Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

PENDARAHAN SALURAN CERNA

Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Kegawatdaruratan dan Bencana

Disusun Oleh Kelompok 2 :

1. Husseptiani 7. Amalia Indriyani

2. Muhammad Dendy F 8. Salma Noviatik

3. Lia Ayu W 9. Alpin Mardoni

4. Syifa Febri A 10. Listy Melani

5. Siti Iklimah 11. M Lulut

6. Mifta Oktaviani 12. Lastri S

Tingkat 3B Program Keahlian DIII Keperawatan

JL. Mahkota Raya 32-B, Komplek Pondok Duta I, Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Jawa
Barat 16451
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan’

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi
B. Pengertian
C. Penyebab
D. Patofisiologi
E. Tanda dan gejala
F. Komplikasi
G. Pemeriksan Diagnosa
H. Perawatan Komplementer

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut
sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi
atau nutrient seperti air dan elektrolit dari makanan yang dimakan ke dalam
lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan
samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi
perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi
perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat menyerang semua orang dan semua
golongan.
Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis
dengan jumlah penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun di Skotlandia.
Berdasarkan laporan penelitian di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat
perdarahan saluran pencernaan akut mencapai tujuh persen. Sedangkan insidensi
kejadian perdarahan saluran pencernaan akut di Skotlandia Barat mencapai
170/100.000 penduduk dengan angka mortalitas 8,2% (SIGN, 2008).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan saluran
cerna bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran
cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang dimulai dari
mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum atau perdarahan saluran cerna proksimal
dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan masalah
kegawatan dengan angka mortalitas di rumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada
perbaikan manajemen penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan tetapi
belum mampu menurunkan angka mortalitas secara signifikan sejak 50 tahun yang
lalu (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus di
sebelah distal ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian
bawah datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Hampir 80%
dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan
darah. Hanya 25% pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada
tekanan darah (Edelman, 2007).
Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika Serikat mencapai
22 kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun sudah
berkembang pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah kasus
perdarahan saluran cerna bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisa teridentifikasi
(Edelman, 2007).
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna seharusnya
memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta memperhatikan
aspek spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik dan efektif antara
pasien dan petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan keperawatan
yang diberikan harus mengacu pada aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien
(National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan asuhan keperawatan
pada pasien dengan perdarahan saluran pencernaan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
a. Menjelaskan anatomi fisiologi saluran cerna
b. Menjelaskan pengertian perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah.
c. Menjelaskan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah.
d. Menjelaskan patofisiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah.
e. Menjelaskan Tanda dan gejala pendarahan saluran cerna
f. Menjelaskan komplikasi pendarahan saluran cerna
g. Menjelaskan Pemeriksan diagnostik pada pendarahan saluran cerna
h. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien pendarahan saluran cerna.
i. Mejelaskan Keperawatan komplementer pada pendarahan saluran cerna
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam
aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum dan
anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan organ pencernaan yang pertam bertugas dalam proses pencernaan ,
fungsi utama mulut adalah untuk menghancurkan makannan sehingga ukurannya
cukup kecil untuk dapat ditelan kedalam perut.
b. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(osofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsi (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dengan
perantaraan lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga
mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Bagian superior
disebut nasofaring, Pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak
dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini
berbatas ke depan sampai di akar lidah bagian inferior
c. Kerongkongan
Setelah dikunyah dimulut, makanan ditelan agar masuk kelambung memalui suatu
saluran yang disebut kerongkongan, kerongkongan berfungsi menyalurkan
makannan dari mulut kelambung. Didalam leher sesungguhnya terdapat 2 saluran,
yaitu kerongkongan (letak dibelakang) dan tenggorokan atau trakea (letaknya
didepan). Kerongkongan meruoakan saluran pencernaan yang menghubungan
antara mulut dan lambung pada saat melewati kerongkongan, makanan didorong
kelambung oleh adanya peristaltik otot otot kerongkongan. Hal ini dikarenakan
dinding kerongkongan tersusun atas otot polos yang melingkat dan memanjang
serta berkontraksi secara bergantian. Akibatnya, makanan berangsur-angsur
terdorong masuk kelambung. Dikerongkongan makanan hanya lewat saja dan
tidak mengalami peencernaan.
d. Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama
di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan
dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diapragma didepan
pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri fundus uteri.
e. Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus meliputi,
lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot
memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong (jejenum) dan
usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (> 6 cm),
pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi atas usus 12 jari
(duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).
f. usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus
dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan
organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum.
pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua
belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua
belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh
usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung
untuk berhenti mengalirkan makanan.
g. Usus kosong
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari
usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari
usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
h. Usus Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam- garam empedu.
i. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon
sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam
usus besar berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan membantu
penyerapan zat-zat gizi.
j. Rektum dan anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan
tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam
rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus
besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak
yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting
untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus (Evelyn C.
Pearce, 2011).

B. Pengertian
Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana
saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa
di temukannya darah dalam tinja atau muntuh darah, tetapi gejala bisa juga
tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu
(Mansjoer,2000).
a. Pendarahan saluran cerna bagian atas
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang
terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian
besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus
peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori,
penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), alkohol. Robekan
Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan
saluran cerna bagian atas yang jarang (Dubey, 2008). Perdarahan saluran cerna
bagian atas merupakan perdarahan yang bersumber dari proksimal sampai
ligamentum Treitz. Pada kasus, perdarahan biasanya bersumber dari esophagus,
gaster, dan duodenum (SIGN, 2008).
b. Pendarahan saluran cerna bagian bawah
Perdarahan saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang
berasal dari organ traktus gastrointestinal yang terletak di bagian distal dari
ligamentum Treitz yang menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan
anemia simptomatis. Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan
keluarnya darah segar per anal/per rektal yang bersifat akut, transient, berhenti
sendiri (Edelman, 2007).

C. Penyebab
Penyebab perdarahan saluran bagian atas terbanyak di indonesia adalah karena
pecahnya varises esophagus dengan rata – rata 45-50% seluruh perdarahan saluran
cerna bagian atas.
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas di antaranya :
a. Kelainan esophagus : varises , esophagitis, keganasan
b. Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung & duodenum,
keganasan
c. Penyakit darah : leukemia, purpura trombositopenia
d. Penyakit sistemik : uremia
e. Pemakaian obat yang ulserogenik : gol. Salisilat, kortokosteroid, alkohol
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
a. Tumor ganas
b. Polip : pertumbuhan jinak atau polip di usus besar yang umum dan dapat
menyebabkan kanker.
c. Colitis ulseratif : Infeksi, penyakit seperti penyakit Crohn s, kurangnya
aliran darah ke usus besar, dan radiasi dapat menyebabkan kolitis - radang
usus besar.
d. Penyakit chron
e. Angiodiplasia : Penuaan menyebabkan angiodisplasia - kelainan pada
pembuluh darah usus.
f. Hemorrhoid (wasir) : Wasir pembuluh darah membesar di anus atau
rektum yang bisa pecah dan berdarah. Fissures, atau bisul, luka atau air
mata di daerah dubur.
g. Hemoragik massif saluran cerna bagian atas (Suparman, 1987)

D. Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior
untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang
dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung,
dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan
curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-
gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak
digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel
akan berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

E. Tanda dan gejala


1. Muntah darah (Hematemesis)
Adalah muntah darah dan biasanya di sebabkan oleh penyakit saluran cerna
bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rectal yang
mengandung campuran darah biasanya disebabkan oleh perdarahan usus
proksimal (Grace & Borley,2007).
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (Melena)
Tinja berwarna hitam merupakan akibat dari perdarahan di saluran bagian atas.
Misalnya lambung atau duodenum. Warna hitam terjadi Karena darah tercemar
oleh asam lambung dan pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar
dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna
kehitaman.
3. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)
4. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut.
Gangguan ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan
panas yang pahit
5. Pirosis (Nyeri uluhati)
Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh refluks
asam lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian bawah, keduanya
sangat mengiritasi mukosa.
6. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala
anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat
gejala-gejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal
tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah sebelumnya berbaring.
7. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut
nadi yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih.
Tangan dan kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya
aliran darah ke otak karena kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung,
disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok
8. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari
penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru
dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke
dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala
seperti perubahan kepribadian, perubahan kesiagaan dan perubahan kemampuan
mental (ensefalopati hepatik). (Sylfia A. Price, 1994 : 359).

F. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi adalah koma hepatic(suatu sindrom
neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual,
dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati)

G. Pemeriksan Diagnostik
Hitung hematokrit dan hemoglobin diperintahkan dengan hitung darah
lengkap. Adalah penting untuk menganggap bahwa hematokrit umumnya tidak
berubah pada jam-jam pertama setelah perdarahan gastrointestinal akut karena
mekanisme kompensasi. Cairan yang diberikan pada saat masuk juga
mempengaruhi hitung darah. Jumlah sel darah putih dan glukosa mungkin
meningkat, mencerminkan respon tubuh terhadap stress. Penurunan kalium dan
natrium kemungkinan terjadi karena disertai muntah. Tes fungsi hepar biasa
digunakan untuk mengevaluasi integritas hematologi pasien. Perpanjangan masa
protombin dapat menandakan penyakit hepar atau terapi bersamaan jangka
panjangf anti koagulan. Alkalosis respiratori umumnya terjadi karena adanya
aktivasi dari system saraf simpatik terhadap kehilangan darah. Jika kehilangan
sebagian besar darah, maka akan terjadi asidosis metabolik sebagai akibat dari
metabolisme anaerobic. Hipoksemia mungkin juga akan terjadi karena penurunan
kadar hemoglobin yang bersirkulasi dan dihasilkan kerusakan transport oksigen ke
sel-sel.
Pemeriksaan PT/PTT diperlukan untuk mengetahui apakah ada gangguan dalam
hal waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah. Pemeriksaan cross- match
diperlukan juga sebelum dilaksanakan tranfusi darah.
Endoskopi adalah prosedur pilihan untuk mendiagnosa ketepatan letak dari
perdarahan, karena inspeksi langsung mukosa adalah mungkin dengan
menggunakan skop serat optik. Endoskopi yang fleksibel memungkinkan tes ini
dilakukan di tempat tidur dan tes ini secara rutin dilakukan oleh dokter setelah
pasien secara hemodinamik stabil. Ketepatan diagnostik dari tes ini berkisar antara
60% sampai 90%.

H. Perawatan Komplementer
1. Tehnik relaksasi otogenik dan distraksi
Otogenik adalah pengaturan diri atau pembentukan diri sendiri, kata ini juga
dapat berarti tindakan yang dilakukan diri sendiri. Dengan mengalihkan respon
tubuh kita secara sadar berdasarkan perintah kita sendiri, kita dapat membantu
melawan
efek akibat stres yang berbahaya (Saunders, 2002). Sedangkan Distraksi adalah
suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal– hal lain di luar nyeri, yang
dengan demikian diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan pasien,nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Prasetyo,2010).
Penelitian imenunjukkan tindakan tehnik relaksasi otogenik dan distraksi memiliki
pengaruh yang bermakna lebih besar terhadap penyakit saluran cerna antara lain
penurunan tingkat nyeri pasien gastritis dibandingkan dengan tindakan tehnik
relaksasi otogenik saja sedangkan usia dan obat gastritis juga mempengaruhi
tingkat nyeri pasien gastritis setelah dilakukan tindakan tehnik relaksasi otogenik
pada kelompok intervensi I dan tehnik relaksasi otogenik dan distraksi pada
kelompok intervensi II.
Penelitian ini menyarankan untuk manajemen nyeri nonfarmkologi pasien gastritis
yang dirawat inap oleh institusi rumah sakit dapat dilakukan dengan tehnik
relaksasi otogenik dan distraksi selain pemberian obat-obatan secara medis.
Diperlukan studi lanjutan yang dapat diajukan sebagai terapi komplementer
penanganan nyeri pasien di rumah sakit serta memandirikan pasien dan keluarga
dalam penanganan nyeri secara non farmakologi.
2. Jahe

adalah obat alami lain untuk gangguan pencernaan karena dapat mengurangi asam
lambung. Cara yang sama terlalu sedikit asam lambung menyebabkan gangguan
pencernaan, terlalu banyak asam lambung memiliki efek yang sama. Minumlah
secangkir teh jahe sesuai kebutuhan untuk menenangkan perut Anda dan
menyingkirkan gangguan pencernaan. Pilihan lain termasuk mengisap permen
jahe, minum bir jahe, atau membuat air jahe Anda sendiri. Rebus satu atau dua
potong jahe dalam empat gelas air. Tambahkan rasa dengan lemon atau madu
sebelum diminum. Batasi konsumsi jahe Anda hingga 3 hingga 4 gram per hari.
Mengkonsumsi jahe terlalu banyak dapat menyebabkan gas, tenggorokan terbakar,
dan mulas.

3. Soda kue (natrium bikarbonat)

Soda kue dapat dengan cepat menetralkan asam lambung dan meredakan
gangguan pencernaan, kembung, dan gas setelah makan. Untuk pengobatan ini,
tambahkan 1/2 sendok teh baking soda ke 4 ons air hangat dan minum. Sodium
bikarbonat umumnya aman dan tidak beracun. Namun minum soda kue dalam
jumlah besar dapat menimbulkan beberapa efek samping yang tidak disukai,
seperti sembelit, diare, lekas marah, muntah, dan kejang otot. Jika Anda minum
larutan yang mengandung 1/2 sendok teh soda kue untuk gangguan pencernaan,
jangan ulangi setidaknya selama dua jam. Menurut sebuah studi di 2013 orang
dewasa tidak boleh memiliki lebih dari tujuh ½ sendok teh dalam periode 24 jam
dan tidak lebih dari tiga ½ sendok teh jika di atas usia 60.

4. Air lemon

Air lemon Efek alkali dari air lemon juga menetralkan asam lambung dan
meningkatkan pencernaan. Campurkan satu sendok makan jus lemon dalam air
panas atau hangat dan minum beberapa menit sebelum makan. Selain meredakan
gangguan pencernaan, air lemon juga merupakan sumber vitamin C yang sangat
baik. Namun, terlalu banyak air lemon dapat merusak enamel gigi dan
menyebabkan peningkatan buang air kecil. Untuk melindungi gigi Anda, bilas
mulut Anda dengan air setelah minum air lemon.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN


PENCERNAAN

A. Pengkajian Primer

Pengkajian yang dilakukan menggunakan pendekatan Airway, Breathing, Circulation, dan


Diasability (ABCD).

1. Airway

Untuk mengkaji airway, maka yang dilakukan perawat adalah dengan teknik look, listen and
feel. Look yang dilakukan adalah melihat kebersihan jalan nafas. Pada kasus perdarahan
saluran pencernaan, khususnya saluran cerna bagian atas biasanya terjadi muntah darah. Oleh
karena itu, perawat harus melakukan pengkajian terhadap risiko terjadinya aspirasi pada
saluran napas. Pada teknik listen, biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat
suara napas gurgling karena adanya cairan (darah) pada saluran pernapasan. Untuk feel,
perawat merasakan hembusan napas pasien. Pada kasus perdarahan saluran pencernaan
bagian atas, biasanya bisa terjadi sumbatan parsial atau total pada saluran napas akibat
menggumpalnya (clothing) darah.

2. Breathing
Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya perubahan frekuensi napas
pasien, adanya penggunaan otot-otot pernapasan. Pada kejadian perdarahan saluran
pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar haemoglobin dalam darah, sehingga
transportasi oksigen ke sel terganggu akibat berkurangnya pengangkut oksigen (Hb) dan
berdampak pada peningkatan frekuensi napas dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.

3. Circulation

Untuk mengevaluasi keparahan kehilangan darah dan untuk mencegah atau memperbaiki
penyimpangan klinis syok hipovolemik, perawat harus lebih sering mengkaji pasien. Pada
fase pertama perdarahan, kehilangan darah kurang dari 800 ml, pasien mungkin hanya akan
menunjukkan tanda-tanda lemah, ansietas, dan berkeringat. Dengan perdarahan yang
berlebihan suhu tubuh meningkat sampai 38,40–390 C sebagai respon terhadap perdarahan,
dan bising usus menjadi hiperaktif karena sensitivitas usus besar terhadap darah.

Jika tingkat kehilangan darah berkisar antara sedang sampai berat (kehilangan >800 ml),
respon system saraf simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin, epinefrin, dan
norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan
vasokonstriksi vascular perifer dalam upaya untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat. Dengan tingkat kehilangan darah sedang sampai berat, akan timbul tanda-tanda dan
gejala syok.

Sejalan dengan berkembanganya gejala-gejala syok, pelepasan katekolamin akan memicu


pembuluh darah pada kulit, paru-paru, intestine, hepar, dan ginjal untuk berkontraksi, dengan
demikian akan meningkatkan aliran volume darah ke jantung dan otak. Karena penurunan
aliran darah pada kulit, maka kulit pasien akan sangat dingin saat disentuh. Dengan
berkurangnya aliran darah ke paru-paru, terjadi hiperventilasi untuk mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat.

Seiring dengan penurunan aliran darah ke hepar, produk sisa metabolisme akan menumpuk
dalam darah. Produk sisa ini, ditambah dengan absorbsi darah busuk dari traktus intestinal
dan penurunan aliran darah melalui ginjal, akan menyebabkan peningkatan dalam kadar urea
darah. Nitrogen urea darah (BUN) dapat digunakan untuk mengikuti perjalanan perdarahan
gastrointestinal. Nilai BUN di atas 40-dalam lingkup perdarahan gastrointestinal dan kadar
kreatinin normal-menandakan perdarahan major. BUN akan kembali normal kira-kira 12 jam
setelah perdarahan berhenti.
Haluaran urin adalah pengukur yang paling sensitif dari volume intravascular yang harus
diukur setiap jam. Dengan menurunnya volume intravascular, haluaran urin menurun,
mengurangi reabsorbsi air oleh ginjal sebagai respon oleh pelepasan hormon antidiuretik
(ADH) oleh lobus posterior kelenjar pituitary.

Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10 mmHg, dengan peningkatan frekuensi
jantung 20 kali per menit baik dalam posisi berdiri maupun duduk, menandakan kehilangan
darah lebih besar dari 1000 ml. respon pasien terhadap kehilangan darah tergantung dari
jumlah dan kecepatan kehilangan darah, usia, derajat kompensasi, dan kecepatan perawat.

Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan gastrointestinal dan hal ini
diduga peningkatan asam lambung yang mengenai ulkus lambung. Nyeri tekan pada daerah
epigastrium merupakan tanda yang tidak umum terjadi. Abdomen dapat menjadi lembek atau
distensi. Hipertensi sering hiperaktif karena sensitivitas usus terhadap darah.

Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV cath ukuran besar diperlukan untuk
mengantisipasi penambahan cairan dan tranfusi darah.

4. Disability

Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat kesadaran. Untuk mengkaji tingkat
kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu reaksi pupil dan juga reflek
cahaya juga harus diperiksa.

5. Exposure

Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian pasien dan
melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perawat mengkaji adanya
etiologi lain yang mungkin menyebabkan gangguan pencernaan.

B. Pengkajian Sekunder

1. Riwayat Penyakit

Yang perlu dikaji pada pengkajian primer ini antara lain penyakit yang pernah diderita
pasien, misalnya hepatitis, penyakit hepar kronis, hemorrhoid, gastritis kronis, dan juga
riwayat trauma.

2. Status Nutrisi

Yang perlu dikaji pada status nutrisi adalah menggunakan prinsip A, B, C, D, yaitu :
3. Anthopometri

Yang bisa dikaji dari anthopometri antara lain : BB dan TB pasien sebelum sakit.

4. Biochemical

Pada biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai laboratorium, diantaranya :


nilai Hb, Albumin, globulin, protein total, Ht, dan juga darah lengkap.

5. Clinical

Pada pengkajian clinical, perawat harus mempertimbangkan tanda-tanda klinis pada pasien,
misalnya tanda anemis, lemah, rasa mual dan muntah, turgor, kelembaban mukosa.

6. Diit

Pada diit, perawat bisa berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori
pada pasien. Selain itu, komposisi nutrisi pada pasien juga harus diperhatikan. Pemberian
nutrisi enteral dini lebih menguntungkan pada penderita perdarahan saluran cerna karena
pemberian nutrisi enteral dini dapat memperkecil permiabilitas intestinal, menurunkan
translokasi bakteri dan juga dapat mencegah multi organ failure. Selain itu pemberian nutrisi
enteral pada pasien dengan perdarahan saluran cerna juga dapat meningkatkan aliran darah
pada gaster, mempertahankan aliran darah pada kolon. Selain itu, pemberian nutrisi enteral
dan ranitidine juga dapat menurunkan insiden perdarahan gastrointestinal. Nutrisi enteral
(karbohidrat, lemak, dan protein), juga dapat memicu vasodilatasi lapisan mukosa saluran
cerna. Karbohidrat dapat meningkatkan aliran darah mesenterika 70%, lemak dapat
meningkatkan aliran darah mesenterika 40%.

Perhitungan nutrisi pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa formulasi, namun pada
makalah ini perhitungan nutrisi pada pasien dilakukan dengan menggunakan formula Harris
Benedict yang menghitung dari kebutuhan kalori basal (KKB), yaitu:

Laki-laki KKB = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) — (6.8 x U)

Wanita KKB = 65.5 + (9.6 x BB) + (1.7 x TB) — (4.7 x U)

Keterangan :

BB : Berat Badan (kg) (ideal)

TB : Tinggi Badan (cm)

U : Umur (tahun)
Untuk Indonesia dapat menggunakan:

KKB = 40 x (TB — 100).

Dengan faktor koreksi:

Stress ringan (1) : 1.3 x KKB

Stress sedang (2) : 1.5 x KKB

Stress berat (3) : 2.0 x KKB

Pada kasus perdarahan saluran cerna bagian atas yang bukan karena varises dan tidak ada
penyakit hati kronis, maka pasien tidak perlu dipuasakan. Perawat atau ahli gizi harus
memberikan diit secara bertahap, mulai dari diit cair, saring, lunak, dan padat (normal).
Komposisi nutrisi dan kebutuhan kalori yang diberikan harus sesuai dengan penyakit dasar
pasien. Tetapi jika perdarahan saluran cerna atas tersebut berasal dari varises esofagus, maka
tidak ada anjuran untuk dipuasakan, tetapi pemberian nutrisi enteral ditunda saat perdarahan
aktif. Nutrisi enteral dapat dilanjutkan tanpa menunggu produk NGT jernih. Bila perlu,
pemberian parenteral nutrisi sampai perdarahan berhenti lalu dilanjutkan diit secara bertahap
mulai diit cair, saring, lunak dan normal lagi dengan komposisi nutrisi dan kebutuhan kalori
sesuai penyakit dasar.

Pada pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah, terutama pada Chron disease
nutrisi parenteral dapat meredakan symptom selama “acute attack” dan kambuh ketika
kembali ke nutrisi oral. Prinsip pamberian nutrisi pada inflammatory bowel disease tidak
membebani bagian/segmen saluran cerna yang sedang sakit berat. Pada pasien yang
mengalami diare berat 10-20x/hari, maka pemberian elektrolit dan cairan harus dilakukan
untuk menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit.

C. Status Eliminasi

Yang harus dikaji pada status eliminasi pada pasien dengan perdarahan saluran cerna,
antara lain warna feses, konsistensi, serta bau dari feses. Selain itu perlu juga dikaji adanya
rasa nyeri saat BAB. Bising usus juga harus dimonitor terus untuk menentukan status
peristaltik.

D. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah akut.


2. Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan penurunan kapasitas angkut
oksigen dan dengan faktor-faktor risiko aspirasi.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan dengan aliran intravena.
4. Ansietas : yang berhubungan dengan sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun
kerusakan bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial, atau ketidakmampuan
yang permanen.

E. Intervensi

NO Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

DX
1. Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik 1. Pantau tanda-tanda vital setiap
jam.
2. Pantau nilai-nilai hemodinamik
(missal SAP, DAP, TDKP, IJ,
CJ, TVS).
3. Ukur haluaran urin setiap 1
jam.
4. Ukur masukan dan haluaran
dan kaji keseimbangan.
5. Berikan cairan pengganti dan
produk darah sesuai instruksi.
Pantau adanya reaksi-reaksi
yang merugikan terhadap
komponen terapi (missal reaksi
transfusi).
6. Tirah baring total, baringkan
pasien pada posisi terlentang
dengan kaki ditinggikan untuk
meningkatkan preload pasien
jika pasien mengalami
hipotensif. Jika terjadi
normotensif, tempatkan tinggi
bagian kepala tempat pada 45
dewrajat untuk mencegah
aspirasi lambung.
7. Perkecil jumlah darah yang
diambil untuk analisa
laboratorium.
8. Pantau hemoglobin dan
hematokrit.
9. Pantau elektrolit yang mungkin
hilang bersama cairan atau
berubah karena kehilangan,
perpindahan cairan.
10. Periksa feses terhadap darah
untuk 72 jam setelah masa akut

NO Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

DX
2. Pasien akan mempertahankan oksigenasi dan 1. Pantau SaO2 dengan
pertukaran gas yang adekuat. menggunakan oksimetri atau
ABGs.
2. Pantau bunyi nafas dan gejala-
gejala pulmonal.
3. Gunakan supplemental O2
sesuai instruksi.
4. Pantau suhu tubuh.
5. Pantau adanya distensi
abdomen.
6. Baringkan pasien pada bagian
kepala tempat tidur ditinggikan
jika segalanya memungkinkan.
7. Pertahankan fungsi dan patensi
kateter nasogastrik dengan
tepat.
8. Atasi segera mual.

NO Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

DX
3. Pasien tidak akan mengalami infeksi 1. Pertahankan kestabilan selang
nosokomial. intravena. Amankan aplians
intravena berikut selangnya.
2. Ukur suhu tubuh setiap 4 jam.
3. Pantau system intravena
terhadap patensi, infiltrasi, dan
tanda-tanda infeksi (nyeri
setempat, inflamasi, demam,
sepsis).
4. Ganti letak intravena setiap 48-
72 jam dan prn.
5. Ganti larutan intravena
sedikitnya setiap 24 jam.
6. Pantau letak insersi setiap
penggantian tugas.
7. Dokumentasikan tentang
selang, penggantian balutan,
dan keadaan letak insersi.
8. Gunakan teknik aseptic saat
mengganti balutan dan selang.
Pertahankan balutan yang
bersih, transparan, dan steril.
9. Ukur SDP terhadap kenaikan.
10. Lepaskan dan lakukan
pemeriksaan kultur bila terjadi
tanda-tanda dan gejala-gejala
infeksi.
NO Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

DX
4. 1. Pasien akan mengekspresikan 1. Berikan lingkungan yang
ansietasnya pada nara sumber yang tepat. mendorong diskusi terbuka
2. Pasien akan mulai mengidentifikasi untuk persoalan-persoalan
sumber ansietasnya. emosional.
2. Gerakan system pendukung
pasien dan libatkan sumber-
sumber ini sesuai kebutuhan.
3. Berikan waktu pada pasien
untuk mengekspresikan diri.
Dengarkan dengan aktif.
4. Berikan-berikan penjelasan
yang sederhana untuk
peristiwa-peristiwa dan stimuli
lingkungan.
5. Identifikasi sumber-sumber
rumah sakit yang
memungkinkan untuk
mendukung pasien atau
keluarganya.
6. Berikan dorongan komunikasi
terbuka antara perawat-
keluarga mengenai masalah-
masalah emosional.
7. Validasikan pengetahuan dasar
pasien dan keluarga tentang
penyakit kritis.
8. Libatrkan system pendukung
religious sesuai kebutuhan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut
sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi
gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu.
Perdarahan pada system pencernaan antara lain dapat disebabkan oleh : robekan
jaringan, kanker kerongkongan, iritasi gastritis, luka pada usus, kanker pada usus,
tumor pada usus, penyakit divertikulum, pembuluh darah abnormal, hemoroid dan
robekan pada anus.
Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi klinis yang terlihat
antara lain: Muntah darah (hematemesis), Mengeluarkan tinja yang kehitaman
(melena) dan Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia). Selain itu juga
menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan
pusing.
Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat darurat dengan
perdarahan saluran pencernaan dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya
perdarahan. Secara umum penatalaksanaan tersebut ialah dengan cara menghentikan
perdarahan yang terjadi
B. Saran
Adapun saran – saran yang dapat penulis berikan dalam usaha keperawatan pada
pasien gawat darurat dengan perdarahan saluran pencernaan ini adalah :
1. Untuk klien
Klien diharapkan harus senantiasa tetap memelihara kesehatannya, menjaga
pola makan dengan baik dan harus mengerti faktor apa saja yang mencetuskan
terjadinya perdarahan saluran percernaan. Klien juga diharapkan mampu
melakukan pencegahan dan tindakan pengobatan awal jika terjadi perdarahan
saluran pencernaan.
2. Untuk perawat
Bagi teman sejawat, diharapkan benar-benar memahami konsep dasar
penyakit perdarahan saluran pencernaan, karena berdasarkan pengetahuan dan
keterampilan itulah maka perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang
komprehensif.
3. Untuk pendidikan
Untuk institusi diharapkan lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan
masalah ini, sehingga dalam penyusunan makalah ini lebih mempermudah penulis
sehingga makalah yang dihasilkan lebih bernilai.


DAFTAR PUSTAKA

Balentine, J.R, 2012, Gastritis overview,


http://www.emedicinehealth.com/gastritis/article_em.htm

Caesar, R, 2010, Sindroma Mallory-Weiss, http://www.medicalera.com

Cagir, B, 2012, Lower Gastrointestinal Bleeding,


http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview,

Cappell, M.S, Friedel, D, 2008, Initial Management of AcuteUpper Gastrointestinal


Bleeding:From Initial Evaluation up toGastrointestinal Endoscopy, Med Clin N Am, vol. 92,
pp. 491–509, http://misanjuandedios.org/files/19_HGIS.pdf

Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas Kedokteran


Kedaruratan Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga.

Edelman, D.A, Sugawa, C, 2007, Lower Gastrointestinal Bleeding: a review, Surg Endosc,
vol. 21, pp. 514-520, http://misanjuandedios.org/files/20_HGII_A_.pdf
Goddard, A.F, et al, 2010, The management of gastric polyp, Gut, vol. 59, pp. 1270-1276,
http://files.i-md.com/medinfo/material/

Hadzibulic, E, and Govedarica, S, 2007, Significance of Forrest Classification, Rockall’s


andBlatchford’s Risk Scoring System in Prediction of Rebleeding in Peptic Ulcer Disease,
Acta Medica Medianae, vol.46, pp. 38-43, http://publisher.medfak.ni.ac.rs/

Hritz, I, 2012, Portal Hypertensive Gastropathy: Clinical Findings and A Case Report,
http://www.gastrosource.com/Patient-Cases/

Hudak, C.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Alih Bahasa : Ester, M., dkk.
Edisi 6. Jakarta : EGC.

Muttaqin, A. dan Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, A.W, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 4, Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai