Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS


Mata Kuliah : KOMUNITAS II
Dosen Koordinator : Ns.Siti Mukaromah.,S.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 6

Nama Mahasiswa NIM

1. Darmayanti 16.0362.697.01
2. Laila Tifah 16.0383.718.01
3. Muhammad Handeriana 16.0390.725.01
4. Oktavia Darwito Putri 16.0405.740.01
5. Sabilliani Susanti 16.0412.747.01
6. Wita Ayu Febitasari 16.0425.760.01
7. Zumiatullah Al-Ultari 16.0426.761.01

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunianya penulis telah dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Osteoporosis” Selawat beriring salam penulis kirimkan kepada junjungan Alam Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau sekalian.
Dalam penyelesaian penulisa makalah ini, penulis mendapat bimbingan, arahan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
sebesarnya. Kepada :
1. Ns. Siti Mukaromah S.kep selaku dosen Koordinator mata Kuliah Keperawatan Komunitas
II
2. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan kepada penulis
baik bersifat moral maupun material.
3. Rekan-rekan yang sama-sama melakukan penyusunan dan penelitian dalam makalah ini
4. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan makalah ini
Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih ditemukan kekurangan dan kekhilafan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan untuk
diperbaikan sehingga kedepannya lagi dapat lebih sempurna dalam penyusunannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada pembacanya dan dapat dijadikan acuan
terhadap penyusunan makalh berikut-berikutnya.

Samarinda, Maret 2019

Penyusun
Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................. iii
BAB I LATAR BELAKANG ......................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................................................. 1
B. Tujuan ................................................................................................................................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................................................................ 3
A. Definisi Osteoporosis ...................................................................................................................................... 3
B. Konsep Medik Osteoporosis ........................................................................................................................ 3
C. Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................................................................. 7
D. Deteksi Dini ......................................................................................................................................................... 8
E. Penatalaksanaan .............................................................................................................................................. 10
F. Karakteristik Usia.............................................................................................................................................. 19
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan ....................................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHUUAN

A. Latar Belakang
Osteoporosis atau keropos tulang, menurut Menkes adalah kondisi tulang menjadi tipis,
rapuh, keropos dan mudah patah sebagai akibat berkurangnya masa tulang akibat
bertambahnya usia. Keberadaan penyakit ini sering tidak disadari karena itu, Osteoporosis sering
disebut sebagai silent killer disease. Osteoporosis bukanlah hal yang baru bagi kita, namun
masih banyak orang yang belum paham penyebab dan pencegahannya. Pada kenyataan yang
terjadi saat ini, Osteoporosis bukan lagi milik lansia tapi juga mereka yang berusia muda
(Johnson, 2002).
Penyakit Osteoporosis di dunia, menurut WHO, dapat dikatakan sangat menghawatirkan.
Data menunjukkan bahwa, jumlah patah tulang panggul akibat Osteoporosis diperkirakan akan
meningkat tiga kali lipat, dari 1,7 juta ditahun 1990 menjadi 6,3 juta kasus ditahun 2050 kelak.
IOF juga menyebutkan bahwa diseluruh dunia, satu dari tiga wanita dan satu dari delapan pria
yang berusian diatas 50 tahun memilik resiko mengalami patah tulang akibat Osteoporosis
dalam hidup mereka (Hartono, 2001).
Berdasarkan studi di Indonesia, fakta-faktanya Prevalensi Osteoporosis untuk umur kurang
dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27 %, untuk umur di atas 70
tahun untuk wanita 53.6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan Osteoporosis pinggang diseluruh
dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050 (Yayasan Osteoporosis Internasional). Mereka yang
terserang rata-rata berusia diatas 50 tahun (Yayasan Osteoporosis Internasional). Dua dari lima
orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit Osteoporosis (DEPKES, 2006).
Lima provinsi dengan risiko Osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa
Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara ( 22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan
Kalimantan Timur (10,5%). Karena pada daerah tersebut masyarakat masih banyak yang kurang
memperhatikan kondisi kesehatannya sehingga pengetahuan tentang penyakit pun kurang, dan
tidak di imbangi dengan olahraga dan asupan gizi seimbang yang dapat mencegah terjadinya
Osteoporosis.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami tentang konsep dasar Osteoporosis yang
kerap kali sering dijumpai dikalangan lansia bahkan di usia muda. Selain itu, makalah ini
dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui bagaimana konsep timbulnya perjalanan
penyakit yang terjadi akibat gangguan pada sistem muskuluskeletal terutama pada sistem
rangka yaitu klien dengan osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui apa itu osteoporosis?
b. Mahasiswa mengetahui konsep medic osteoporosis?
c. Agar mahasiswa megetahui pemeriksaan diagnostic osteoporosis?
d. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana deteksi dini osteoporosis?
e. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan osteoporosis?
C. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca mengenai pengetahuan
tentang Osteoporosis
2. Manfaat Praktisi
Memberi pengetahuan tentang osteoporosis dengan tindakan mengkonsumsi susu
yang merupakan salah satu upaya pencegahan osteoporosis, maka perlu dilakukan
peningkatan pengetahuan tentang osteoporosis, misalnya melalui kegiatan penyuluhan atau
KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang osteoporosis kepada masyarakat.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis secara harfiah didefinisikan sebagai “tulang berpori”, merupakan gangguan
metabolic tulang yang ditandai dengan kehilangan massa tulang, peningkatan kerentanan
tulang, dan peningkatan risiko fraktur. Penurunan massa tulang disebabkan oleh
ketidakseimbangan proses yang memengaruhi pertumbuhan dan pemeliharaan tulang.
Meskipun osteoporosis dapat terjadi dari gangguan endokrin atau malignansi, paling sering
penuaan.
National Osteoporosis Foundation (2008) menentukan bahwa osteoporosis merupakan
ancaman kesehatan bagi sekitar 44 juta orang amerika; 10 juta orang mengalami osteoporosis
dan 34 juta memiliki massa tulang yang rendah, ,meningkatkan risiko mereka terhadap penyakit.
Meskipun osteoporosis dapat terjadi pada semua usia dan pada peria dan wanita, 80% penderita
osteoporosis adalah wanita. Satu dari dua wanita dan satu dari empat peria berusia lebih dari 50
tahun akan mengalami fraktur terkait osteoporosis pada sisa waktu mereka.

B. Konsep Medik Osteoporosis


1. Etiologi dan Faktor Resiko
a. Etiologi
Penyebab spesifik osteoporosis tidak diketahui, tetapi terdapat faktor-faktor risiko
utama yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup,
dan aktivitas fisik mempengaruhi puncak masa tulang.
Kekuatan masa tulang tergantung dari masa dan kerapatan tulang. Kerapatan tulang
tergantung dari jumlah kalsium, fosfor dan mineral yang terkandung dalam tulang. Saat
tulang kekurangan mineral, kekuatannya menurun dan sruktur internal menjadi rapuh.
b. Factor Risiko
Risiko terjadinya osteoporosis bergantung pada seberapa banyak massa tulang yang
dicapai antara usia 25 dan 35 tahun dan seberapa banyak yang hilang kemudian.
Penyakit tertentu, kebiasaan gaya hidup, dan latar belakang etnik meningkatkan risiko

3
terjadinya osteoporosis. Osteoporosis beberapa dapat dimodifikasi dan lainnya tidak
dapat.
1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Wanita memiliki resiko yang lebih besar untuk manifestasi dan komplikasi
osteoporosis karena massa tulang puncak mereka adalah 10% hingga 15% kurang
dari pria, selain itu, kehilangan tulang terkait usia mulai lebih awal dan berlangsung
lebih cepat pada wanita, dimulai pada usia 30-an dan mengalami percepatan
sebelum menopause. Estrogen pada wanita dan testosterone pada pria tampak
membantu mencegah kehilangan tulang; menurunnya tingkat hormone ini terkait
dengan penuaan yang berkontribusi pada kehilangan tulang. Kehilangan tulang
terkait usia pada pria terjadi 15 hingga 20 tahun kemudian dari pada wanita dan
pada kecepatan yang lebih lambat.
Pasien yang menderita gangguan endokrin, seperti hipertiroidisme,
hiperparatiroidisme, sindrom cushing, atau diabetes militus beresiko lebih tinggi
terhadap osteoporosis. Gangguan ini memengaruhi metabolisme, pada akhirnya
memengaruhi suatu nutrisi dan mineralisasi tulang. Gangguan malabsorpsi seperti
penyakit seliak, gangguan pangkreas dan penyakit usus inflamsi memengaruhi
absorbs kalsium dan meningkatkan risiko osteoporosis.
2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Antara lain perilaku yang menempatkan seseorang pada risiko terjadinya
osteoporosis dan juga perubahan fisik seperti monopouse yang berkontribusi
terjadanya osteoporosis dapat dimodifikasi dengan cara prefentif. Defisiensi kalsium
meupakan factor risiko penting yang dapat dimodifikasi yang berkontribusi terhadap
osteoporosis. Kalsium merupakan mineral esensial dalam proses pembentukan
tulang dan fungsi tubuh penting lainya. Ketika asupan kalsium dalam diet tidak
cukup, tubuh mengkompensasinya dengan mengeluarkan kalsium dari skeleton,
melemahkan jaringan tulang. Asidosis yang dapat terjadi dari diet tinggi protein,
berkontribusi terhadap osteoporosis dalam dua cara. Kalsium diambil dari tulang
karena ginjal berusaha membufer kelebihan asam. Asidosis juga dapat menstimulasi

4
fungsi osteoklas secara langsung. Asupan tinggi diet soda yang mengandung tinggi
fosfat juga dapat mengurangi simpanan kalsium.
Pada wanita, kadar estrogen mengaruhi factor osteoporosis. Estrogen
meningkatkan aktivitas osteoblast, meningkatkan pembentukan tulang abru. Selain
itu, estrogen meningkatkan absorpsi kalsium dan menstimulasi kelenjar tiroid untuk
menyeresi kalsitonin, hormone yang menekan aktivitas osteoklas dan meningkatkan
aktifitas osteoblast. Dengan menopause dan penurunan kadar estrogen. Kehilangan
tulang terjadi secara cepat pada wanita. Osteoporosis premature meningkat pada
atlet wanita, yang memiliki insiden gangguan makan dan aminore lebih besar. Nutrisi
yang buruk dan aktifitas yang insten dapat menyebabkan kekurangan produksi
estrogen. Penurunan estrogen, disertai dengan kekurangan kalsium dan vitamin D,
menyebabkan kehilangan kepadatan tulang (Porth & Marfin, 2009)
Baik merokok dan asupan alcohol berlebihan merupakan factor risiko untuk
osteoporosis. Merokok menurunkan suplai darah ke tulang. Nikotin memperlambat
produksi osteoblast dan mengganggu absorpsi kalsium, berkontribusi terhadap
penurunan kepadatan tulang. Alcohol memiliki efek toksik langsung pada aktifitas
osteoblast, menekan pembentukan tulang selama periode intoksikasi alcohol. Selain
itu, konsumsi alcohol yang parah dapat berkaitan dengan defisiensi nutrisi yang
berkontribusi terhadap osteoporosis. Menariknya konsumsi alcohol dalam jumlah
sedang pada wanita pascamenopause sebenarnya meningkatkan kandungan mineral
tulang, kemungkinan dengan meningkatkan kadar estrogen dan kalsitonin
Penggunaan medikasi yang lama yang meningkatkan ekskresi kalsium, seperti
antasida yang mengandung alumunium dan antikonvulsa, eningkatkan risiko
terjadinya osteoporosis. Peneltian terbaru menunjukkan hubungan positif antara
penggunaan jangka panjang inhibitor pompa proton (seperti omeprazole [Prilosec])
dan fraktur akibat osteoporosis (Targowink et al., 2008). Terapi heparin
mengingkatkan resopsi tulang dan penggunaan yang lama berkaitan dengan
osteoporosis. Terapi antiretrovirus untuk orang yang menderita AIDS atau infeksi HIV
dapat menurunkan kepadatan tulang dan osteoporosis (Porth & Marfin,. 2009)

Tidak dapat dimodifikasi Dapat dimodifikasi

5
1. Usia tua 1. Kadar estrogen rendah pada wanita
2. Riwayat osteoporosis pada (amenore dan menopause)
keluarga 2. Kadar tetosteron pada pria rendah
3. Wanita, khususnya orang kaumasia 3. Diet: asupan kalsiumrendah seumur
atau asia hidup, defisiensi vitamin D
4. Kurus atau memiliki kerangka kecil 4. Penggunaan medikasi : kortikosteroid,
beberapa antikonvulsan
5. Gaya hidup: tidak beraktifitas,
merokok, konsumsi alcohol berlebihan

2. Patofisologi
Meskipun patofisiologi pasti osteoporosis tidak jelas, diketahui melibatkan
ketidakseimbangan aktivitas osteoblast yang membentuk tulang baru dan osteoklas yang
meresorpsi tulang. Hingga masa dewasa ketika massa tulang puncak dicapai, pembentukan
tulang terjadi lebih cepat daripada reabsorpsi. Akan tetapi, setelah massa tulang puncak
dicapai pada sekitar 30 tahun, resorpsi melebihi pembentukan dan lebih banyak tulang yang
hilang daripada yang dibentuk (sekitar 0,7% per tahun). Kehilangan ini dipercepat jika diet
kekurangan vitamin D dan kalsium. Pada wanita, kehilangan tulang lebih lanjut meningkat
setelah menopause (dengan kehilangan estrogen), kemudian melambat tetapi tidak terhenti
pada sekitar usia 60 tahun. Ketika kadar testosterone menurun pada pria ketika penuaan, hal
ini merupakan proses bertahap dan berkaitan dengan kehilangan tulang yang terjadi lebih
lambat.
Kecepatan kehilangan tulang beragam diantara individu dan pada tempat skeletal
yang berbeda. Spina yang 66% hingga 75% tulang trabekula, dapat perubahan osteoporosis
yang besar sebelum tulang seperti lengan bawah dan pergelangan tangan, yang sebagian
besar merupakan tulang kortikal (DiPiro,2008). Osteoporosis pascamenopause biasanya
mengenai tulang seperti badan vertebral. Kehilangan tulang terakselerasi pada satu tempat
menunjukkan ketidakseimbangan reasorpsi dan pembentukan tulang. Tulang kortikal
menjadi lebih berpori dengan peningkatan aktivitas remodeling. Ketika bersama dengan
perubahan pada struktur tulang internal, hal ini mengurangi kekuatan biomekanik tulang

6
panjang dan meningkatkan risiko fraktur (Fauci et al., 2009). Osteoporosis senile, terkait
penuaan, cenderung mengenai tulang kortikal (Porth & Matfin, 2009).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang paling umum pada osteoporosis adalah kehilangan tinggi badan,
kurvatura spina yang progresif, nyeri punggung bawah, dan fraktur lengan bawah, spina
atau pinggul. Osteoporosis sering kali disebut “penyakit diam”, karena kehilangan tulang
terjadi tanpa gejala.
Kehilangan tinggi badan terjadi karena kolaps badan vertebra. Episode akut biasanya
nyeri, dengan perjalaran nyeri sekitar panggul ke abdomen. Kolaps vertebra dapat terjadi
dengan sekitar atau tanpa stress; gerakan minimal seperti membebat, mengangkat atau
melompat dapat mempresipitasi nyeri. Pada beberapa pasien, kolaps vertebra dapat terjadi
secara lambat disertai dengan sedikit ketidaknyamanan. Bersama dengan hilangnya tinggi
badan, kareakteristik kifosis dorsal dan lordosis servikal terjadi, mewakili “dowager”s bump”
sering kali berkaitan dengan penuaan. Abdomen cenderung menonjol keluar dan lutut serta
pinggul fleksi karena tubuh berusaha mempertahankan pusat grafitasi.

C. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan kepadatan mineral tulang (bone mineral density, BMD) digunakan untuk
memperkirakan massa atau kepadatan skeletal pada pasien yang beresiko mengalami
osteoporosis. Kehilangan lebih dari 2,5 hingga 3,8 cm dalam tinggi badan, kifosis dorsal
signifikan atau nyeri punggung juga mengindikasikan kebutuhan untuk pemeriksaan BMD.
Duall-energi x-ray absorptiometry (DXA) mengukur kepadatan tulang disepinal lumbal atau
pinggul dan dianggap sangat akurat. Ultra sonografi mengirimkan glombang suara yang tidak
menimbulkan nyeri melalui tumit kaki untuk mengukur kepadatan tulang pemeriksaan satu
menit ini tidak sensitive DXA, tetapi cukup akurat untuk tujuan skrining Ct-scaning spina,
pinggul, lengan bawah, atau tibia juga dapat digunakan untuk mengevaluasi BMD. Akan tetapi
pemeriksaan tersebut lebih lama dan memajankan pasien keradiasi yang lebih banyak
Pemeriksaan laboratorium seperti hitung darah lengkap (compleat blood count) serum dan
kalsium urin, serta pemeriksaan fungsi hati dan ginjal dapat dialkukan untuk meniadakan
penyebab lain kehilangan tulang serum 25 (OH) D mengukur kadar vitamin D total tubuh dan

7
dapat diprogramkan untuk pasien yang beresiko mengalami defisiensi, sebagai contoh lansia
yang sedikit terpajan sinar matahari. Penanda biokimia pergantian tulang, termasuk fosfatase
alkali spesifik tulang, osteokalsin, dan lainnya dapat digunakan untuk memonitor respon terapi
(fauci et al. 2008).

D. Deteksi Dini
Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali dengan gejala,
maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan mengobati osteoporosis adalah
pemeriksaan secara dini untuk deteksi awal sehingga dari pemeriksaan ini akan diketahu langkah
selanjutnya. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang
adalah sebagai berikut:
1. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA)
Teknik ini menggunakan dua sinar -X berbeda, dapat digunakan untuk mengukur
kepadatan tulang belakang dan pangkal paha. Sejumlah sinar -X dipancarkan pada bagian
tulang dan jaringan lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang
mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang
melewatinya.
DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral
tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap tahun.
Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang
rendah tetapi lebih mahal dibandingkan dengan metode ultrasounds.
2. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA),
Alat ini merupakan hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang
anggota badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang
yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha.
Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka pengukuran
dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi
sinar-X dengan dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan
konvensional dibandingkan DEXA.
3. Dual photon absorptiometry (DPA)

8
Alat ini menggunakan zat radioaktif untuk menghasilkan radiasi. Dapat mengukur
kepadatan mineral tulang belakang dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar
dengan dosis yang sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.
4. Ultrasounds
Alat ultrasound pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya
mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes
menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk mengukur
kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak kaki Frekuensi yang digunakan pada QUS
biasanya terletak antara 200 kHz dan 1,5 MHz. Sebagian mesin melewatkan gelombang
suara melalui udara dan sebagian lagi melalui air. Ultrasounds dalam penggunaannya cepat,
mudah dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds
tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang
karena osteoporosis. Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.
Heel Ultrasound Scan
Heel Ultrasound Scan atau skrining QUS pada area kalkaneus atau tumit kaki
merupakan metode skrining kepadatan tulang yang menunjukkan bagaimana struktur
tulang dan seberapa kuat dan elastis tulang yang diukur atau lebih tepat dikatakan

mengukur kualitas tulang dengan sensitivitas sebesar 77,5% dan spesifisitas 50% untuk
osteoporosis.

Tes Heel QUS dilakukan dengan individu duduk, lepaskan alas kaki dan kaos kaki yang
di kenakan, pastikan telapak kaki dalam keadaan bersih dan tidak ada kotoran yang
menempel, kemudian satu kaki ditempatkan pada posisi kaki istrumen QUS. Tidak ada
ketentuan kaki kiri atau kanan.

Gambar Instrumen dan penggunaan heel QUS


9
Segmen tulang yang diteliti akan ditempatkan di antara probe ini dan gelombang
ultrasound yang dipancarkan dari probe emisi melalui tulang akan ditangkap oleh probe
penerima atau receiver. Ada dua jenis QUS tergantung pada poros yang dilalui gelombang
ultrasound untuk menempuh perjalanan melalui tulang, yaitu QUS dengan transmis
horizontal dan transmisi longitudinal. Transmisi horisontal menggunakan probe yang
mengukur kecepatan suara pada lapisan kortikal tulang pada jarak tetap. Segmen tulang
yang diukur seperti lengan bawah, tibia dan radius. Transmisi longitudinal lebih sering
digunakan dan segmen tulang yang diukur adalah kalkaneus.
5. Quantitative computed tomography (QTC)
Adalah suatu model dari CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang.
Salah satu model dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan
tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan
QCT jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan
kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, PDEXA, atau DPA.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas
dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada
umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat anti resorpsi misalnya: estrogen,
kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek anti
resorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid
setelah proses pembentukan tulang oleh sel osteoblas.
a. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.
Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat
satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel
osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah
osteoklas.

10
Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya
sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga akan terhambat
bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai
minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan perut
kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30
menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar
20-50% bisfosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12-
24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bisfosfonat
akan tetap berada di dalam tulang selama berbulanbulan bahkan bertahun-tahun,
tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami
metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal,
sehingga harus hati-hati pemberiannya pada penderita gagal ginjal. Efek samping
bisfosfonat adalah refluks esofagitis, osteonekrosis jaw, hipokalsemia dan atrial fibrilasi.
Oleh sebab itu, penderita yang memperoleh bisfosfonat harus diperhatikan asupan
kalsiumnya.
b. Raloksifen
Raloksifen golongan preparat anti estrogen yang mempunyai efek seperti
estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan terhadap
endometrium daN payudara. Golongan Raloksifen yang disebut juga selective estrogen
receptor modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen sehingga
tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara. Mekanisme kerja
Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF 3 yang dihasilkan oleh osteoblas
yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis adalah 60 mg/hari.
Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan akan di metabolisme di
hati. Raloksifen dapat menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil atau berencana untuk hamil. Efek samping raloksifen dapat
meningkatkan kejadian deep venous thrombosis (DVT), rasa panas dan kram pada kaki.
c. Estrogen

11
Mekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas
maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam
pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH).
Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek
samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat
badan, tromboemboli, dan pada pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko
kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah : kanker
payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan uterus
disfungsional, hipertensi, penyakit tromboemboli, karsinoma ovarium, dan penyakit hati
yang berat. Di beberapa negara, saat ini TSH hanya direkomendasikan untuk gejala
klimakterium dengan dosis sekecilnya dan waktu sesingkatnya. TSH tidak
direkomendasikan lagi sebagai terapi pilihan pertama untuk osteoporosis.
Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi,
adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17 -estradiol oral 1-2 mg/hari, 17 -
estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25-50 mg setiap 6 bulan.
Kombinasi estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium
dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali yang telah
menjalani histerektomi.
Pada wanita pasca menopause, dosis estrogen terkonyugasi 0,3125 – 1,25
mg/hari, dikombinasi dengan medroksiprogesteron asetat 2,5 – 10 mg/hari, setiap hari
secara kontinyu. Pada wanita pra menopause, estrogen terkonyugasi diberikan pada
hari 1 s/d 25 siklus haid sedangkan medroksiprogesteron asetat diberikan hari 15 – 25
siklus haid, kemudian kedua obat tersebut dihentikan pada hari 26 s/d 28 siklus haid,
sehingga penderita mengalami haid. Hari 29 dianggap sebagai 1 siklus berikutnya dan
pemberian obat dapat diulang pemberiannya seperti semula.
d. Kalsitonin
Kalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis yang dianjurkan untuk
pemberian intra nasal adalah 200 IU pre hari. Kadar puncak dalam plasma akan tercapai
dalam waktu 20-30 menit dan akan dimetabolisme dengan cepat di ginjal. Efek samping

12
kalsitonin berupa kemerahan dan nyeri pada tempat injeksi serta rhinorrhea (dengan
kalsitonin nasal spray).
e. Strontium ranelat
Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis kerja ganda, yaitu meningkatkan
kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis strontium ranelat adalah 2
mg/hari yang dilarutkan dalam air dan diberikan pada malam hari sebelum tidur atau 2
jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Efek samping strontium ranelat adalah
dispepsia dan diare. Strontium ranelate harus diberikan secara hati-hati pada pasien
dengan riwayat tromboemboli vena.
f. Vitamin D
Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari 90%
vitamin D disintesis dalam tubuh, prekursornya ada di bawah kulit oleh paparan sinar
ultraviolet. Vitamin D dapat berupa alfacalcidol (25 OH vitamin D3) dan calcitriol (1,25
(OH)2 Vitamin D3), kedua dapat digunakan untuk pengobatan osteoporosis.8 Kadar
vitamin D dalam darah diukur dengan cara mengukur kadar 25 OH vitamin D3. Pada
penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium peroral selama
18 bulan ternyata mampu menurunkan fraktur non spinal sampai 50% (Dawson-
Hughes, 1997). Pada pemberian vitamin D dosis tinggi (50.000 IU) dapat berkembang
menjadi hiperkalsiuria dan hiperkalsemia.
g. Kalsitriol
Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan
osteoporosis pasca menopause. Kalsitriol diindikasikan bila terdapat hipokalsemia yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium peroral. Kalsitriol juga
diindikasikan untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat hipokalsemia
maupun gagal ginjal terminal. Dosis kalsitriol untuk pengobatan osteoporosis adalah
0,25mg, 1-2 kali per hari.
h. Kalsium
Kalsium sebagai mono terapi ternyata tidak cukup untuk mencegah fraktur pada
penderita osteoporosis. Preparat kalsium terbaik adalah kalsium karbonat, karena
mengandung kalsium elemental 400 mg/gram, disusul kalsium fosfat yang

13
mengandung kalsium elemental 230 mg/gram, kalsium sitrat yang mengandung
kalsium elemental 211 mg/gram, kalsium laktat yang mengandung kalsium elemental
130 mg/gram dan kalsium glukonat yang mengandung kalsium elemental 90 mg/gram.
Pemberian kalsium dapat meningkatkan risiko hiperkalsiuria dan batu ginjal.
i. Hormon paratiroid
Pemberian hormon paratiroid (PTH) secara intermitten dapat menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoblas, sehingga terjadi peningkatan massa tulang
dan perbaikan mikroarsitektur tulang. Teriparatide terbukti menurunkan risiko fraktur
vertebra dan non vertebra. Dosis yang direkomendasikan adalah 20 g/hari subkutan
selama 18-24 bulan. Kontra indikasi teriparatide adalah hiperkalsemia, penyakit tulang
metabolik selain osteoporosis primer, misalnya hiperparatiroid dan penyakit paget,
peningkatan alkali fosfatase yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang
mendapat terapi radiasi.
j. Monoklonal antibodi RANK-Ligand
Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas sel
osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat berperan.
RANK-L akan bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK-
RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan
aktivitas osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah
monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan : denosumab. Besarnya
dosis yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis pada wanita pascamenopause
adalah 60 mg subkutan setiap 6 bulan sekali. Kontra indikasi denosumab adalah pada
wanita dengan hipokalemia atau hipersensitif terhadap formula denosumab. Obat ini
tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan anak usia 18 tahun. Efek samping,
termasuk infeksi kulit, sellulitis dan hipokalsemia.
2. Non Farmakologi
a. Edukasi dan Pencegahan
Osteoporosis dapat menyerang siapa saja, termasuk individu-individu yang yang
sangat hati-hati dengan gaya hidupnya, mereka makan dengan benar, berolahraga
secara teratur, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol atau hanya dengan jumlah

14
yang sedikit dan tidak memiliki penyakit, kondisi atau menggunakan obat yang
mungkin merupakan predisposisi osteoporosis. Pasien osteoporosis yang gaya hidup
mereka tidak menentu harus konseling tentang semua kegiatan mereka dalam
kehidupan sehari-hari agar memungkinkan untuk memperlambat perkembangan
keropos tulang.
Pasien dengan patah tulang belakang sangat membutuhkan petunjuk khusus
mengenai perubahan dalam aktivitas hidup sehari-hari, seperti belajar membungkuk,
mengangkat dan sebagainya sehingga tidak menambah stres dan ketegangan pada
tulang belakang. Saran serupa juga harus diberikan kepada mereka dengan massa
tulang yang sangat rendah tetapi belum retak.
b. Latihan dan program rehabilitasi
Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis
karena dengan latihan teratur penderita akan lebih lincah, tangkas dan kuat ototototnya
sehingga tidak mudah jatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan
osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokimikal yang akan
meningkatkan remodelling tulang.
Pada penderita yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah
pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis,
maka latihan dimulai dengan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap
sehingga mencapai latihan dengan pembebanan yang adekuat.
Latihan (olahraga) merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan
maupun pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis
sangat berbeda dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan
tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah tulang harus dihindari. Jenis olahraga
yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah latihan kekuatan otot yang
disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-masing. Dosis olahraga harus
tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita
dapat menimbulkan gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas tulang.
Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan

15
mineral tulang, membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan
kebugaran secara umum untuk mengurangi risiko jatuh.
3. Keperawatan
a. Pemeriksaan fisik
11 Pola pengkajian Gordon
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya.
2) Nutrisi/ metabolic
Klien mengatakan klien makan 3 x sehari, namun untuk konsumsi makanan yang
mengandung kalsium sangat rendah.
3) Pola eliminasi
Klien mengalami masalah dalam BAB yaitu mengalami konstipasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Semenjak sakit aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan sebelum klien sakit klien
jarang berolahraga.
5) Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami gangguan pola tidur karena nyeri pinggang yang dialami oleh
klien
6) Pola kognitif-perseptual
Tidak dapat dikaji
7) Pola persepsi diri
Tidak dapat dikaji
8) Pola seksual dan reproduksi
Wanita yang sudah mengalami menopause.
9) Pola peran-hubungan
Klien sudah menikah dan hubungan klien dengan keluarga baik begitu juga dengan
orang disekitar lingkungan rumahnya .
10) Pola manajemen koping stress
Setiap masalah yang ada mampu dipecahkan karena mekanisme koping mereka
yang baik.

16
Pemeriksaan Fisik
1) Kulit, Rambut, dan Kuku
Tidak ada lesi, warna kulit pucat, akral hangat, tidak ada oedema,.
2) Kepala dan leher
Normal
3) Mata dan Telinga
Pupil isokor , sclera biru pada penderita osteogenesis imperfekta , konjungtiva
pucat. Terjadi gangguan pendengaran ( ketulian )
4) System Pernapasan
Klien mengalami masalah pada sistem pernapasan karena terjadi kelemahan otot
serta kifosis progresif.
5) System kardiovaskuler
CRT > 3 dtk, karena terjadi peningkatan beban dari kerja jantung itu sendiri.
6) Payudara wanita dan pria
Normal .
7) System gastrointestinal
Penderita osteoporosis didapatkan protuberansia abdomen
8) System urinarius
System urinarius terganggu akibat imobilisasi yaitu terjadi disuria, oliguria dan bisa
juga terjadi retensi urine.
9) System reproduksi wanita/pria
Bagi wanita sudah menopause
10) System saraf
Normal
11) System musculoskeletal
Pada osteoporosis biasanya ditemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra
torakalis, atau pemendekan badan,pada rikets terdapat nyeri tulang, parietal pipih,
kraniotabes, penonjolan sendi kostokondral, bowing-deformity tulang-tulang
panjang dan kelainan gigi.
12) System imun

17
Terjadi kelemahan
13) Sistem endokrin
Terjadi hipokalisemia ditandai oleh iritasi musculoskeletal , yang berupa tetani.
Biasanya akan didapatkan aduksi jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi
sendi-sendi IP. Pada keadaan yang laten akan didapatkan tanda chovstek dan
Trosseau.
b. Tindakan Mandiri

1) Aktivitas Fisik
Latihan fisik merupakan cara yang paling aman untuk mencegah dan
menangani kehilangan massa tulang karena murah, tanpa efek samping dan
bahkan mempunyai keuntungan untuk menajga keseimbangan tubuh, mencegah
jatuh, dan mecegah penyakit lainnya. Senam pencegahan osteoporosis ditunjukkan
untuk meningkatkan densitas tulang (kepadatan massa tulang) dan senam
osteoporosis ditujukan kepada pasien osteoporosis untuk mencegah terjadinya
patah tulang & meningkatkan densitas tulang (kepadatan massa tulang).
Bagi mereka yang telah terkena osteoporosis, pola latihanya berbeda dengan
program pencegahan dan harus dilakukan dengan benar, hati-hati, dan perlahan.
Pada tahap awal latihan diutamakan pada kelenturan sendin dan anggota badan.
Bila kekuatan dan daya tahan telah meningkat, waktu dan latihan harus ditambah.
Agar aman bagi yang sudah terkena osteoporosis, jangan berolahraga yang
memberikan benturan dan pembebanan pada tulang punggung. Berikut adalah
latihan fisik yang aman bagi penderita osteoporosis :
a) Latihan yang aman adalah olahraga jalan kaki. Berjalanlah 4,5 kilometer per jam
selama 50 menit, 5 hari dalam seminggu. Tentunya ini dilakukan secara
bertahap. Pada kebanyakan orang yang osteoporosis, jalan sangatlah ideal
untuk meningkatkan daya tahan, kelincahan, mengurangi kemungkinan jatuh,
dengan resiko cedera yang kecil.
b) Mengangkat beban, baik perempuan maupun laki-laki,dari beban (dumbel
kecil) hingga mesin beban, terutama ditekankan pada latihan-latihan pada
pinggu, paha, pinggang, lengan, dan bahu.

18
c) Latihan untuk meningkatkan perimbangan dan kelincahan.
d) Latihan untuk melengkungkan punggung kebelakang, dapat dilakukan dengan
duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-
otot yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan
bengkok, sekaligus memperkuat punggung.
c. Manajemen Gizi
1) Pengaturan makanan
Pengaturan makanan atau nutrisi yang dikonsumsi sangat penting untuk
menjaga kesehatan tulang dan mencegah osteoporosis. Nutrisi utama yang baik
untuk menjaga kepadatan tulang adalah pertumbuhan kalsium dan vitamin D.
Asupan kalsium yang direkomendasikan berbeda-beda sesuai perkembangan
tubuh. Keperluan kalsium harian untuk usia 1-3 tahun sebesar 500 mg, usia 4-8
tahun sebesar 800 mg, 9-18 tahun sebesar 1300 mg, 19-50 tahun sebesar 1000 mg,
dan usia 51 tahun atau lebih sebesar 1200 mg. Asupan kalsium dapat diperoleh dari
makanan antara lain susu dan produk olahannya (yoghurt dan keju), susu kedelai,
ikan (terutama tulangnya), dan sayuran (terutama kubis cina, lobak cina, dan
brokoli).
Kalsium saja tidak akan membentuk tulang yang kuat. Selain kalsium, zat lain
yang penting untuk kesehatan tulang adalah vitamin D. Vitamin D merupakan
satu-satunya vitamin yang dapat dibuat oleh tubuh ketika tubuh terkena sinar
matahari. Sinar matahari yang mengandung UV B, yang dapat membantu tubuh
memproduksi vitamin D, adalah pada pagi hari sebelum pukul 09.00 dan sore hari
sesudah pukul 16.00. Akan tetapi, kebutuhan vitamin D tidak tercukupi hanya
dengan paparan sinar matahari. Selain itu, paparan sinar matahari dapat berisiko
menyebabkan kanker kulit. Oleh karena itu, konsumsi makanan yang mengandung
vitamin D lebih disarankan. Sumber vitamin D yang berasal dari makanan antara
lain salmon, mackerelsarden, telur, hati, dan keju.
Jumlah vitamin D yang dibutuhkan bervariasi berdasarkan usia., Dewasa hingga
usia 25 tahun, serta perempuan hamil dan menyusui memerlukan 400 international
units (IU). Orang dewasa antara 25 dan 50 tahun memerlukan 200 IU. Orang

19
dewasa antara usia 51 dan 70 tahun memerlukan vitamin D 600 IU. Lansia yang
rapuh memerlukan 800 IU vitamin D. Saat ini, banyak dokter yang
merekomendasikan 600-1000 IU vitamin D untuk seluruh orang dewasa, terutama
orang-orang lanjut usia dan rapuh.

F. Karakteristik usia
1. Definisi Dewasa Awal
Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin yang berarti tumbuh menjadi
dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah seseorang yang telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan
orang dewasa lainnya (Elizabeth Hurlock, Developmental Psychology, 1991). Dewasa awal
adalah masa peralihan dari masa remaja. Hurlock (1986) mengatakan bahwa dewasa awal
dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun. Secara umum, mereka yang
tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.
Santrock (1999), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik secara fisik, transisi
secara intelektual serta transisi peran sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah
puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya
pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat
memegang peranan penting. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang
mulai menjalin hubungansecara intim dengan lawan jemisya. Hurlock (1986) mengemukakan
beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu initinya dikatakan bahwa dewasa
awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan
kebebasan yang diperolehnya.
2. Ciri-ciri Umum Masa Dewasa Awal
Dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang
baru dan harapan-harapan sosial yang baru. Masa dewasa awal adalah kelanjutan dari masa
remaja, sehingga ciri-ciri masa dewasa awal tidak jauh berbeda dengan masa remaja. Ciri-ciri
masa dewasa awal menurut Hurlock (1986):
a. Masa dewasa awal sebagai usia reproduktif.

20
Masa dewasa awal adalah masa usia reproduktif. Masa ini ditandai dengan membentuk
rumah tangga. Pada masa ini khususnya wanita, sebelum usia 30 tahun, merupakan
masa reproduksi, dimana seorang wanita siap menerima tanggung jawab sebagai
seorang ibu. Pada masa ini, alat-alat reproduksi manusia telah mencapai
kematangannya dan sudah siap untuk melakukan reproduksi.
b. Masa dewasa awal sebagai masa bermasalah. Setiap masa dalam kehidupan manusia,
pasti mengalami perubahan, sehingga seseorang harus melakukan penyesuaian diri
kembali terhadap diri maupun lingkungannya. Demikian pula pada masa dewasa awal
ini, seseorang harus banyak melakukan kegiatan penyesuaian diri dengan kehidupan
perkawinan, peran sebagai orang tua dan sebagai warga negara yang sudah dianggap
dewasa secara hukum.
c. Masa dewasa awal sebagai masa yang penuh dengan ketegangan emosional.
Ketegangan emosional seringkali ditampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau
kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul ini pada
umumnya bergantung pada tercapainya penyesuaian terhadap persoalan-persoalan
yang dihadapi pada suatu saat tertentu atau sejauh mana sukses atau kegagalan yang
dialami dalam penyelesaian persoalan.
d. Masa dewasa awal sebagai masa ketergantungan dan perubahan nilai. Ketergantungan
disini mungkin ketergantungan kepada orang tua, lembaga pendidikan yang
memberikan beasiswa atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman
untuk membiayai pendidikan mereka. Sedangkan masa perubahan nilai masa dewasa
awalterjadi karena beberapa alasan seperti ingin diterima pada kelompok orang
dewasa, kelompok-kelompok sosial dan ekonomi orang dewasa.
3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal
Optimalisasi perkembangan orang dewasa awal mengacu pada tugas-tugas
perkembangan dewasa awal menurut R.J. Havighurst, 1953 (dalam Hurlock, 1986),
mengemukakan rumusan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal sebagai berikut :
a. Memilih teman (sebagai calon istri atau suami)
b. Belajar hidup bersama dengan suami/istri
c. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga

21
d. Mengelola rumah tangga
e. Mulai bekerja dalam suatu jabatan
f. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan gangguan metabolic tulang yang ditandai dengan kehilangan
massa tulang, peningkatan kerentanan tulang, dan peningkatan risiko fraktur. Penurunan massa
tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan proses yang memengaruhi pertumbuhan dan
pemeliharaan tulang. Meskipun osteoporosis dapat terjadi dari gangguan endokrin atau
malignansi, paling sering penuaan.

Penyakit osteoporosis ini adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan
fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan
mineral dalam tulang maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh sehingga menjadilah
osteoporosis.

23
Refrensi

Wulandari yuniar safitri, mudayati sri & susnini. 2017. Hubungan pengetahuan tentang
osteoporosis pada wanita menopause dengan konsumsi kalsium dalam tubu di lowokwaru
malang. Nursing news volume 2, nomor 1. Malang: Universitas tribhuwana tunggadewi
Ni made sri dewi lestari.2017.latihan fisik osteoporosis dan osteoporosis pada wanita post
menopause.bali:universitas pendidikan ganesha
Bauldoff gerene, karen m. Burke dkk.2016. Buku ajar keperawatan medikal bedah : gangguan
respirasi dan gangguan muskuloskeletal
Bistok sihombing dan guntur ginting. Manajemen osteoporosis pada lansia. Fakultas kedokteran
sumatera utara – rsup h. Adam malik
Bickley. Lynn s.2017. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 7.
Humaryanto.2017. Deteksi dini osteoporosis pasca menopause. Fakultas Kedokteran & Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi

24

Anda mungkin juga menyukai