Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari
mulut sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk
memindahkan zat gizi atau nutrient seperti air dan elektrolit dari makanan
yang dimakan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi.
Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam
jiwa hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien
dengan perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan
menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Perdarahan saluran
cerna dapat menyerang semua orang dan semua golongan.
Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan
medis dengan jumlah penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun
di Skotlandia. Berdasarkan laporan penelitian di Inggris tahun 2007, angka
mortalitas akibat perdarahan saluran pencernaan akut mencapai tujuh persen.
Sedangkan insidensi kejadian perdarahan saluran pencernaan akut di
Skotlandia Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan angka mortalitas
8,2% (SIGN, 2008).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan
saluran cerna bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di
saluran cerna yang dimulai dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum
atau perdarahan saluran cerna proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan
saluran cerna bagian atas merupakan masalah kegawatan dengan angka
mortalitas di rumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan
manajemen penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan tetapi
belum mampu menurunkan angka mortalitas secara signifikan sejak 50 tahun
yang lalu (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal
dari usus di sebelah distal ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan
saluran cerna bagian bawah datang dengan keluhan darah segar sewaktu
buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya
dan tidak berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25% pasien dengan
perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah (Edelman,
2007).
Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika
Serikat mencapai 22 kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007.
Walaupun sudah berkembang pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun
10% dari jumlah kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah, lokasi
perdarahan tidak bisa teridentifikasi (Edelman, 2007).
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran
cerna seharusnya memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien,
serta memperhatikan aspek spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi
yang baik dan efektif antara pasien dan petugas kesehatan mutlak diperlukan.
Selain itu pelayanan keperawatan yang diberikan harus mengacu pada aspek
biopsikososiokultural dan spiritual pasien (National Institute for Health and
Clinical Execellence, 2012).
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik menulis makalah
asuhan keperawatan pada klien dengan perdarahan saluran pencernaan.

B. Tujuan
1. Menjelaskan definisi perdarahan saluran cerna
2. Menjelaskan etiologi perdarahan saluran cerna
3. Menjelaskan patofisiologi perdarahan saluran cerna
4. Menjelaskan klasifikasi perdarahan saluran cerna
5. Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan saluran cerna
6. Menjelaskan komplikasi perdarahan saluran cerna
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang perdarahan saluran cerna
8. Menjelaskan penatalaksanaan medis perdarahan saluran cerna
9. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan saluran
pencernaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Gastrointestinal
1. Anatomi Fisiologi gastrointestinal
Menjalankan fungsi sistem pencernaan maka membutuhkan organ yang
mampu melaksanakan fungsinya, sehingga untuk menjalankan fungsi
tersebut terdapat beberapa organ pencernaan antara lain, mulut, faring,
esofagus, lambung, usus kecil, dan usus besar. Kemudian untuk
mendukung fungsi tersebut juga terdapat organ tambahan yaitu kelenjar
saliva, gigi, hati (liver), kandung kemih (gall baldder), pankreas, dan
mesenteries. Dinding dalam saluran cerna terdiridari empat lapisan yaitu,
serosa, muskularis, submukosa, dan mukosa. Berikut organ yang termasuk
dalam sistem pencernaan :
a. Oral Cavity atau Mulut

Fungsi Mulut
1) Ingestion, makanan yang berupa padatan atau cairan dimasukkan
ke dalam tubuh, ke dalam saluran pencernaan melalui pintu
pertama dan utama yaitu mulut atau oral cavity (Mc Graw Hill,
2004).
2) Taste, sebagai perasa makanan yang berada pada papila lidah.
3) Mastication, pergerakan dari rahang bawah (mandibula) yang
dibantu oleh otot mastikasi menyebabkan gigi dapat
menghancurkan makanan menjadi bagian yang lebih kecil. Lidah
dan pipi (cheeks) membantu dalam menempatkan makanan
diantara mulut.
4) Digestion, enzim amilase yang ada di dalam ludah memulai
pencernaan karbohidrat (starch).
5) Swallowing, lidah dapat membantu membentuk makanan menjadi
bolus dan mendorongnya bolus menuju faring.
6) Communication, bibir, pipi, gigi, dan lidah merupakan salah satu
organ yang membantu daam berkomunikasi atau berbicara.
7) Protection, Mucin dan air yang berada di dalam ludah memberikan
lubrikasi, dan ensim lysozyme dalam membunuh mikroorganisme
yang tidak baik bagi tubuh
8) Membunuh mikroorganisme yang tidak baik bagi tubuh

Bagian-bagian mulut
1) Bibir dan Pipi
Bibir atau labia, merupakan strukutur yang banyak terbentuk dari
muskular oleh orbiculari oris. Lapisan terluar bibir ditutupi oleh
kulit. Sedangkan pipi terbentuk di dinding bagian lateral di oral
cavity. Bagian dari pipi adalah termasuk otot buccinator, yang
meratakan pipi terhadap gigi, dan buccal fat pad yang berada
mengelilingi sisi wajah (Mc Graw Hill, 2004). bagian bibir dan
pipi sangatlah penting dalam proses mastikasi dan berbicara atau
berkomunikasi. Bagian ini dapat membantu menggerakkan
makanan di dalam mulut dan menahannya di dalam mulut selama
makanan dihancurkan menjadi bagian-bagian kecil.
2) Palate and Palatine Tonsils
Palate atau langit-langit mulut memiliki dua bagian yang terdiri
dari bagian anterior yang bertulang (hard palate) dan bagian
posterior yang tak bertulang (soft palate), yang terdiri dari otot dan
jaringan (connective tissue). Fungsi dari langit-langit mulut
(palate) sangatlah penting dalam proses menelan dan mencegah
makanan masuk ke dalam nasal cavity. Sedangkan palatin tonsil
terletak di dinding lateral dari fauces (Mc Graw Hill, 2004).
3) Lidah
Lidah terletah ditenga mulut yang dipenuhi dengan otot skeletal
yang ditutupi dengan mukosa membran. Lidah berfungsi
menggerakkan makanan di dalam mulut, membantu dalam
mendorong makanan ke dalam esofagus (menelan), sebagai peran
utama artikulasi dalam berbicara dan berkomunikasi, sebagai
perasa. Dalam proses menggerakkan makanan di dalam mulut,
lidah bekerja bersama dengan bibir dan gusi, sehingga mampu
menahan makanan di dalam mulut selama pengunyahan atau
mastikasi.
4) Gigi
Secara normal, orang dewasa memiliki jumlah total gigi adalah 32
gigi secara kelesuruhan. Tiap gigi memiliki crown (di atas gusi),
neck dan root (di bawah gusi). Dibagi menjadi dua bagian, yaitu
bagaian rahang atas (maxillary) dan bagian rahang bawah
(mandibular). Selain pembagian gigi yaitu terdiri dari bagian atas
sebelah kanan dan kiri dan bagian bawah sebelah atas dan bawah.
Tiap empat kuadran memiliki gigi seri, gigi taring, premolars,
molars, dan wisdom teeth. Fungsinya hampir sama dengan lidah,
berperan dalam proses mastikasi dan berbicara.

5) Kelenjar Saliva

Ke
lenjar saliva ini diproduksi secara terus menerus oleh tubuh. Aliran
saliva (ludah) ini berasal dari kelenjar saliva dan tersebar di mulut
melalui pembuluh (duct). Sebagian besar saliva diproduksi oleh kelnjar
saliva yaitu, [1] Kelenjar parotid (bagian terbesar, saliva banyak terdiri
atas amilase, berada di dekat telinga), [2] Kelenjar submandibular
(memprodukasi saliva yang kental (sulit untuk mengalir) dan berada di
dekat mulut (floor)), [3] Kelenjar sublingual (berukuran paling kecil,
mensekresi mukus dan berada di bawah mulut).
Fungsi kelenjar saliva adalah membersihkan gigi dan menghancurkan
bahan kimia yang terkandung dalam makanan sehinggan dapat
dirasakan. Kelenjar saliva ini memiliki enzim yang membantu dalam
mencerna makanan dan mukus. Selain itu, kelenjar saliva juga
membantu dalam melubrikasi faring untuk membantu dalam menelan
makanan.

b. Faring
Fungsi Faring
1) Swallowing, fase involutari dari menelan menggerakkan bolus dari
mulut ke esofagus. Makanan dicegah agar tidak masuk ke dalam
nasal cavity oleh soft palate dan mencegah masuk ke dalam sistem
pernafasan bagian bawah (Mc Graw Hill, 2004).
2) Breathing, udara masuk melalui hidung atau mulut melewati faring
menuju ke saluran pernafasan bawah.
3) mukus menyediakan lubrikasi.

Bagian-bagian Faring
Faring terdiri dari tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Secara normal, makanan dapat masuk melalui orofaring
dan laringofaring. Nasofaring berfungsi sebagai saluran dalam
masuknya udara selama bernafas dan berhubungan dengan fungsi
pendengaran. Orofaring berada dibagain posterior mulut, sebagai
saluran masuknya mulut dan menuju ke lambung dan juga berfungsi
sebagai saluran udara untuk pernafasan. Laringofaring berada di bawah
orofaring, memanjang dari epiglotis ke bagian bawah kartilago
kortikoid dari laring dan memiliki fungsi yang sama dengan orofaring.

c. Esofagus
Fungsi Esofagus
1) Propulsion, kontraksi peristaltik menggerakkan bolus dari faring
menuju abdomen. Bagian bawah sfingter esofagus membatasi
refluks dari isi abdomen kembali ke esofagus (Mc Graw Hill,
2004).
2) Protection, kelenjar yang berada di dalam mukus membantu dalam
lubrikasi dan melindungi esofagus inerior dari asam (stomach
acid).

Bagian-bagian Esofagus
Esofagus merupakan bagian sistem pencernaan yang memanjang dari
faring hingga lambung. Panjangnya sekitar 25 cm dan berada di
mediastinum, anyerior hingga vertebrae, posterior hingga trakea.
Esofagus melewati esophageal hiatus dari diafragma dan berkahir di
lambung. Fungsi dari esofagus adalah membawa makanan dari faring
menuju ke lambung. Mekanisme dari menelan antara lain : [1]
makanan tercampur dengan saliva dan didorong masuk ke dalam
faring, [2] refleks involunter menggerakkan makanan masuk ke dalam
esofagus, dan [3] gerakan peristaltik mentransport makanan ke dalam
lambung.

d. Abdomen
Fungsi Lambung
1) Storage, Rugae dapat membantu abdomen untuk meluaskan area
perut dan menahan (menyimpan) makanan hingga dapat dicerna.
2) Digestion, terjadinya proses pencernaan dimana pencernaan protein
dimulai sebagai hasil dari proses asam hidroklorik dan pepsin.
Faktor intrinsik mencegah pecahnya vitamin B12 oleh asam
lambung. Proses pencernaan terdiri dari fisik dan kimia (protein).
3) Absorption, kecuali untuk beberapa produk (air, alkohol, aspirin)
penyerapan kecil berada di dalam lambung.
4) Mixing and propulsion, terjadi gerakan peristaltik dan membentuk
cairan putih seperti susu yang disebut dengan chyme.
5) Protection, mukus memberikan lubrikasi dan mencegah pencernaan
dari dinding lambung. Asam lambung dapat membunuh
kebanyakan mikroorganisme.

Bagian-bagian Lambung
Terdapat empat bagian utama di dalam lambung yaitu :
1) Cardia, atau cardiac region merupakan poin dimana esofagus
menghubungkan dan melewati lambung, dimana makanan masuk
ke dalam lambung. Terdapt di bagian inferior dari diafragma.
2) Fundus, berada di atas sebelah kiri dari cardia. Berbentuk seperti
kubah.
3) Tubuh, berada di bawah fundus, yang merupakan bagian utama dari
lambung.
4) Pylorus, bagian lambung yang berbentuk corong, menghubungkan
lambung dengan duodenum. Bagian yang semakin lebar dari
corong, dinamakan pyloric antrum yang menghubungkan tubuh
(bagian lambung “body”) dengan lambung. Kemudian bagian akhir
yang paling dangkal dinamakan pyloric canal, yang
menghubungkan ke duodenum. Sedangkan otot halus yaitu
phyloric sphincter yang berada di ujung saluran dan berfungsi
mengkontrol pengosongan lambung.

e. Usus Kecil
Fungsi Usus Kecil
1) Neutralization, ion bikarbonat dari pankreas dan bili-bili dari hati
menormalkan asam lambung dari membentuk pH sesuai dengan
keadaan pankratik dan enzim usus.
2) Digestion, enzim yang berada di pankreasdan berada di sepanjang
usus kecil menyempurnakan pecahnya molekul makanan.
3) Absorption, kebanyakan nutrisi diserap baik secara aktif maupun
pasif, penyerapan paling banyak dilakukan pada air.
4) Mixing and propulsion, kontraksi segmental mencampur chyme dan
gerakan peristaltik menggerakan makanan yang sudah dicerna ke
dalam usus besar.
5) Excretion, bili-bili usus dari hati mengandung bilirubin, kolestrol,
lemak, dan hormon yang dapat larut dalam lemak.
6) Protection, mukus membantu dalam lubrikasi, mencegah
pencernaan dari dinding usus, dan melindungi usus kecil dari asam
lambung. Peyer patches melindungi dari serangan
mikroorganisme.

Bagian-bagian Usus Kecil


1) Duodenum
Merupakan bagian usus kecil yang paling pendek dan awal bagian
usus kecil, dimulai di bagian pyloric sphincter. Berbentuk huruf
“C”. Sebagian besar duodenum berbentuk retro peritoneal.
Duodenum juga merupakan tempat dimana empedu dan cairan
pankreas memasuki saluran usus. Berfungsi sebagai tempat
pecernaan kimia dari makanan.

2) Jejunum
Merupakan bagian usus kecil yang berada diantara bagian akhir
distal dari duodenum dan bagian proksimal dari ileum. Jejunum
memiliki bagian dalam yang bernama membran mukosa yang telah
ditutupi oleh vili. Dimana vili tersebut dapat meningkatkan area
permukaan dari jaringan yang dapat mengabsorbsi nutrisi dari
usus. Berfungsi sebagai absorbsi dari makanan yang sudah dicerna.
3) Ileum
Memiliki fungsi dalam penyerapan vitamin B12 dan garam
empedu. Memiliki dinding yang terdiri dari vili di seluruh
permukaannya. Sel yang berada di ileum mengandung enzim
protease dan karbohidrat yang berguna dan tahap akhir dari
pencernaan protein dan karbohidrat. Bagian ileum secara terus
menerus mengabsorbsi garam empedu, dan juga menyerap vitamin
yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K. Jika terjadi
absorbsi pada vitamin yang larut dalam air, maka dibutuhkan asam
empedu untuk melakukan proses absorbsi. Berfungsi sebagai
absorbsi dari makanan yang sudah dicerna.
4) Liver
Merupakan organ yang paling besar diantara semua organ, berkisar
sekitar 1,36 kg atau 3 ponds yang berada di bawah sebelah kanan
bagian abdomen di bawah diafragma. Memiliki dua bagian utama
yaitu lobus sebelah kanan dan kiri serta lobus minor yaitu caudate
dan quadrate.
5) Kandung Kemih
Merupakan organ yang memiliki panjang sekitar 8 cm dan lebar 4
cm. Empedu disekresikan oleh hati dan mengalir ke kandung
kemih sekitar 40-70 ml emoedu dapat disimpan. Sementara
empedu berada di kandung kemih, air dan elektrolit diabsorbsi dan
garam empedu serta pigmen menjadi 5-10 kali lebih terkontrasi
dibandingkan saat diskresi oleh hati.
6) Pankreas
Merupakan organ yang kompleks baik dari jaringan endokrin
(hormon sekresi) ataupun eksokrin (fungsi pencernaan) yang
memiliki beberapa fungsi. Sebagian besar pencernaan di dalam
tubuh dilaksanakan oleh enzim pankreatik.

f. Usus Besar
Fungsi Usus Besar
1) Absorption, bagian proksimal sebagian dari kolon mengabsorbsi
garam (sodium klorida), air, dan vitamin (K) yang diproduksi
bakteria. Mengabsorbsi air tambahan (additional) yang dibutuhkan
oleh tubuh. Kemudian mengabsorbsi nutri tambahan dalam jumlah
yang kecil, seperti vitamin K dan B yang dibuat oleh bakteri di
daluran pencernaan.
2) Storage, sebagian bagian distal dari usus menahan feses hingga
feses dikeluarkan. Mengumpulkan, mengkonsentrasi dan
membuang sisa-sisa makanan.
3) Mixing and propulsion, pergerakan massa mendorong feses menuju
ke anus dan terjadinya defekasi dari feses
4) Protection, mukus dan ion bikarbonat melindungi untu melawan
asama yang diroduksi oleh bakteria

Bagian-bagian Usus Besar


1) Cecum
Merupakan bagian pertama dari usus besar, berbentuk seperti sac.
Panjangnya sekitar 6 cm (2.4 inchi), dapat terhubung dari ileum
dan meneruskan absorbsi dari air dan garam.
2) Kolon
Makanan yang masuk ke dalam kolon, makanan akan masuk ke
dalam kolon asending pada bagian sisi kanan dari abdomen. Pada
permukaan inferior dari hati, kolon memanjang dan berliku dan
membentuk hepatic flexure dan diteruskan menjadi kolon
transversal. Kemudian memasuki kolon desending yang berada
dibagian pelvis yang kemudian akan memasuki bagian kolon
sigmoid. Kolon sigmoid yang berbentuk “S” yang berada mulai dari
pelvis dan berakhir di rektum.
3) Rektum
Sisa-sisa makanan meninggalkan kolon sigmoid yang kemudian
memasuki bagian rektum yang berad di pevis, berada di dekat
tulang sakral vetrebrata. Di dalam rektum terdapat katu rektal yang
dapat membantu memisahkan feses dari gas untuk mencegah
melintasnya bersamaan antara feses dan gas.
4) Anal Kanal
Pada tahap akhir, sisa-sisa makanan mencapai bagian akhir dari
usus besar, yang disebut dengan anal kanal. Berada di perineum,
yang berada di luar kavitas abdominopelvis. Memiliki panjang 3,8-
5 cm yang terbuka secara esksterior yang berada di anus. Anal
kanal memiliki dua sfingter yaitu sfingter internal, yang terdiri dari
otot halus dan berkontraksi secara involunter. Kemudian terdapat
sfingter eksternal yang terdiri dari otot skeletal yang berada dalam
kontrol volunter.
B. Definisi Pendarahan Gastrointestinal
Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi
dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus.
Bisa berupa di temukannya darah dalam tinja atau muntuh darah, tetapi gejala
bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu.
Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila di sebabkan oleh adanya erosi
arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat di hentikan
dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer,2000).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan
saluran cerna bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran
cerna yang dimulai dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum atau
perdarahan saluran cerna proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan
saluran cerna bagian atas merupakan masalah kegawatan dengan angka
mortalitas di rumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan
manajemen penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan tetapi
belum mampu menurunkan angka mortalitas secara signifikan sejak 50 tahun
yang lalu (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).
perdarahan saluran pecerna bagian bawah datang dengan keluhan darah segar
sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti dengan
sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25% pasien
dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah
(Edelman, 2007).

C. Etiologi
Penyebab perdarahan saluran bagian atas terbanyak di indonesia
adalah karena pecahnya varises esophagus dengan rata – rata 45-50% seluruh
perdarahan saluran cerna bagian atas.
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas di antaranya :
a. Kelainan esophagus : varises , esophagitis, keganasan
b. Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung & duodenum,
keganasan
c. Penyakit darah : leukemia, purpura trombositopenia
d. Penyakit sistemik : uremia
e. Pemakaian obat yang ulserogenik : gol. Salisilat, kortokosteroid,
alkohol
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
a. Tumor ganas
b. Polip : pertumbuhan jinak atau polip di usus besar yang umum dan
dapat menyebabkan kanker.
c. Colitis ulseratif : Infeksi, penyakit seperti penyakit Crohn s,
kurangnya aliran darah ke usus besar, dan radiasi dapat menyebabkan
kolitis - radang usus besar.
d. Penyakit chron
e. Angiodiplasia : Penuaan menyebabkan angiodisplasia - kelainan pada
pembuluh darah usus.
f. Hemorrhoid (wasir) : Wasir pembuluh darah membesar di anus atau
rectum yang bisa pecah dan berdarah. Fissures, atau bisul, luka atau air
mata di daerah dubur.
g. Hemoragik massif saluran cerna bagian atas (Suparman, 1987)

D. Manifestasi Klinis
Gejalanya bisa berupa :
1. Muntah darah (Hematemesis)
2. Adalah muntah darah dan biasanya di sebabkan oleh penyakit saluran
cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per
rectal yang mengandung campuran darah biasanya disebabkan oleh
perdarahan usus proksimal (Grace & Borley,2007)
3. .Mengeluarkan tinja yang kehitaman (Melena)
4. Tinja berwarna hitam merupakan akibat dari perdarahan di saluran bagian
atas. Misalnya lambung atau duodenum. Warna hitam terjadi Karena darah
tercemar oleh asam lambung dan pencernaan kuman selama beberapa jam
sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan
tinja yang berwarna kehitaman.
5. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)
6. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut.
Gangguan ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau
cairan panas yang pahit
7. Pirosis (Nyeri uluhati)
8. Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh
refluks asam lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian
bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa.
Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan
gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan
pusing. Jika terdapat gejala-gejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya
penurunan abnormal tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah
sebelumnya berbaring.
Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah
denyut nadi yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan
air kemih. Tangan dan kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah.
Berkurangnya aliran darah ke otak karena kehilangan darah, bisa
menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok
Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari
penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-
paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati,
perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun yang akan
menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan kesiagaan dan
perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik). (Sylfia A. Price, 1994 :
359).

E. Patofisiologi
Darah dalam saluran gastrointestinal memiliki beberapa pengaruh, salah
satunya adalah mengiritasi lambung dan biasanya menyebabkan mual dan
muntah (hematemesis, muntah darah). Jika darah ditemkan dalam lambung
selama periode tertentu dan sebagian dicerna, pnampilan darah seperti kopi
hitam (coffee ground), dari pada berwara merah terang. Akumulasi darah
dalam saluran pencernaan menstimulus peristalsis, yang menyebabkan bising
usus hiperaktif dan diare. Feses dapat bewarna hitam dan tar(melena) atau
berdarah seperti lilin (hematokosia): feses yang mengandung darah yang
sebagian dicerna memiliki bau yang khas. Karna terjadi pendarahan salura
pencernaan atau secara signifikan, protein darah yang dicerna meningkatkan
kadar nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Respons fisiologis
pada pendarahan saluran pencernaan bagian atas bergantug pada kecepatan da
derajat kehilangan darah. Perdarahan saluran cerna yang diakibatkan oleh
erosi pembuluh darah kecil biasanya berlangsung lambat, dan tidak dapat
diidentifikasi sampai pasien menunjukan manifestasi anemia kehilangan darah
karna penurunan cadangan zat besi untuk pembahasan lebih lanjut mengenai
anemia (kehilangan darah).
Meskipun darah tidak tampak pada feses, pendarahan samar (occult
blood) dapat dideteksi oleh bahan kimia. Pendarahan saluran pencernaan yang
ditandai dengan kehilangan volume darah yang signifikan dalam beberapa
jam, secara cepat mengurangi volume darah, yang menghasilkan manifestasi
penurunan curah jantung seperti takikardi, hipotensi, pucat dan penurunan
haluan urine. Pembuluh darah perifer berkontraksi untuk mempertahankan
perfusi organ-organ vital. Kecuali volume darah diperbaiki, syok hipovolemik
memburuk, yang menyebabkan asidosis, gagal ginjal, infrak usus, sindroma
coroner akut, koma, dan kematian.

F. Pencegahan
1. Hindari makanan dan pemicu, seperti alkohol dan rokok yang
meningkatkan sekresi lambung
2. Konsumsilah makanan berserat tinggi untuk meningkatkan sebagian besar
tinja, yang membantu mencegah divertikulosis dan wasir.

G. Pemeriksaan Penunjang (Pemeriksaan Diagnostik)


Berbagai pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk membantu
mendiagnosa abnormalitas sistem gastrointestinal dan abdomen. Adapun
pemeriksaan penunjang atau tes diagnostic yang dilakukan adalah :
1. Sinar X
Serangkaian pemeriksaan abdomen, atau gambaran abdomen dalam
tiga cara, terdiri atas film abdomen datar, film abdomen atas dan dada
bagian atas dengan pasien berdiri tegak, dan film dimana pasien dalam
posisi miring pada salah satu sisi (dekubitus). Radiografi dapat membantu
menggambarkan adanya udara bebas di dalam abdomen yang disebabkan
oleh masalah-masalah seperti perforasi viskus atau pecahnya abses.
Obtruksi usus, seperti yang ditunjukkan oleh dilatasi loop usus dengan
tingkat cairan udara atau volvulus intestine, dapat dilihat dari foto-foto
tersebut. Posisi film dekubitus dapat membantu adanya asites.
2. Endoskopi Gastrointestinal
Prosedur ini merupakan suatu tambahan penting pada pemeriksaan
barium karena prosedur itu memungkinkan untuk dilakukan pengamatan
langsung tentang bagian-bagian traktus intestinal. Instrumen yang
digunakan adalah endoskop serat optic yang lentur. Alat ini dirancang
dengan ujung yang dapat digerakkan sehingga operator dapat
memanipulasi sepanjang saluran intestinal. Alat itu mempunyai saluran
instrumen yang memungkinkan untuk biopsy lesi, seperti tumor, ulser atau
peradangan.
Cairan dapat diaspirasikan dari lumen saluran intestine dan udara dapat
dihembuskan untuk menggelembungkan saluran intestine sehingga
mempermudah pengamatan.
Apussitologi dan jerat elektrokauteri dapat juga dimasukkan melalui
alat ini. Endoskop dan kolonoskop dasar untuk intestinal bagian atas
dirancang dalam bentuk yang hampir sama dan hanya berbeda pada
diameter dan panjangnya. Endoskop intestinal atas sebelah sisi juga
dirancang untuk pemeriksaan khusus pada duktus empedu komunis dan
duktus pankreatik. Pengkajian ini disebut endoskopi retrograde
kolangiopankreatografi (ERCP).
Indikasi untuk dilakukannya endoskopi intestinal bagian atas sangat
banyak. Dalam lingkup perawatan kritis, indikasi yang paling umum
adalah perdarahan gastrointestinal, yang dapat disebabkan oleh ulkus,
gastritis atau varises esophagus. Endoskopi sangat bermanfaat untuk
mendiagnosa neoplasma saluran intestinal bagian atas. Biopsi atau
penyayatan daera abnormal ini dapat dilakukan untuk mendapatkan bahan
diagnosa.
Terapi spesifik dapat dilakukan melalui endoskopi gastrointestinal
bagian atas, termasuk sklerosis varises esophagus. Pada prosedur ini agen
penksklerosing, seperti natrium morhuate, dimasukkan ke vena yang
berdilatasi dalam esofagus dengan harapan akan terjadi jaringan ikat di
dalam vena untuk mencegah perdarahan spontan selanjutnya.
3. Kolonoskopi
Kolonoskopi digunakan untuk mengevaluasi adanya tumor, peradangan
atau polip di dalam kolon. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi kondisi daerah anstomotik dari pembedahan dan mengkaji
derajat striktura baik karena pembedahan atau peradangan.
Kolonoskop dapat dimasukkan melalui rektum menuju sepanjang kolon
ke dalam sekum. Dari sini katup ileosekal dapat dikaji begitu juga
abnormalitas lainnya, seperti adanya karsinoma awal atau polip di sebelah
kanan kolon. Polip ini dapat dikeluarkan melalui endoskopi, atau dapat
difulgurasi dan dibakar. Letak perdarahan khusus seperti yang terjadi pada
colitis, polip, tumor, atau angiodisplasia (pengumpulan pembuluh darah
yang abanormal yang dapat menyebabkan perdarahan terus menerus)
dapat diobservasi.
Karena pasien biasanya diberi sedatif sebelum dilakukan prosedur
endoskopi sangat penting mengawasi jalan napasnya untuk mencegah
terjadinya depresi pernapasan atau aspirasi dan untuk memantau tanda-
tanda vital.
4. Pemeriksaan Barium Kontras
Pemeriksaan diagnostic ini sangat penting untuk menemukan
abnormalitas di dalam saluran intestinal. Penyinaran sinar X pada
gastrointestinal bagian atas atau telan barium dilakukan dengan meminta
pasien minum minuman yang telah dicampur dengan barium radioopak,
sementara ahli radiologi mengamati penyalutan dari bahan ini di dalam
esofagus, lambung dan usus halus.
Barium mampu memperlihatkan kelainan struktur seperti tumor atau
ulkus juga dapat menemukan adanya peradangan atau penyempitan.
Enema barium dilakukan dengan memasukkan barium melalui rektum
dalam posisi retrograde ke dalam seluruh kolon. Saluran tipis barium dapat
membantu memperlihatkan letak tumor, polip, diverticulitis atau
perdangan seperti Penyakit Crohn atau Kolitis ulcerative.
5. Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive ini menggunakan gelombang echo untuk
mendeteksi adanya abnormalitas dalam rongga abdomen. Dilatasi dari
duktus empedu komunis, distensi kandung empedu karena batu empedu,
dan abnormalitas pancreas seperti tumor, pseudokis, atau abses dapat
ditemukan. Aneurisme aorta dapat diperhitungkan untuk membantu
memutuskan apakah diperlukan pembedahan eksisi. Penebalan kolon
desenden dan kolon sigmoid dengan abses perikolonik yang disebabkan
oleh kondisi seperti divertikolusis dapat diidentifikasikan. Prosedur ini
biasanya dilakukan pada bagian radiologi rumah sakit.
6. Computed Axial Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI).
Tumor pada hati, pancreas, esofagus, lambung dan kolon dapat
diidentifikasi menggunakan pemeriksaan ini. Tumor retroperitoneal atau
nodus limfe juga dapat dilihat. Dengan menggunakan skan CT, dapat
dilakukan biopsi jarum pada struktur ini untuk menentukan tipe sel tumor.
Jarum ditusukan melalui dinding abdomen dengan menggunakan anestesi
lokal. Jarum kemudian diarahkan ke struktur yang diinginkan dengan
bantuan skan CT. Cairan dapat diaspirasikan dan selanjutnya dievaluasi
oleh ahli patologi untuk melihat adanya sel nukleoplastik.
Teknik pengobatan nuklir sering digunakan untuk membantu
mendiagnosa abnormalitas sistem hepatogastrointestinal. Skan
radionuclide hepar dapat membantu menentukan disfungsi sel hepatic.
Skaning CT dapat digunakan untuk menemukan tumor atau abses di
dalam hepar atau abdomen bagian atas.
Cholesintogram dapat dilakukan untuk menentukan kapasitas fungsi
sistem empedu dan patensi duktus empedu dan pembuluh sistik. Pada
perdarahan intestine berulang, jika sumbernya tidak ditemukan, teknik
skan teknetium dapat sangat membantu. Pada teknik ini daerah yang
berdarah diberi label dengan teknetium, dan jika pasien mengalami
perdarahan aktif maka tanda “titik panas” akan diperlihatkan dalam skan
abdomen. Ini merupakan tes yang sangat tidak khusus untuk menentukan
letak perdarahan yang tepat, tetapi dapat membantu dalam mengarahkan
ahli bedah pada letak yang umum. Angiodisplasia dan perdarahan
divertikulum Meckel dapat didiagnosa dengan prosedur ini.
7. Arteriografi
Prosedur ini sangat berguna untuk menentukan tempat perdarahan
yang biasanya sulit ditentukan. Kateter ditempatkan baik pada arteri
mesenterika superior dan inferior, dan disuntikan kontras. Arteriografi juga
sangat membantu dalam menemukan aneurisme aorta

H. Penatalaksanaan Medis
1. Resusitasi cairan dan produk darah :
a. Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar
b. Lakukan penggantian cairan intravena : RL atau normal saline
c. Kaji terus TTV saat cairan diganti
d. Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah
selain cairan
e. Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ vital seperti :
dopamin, epineprin dan norefineprin
2. Bilas lambung
a. Dilakukan selama peroide perdarahan akut (controversial karena
menggangu mekanisme pembekuan normal. Sebagian lain menyakini
lambung dapat membantu membersihkan darah dalam lambung,
membantu mendiagnosa penyebab perdarahan selama endoskofi)
b. Jika di instruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau normal
salin dalam suhu kamar di masukan dengan menggunakan NGT.
Kemudian dikeluarkan kembali dengan spuit atau di pasang suction
sampai sekresi lambung jernih.
c. Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol agar
menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung obat di kirim
melalui sistem vena porta ke hepar dimana metabolism terjadi, sehingga
reaksi sistemik dapat di cegah. Pengenceran biasanya menggunakan 2
ampul dalam 1000 ml larutan.
d. Pasien beresiko mengalami aspirasi lambung karena pemasangan NGT
dan peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang
dugunakan untuk membilas. Pemantauan distensi lambung dan
membaringkan pasien dengan kepala ditinggikan penting untuk
memcegah refkuls isi lambung. Bila posisi tersebut kontraindikasi maka
diganti posisi dekubitus lateral kanan, memudahkan mengalirkan isi
lambung melewati pylorus.
3. Pemberian Pitresi
a. Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong
maka akan diberikan vasopressin (pitresin ) intravena.
b. Obat ini menurunkan tekanan vena porta oleh karenanya menurunkan
aliran darah pada tempat perdarahan .
c. Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretik.
d. Ranitidine 2-3 mg/kg/hari diberikan 2 kali sehari
e. Pada esofagitis berat dan ulkus peptikum : omeprazole 0,6-3 mg/kg/hari
1 kali sehari
4. Mengurangi asam lambung
a. Turunkan keasaman sekresi lambung dengan obat histamine (H2)
antagonistic : simetidin (tagamet), ranitidine hidrokloride (zantac) dan
famotidin.
b. Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampit 5 jam.
c. Ranitidine iv : 50mg di cairkan 50ml D5W setiap 6 jam. Simetidin iv :
300 mg dicairkan dalam dosis intermiten 300 mg di cairkan dalam 50
mg D5W setiap 6 jam atau sebagai infuse iv kontinu 50 mg/jam. Hasil
terbaik dicapai jika pH lambung 4 dapat dipertahankan.
5. Memperbaiki status hipokoagulasi
a. Pemberian vit. K dalam bentuk fitonadion (aqua mephyton) 10 mg im
atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa protrombin menjadi
normal.
b. Diberikan plasma segar beku.
6. Balon tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade : tube sangstaken-blakemore,
Minnesota atau linton-nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan GI
bagian atas karena varises esophagus. Tube sangstaken-blakemore
mengandung 3 lumen :
a. Balon gastric yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara
b. Balon esophagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mmHg
c. Lumen yang ke 3 untuk mengaspirasi isi lambung tube Minnesota
mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk menghisap
sekresi paring. Sedangkan tube linton-nachlas terdiri hanya satu balon
gaster yang dapat di inflasikan dengan 500-600 mL udara.
d. Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah
observasi konstan dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi
ketiga ostium selang, diberi label dengan tepat dan diperiksa
kepatenannya.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan,
mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja
atau muntah darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa
diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan pada system pencernaan
antara lain dapat disebabkan oleh : robekan jaringan, kanker kerongkongan,
iritasi gastritis, luka pada usus, kanker pada usus, tumor pada usus, penyakit
divertikulum, pembuluh darah abnormal, hemoroid dan robekan pada anus.
Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi klinis
yang terlihat antara lain: Muntah darah (hematemesis), Mengeluarkan tinja
yang kehitaman (melena) dan Mengeluarkan darah dari rektum
(hematoskezia). Selain itu juga menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti
mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing.
Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat darurat
dengan perdarahan saluran pencernaan dilakukan sesuai dengan penyebab
terjadinya perdarahan. Secara umum penatalaksanaan tersebut ialah dengan
cara menghentikan perdarahan yang terjadi
B. Saran
Adapun saran – saran yang dapat penulis berikan dalam usaha
keperawatan pada pasien gawat darurat dengan perdarahan saluran
pencernaan ini adalah :
1. Untuk klien
Klien diharapkan harus senantiasa tetap memelihara kesehatannya,
menjaga pola makan dengan baik dan harus mengerti faktor apa saja yang
mencetuskan terjadinya perdarahan saluran percernaan. Klien juga
diharapkan mampu melakukan pencegahan dan tindakan pengobatan awal
jika terjadi perdarahan saluran pencernaan.
2. Untuk perawat
Bagi teman sejawat, diharapkan benar-benar memahami konsep dasar
penyakit perdarahan saluran pencernaan, karena berdasarkan pengetahuan
dan keterampilan itulah maka perawat dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang komprehensif.
3. Untuk pendidikan
Untuk institusi diharapkan lebih melengkapi literatur yang berkaitan
dengan masalah ini, sehingga dalam penyusunan makalah ini lebih
mempermudah penulis sehingga makalah yang dihasilkan lebih bernilai.
DAFTAR PUSTAKA

Brown, Dale. (2008) “Human Anatomy and Physiology.” Illinois State University

Cappell, M.S, Friedel, D, 2008, Initial Management of Acute Upper


Gastrointestinal Bleeding: From Initial Evaluation up to Gastrointestinal
Endoscopy, Med Clin N Am, vol. 92, pp. 491–509,
http://misanjuandedios.org/files/19_HGIS.pdf

Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas Kedokteran


Kedaruratan Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga.

Edelman, D.A, Sugawa, C, 2007, Lower Gastrointestinal Bleeding: a review, Surg


Endosc, vol. 21, pp. 514-520, http://misanjuandedios.org/files/20_HGII_A_.pdf

Falentina Maria dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Perdarahan Saluran Cerna. Malang : Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Goddard, A.F, et al, 2010, The management of gastric polyp, Gut, vol. 59, pp.
1270-1276, http://files.i-md.com/medinfo/material/

Hadzibulic, E, and Govedarica, S, 2007, Significance of Forrest Classification,


Rockall’s and Blatchford’s Risk Scoring System in Prediction of Rebleeding
in Peptic Ulcer Disease, Acta Medica Medianae, vol.46, pp. 38-43,
http://publisher.medfak.ni.ac.rs/

Lemone priscilla, Karen M. Burke, Gerene Bauldoff (2016) “Keperawatan


Medikal Bedah Gangguan Gastrointestinal” Ed. 5, Jakarta: EGC

Muttaqin, A. dan Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
NIH. (2010) “The Digestive System and How it Works” Washington: US
Government Printing

Open Tax College. (2013) “Anatomy and Physiology” Texas: Rice University
System.www.appendicitisreview.com Diakses pada tanggal 03 Februari
2016

Sudoyo, A.W, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 4, Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

WengemAm (2010) “Human Physiology : The Gastrointestinal”


Ziser (2014) .”Human Anatomy & Physiology: Digestive System”.Ziser Lecture
Notes

Anda mungkin juga menyukai