegang

d. Nada suara tinggi

e. Berdebat

f. Kadang memaksakan kehendak

Gejala yang muncul :

a. Stress

b. Mengungkapkan secara verbal

c. Menentang

d. Menuntut

2. Perilaku kekerasan

Data :

a. Agresif

b. Gaduh

c. Gelisah

d. Menyentuh orang lain secara menyakitkan

e. Mengancam, melukai

f. Marah tingkat ringan sampai serius

3. Harga diri rendah

Data :

a. Kurang bergairah

b. Tidak peduli lingkungan

c. Kegiatan menurun

d. Banyak tidur siang

e. Tinggal di tempat tidur dengan waktu yang lama

f. Apatis

g. Efek tumpul dan komunikasi verbal kurang


E. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. 

2. Resiko perilaku kekerasan.

F. Rencana Tindakan Keperawatan

Resiko perilaku kekerasan

1. Tujuan Umum :

Klien tidak melakukan tindakan kekerasan.

Tujuan khusus :

Tujuan khusus 1 yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria evaluasi :

a. Wajah cerah, tersenyum

b. Mau berkenalan

c. Ada kontak mata

d. Bersedia menceritakan perasaan

Intervensi :

a. Beri salam setiap berinteraksi 

b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berinteraksi.

c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien.

d. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.

e. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.

f. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.

Tujuan khusus 2 yaitu klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya :

Kriteria evaluasi :

a. Setelah 1 kali pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya.

b. Menceritakan penyebab perasaan jengkel atau kesal baik dari didi sendiri maupun lingkungan.

Intervensi :

Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya :

a. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya.

b. Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien.

Tujuan khusus 3 yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi :

Intervensi :
Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini

a. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah dilakukannya.

b. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut terjadi.

c. Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami bisa teratasi.

Tujuan khusus 5 yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi :

Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan akibat perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini :

a. Diri sendiri : luka, dijauhi teman, dan lain-lain.

b. Orang lain atau keluarga : luka, tersinggung, ketakutan, dan lain-lain.

c. Lingkungan : barang atau benda rusak.

Intervensi :

Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada :

a. Diri sendiri, orang lain (keluarga, lingkungan.

Tujuan khusus 6 yaitu klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

Kriteria hasil :

Setelah 1 kali pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan.

a. Tanda fisik : mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain.

b. Tanda emosional : perasaan marah, jengkel dan bicara kasar.

c. Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan.

Intervensi :

Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya.

a. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi.

b. Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosinya) saat perilaku kekerasan terjadi.

c. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat perilaku kekerasan terjadi.

Tujuan khusus 4 klien mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.

Kriteria evaluasi :

Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :

a. Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukannya.

b. Perasaan saat melakukan kekerasan.

c. Efektivitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah.

Kriteria evaluasi :

Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :

a. Menjelaskan cara-cara saat mengungkapkan marah.


Intervensi :

Diskusikan dengan klien :

a. Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat.

1) Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selama perilaku kekeraasn yang diketahui klien.

2) Jelaskan cara-cara sehat untuk melakukan marah :

a) Cara fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.

b) Verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal pada orang lain.

c) Spiritual : sembahyang, berdo’a, dzikir, meditasi sesuai dengak keyakinanya masing-masing.

Tujuan khusus 7 yaitu klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi :

Setelah 1 kali pertemuan klien memeragakan cara mengontrol perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi :

a. Fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur.

b. Verbal : mengungkapkan perasaan kesal atau jengkel pada orang lain tanpa menyakiti 

c. Sosial : latihan asertif dengan orang lain.

d. Spiritual : dxikir, berdo’a, meditasi sesuai agamanya

Intervensi :

a. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien dan memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.

b. Latih klien memperagakan cara yang dipilih :

1) Peragakan cara melakukan cara yang dipilih

2) Jelaskan manfaat cara tersebut

3) Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan

4) Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna

c. Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah atau jengkel.

Tujuan khusus 8 yaitu klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi :

Setelah 1 kali pertemuan keluarga menjelaskan :

a. Cara merawat klien dengan perilaku kekerasan

b. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien

Intervensi :

a. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan.

b. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan.

c. Jelaskan pengertian, penyebab akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
d. Peragakan cara merawat klien (mengenal perilaku kekerasan).

e. Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang.

f. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang telah dilatihkan.

Tujuan khusus 9 yaitu klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan :

Kriteria hasil :

Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :

a. Manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat, dosis yang diberikan kepadanya, waktu

pemakaian dan cara pemakaian, serta efek yang dirasakan.

b. Klien menggunakan obat sesuai program.

Intervensi :

a. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak minum obat.

b. Jelaskan kepada klien :

1) Jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat)

2) Dosis yang tepat untuk klien

3) Waktu pemakaian

4) Cara pemakaian

5) Efek yang akan dirasakan klien

c. Anjurkan klien :

1) Minta dan menggunakan obat tepat waktu.

2) Lapor ke perawat atau dokter jika mengalami efek yang tidak biasa.

3) Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien

Klien mondar-mandir, tatapan tajam, nada suara tinggi.

2. Diagnosa keperawatan

Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan khusus
a. TUK 1 :

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

b. TUK 2 :

Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya.

c. TUK 3 :

Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

d. TUK 4 :

Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.

e. TUK 5 :

Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

f. TUK 6 :

Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

g. TUK 7 :

Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

4. Tindakan keperawatan

a. Membina hubungan saling percaya.

b. Membantu klien mengungkapkan perasaan dan penyebab perasaannya marah.

c. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.

e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

f. Mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

g. Mengidentifikasi cara latihan mengontrol fisik.

B. Strategi Komunikasi 

1. Orientasi 

a. Salam terapeutik

Selamat pagi mbak perkenalkan nama saya Dewi marsanti saya biasa dipanggil Dewi, saya dinas pagi dari jam 07.00 sampai siang

nanti jam 13.00. Kalau boleh kenalan nama mbak siapa ? Suka dipanggil apa ? Wah bagus sekali namanya.

b. Validasi

Sudah berapa lama Mbak Y di sini ? Apakah Mbak Y masih ingat siapa yang membawa kesini ? bagaimana perasaan Mbak Y saat

ini? Masih ada perasaan kesal atau marah ?

c. Kontrak
1) Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap ?

2) Tempat : Enaknya kita bercakap-cakap dimana ? Bagaimana kalau di sini saja ?

3) Waktu : Mbak Y mau berapa lama bercakap-cakapnya ? Bagaimana kalau 10 menit ?

2. Kerja

Apa yang menyebabkan Mbak Y marah ? Apakah Mbak Y pernah marah ? Terus penyebabnya apa ? Pada saat penyebab marah itu

datang apa yang Mbak Y rasakan ? Apakah Mbak Y merasa kesal ingin mengamuk ? Saat marah muncul apa yang Mbak Ylakukan ?

Apakah dengan cara itu masalah Mbak Y dapat terselesaikan ? Apa akibat dari perilaku yang Mbak Y lakukan tadi ? Maukah Mbak Y

belajar mengungkapkan masalah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian ?

Ada 4 cara untuk belajar mengungkapkan masalah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian yaitu :

a. Cara fisik pertama dengan tarik nafas, cara fisik dua memukul bantal atau kasur.

b. Secara verbal atau sosial dengan cara mengungkapkan perasaan dengan baik, menolak dengan baik, dan meminta dengan baik.

c. Secara spiritual dengan cara berdo’a, beribadah meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.

d. Patuh obat dengan minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama klien, benar nama obat, benar cara minum

obat, benar waktu minum obat, dan akibat berhenti minum obat). Sekarang bagaimana kalau kita belajar cara fisik yang pertama

dulu ? Begini Mbak Y caranya kalau tanda-tanda marah tadi sudah Mbak W rasakan maka Mbak Y berdiri lalu tarik nafas, tahan

sebentar lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan, ayo sekarang Mbak Y mencoba sendiri ?

Iya Mbak Y melakukannya dengan bagus sekali.

3. Evaluasi

a. Evaluasi subyektif

Bagaimana perasaan Mbak Y setelah latihan nafaas dalam tadi ?

b. Evaluasi obyektif

Mbak Y tadi sudah melakukan latihan mengendalikan marah dengan cara fisik pertama (nafas dalam) coba Mbak Y lakukan latihan

lagi saya mau lihat.

c. Rencana tindak lanjut

Coba selama saya tidak ada Mbak Y tetap melakukan latihan nafas dalam ya .

d. Kontrak

Baik bagaimana kalau besok pagi jam 08.00 saya datang dan kita latihan cara fisik yang kedua untuk mencegah atau mengontrol

marah, Mbak Y mau ngobrolnya di mana ? Bagaimana kalau di sini saja ? 

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN 2

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien

Klien mau melakukan cara fisik pertama (nafas dalam), klien kooperatif, kontak mata ada.

2. Diagnosa keperawatan

Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan khusus 4-6

a. TUK 4 :

Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.

b. TUK 5 :

Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

c. TUK 6 :

Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

4. Tindakan keperawatan

a. Mengevaluasi latihan nafas dalam

b. Latihan cara fisik 

B. Strategi Komunikasi 

1. Orientasi 

a. Salam terapeutik

Selamat pagi mbak Y sesuai janji saya kemarin pagi sekarang saya datang lagi.

b. Evaluasi / Validasi

Bagaimana perasaan Mbak Y saat ini adakah hal yang menyebabkan Mbak Y marah ?

c. Kontrak

1) Topik : Baik sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan latihan fisik untuk cara yang lain ?

2) Tempat : Mbak Y mintanya ngobrol berapa menit ? bagaimana kalau 10 menit ?

3) Waktu : Di mana kita ngobrolnya ? Bagaimana kalau duduk di kursi itu ?

2. Kerja

Kalau ada yang menyebabkan Mbak Y marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, selain nafas dalam Mbak Y dapat

melakukan pukul bantal atau kasur. Sekarang mari kita lakukan pukul bantal atau kasur, di mana tempat tidur Mbak Y ? Jadi nanti

kalau Mbak Y kesal dan ingin marah langsung ke tempat tidur dan melampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul bantal atau

kasur. Nah coba Mbak Y lakukan pukul bantal atau kasur, iya Mbak Y melakukan dengan bagus sekali. Cara ini dapat dilakukan

apabila ada perasaan ingin marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.

3. Terminasi 
a. Evaluasi subyektif

Bagaimana perasaan Mbak Y setelah latihan cara menyalurkan marah tadi ?

b. Evaluasi obyektif

Ada berapa cara yang sudahkita latih, coba sebutkan lagi ? Mbak Y benar sekali.

c. Rencana tindak lanjut

Mbak Y latihan cara mengontrol marah yang saya ajarkan tadi ya, kalau ada keingiinan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara

yang telah saya ajarkan tadi ya.

d. Kontrak

1) Topik : Baiklah kita ketemu lagi akan latihan cara mengontrol marah dengan mengungkapkan secara baik.

2) Waktu : Mau jam berapa Mbak Y ? Baik jam 9 pagi ya ?

3) Tempat : Mbak Y mintanya ngobrol di mana ? Bagaimana kalau disini lagi saja. 

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN 3

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien

Klien kooperatif

2. Diagnosa keperawatan

Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan khusus 

TUK 6 - 7:

4. Tindakan keperawatan

Melatih atau mempraktekkan cara verbal

B. Strategi Komunikasi 

1. Orientasi 

a. Salam terapeutik

Selamat pagi mbak Y sesuai janji saya tadi sekarang kita ketemu lagi.

b. Validasi

Bagaimana Mbak Y sudah dilakukan latihan nafas dalam dan pukul bantal atau kasur ? apa yang dirasakan setelah dilakukan secara

teratur ? bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah ?

c. Kontrak
Mbak Y mintanya ngobrol di mana ? Bagaimana kalau di sini saja, berapa lama Mbak Y mau berbincang-bincang ? Bagaimana kalau

10 menit ?

2. Kerja

Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah, kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dan pukul

bantal sudah lega,maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada 3 cara meminta dengan baik dengan nada

yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar, menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh anda Mbak Y tidak ingin

melakukannya katakan ”maaf saya tidak bisa melakukannya”, coba Mbak Y lakukan ! bagus sekali. Mengungkapkan perasaan kesal,

jika ada perilaku orang lain yang membuat kesal Mbak dapat mengatakan ”saya jadi ingin marah karena perkataan itu”. Coba Mbak

Y praktekkan ! Wah Mbak Y bagus sekali. 

3. Terminasi 

a. Evaluasi subyektif

Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan bicara yang baik ?

b. Evaluasi obyektif

Coba Mbak Y sebutkan lagi cara yang baik yang telah saya ajarkan tadi, Iya bagus sekali.

c. Rencana tindak lanjut

Mbak Y melatih terus cara-cara yang sudah saya ajarkan tadi ya.

d. Kontrak

Bagaimana kalau kita bertemu lagi kita akan latihan mengatasi rasa marah yaitu dengan cara spiritual (ibadah), Mbak Y bersedia ?

mau dimana Mbak Y ngobrolnya ? Di sini lagi saja ya. Mbak Y mau latihannya jam berapa ? Bagaimana kalau jam 10.00 ?

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN 4

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien

Kontak mata ada, pasien kooperatif

2. Diagnosa keperawatan

Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan khusus 6 - 7

a. TUK 6 :

Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

b. TUK 7 : 
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

4. Tindakan keperawatan

Mendiskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan secara verbal, latihan sholat atau berdo’a.

B. Strategi Komunikasi 

1. Orientasi 

a. Salam terapeutik

Assalamu’alaikum Mbak Y sesuai janji kita kemarin sekarang saya datang lagi.

b. Validasi

Bagaimana Mbak Y latihan apa yang sudah dilakukan ? Apa yang dilakukan setelah melakukan latihan secara teratur ? Bagus sekali

bagaimana rasa marahnya ?

c. Kontrak

Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara yang lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah, di mana enaknya kita

ngobrolnya, bagaimana kalau disini saja ? Berapa lama Mbak Y mau ngobrolnya ? Bagaimana kalau 10 menit ?

2. Kerja

Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Mbak Y lakukan, bagus sekali yang mana yang mau dicoba ? Nah kalau Mbak Y sedang

marah Mbak Y langsung duduk tarik nafas dalam jika tidak reda juga marahnya rendahkan badan agar rileks jika tidak reda juga,

ambil air wudhlu kemudian sholat, Mbak Y bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan. Coba Mbak Y

sebutkan sholat 5 waktu ! Bagus mau coba yang mana, coba sebutkan caranya !

3. Terminasi 

Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini ? Jadi sudah berapa cara mengontrol marah

yang kita pelajari ? Bagus

Coba Mbak Y sebutkan lagi cara ibadah sholat yang dapat Mbak Y lakukan bila Mbak Y merasa marah.

Baiklah kita ketemu lagi ya, Mbak Y besok kita bicarakan cara yang lain untuk mengontrol rasa marah yaitu dengan patuh minum

obat, mau jam berapa Mbak Y ? Jam 08.00

Besok kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah Mbak Y, setuju ?

Sampai ketemu besok ya assalamu’alaikum.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN 5

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien
Pasien tampak tenang dan kooperatif.

2. Diagnosa keperawatan

Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan khusus 

a. TUK 6 :

Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

b. TUK 7 :

Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

4. Tindakan keperawatan

a. Evaluasi jadwal kegiatan harian praktek pasien untuk mencegah marah yang sudah dilakukan.

b. Latihan pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,

benar waktu minum obat, dan akibat berhenti minum obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.

c. Susun jadwal minum obat secara teratur.

B. Strategi Komunikasi 

1. Orientasi 

Assalamu’alaikum Mbak Y sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi. Bagaimana Mbak Y sudah dilakukan latihan

tarik nafas dalam, pukul kasur atau bantal, bicara yang baik serta sholat ? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara

teratur ? Coba kita latihan atau cek kegiatannya ? Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang

benar untuk mengontrol rasa marah ? Di mana kita akan berbincang ? Bagaimana kalau di tempat kemarin ? Berapa lama Mbak Y

mau berbincang-bincang ? Bagaiamana kalau 10 menit ?

2. Kerja

Mbak Y sudah dapat obat dari dokter ? Berapa macam obat yang Mbak Y minum ? Warnanya apa saja ? Bagus, Jam berapa Mbak Y

minum ? Bagus ! Obatnya ada berapa macam Mbak Y kalau yang warnanya orange namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang

putih namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah

berkurang. Semua ini harus Mbak Y minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Bila nanti setelah minum obat

mulut Mbak Y terasa kering untuk membantu mengatasinya bisa menghisap es batu dan bila mata merasa berkunang-kunang Mbak

Y sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.

Nanti di rumah sebelum minum obat ini Mbak Y lihat dulu di tabel kotak obat, apakah benar Mbak Y tertulis disitu, berapa dosis

yang harus diminum, jam berapa harus diminum, apakah nama obatnya sudah benar ? Di sini minta obatnya pada perawat

kemudian cek lagi apakah benar obatnya ? Jangan pernah menghentikan minum obatnya sebelum konsultasi dengan dokter ya

Mbak Y, karena dapat terjadi kekambuhan. Sekarang mari kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwal ya Mbak Y.

3. Terminasi 
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar. Nah sudah berapa cara mengontrol

perasaan marah yang kita pelajari, sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat, jangan lupa laksanakan

semua dengan teratur ya ? Baik, besuk kita ketemu kembali untuk melihat sejauhmana Mbak Y melaksanakan kegiatan dan sejauh

mana dapat mencegah rasa marah, sampai jumpa Mbak Y.

Assalamu’alaikum.

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama

Gangguan Harga diri rendah

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Pengertian

Perilaku menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari interaksi dan hubungan dengan orang lain (Tucker, 1998).

Menarik diri adalah kondisi atau keadaan di mana individu mengalami atau beresiko terhadap respon ketidakefektifan dan

ketidakpuasan dan interaksi (Carpenito, 2001).

Menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain (Keliat, 1999).

Menarik diri adalah kondisi kesepian yang diekpresikan oleh individu dan dirasakan sebagai yang ditimbulkan oleh orang lain dan

sebagai suatu keadaan yang negatif dan mengancam (Townsend, 1998).

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) rentang respon sosial dari adaptif dan mal adaptif dapat digambarkan.

2. Tanda dan gejala

a. Kurang spontan

b. Apatis

c. Ekspresi wajah kurang berseri

d. Afek tumpul

e. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri

f. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada

g. Mengisolasi diri, klien tampak memisahkan diri dengan orang lain

h. Tidak ada atau kurang sadar dengan keadaan lingkungan

i. Aktifitas menurun

j. Kurang energi harga diri rendah

k. Pada saat tidur posisi seperti janin


Tanda dan gejala klien dengan gangguan isolasi sosial adalah sedih, kontak mata hilang atau kurang, efek tumpul, melakukan

tindakan berulang yang tidak bermakna, posisi tidur seperti janin, mengekspresikan perasaan sendiri atau penolakan, disfungsi,

interaksi dengan sebaya, keluarga atau orang lain, menjaga jarak dengan orang lain dan tidak komunikatif. (Townsend 1998).

3. Akibat dan mekanisme

a. Akibat yang mungkin ditimbulkan pada klien yang mengalami isolasi sosial yaitu resiko perilaku kekerasan.

b. Mekanisme 

Pada klien menarik diri atau isolasi sosial, klien hanya menerima rangsangan internal tanpa mempertimbangkan imajinasi

berlebihan.

4. Penyebab dan mekanisme

a. Gangguan persepsi sensori : harga diri rendah.

b. Mekanisme

Harga diri rendah pada klien isolasi sosial karena kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan dari

orang lain atau orang tua, banyaknya permasalahannya yang dihadapi, ketegangan kecemasan yang tidak terjamin untuk

mengembangkan kehangatan, kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain sehingga klien merasa minder

untuk berinteraksi dengan orang lain.

C. Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan

Isolasi sosial

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

D. Masalah Keperawatan 

1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Data :

a. Agresif

b. Gaduh

c. Gelisah

d. Menyentuh oran lain secara menyakitkan

e. Mengancam melukai

f. Marah tingkat ringan sampai serius


2. Gangguan isolasi sosial

Data yang perlu dikaji :

a. Gangguan pola makan, nafsu makan menurun atau meningkat

b. BB meningkat atau menurun drastis

c. Kemunduran kesehatan fisik

d. Tidur berlebihan

e. Tinggal di tempat tidur dengan waktuyang lama

f. Banyak tidur siang

g. Kurang bergairah

h. Tidak peduli lingkungan

i. Kegiatan menurun

j. Mondar-mandir, mematung, gerakan langsung

k. Apatis

l. Efek tumpul dan komunikasi verbal kurang

3. Gangguan konsep diri, harga diri rendah

Data yang perlu dikaji :

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri

b. perasaan atau pikiran negatif terhadap orang lain

c. Rasa bersalah terhadap diri sendiri

d. Percaya diri kurang

e. Menciderai diri akibat harga diri rendahd dan harapan yang suram

f. Pembicaraan kacau

g. Merasa tidak berguna, tidak bisa melakukan peran

E. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perilaku kekerasan

2. Isolasi sosial

3. Gangguan konsep diri, menarik diri

F. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Isolasi sosial

a. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.

b. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Intervensi :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

c. TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial

Intervensi :

1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi sosial dan tanda-tanda 

2) Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab isolasi sosial atau tidak mau bergabung

3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku isolasi sosial tanda-tanda serta penyebab yang muncul

4) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

d. TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubugnan dengan orang

lain.

Intervensi :

1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan

2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.

3) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain

4) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubugan dengan orang lain

5) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

8) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang

lain.

e. TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.

Intervensi :

1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

2) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :

a). K – P

b). K – P – P lain

c). K – P – P lain – K lain

d). K – Kel / Kelp / Masy


3) Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai

4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

5) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu

6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

7) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.

f. TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungand engan orang lain.

Intervensi :

1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain

2) Diskusikan denga klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.

3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.

g. TUK 6 : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atas keluarga mampu mengembangkan kemampua klien untuk bertanya

pada orang lain.

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

a). Salam perkenalkan diri

b). Sampaikan tujuan

c). Buat kontrak

d). Eksplorasi perasaan klien

2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

a). Perilaku isolasi sosial

b). Penyebab perilaku isolasi sosial

c). Akibat yang akan terjadi jika perilaku sosial tidak ditanggapi

d). Cara keluarga menghadapi klien isolasi sosial

3) Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain

4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergagitan menjenguk untuk terminal satu kali seminggu

5) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh klien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan), Edisi 8, EGC, Jakarta.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 1998, Ilmu Kedokteran Jiwa, Widya Medika, Jakarta

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya Medika, Jakarta.

Keliat, B.A., Herawati, N., Panjaitan, R.U., dan Helen N., 1998, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta. 

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Kusuma W., 1997, Kedaruratan Psikiatrik dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Nanda, 2001, Diagnosis Keperawatan Nanda, Jakarta

Nanda, 2006, Nursing Diagnosis : Definition and Clasification, Philadelpia.

Stuart, G.W dan Sundeen, S.J., 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan), EGC, Jakarta.

Townsend, M.C., 1998, Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatrik (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta

DIPOSKAN OLEH ASKEP DI 07:16 

LABEL: LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

http://askep-den.blogspot.com/2009/06/resiko-perilaku-kekerasan.html

ASKEP PERILAKU KEKERASAN
Posted on Maret 27, 2008 by harnawatiaj
1.Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik
(Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-
perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993)
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah
tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 :
“Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
2.Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang
tidak terpenuhi.
2.1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi.
Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.2Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.3Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai
dan diakui statusnya.
3.Rentang respons marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut
: (Keliat, 1997, hal 6).
3.1.Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
3.2.Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan
kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3.3.Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
3.4.Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau
mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
3.5.Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
4.Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan
kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996, hal 

Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan,
dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan
dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
5.Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah ;
5.1Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual,
frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
5.2Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
5.3Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
6.Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
6.1Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan
saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi
kaku dan disertai reflek yang cepat.
6.2Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
6.3Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
6.4Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
7.Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
7.1.Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
7.2.Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
7.3.Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci
pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
7.4.Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan
dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
7.5.Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
Konsep dasar asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian,
perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan
keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang
dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi
data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
1.1.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1.1.1.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
1.1.2.Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
1.1.3.Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
1.1.4.Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
1.1.5.Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki
dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
1.2.Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah
data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga.
Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
1.3.Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa
keperawatan.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.Diagnosa keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap
masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”. (Carpenito, 1995).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
2.1Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
3.Rencana tindakan keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
3.1Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi
respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
2.2Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir
penyelesaian persoalan.
3.1Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
3.2Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
3.3Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
4.1Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
4.2Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
4.3Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
5.1Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
5.2Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
6.1Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
6.2Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
6.3Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a.Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b.Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
7.1Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
7.2Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
7.3Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
7.4Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
7.5Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
8.1Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
8.2Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
8.3Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
8.4Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
8.5Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
9.1Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
9.2Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
3.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3.Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4.Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
2.2Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
2.3Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
3.1Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
3.2Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
3.3Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
4.1Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
4.2Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
4.3Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
4.4Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
5.1Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih
adaptif.
5.2Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.3Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
6.1Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
6.2Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
6.3Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.

Sumber:
1.Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
2.Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan,
Jakarta.
3.Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
4.Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.
5.Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
6.Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
7.Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
8.Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
9.Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
10.WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-perilaku-kekerasan/

S ENIN, 1 6 JUNI 20 0 8

askep perilaku kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Masalah Utama:

Perilaku kekerasan/ amuk.

2. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Tanda dan Gejala :

 Muka merah
 Pandangan tajam

 Otot tegang

 Nada suara tinggi

 Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak

 Memukul jika tidak senang

2. Penyebab perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga
diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.

Tanda dan gejala :

 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)

 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)

 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)

 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya.

(Budiana Keliat, 1999)

3. Akibat dari Perilaku kekerasan

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

Tanda dan Gejala :

 Memperlihatkan permusuhan
 Mendekati orang lain dengan ancaman

 Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai


 Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

 Mempunyai rencana untuk melukai

C. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk

Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

(Budiana Keliat, 1999)

D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

1. Masalah keperawatan:

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

2. Perilaku kekerasan / amuk

3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

1. Data yang perlu dikaji:

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

1. Data subjektif

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-
acak lingkungannya.

2. Data objektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-
orang disekitarnya.

2. Perilaku kekerasan / amuk

1. Data Subjektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang


kesal atau marah.

 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

2. Data Objektif

 Mata merah, wajah agak merah.

 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

 Merusak dan melempar barang barang.

3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

1. Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

2. Data objektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri /
ingin mengakhiri hidup.

5. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.

2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.

5. Rencana Tindakan

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/
amuk

1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
2. Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan
tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.

5. Beri rasa aman dan sikap empati.

6. Lakukan kontak singkat tapi sering.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan:

1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.


2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

2. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :

1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saatjengkel/kesal.


2. Observasi tanda perilaku kekerasan.

3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.

2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.


2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.


5. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Tindakan :

1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

 Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan
tenaga.

 Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.

 Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku
kekerasan.

 Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

1. Bantu memilih cara yang paling tepat.


2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.

5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

7. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan

Tindakan :

1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

3. Jelaskan cara – cara merawat klien :


 Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.

 Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.

 Membantu klien mengenal penyebab ia marah.

8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.

3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).

4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan.

6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah

1. Tujuan Umum :

Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal

1. Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan


perawat

Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya

Salam terapeutik

Perkenalan diri

- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.

Jelaskan tujuan pertemuan

Ciptakan lingkungan yang tenang


Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).

2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.


3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.

4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan :

1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.


2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif

3. Utamakan memberi pujian yang realistis.

2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :

1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.

4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Tindakan :

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.

3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

4. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya

Tindakan :

1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.


2. Beri pujian atas keberhasilan klien.

3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.


6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan :

1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric


Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta :


EGC, 1999

4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa


Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan


Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

DIPOSKAN OLEH NERS AJIBARANG BMS  DI 06:51 

LABEL: JIWA

http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/06/askep-perilaku-kekerasan.html

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

PERILAKU KEKERASAN

Oleh :

DYA SUSTRAMI, S.Kep.,Ns

ANTONIUS CATUR SUKMONO, S.Kep.,Ns


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN HANG TUAH

SURABAYA

2008

PENDAHULUAN

Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah

sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan

“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.

Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak

alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak

dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum

memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat

pemdidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).

Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku

kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum.

Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang

bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan

tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan

menjadi pendekatan proses keperawatan.

PENGERTIAN

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap


kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart

dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang

dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif

dan maladaptif (Gambar 1).

Respons Respons

Adaptif Maladap

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon Marah

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan

melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan
respon yang maladaptif, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang

menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:

Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.

Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak

realistis.

Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang

dialami.

Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain

dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien

masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.

Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai

dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancamanancaman, melukai
disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
melukai/ merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,

artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut

dialami oleh individu:

1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian

dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan

yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.

2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini

menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.

3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan

kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan

seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).

4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus

temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya

perilaku kekerasan.

FAKTOR PRESPITASI

Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang

lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan,

ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula
dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang

mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan

merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan
konflikdapat pula memicu perilaku kekerasan.

TANDA DAN GEJALA

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien ke rumah sakit adalah

perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan

cara:

Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat.

Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika

tidak senang.

Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah

yang dirasakan klien.

MASALAH KEPERAWATAN

1. Perilaku kekerasan

2. Resiko mencederai

3. Gangguan harga diri: harga diri rendah

POHON MASALAH

Resiko mencederai

Orang lain/ lingkungan

Perilaku Kekerasan (CP)

Gangguan harga diri: harga diri rendah

DIAGNOSA
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan

2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah RENCANA KEGIATAN KEPERAWATAN

Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:

1. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien:

a. Pertemuan ke 1

 Kontrak dengan keluarga

 Identifikasi masalah keluarga

 Informasi tentang perilaku kekerasan

 Informasi tentang cara merawat klien perilaku kekerasan

b. Pertemuan ke 2 dan 3

 Penerapan cara merawat klien selama dirawat di rumah sakit

c. Pertemuan ke 4

 Perencanaan pulang, tentang cara merawat klien di rumah

 Cara mengevaluasi perilaku kekerasan di rumah

 Cara mengevaluasi jadwal kegiatan di rumah

PEDOMAN MANAJEMEN KRISIS SAAT TERJADI PERILAKU

KEKERASAN

1. Tim Krisis Perilaku Kekerasan

Tim krisis perilaku kekerasan terdiri dari ketua tim krisis yang berperan sebagai

pemimpin (“leader”) dan anggota tim minimal 2 (dua)orang. Ketua tim adalah

perawat yang berperan sebagai kepala ruangan, penanggung jawab “shif” ,

perawat primer, ketua tim atau staf perawat, yang penting ditetapkan sebelum

melakukan tindakan. Anggota tim krisis dapat staf perawat, dokter atau konselor
yang telah terlatih menangani krisis.

Aktifitas yang dilakukan oleh tim krisis adalah sebagai berikut (Stuart & Laraia,

1998):

o Aktivitas ketua tim krisis

o Susun anggota tim krisis

o Beritahu petugas keamanan jika perlu

o Pindahkan klien lain dari area penanganan

o Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan dilakukan)

o Uraikan perencanaan penanganan pada tim

o Tunjukkan anggota tim untuk mengamankan anggota gerak klien

o Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat klien kooperatif

o Ikat klien dengan petunjuk ketua tim

o Berikan obat sesuai program terapi dokter

o Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten terhadap klien

o Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama anggota tim

o Jelaskan kejadian pada klien dan staf jika diperlukan

o Integrasikan klien kembali pada lingkungan secara bertahap

2. Pembatasan Gerak

Pembatasan gerak adalah memisahkan klien di tempat yang aman dengan tujuan

melindungi klien, klien lain dan staf dari kemungkinan bahaya. Istilah yang biasa

digunakan dirumah sakit jiwa untuk tempat pembatasan gerak adalah kamar

isolasi. Klien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang lain atau

dicederai orang lain, membutuhkan interaksi dengan orang lain dan memerlukan

pengurangan stimulus dari lingkungan (Stuart dan Laraia, 1998).


Langkah-langkah pelaksanaan pembatasan gerak adalah sebagai berikut: o Tunjuk ketua tim krisis

o Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada klien dan staf lain.

o Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang perilaku yang diperlukan untuk

mengakhiri tindakan.

o Buat perjanjian dengan klien untuk mempertahankan mengontrol perilakunya

o Bantu klien menggunakan metoda kontrol diri yang diperlukan.

o Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, kebersihan diri,

dan kebersihan kamar.

o Lakukan supervisi secara periodik untuk membantu dan memberikan tindakan

keperawatan yang diperlukan.

o Libatkan klien dalam memutuskan pemindahan klien secara bertahap

o Dokumentasikan alasan pembatasan gerak, tindakan yang dilakukan, respon

klien dan alasan penghentian pembatasan gerak.

3. Pengekangan/ pengikatan fisik

Pengekangan dilakukanjika perilaku klien berbahaya, melukai diri sendiri atau

orang lain (Rawhins, dkk, 1993) atau strategi tindakan yang lain tidak bermanfaat.

Pengekangan adalah pembatasan gerak klien dengan mengikat tungkai klien

(Stuart dan Laraia, 1998). Tindakan pengekangan masih umum digunakan

perawat disertai dengan penggunaan obat psikotropik (Duxbury, 1999).

Langkah-langkah pelaksanaan pengekangan (Start dan Laraia, 1998):

o Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga

diri klien yang berkurang karena pengekangan.

o Siapkan junlah staf yang cukup dengan alat pengekang yang aman dan
nyaman.

o Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.

o Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf agar dimengerti

dan bukan hukuman.

o Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada klien dan staf.

o Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur. Ikat dengan posisi anatomis.

Ikatan tidak terjangkau klien.

o Lakukan supervisi yang adekuat dengan tindakan terapeutik dan pemberian

rasa nyaman. o Beri aktivitas seperti televisi, bacakan buku pada klien untuk memfasilitasi

kerjasama klien pada tindakan.

o Perawatan pada daerah pengikatan:

 pantau kondisi kulit yang diikat: warna, temperatur, sensasi.

 lakukukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap

2 (dua) jam.

 lakukan perubahan posisi tidur.

 periksa tanda-tanda vital tiap 2 (dua) jam.

o Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, dan kebersihan diri.

o Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka

secara bertahap.

o Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu

persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak

kemudian kembali ke lingkungan semula.

o Dokumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan beserta respon klien.

PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DX. KEPERAWATAN

RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
Nama Klien: RENCANA KEPERAWATAN Dx. Medis :

Ruang: No. CM. :

TGL.

NO.

DX.

DIAGNOSA

KEPERAWATAN

PERENCANAAN

INTERVENSI

TUJUAN KRITERIA EVALUASI

1 2 3 4 5 6

Resiko mencederai diri sendiri,

orang lain, dan lingkungan

berhubungan dengan perilaku

kekerasan.

TUM:

Klien tidak mencederai dengan

melakukan manajemen perilaku

kekerasan.

TUK 1:

Klien dapat membina hubungan

saling percaya.

1.1 Klien mau membalas salam

1.2 Klien mau menjabat tangan


1.3 Klien mau menyebutkan nama

1.4 Klien mau tersenyum

1.5 KLien mau kontak mata

1.6 KLien mau mengetahui nama

perawat.

1.1.1 Beri salam/ panggil nama

1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan

1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi

1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati

1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering

TUK 2:

Klien dapat

mengidentifikasikan penyebab

perilaku kekerasan.

Klien mengungkapkan

perasaannya

Klien dapat mengungkapkan

penyebab perasaan jengkel/

kesal (dari diri sendiri, dari

lingkungan/ orang lain).

Beri kesempatan untuk mengungkapkan

perasaannya
2.2.1 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab

perasaan jengkel/ kesal

TUK 3:

Klien dapat

mengindentifikasikan tandatanda perilaku kekerasan

3.1 Klien dapat mengungkapkan

perasaan saat marah/ jengkel

3.2 Klien dapat menyimpulkan

tanda-tanda jengkel/ kesal

yang dialami

3.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan yang

dialami dan rasakan saat jengkel/ kesal

3.1.2 Observasi tanda perilaku kekerasan pada

klien

3.2.1 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/

kesal yang dialami klien TUK 4:

Klien dapat mengindentifikasi

perilku kekerasan yang biasa

dilakukan.

Klien dapat mengungkapkan

perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan

Klien dapat bermain peran


dengan perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan

Klien dapat dilakukan cara

yang biasa dapat

menyelesaikan masalah atau

tidak.

4.1.1 Anjurkan klien untuk men gungkapkan

perilsku kekerasan yang biasa dilakukan

klein

4.2.1 Bantu klien bermain peran sesu ai dengan

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

4.3.1 Bicarakan dengan klien , apakah dengan cara

yang klien lakukan masalahnya selesai

TUK 5:

Klien dapat mengidentifikasi

akibat perilaku kekerasan

5.1 Klien dapat menjelaskan akibat

dari cara yang digunakan klien

5.1.1 Bicarakan akibat/ kerug ian dari cara yang

dilakukan klien

5.1.2 Bersama klien menyimpu lkan akibat dari

cara yang digunakan oleh klien

5.1.3 Tanyaka n pada klien “apakah ia ingin


mempelajari cara baru yang sehat?”

TUK 6:

Klien dapat medefisinisikan

cara konatruktif dalam berespon

terhadap kemarahan

6.1 Klien dapat melakukan cara

berespon terhadap kemarahan

secara konstruktif

6.1.1 Tanyakan pada klien “apakah ia ingin

mempelajari cara baru yang sehat?”

6.1.2 Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain

yang sehat

6.1.3 Diskusikan dengn klien cara lain yang sehat:

a. Secara fisik: tarik napas dala m, jika

sedang kesal/ memukul bantal/ kasur

atau o lah raga atau pekerjaan yang

memerlukan tenaga

b. Secara verbal: katakan bahwa a nda

sedang kesal/ tersinggung/ jengkel (saya

kesal anda berkata seperti itu , saya

marah karena mama tidak memenu hi

keinginan saya)

c. Secara sosial: lakukan dalam kelompok

cara-cara yang sehat, latihan asertif.

Latihan manajemen perilaku kekerasan


d. Secara spiritual: anjurkan kli en

sembahyang, berdoa/ ibadah lai n, meminta pada Tuhan, untuk dibe ri

kesabaran, mengadu pada Tuhan

tentang kekerasan/ kejengkelan.

TUK 7:

Klien dapat mendemonstrasikan

cara mengontrol perilaku

kekerasan

7.1 Kien dapat mendemonstrasikan

cara mengontrol perilaku

kekerasan

 Fisik: tarik napas dalam,

olah raga, pukul kasur dan

bantal.

 Verbal: mengatakan secara

langsung dengan tidak

menyakiti

 Spiritual: sembahyang,

berdoa atau ibadah klien

7.1.1.

7.1.2. Bantu klien mengidentifikasi m anfaat cara

yang telah diplih

7.1.3. Bantu klien menstimulasikan te rsebut (role

play)

7.1.4. Beri reinforcement positif ata s keberhasilan


klien menstimulasi cara tersebut

7.1.5. Anjurkan klien untuk menggunak an cara

yang telah dipelajari saat jengkel atau marah

7.1.6. Susun jadual melakukan cara ya ng telah

dipelajari

TUK 8:

Klien dapat menggunakan obat

dengan benar (sesuai program

pengobatan)

8.1 Klien dapat menyebutkan obatobat yang diminum dan

kegunaannya (jenis, waktu,

dosis, dan efek)

8.2 Klien dapat minum obat sesuai

dengan program pengelolaan

8.1.1 Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien

8.1.2 Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian

berhenti minum obat tanpa seizing dokter

8.1.3 Jelaskan prinsip benar minum obat (baca

nama yang tertera pada botol o bat, dosis

obat, waktu dan cara minum)

8.1.4 Jelaskan manfaat minum obat dan efek obta

yang perlu diperhatikan


8.2.1 Anjurkan klien minta ob at dan minum obat

tepat waktu

8.2.2 Anjurkan klien melapork an pada

perawat/dokter jika merasakan efek yang

tidak menyenangkan

8.2.3 Beri pujian jika klien minum obatdengan

benar

TUK 9:

Klien mendapat dukungan

keluarga mengontrol perilaku

kekerasan

9.1 Keluarga klien dapat:

 Menyebutkan cara merawat

klien yang berperilaku

kekerasan

 Mengungkapkan rasa puar

dalam merawat klien

9.1.1 Identifikasikan kemampua n keluarga dalam

merawat klien dari sikap apa y ang telah

dilakukan keluarga terhadap klien selama ini

9.1.2 Jelaskan peran serta kel uarga dalam merawat

klien

9.1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien:

 Terkait dengan cara mengontrol perilaku

marah secara konstuktif


 Sikap tenang, bicara tenang dan jelas

 Membantu klien mengenal penyeb ab

marah

9.1.4 Bantu keluarga mendemo nstrasikan cara

merawat klien

9.1.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya

setelah melakukan demonstrasi

TUK 10:

Klien mendapat perlindungan

dari lingkungan untuk

mengontrol perilaku kekerasan

10.1 Bicara tenang, gerakan t idak terburu-buru,

nada suara rendah, tunjukkan kepedulian

10.2 Lindungi agar klien tida k mencederai orang

lain dan lingkungan

10.3 Jika tidak dapat diatasi, lakukan:

 Pembatasan gerak atau pengekan gan

(lihat prosedur)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

 Masalah: Perilaku kekerasan

 Pertemuan: Ke 1 (satu)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marahmarah dan
memecahkan piring dan gelas.

2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.


3. TUK : 1. Membina hubungan saling percaya

2. Mengidentifikasi penyebab marah

B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)

1. Orientasi

a. Salam terapeutik

Selamat pagi, nama saya Budi Anna. Panggil saya suster Budi. Namanya

siapa, senang dipanggil apa? Saya akan merawat Ali.

b. Evaluasi/ validasi

Ada apa di rumah sampai dibawa kemari?

c. Kontrak

 Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang

menyebabkan Ali marah

 Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di kamar

perawat?

 Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit

2. Kerja

 Apa yang membuat Ali membanting piring dan gelas?

 Apakah ada yang membuat Ali kesal?

 Apakah sebelumnya Ali pernah marah?

 Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?

 Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab Ali marah-marah.

3. Terminasi a. Evaluasi Subyektif

Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?

b. Evaluasi Obyektif
Coba sebutkan 3 penyebab Ali marah. Bagus sekali.

c. Rencana Tindak Lanjut

Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi, penyebab Ali

marah yang belum kita bicarakan.

d. Kontrak

 Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan cara

marah yang biasa Ali lakukan.

 Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita disini?

 Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

 Masalah: Perilaku kekerasan

 Pertemuan: Ke 2 (dua)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi : Klien dapat menyebabkan penyebab marah.

2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.

3. TUK : 3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan

4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

5. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan klien

B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)

1. Orientasi

a. Salam terapeutik
Selamat siang Ali.

b. Evaluasi/ validasi

 Bagaimana perasaan Ali saat ini?

 Apakah masih ada penyebab kemarahan Ali yang lain?

c. Kontrak

 Topik : Baiklah kita akan membicarakan perasaan Ali saat sedang marah

 Tempat : Mau di mana? Bagaimana kalau dikamar perawat?

 Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja? 2. Kerja

 Ali pada saat dimarahi Ibu (salah satu penyebab marah), apa yang Ali

rasakan?

 Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar-mandir?

 Lalu apa biasanya yang Ali lakukan?

 Apakah sampai memukul? Atau marah-marah?

 Ali, coba dipraktekkan cara marah Ali pada suster Budi. Anggap suster budi

adalah Ibu yang membuat Ali jengkel. Wah bagus sekali.

 Nah, bagaimana perasaan Ali setelah memukul meja?

 Apakah masalahnya selesai?

 Apa akibat perilaku Ali?

 Betul, tangan jadi sakit, meja bisa rusak, masalah tidak selesai dan akhirnya

dibawa ke rumah sakit

 Bagaimana Ali, maukah belajar cara mengungkapkan marah yang benar dan

sehat?

 Baiklah, waktu kita sudah habis.

3. Terminasi

a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?

b. Evaluasi Obyektif

 Apa saja yang kita bicarakan?

 Benar, perasaan marah. Apa saja tadi? Ya betul, lagi, lagi, oke.

 Lalu cara marh yang lama, apa saja tadi? Ya betul, lagi, oke.

 Dan akibat marah apa saja? Ya betul, sampai dibawa ke rumah sakit.

c. Rencana Tindak Lanjut

Baiklah, sudah banyak yang kita bicarakan. Nanti coba diingat-ingat lagi

perasaan Ali sewaktu marah, dan cara Ali marah serta akibat yang terjadi.

Kalau di runah sakit ada yang membuat Ali marah, langsung beritahu suster.

d. Kontrak

 Waktu: Besok kita bertemu lagi jam 09.00, bagaimana cocok?  Tempat: Bagaimana kalau disini lagi?

 Topik: Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat. Sampai

besok.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

 Masalah: Perilaku kekerasan

 Pertemuan: Ke 3 (tiga)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi : Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala marah, cara marah yang

biasa dilakukan serta akibat yang terjadi.

2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.

3. TUK : 6. Memilih satu cara marah yang konstruktif

7. Mendemonstrasikan satu cara marah yang konstruktif


B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)

1. Orientasi

 Salam terapeutik

Selamat pagi Ali.

 Evaluasi/ validasi

 Bagaimana perasaan Ali saaty ini? Wah bagus.  Apakah ada yang membuat Ali marah sore dan
malam kemarin?

 Bagaimana dengan perasaan, cara marah, dan akibat marahnya Ali, masih

ada tambahan (jika perlu ulang satu-satu).

2. Kontrak

 Topik : Ali masih ingat apa yang akan kita latih sekarang? Betul kita akan

latihan cara marah yang sehat.

 Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Baik disini saja seperti biasa

 Waktu : Mau berapa lama? 15 menit ya Ali.

3. Kerja

 Ali ada beberapa cara marah yang sehat, hari ini kita pelajari 1 cara

 Nah, Ali boleh pilih mau latihan nafas dalam atau pukul kasur dan bantal?

 Baiklah, kita latihan nafas dalam

 Jadi, kalau Ali kesal dan perasaan sudah mulai tidak enak segera nafas dalam

agar cara marah yang lama tidak terjadi.

 Caranya seperti ini, kita bisa berdiri atau duduk tegak. Lalu tarik napas dari

hidung dan keluarkan dari mulut.

 Coba ikuti suster, tarik dari hidung. Ya bagus, tahan sebentar, dan tiup dari

mulut. Oke, ulang sampai 5 kali.

4. Terminasi

a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah latihan, ada perasaan plong atau lega?

b. Evaluasi Obyektif

 Coba apa yang sudah kita pelajari?

 Bagus, berapa kali tarik napas dalam?

 Ya benar, 5 kali.

c. Rencana Tindak Lanjut

 Nah, berapa kali sehari Ali mau latihan? Bagaimana kalau 3 kali?

 Mau kapan saja? Bagaimana kalau pagi bangun tidur, lalu siang sebelum

makan dan malam sebelum tidur

 Juga lakukan kalau ada yang membuat kesal  Bagimana kalau kita buat jadwal kegiatannya? Baik,
nanti kalau sudah

dijalankan di cek list. Nah, ini caranya.

d. Kontrak

 Topik: Nah, waktu kita sudah habis, nanti siang kita belajar cara lain.

 Waktu: Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11.00

 Tempat: Mau dimana? Disini lagi? Baik, sampai nanti.

DAFTAR BACAAN

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing.

(5

th

ed). St louis: Mosby Year Book.

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing.

(6

th
ed). St louis: Mosby Year Book.

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing.

(7

th

ed). St louis: Mosby Year Book.

Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri : pedoman

untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta : EGC (terjemahan).

http://blogs.unpad.ac.id/antoniuscatur/files/2010/04/kekerasan.pdf

Anda mungkin juga menyukai