Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN


Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing :
Yulia Anggraeni H.P, S.Kep , M.Epid

Disusun Oleh :
Ahmad Rizal Efendi
1440118003

Tingkat 3B Program Keahlian DIII Keperawatan


JL. Mahkota Raya 32-B, Komplek Pondok Duta I, Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat
16451
A. MASALAH UTAMA

Perilaku Kekerasan

B. PROSES TERJADINYA MALASAH


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol
(Yosep, 2007).
Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan kematian baik
secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah (Depkes, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu
ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu
bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2. Faktor Predisposisi

Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada


pasien gangguan jiwa antara lain
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan
dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi oleh contoh peran
eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura
bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor ini dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku kekerasan merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris ringan pada
hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana
jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indra
penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi,
dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan
bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin, dopamine,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin
serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku
agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya
dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki
oleh penghuni penjara tindak kriminal (narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal)
trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam
baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku
kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan
alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

C. POHON MASALAH

Resiko Tinggi Mencederai, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan PPS : Halusinasi

Regimen Terapeutik
Inefektif

Harga Diri Rendah Isolasi Sosial :


Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga
Tidak Efektif
Berduka Disfungsional

Gambar 2.2 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Sumber : (Fitria, 2010)

D. MASALAH KEPERAWATAN
1) Resiko mencederai dii,orang lain dan lingkungan
2) Perilaku kekersan/amuk
3) Gangguan harga diri:harga diri rendah

E. DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


a) Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b) Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
a) Data Subyektif:
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b) Data Obyektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri: harga diri rendah
a) Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

b) Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.

G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan
Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.

d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan:
1) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3) Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.
Tindakan:
1) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal/kasur.
3) Secara verbal: katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
4) Secara spiritual: berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bantu memilih cara yang paling tepat.
2) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.
h. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan
keluarga.
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
2) Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
3) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
STRATEGI PELAKSANAAN I

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Data Subjektif:

 Keluarga klien mengatakan klien suka marah – marah tanpa sebab

 Keluarga klien mengatakan klien suka memukul pengendara motor yg lewat

 Klien pernah menjadi korban penipuan

Data Objektif:

 Klien menjawab pertanyaan dengan nada bicara keras dan cepat.

 Klien nampak tegang saat berinteraksi.

 Mata klien tampak melotot dan kesal.

 Klien menjawab pertanyaan dengan singkat.

 Klien tampak bermusuhan.

2. Diagnosa Keperawatan

Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Khusus

Membantu pasien melatih mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik

pertama.

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang

dilakukan, akibat perilaku kekerasan.

b. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan: fisik, obat, verbal, spritual.

c. Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: tarik nafas dalam dan

pukul kasur dan bantal

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN

1. Orientasi:

a. Salam Terapeutik

“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya AA, panggil saya A, saya berdinas dari

pukul 08.00-14.00,hari ini saya akan berbincang-bincang dengan bapak.”

“Nama bapak siapa? Senangnya di panggil apa?”

b. Evaluasi

“Bagaimana perasaan bapak saat ini, masih ada rasa kesal atau marah?”

c. Kontrak

“Baiklah, kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak.”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana jika 10 menit dari

pukul 10.00-10.10?”

“Di mana enaknya kita duduk-duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana

jika di disini saja pak?”

Waktu : Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana jika 10

menit dari pukul 10.00-10.10?


Tempat : Di mana enaknya kita duduk-duduk untuk berbincang-bincang, pak?

Bagaimana jika di disini saja pak?

2. FASE KERJA

“Apa yang menyebabkan bapak marah? Apakah sebelumnya bapak pernah marah?

Apa penyebabnya? Samakah dengan sekarang? Ooo.. jadi ada dua penyebab marah

bapak ya”

“Pada saat bapak sedang marah apa yang bapak rasakan? Misalnya saat bapak pulang

ke rumah dan istri bapak belum menyiapkan makanan (misalnya ini yang jadi

penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?”

“Apakah bapak merasa kesal, terus dada bapak berdebar – debar, mata melotot,

rahang terkatup rapat dan tangan mengepal?”

“Setelah itu apa yang bapak lakukan? Ooo.. iya.. jadi bapak memukul istri bapak dan
memecahkan piring. Apakah dengan cara ini makan terhidang? Iya.. tentu saja
tidak.”
“Apa kerugian dari cara yang bapak lakukan, betul.. istri jadi sakit dan ketakutan.

Piring – piring pecah. Menurut bapak, adakah cara yang lebih baik? Maukah bapak

belajar cara mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

“Ada beberapa cara mengatasi marah, pak. Salah satunya dengan cara fisik. Jadi

menyalurkan marah lewat kegiatan fisik. Dari beberapa cara tadi bagaimana jika kita

belajar satu cara dulu?”

“Begini pak, jika tanda – tanda marah tadi sudah bapak rasakan, maka bapak berdiri,

lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan napas perlahan – lahan

melalui mulut sambil membayangkan bahwa bapak sedang mengeluarkan


kemarahan. Silahkan bapak mencoba melakukannya. Bagus...coba lakukan sampai

lima kali.bagus sekali bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaanya?”

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga jika sewaktu-waktu

rasa marahnya muncul, bapak sudah terbiasa melakukannya.

3. TERMINASI

a. Mengakhiri Kontrak

“Sesuai janji kita tadi, kita sudah mengobrol 10 menit, sekarang sudah pukul

10.10, untuk saat ini kita akhiri dulu ya Pak.

b. Evaluasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan

bapak?”

“Ya jadi ada dua penyebab marahnya bapak (sebutkan), dan yang bapak

rasakan (sebutkan), yang bapak lakukan (sebutkan) serta akibatnya

(sebutkan).”

c. Rencana Tindak Lanjut

“Coba selama saya tidak ada bapak mencoba mengingat lagi penyebab marah

bapak yang lalu, apa yang bapak lakukan bila marah, yang belum kita bahas

dan jangan lupa latihan nafas dalamnya ya pak.”

d. Kontrak yang Akan Datang

“baik, bagaimana jika dua jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain

untuk mencegah atau mengontrol marah. Tempatnya disini saja pak. Selamat

pagi.”

Anda mungkin juga menyukai