TRAUMA THORAKS
Pembimbing:
Disusun Oleh:
Kusuma Intan
2011730145
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang
berjudul Trauma Thoraks.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada tim pengajar FKK
Universitas Muhammadiyah Jakarta dan rekan-rekan yang telah membantu
penulis dalam pembuatan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi dokter
muda yang sedang menjalani stase ilmu bedah.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................I
DAFTAR ISI...........................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
2.1. Definisi..................................................................................................2
2.2. Epidemiologi..........................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
II
BAB I
PENDAHULUAN
Kurang dari 10% kasus trauma tumpul thoraks dan 15-30% trauma
tembus thoraks memerlukan tindakan bedah (umumnya thorakoskopi atau
torakotomi). Beberapa kasus kegawat daruratan yang terjadi pada thoraks
terutama yang disebabkan oleh trauma seperti, obstruksi jalan napas,
hemothoraks massif, tamponade jantung, tension pneumotoraks, open
pneumothorax, dan flail chest.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.2. Definisi
Trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan menyebabkan
hilangnya produktivitas seseorang. Trauma toraks adalah luka atau cedera
yang mengenai rongga toraks atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan
pada dinding toraks ataupun isi dari cavum thoraks (rongga dada) yang
disebabkan oleh benda tajam atau tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
sakit pada dada. 2,3
2.2 ETIOLOGI
1. Trauma Tajam
Luka Tembak
Luka Tikam / tusuk
2. Trauma tumpul
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh
Pukulan pada dada
I.3. Epidemiologi
Trauma toraks merupakan penyebab kematian utama pada kelompok
umur dibawah 35 tahun. Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus
kecelakaan. 20-25% dari kasus trauma yang diterima rumah sakit berkaitan
dengan kematian. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor
empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab
kematian utama. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul (90%).1,4,5
2
Struktur Dinding Thorax
Dinding thorax disebelah luar dilapisi oleh kulit dan otot – otot. Dinding
thoraks dilapisi oleh pleura parietalis.
3
Gambar 2. Thorax
Mempelajari dilihat
anatomi daridada
dinding ateraldengan
, menunjukan menghubungkan
cara mengidentifikasi antara
struktur jejas
pada
permukaan dengan
tiap bagiannya. tinggi vertebra
Gambar dibawah ini menunjukan sela antara dua tulang rusuk dan
diberi nomor oleh tulang rusuk di atasnya.5
4
Sternum
tulang pipih yang dapat dibagi menjadi 3 bagian: (a) manubrium sterni.
bersendi dengan clavicula, kartilago costa 1 dan bagian atas kartilago kosta II.
Manubrum sterni terletak berhadapan dengan vertebrata thoracica III dan IV. (b)
corpus sterni. Bagian atas corpus sterni bersendi dengan ,manubrium sterni
terdapat lekukan lekukan untuk bersendi dengan bagian bawah cartilago costa II
dan kartilago kosta III sampai VII. Kartilago costae II-VII bersendi dengan
sternum yang paling bawah dan paling kecil . sternum merupakan cartilago
hyaline pipih yang pada orang dewasa mengalami ossifikasi pada ujung
proksimalya, tidak ada costa ataupun cartilage costalis yang melekat pada bagian
ini. 4
5
Angulus Sterni
Angulus sterni yang dibentuk oleh persendian manubrium sterni dengan corpus
anaterior sternum. Peninggian transversal terletak setinggi cartilage costalis II, dan
merupakan titik mula perhitungan kartilago kosa dan kosta. Angulus sterni
IV dan V. 4
Kartilago Kosta
bagian atas dengan pinggir lateral sternum, dan kosta VIII,IX,X dengan kartilago
tepat diatasnya. Kartilago kosta XI dan XII berakhir pada otot – otot abdomen.
Kartilago kosta berpera penting dalam elastisitas dan mobilitas dinding thoraks.
Kosta
thoracica. 7 pasang costa yang teraatas melekat di anterior pada sternum melalui
kartilago kostalis. Pasangan kota VIII,IX, dan X dianterior melekat satu dengan
lainnya dank e costa VIII melalui kartilago kostalis dan junctura synovialis yang
kecil. Pasangan costa XI dan XII tidak mempuyai perlekatan didepan dan
6
Persendian pada costa
Dari costa II sampai IX, caput cost bersendi dengan corpus vertebrae yang sama
nomornya melali sendi synovial dan pada corpus vertebra yang ada tepat
costa dengan discus intervertebralis. Caput costa I dan tiga costa yang terbawah
mempunyai sebuah sendi synovial pada corpus vertebra yang sesuai. Persendian
antara costa dengan kartilago costa merupakan sendi cartilaginosa, dan tidak ada
7
sterni melalui sendi cartilaginosa dan tidak ada gerakan yang mungkin bias
dilakukan. Kartilago II-VII bersendi dengan pinggir lateral sternum melalui sendi
yang lain melalui sendi synovial yang kecil pada pinggirnya masing-masing.
Kartilago costa XI dan XII terbenam didalam otot-otot abdomen. Gerakan kosta
dan kartilago kosta costa I bersma dengan kartilago kosta difiksasi pada
kosta selama respirasi diikuti oleh gerakan pada sendi sendi di kaput dan
Musculus Intercostalis
Otot intrinsic terdiri dari 3 lapisan , yaitu lapisan tengah, luar, dan dalam.
costalis.1
costae diatas, sampai pinggir atas costa yang ada dibawahnya. Otot-otot berjalan
transverses abdominis pada dinding anterior abdomen. Otot ini merupakan lapisan
8
otot yang tidak lengkap dan menyilang lebih dari satu spatium intercostale yang
costa satu dengan yang lainnya, jika costa I difiksasi oleh kontraksi otot – otot
menangkat costa II sampai XII kearah costa I, seperti pada inspirasi. Sebaliknya
jika costa XII difiksasi oleh M. Quadratus lumborum costa I sampai ke XI akan
9
tertarik kebawah oleh kontraksi Mm, intercostalis seperti pada ekspirsi. Selain itu
yang ada dalam spatium intercosta kedalam atau pendorongan ke luar jaringan,
jadi mencegah
10
Klavikula
Klavikula adalah tulang berbentuk S, agak mudah dilihat dan teraba pada dada
ditandai dengan alur dan punggung untuk lampiran otot. Klavikula adalah tulang
Vaskularisasi thorax
dan dua A.intercostalis anterior yang kecil. A.intercostalis posterior pada dua
spatium intercosta yang pertama berasal dari A.intercostalis superior, cabang dari
11
Aa. Intercostales anterior pada enam spatium intercosta yang pertama
interna).
Rongga dada
12
Rongga dada dibatasi oleh dinding thorax dan di bawah oleh diafragma.rongga ini
meluas keatas kedalam pangkal leher sekitar satu jari diatas clavicula kanan dan
kiri. Diafragma sebuah otot yang sangat tipis , merupakan satu-satunya struktur
(selain dari pleura dan peritoneum) yang memisahkan rongga dada dari viscera
abdomen. Rongga dada dibagi oleh pemisah garis tengah, disebut mediastinum,
atau dua bagian lateral yang ditempati oleh paru dan pleura.4
Mediastinum
13
Mediastinum,walaupun tebal, merupakan pemisah yang mudah bergerak,
yang terletak diantara kedua pleura dan paru. Meluas keatas samapi aperture
thoracis superior dan pangkal leher, dan kebawah sampai diafragma. Kedepan
oleh bidang imajiner yang berjalan dari angulus sterni (persendian antara
Mediastinum superius
14
brachiocephalica, arteria karotis communis sinistra, arteria subclavia sinistra,
arcus aorta, nervus phrenicus dan nervus vagus dekster dan sinister, nervus
laryngeus reccurrens sinister, dan nervi cardiac, trachea dan nodus lymphaticus,
kelenjar limfe, dan sisa thymus. Mediastinum medium, isi mediastinum medium
antara lain pericardium, jantung, dan pangkal pembuluh darah besar, nervus
vena azygos dan vena hemizygous, nervus vagus, nervi splanchnici, truncus
Pleura dan paru terletak pada kedua sisi mediastinum didalam rongga
dada. Pleura merupakan dua kantong serosa yang mengelilingi dan melindungi
paru. Setiap pleura terdiri dari dua lapisan. Lapisan parietalis, yang meliputi
mdiastinum dan meluas sampai kepangkal leher; dan lapisan visceralis yang
meliputi seluruh permukaan luar paru dan meluas kedalam fissure interlobaris.
Lapisan parietalis melanjutkan diri menjadi lapisan visceralis pada lipatan pleura
yang mengelilingi alat-alat yang masuk dan keluar dari hilus pulmonalis pada
setiap paru. Untk memungkinkan pergerakan vasa plmonalis dan bronchus besar
selama
respirasi, lipatan pleura tergantung sebagai lipatan bebas dan disebut ligamentum
pulmonale.
15
16
I.5. Patofisiologi Trauma Thoraks
Patofisiologi cedera toraks meliputi:7
o Perdarahan.
o Kerusakan alveoli/jalan napas/ pleura sehingga udara keluar dari
jalan napas.
o Patah tulang iga: timbul rasa nyeri (terjadi gangguan ventilasi) dan
tidak mau batuk (sekret/dahak terkumpul/ tidak bisa keluar). Selain
itu dapat terjadi flail chest bila patah tulang iga jamak dan
segmental (lebih dari 1 tempat).
o Kompresi pada toraks dapat mengaki-batkan terjadinya asfiksia
traumatika.
o Luka ”menghisap” pada dinding dada yang menyebabkan paru
mengempis/ kolaps.
17
o Torsio dan rotasi: Gaya torsio dan rotasi yang terjadi umumnya
diakibat-kan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang
sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/terfiksasi.
o Blast injury: Kerusakan jaringan terjadi tanpa adanya kontak
langsung dengan penyebab trauma, sebagai contoh: ledakan
kendaraan saat terjadi kecelakaan lalu lintas (KLL). Gaya merusak
di terima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
o Blunt trauma: Kerusakan jaringan tanpa adanya kontak langsung
dengan penyebab trauma.
o Faktor lain yang mempengaruhi
a. Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari
perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang
diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada
bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila
ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau
sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk
atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara
dibanding pria, dsb.
b. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ
yang menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus.
Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
c. Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga
sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau
jaringan yang terjadi. Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau
pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti
misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat
memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru
sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit
diperkirakan.
18
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh
trauma toraks. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena
hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary
ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma,
kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks
(contoh : tension pneumotoraks, pneumotoraks terbuka).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya
ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks atau penurunan
tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh
hipoperfusi dan jaringan (syok)
1. Trauma Tembus
Pneumothoraks terbuka
Hemothoraks
Trauma tracheobronkial
Contusi Paru
Ruptur diafragma
Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
Tension pneumothoraks
Trauma tracheobronkhial
Flail Chest
Ruptur diafragma
Trauma mediastinal
Fraktur kosta.
Airway obstruction
19
Tracheobronchial tree injury
Tension pneumothorax
Open pneumothorax
Massive hemothorax
Cardiac tamponade
Traumatic circulatory arrest
Simple pneumothorax
Heamothorax
Flail chest
Pulmonary contusion
Blunt cardiac injury
Traumatic aortic disruption
Traumatic diaphragmatic injury
Blunt esophageal injury
I.7.1. Airway
a. Airway obstruction (obstruksi jalan napas)
Obstruksi jalan napas merupakan hasil dari pembengkakan,
perdarahan, atau muntah yang terhirup ke jalan napas, mengganggu pertukaran
gas. Beberapa mekanisme cedera dapat menghasilkan jenis masalah ini.
20
Cidera laring dapat menyertai trauma toraks mayor atau hasil dari pukulan
langsung ke leher atau pengekangan bahu yang salah tempat di leher.
Dislokasi posterior klavikula kadang-kadang menyebabkan obstruksi jalan
napas. Atau, trauma tembus yang melibatkan leher atau dada dapat
menyebabkan cedera dan perdarahan, yang menghasilkan obstruksi. Meskipun
manifestasi klinis kadang-kadang ringan, obstruksi jalan napas akut dari
trauma laring adalah cedera yang mengancam jiwa. 2
Selama primary survey, lihat apakah ada tanda – tanda air hunger,
seperti retraksi otot interkostal dan supraklavikula. Periksa orofaring untuk
obstruksi benda asing. Dengarkan gerakan udara di hidung, mulut, dan paru-
paru pasien. Dengarkan bukti obstruksi jalan nafas atas parsial (stridor) atau
perubahan nyata dalam kualitas suara yang diharapkan pada pasien yang dapat
berbicara. Rasakan adanya crepitus di leher anterior. 2
21
menghasilkan cedera parah pada antarmuka udara-cairan. Trauma penetrasi
menghasilkan cedera melalui laserasi langsung, robek, atau transfer cedera
kinetik dengan kavitasi. Intubasi berpotensi menyebabkan atau memperburuk
cedera pada trakea atau bronkus proksimal.
22
Tanda-tanda cedera dada dan / atau hipoksia yang signifikan, namun
seringkali halus, meliputi peningkatan laju pernapasan dan perubahan dalam
pola pernapasan pasien, yang seringkali dimanifestasikan oleh respirasi yang
semakin dangkal. Ingat bahwa sianosis merupakan late sign dari hipoksia pada
pasien trauma dan bisa sulit dirasakan pada kulit berpigmen gelap;
ketidakhadirannya tidak selalu mengindikasikan oksigenasi jaringan yang
memadai atau jalan napas yang adekuat.
a. Tension Pneumothoraks
Tension pneumotoraks berkembang ketika kebocoran udara "katup
satu arah" terjadi dari paru-paru atau melalui dinding dada. Udara dipaksa
masuk ke dalam rongga pleura tanpa ada jalan keluar, yang pada akhirnya
akan membuat paru-paru yang menjadi kolaps. Mediastinum terdorong ke sisi
yang berlawanan, mengurangi aliran balik vena dan menekan paru-paru yang
berlawanan. Syok (sering diklasifikasikan sebagai syok obstruktif) merupakan
hasil dari penurunan dari arus balik vena yang terkena, yang menyebabkan
penurunan curah jantung.
23
tekanan di ruang pleura yang terkena. Jangan menunda pengobatan untuk
mendapatkan konfirmasi radiologis.
Nyeri dada
Air hunger
Takipnea
Respiratory distress
Toraks asimetris
Deviasi trakea
Dilatasi v. Jugular
Sianosis
Takikardia
Hipotensi
Suara nafas unilateral hilang.
24
Ketebalan dinding dada mempengaruhi kemungkinan keberhasilan
dengan dekompresi jarum. Bukti menunjukkan bahwa kateter over-the-needle
5-cm akan mencapai ruang pleura> 50% dari waktu, sedangkan kateter over-
jarum 8-cm akan mencapai ruang pleura> 90% dari waktu. Penelitian juga
menunjukkan bahwa penempatan kateter over-jarum di lapangan ke dinding
dada anterior oleh paramedis terlalu medial pada 44% pasien. Bukti baru-baru
ini mendukung penempatan kateter besar di atas jarum di interspace kelima,
sedikit anterior ke garis midaxillary. Namun, bahkan dengan kateter over-the-
needle dengan ukuran yang sesuai, manuver tidak akan selalu berhasil.
b. Open pneumothoraks
Cedera besar pada dinding dada yang tetap terbuka dapat
menyebabkan pneumotoraks terbuka, yang juga dikenal sebagai luka dada
mengisap. Kesetimbangan antara tekanan intrathoracic dan tekanan atmosfer
langsung terjadi. Karena udara cenderung mengikuti jalan yang paling tidak
resistan, ketika bukaan di dinding dada kira-kira dua pertiga diameter trakea.
Cedera besar pada dinding dada yang tetap terbuka dapat menyebabkan
pneumotoraks terbuka, yang juga dikenal sebagai sucking wound.
Kesetimbangan antara tekanan intrathoracic dan tekanan atmosfer langsung
terjadi. Karena udara cenderung mengikuti jalur yang paling tidak resistan,
ketika lubang di dinding dada kira-kira dua pertiga diameter trakea atau lebih
besar, udara lewat secara istimewa melalui defek dinding dada dengan
masing-masing inspirasi. Ventilasi yang efektif karenanya terganggu,
menyebabkan hipoksia dan hiperkarbia.
25
sebagai tindakan sementara untuk memungkinkan penilaian cepat untuk
melanjutkan. Rekatkan dengan aman hanya pada tiga sisi untuk memberikan
efek flutter-valve. Saat pasien bernafas, balutan menutup luka, mencegah
udara masuk. Selama pernafasan, ujung terbuka dari pembalut memungkinkan
udara keluar dari ruang pleura. Menempel keempat tepi pembalut dapat
menyebabkan udara menumpuk di rongga toraks, menghasilkan pneumotoraks
karena ketegangan kecuali ada tabung dada. Tempatkan tabung dada jauh dari
luka sesegera mungkin. Penutupan bedah definitif selanjutnya dari luka sering
diperlukan.
26
volume yang cepat berlanjut ketika dekompresi rongga dada selesai.
Pengembalian segera 1500 mL atau lebih darah umumnya mengindikasikan
perlunya torakotomi yang mendesak.
Luka dada anterior yang menembus medial ke garis puting dan luka
posterior ke skapula ("kotak" mediastinum) harus mengingatkan praktisi akan
kemungkinan perlunya torakotomi karena potensi kerusakan pada pembuluh
darah besar, struktur hilar, dan jantung, dengan potensi terkait untuk
tamponade jantung. Jangan melakukan torakotomi kecuali jika ahli bedah,
yang memenuhi syarat dengan pelatihan dan pengalaman, hadir.
b. Cardiac tamponade
Tamponade jantung adalah kompresi jantung dengan akumulasi cairan
di kantung perikardial. Hal ini mengakibatkan penurunan curah jantung karena
penurunan aliran masuk ke jantung. Kantung perikardial manusia adalah
struktur berserat yang tetap, dan jumlah darah yang relatif kecil dapat
membatasi aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. Tamponade
jantung paling sering terjadi akibat luka tembus, meskipun cedera tumpul juga
dapat menyebabkan perikardium terisi darah dari jantung, pembuluh darah
besar, atau pembuluh darah epikardial.
Tamponade jantung dapat berkembang secara lambat, memungkinkan
untuk evaluasi yang kurang mendesak, atau secara cepat, membutuhkan
diagnosis dan perawatan yang cepat. Tiga serangkai klinis klasik dari bunyi
27
jantung yang teredam, hipotensi, dan vena buncit tidak secara seragam hadir
dengan tamponade jantung. Nada jantung yang terselubung sulit untuk dinilai
di ruang resusitasi yang bising, dan vena leher buncit mungkin tidak ada
karena hipovolemia. Tanda Kussmaul (mis., Peningkatan tekanan vena dengan
inspirasi ketika bernafas secara spontan) adalah kelainan tekanan vena
paradoksal yang berhubungan dengan tamponade. PEA menunjukkan
tamponade jantung tetapi dapat memiliki penyebab lain, seperti yang
dijelaskan sebelumnya.
Tension pneumotoraks, terutama di sisi kiri, dapat meniru tamponade
jantung. Karena kesamaan dalam tanda-tanda mereka, tension pneumothorax
pada awalnya dapat dikacaukan dengan tamponade jantung. Kehadiran
hyperresonance pada perkusi menunjukkan tension pneumothorax, sedangkan
kehadiran bunyi napas bilateral menunjukkan tamponade jantung. Penilaian
terfokus dengan sonografi untuk trauma (FAST) adalah metode pencitraan
jantung dan perikardium yang cepat dan akurat yang dapat secara efektif
mengidentifikasi tamponade jantung.
FAST adalah 90-95% akurat dalam mengidentifikasi keberadaan
cairan pericardial untuk operator berpengalaman (lihat video FAST pada
aplikasi seluler MyATLS). Hemothorax bersamaan dapat menjelaskan baik
ujian positif palsu dan negatif palsu. Ingatlah bahwa tamponade dapat
berkembang kapan saja selama fase resusitasi, dan ulangi ujian FAST
mungkin diperlukan. Penyedia yang berpengalaman dalam ultrasonografi juga
dapat menilai disfungsi miokard dan pengisian ventrikel.
28
perikardiosentesis dapat menjadi terapi, tetapi itu bukan merupakan
pengobatan definitif untuk tamponade jantung.
29
pleura. Udara di ruang pleura mengganggu kekuatan kohesif antara visceral
dan parietal pleura, memungkinkan paru-paru runtuh. Cacat ventilasi-perfusi
terjadi karena darah yang perfusi daerah yang tidak terventilasi tidak
teroksigenasi.
30
Penanganan awal dari kasus flail chest adalah dengan memberikan
ventilasi yang adekyat dan pemberikan oksigen. Pikirkan untuk dilakukan
intubasi apabila PaO2 kurang dari 60mmHg atau SaO2 kurang dari 90% dengan
udara ruangan. Pemberian resusitasi cairan harus berhati – hati bila tidak
ditemukan hipotensi untuk mencegah kelebihan cairan yang memperberat
pernapasan.
31
I.8.4. Traumatic aortic distruption
Pecahnya aorta traumatis merupakan penyebab umum kematian
mendadak setelah tabrakan kendaraan atau jatuh dari ketinggian. Orang yang
selamat dari cedera ini sering sembuh jika ruptur aorta segera diidentifikasi
dan diobati dengan segera. Pasien-pasien dengan kemungkinan terbaik untuk
bertahan hidup cenderung mengalami laserasi yang tidak lengkap di dekat
ligamentum arteriosum aorta. Kontinuitas dijaga oleh lapisan adventisial yang
utuh atau hematoma mediastinum, mencegah exsanguination dan kematian
segera.
Pelebaran mediastinum
Obliterasi aortic knob
Deviasi trakea ke sisi kanan
Depresi dari bronkus principalis kiri
Elevasi dari bronkus principalis kanan
Obliterasi ruang antara arteri pulmoner dan aorta
Deviasi esophagus ke kanan
Pelebaran garis paratrakeal
Pelebaran paraspinal interfaces
Adanya pleural / apical cap
Hemothoraks kiri
Fraktur dari costae I/II atau skapula
32
Helical computed tomography (CT) dada yang ditingkatkan kontras
telah terbukti sebagai metode skrining yang akurat untuk pasien yang diduga
mengalami cedera aorta tumpul. Pemindaian CT harus dilakukan secara bebas,
karena temuan pada x-ray dada, terutama pandangan terlentang, tidak dapat
diandalkan. Jika hasilnya samar-samar, aortografi harus dilakukan. Secara
umum, pasien yang hemodinamik abnormal tidak boleh ditempatkan dalam
CT scanner. Sensitivitas dan spesifisitas CT heliks yang ditingkatkan kontras
telah terbukti mendekati 100%, tetapi hasil ini bergantung pada teknologi. Jika
tes ini negatif untuk hematoma mediastinum dan ruptur aorta, tidak diperlukan
pencitraan diagnostik aorta lebih lanjut, meskipun konsultan bedah akan
menentukan perlunya pencitraan lebih lanjut. Transesophageal
echocardiography (TEE) tampaknya menjadi alat diagnostik yang berguna dan
kurang invasif. Ahli bedah trauma yang merawat pasien berada dalam posisi
terbaik untuk menentukan tes diagnostik lain mana yang diperlukan.
33
dada juga menegaskan diagnosis pada pasien yang telah menjalani lavage
peritoneum diagnostik. Prosedur endoskopi invasif minimal (mis.,
Laparoskopi dan torakoskopi) dapat membantu dalam mengevaluasi
diafragma pada kasus yang tidak ditentukan.
34
I.9. Manifestasi lain terhadap trauma thoraks
Selama secondary survey, dapat pula ditemukan kondisi – kondisi lain
yang tidak mengancam jiwa seperti, emfisema subkutan, crushing injury/
asfiksia traumatic, serta fraktur baik itu fraktur kostae, sternum, maupun
scapula.
35
DAFTAR PUSTAKA
4. Sellke FW. Sabiston & Spencer Surgery of the Chest. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019.
7. Labora JR, Kristanto EG, Siwu JF. Pola Cedera Toraks Pada
Kecelakaan Lalu Lintas Yang Menyebabkan Kematian Di
Bagian Forensik Dan Medikolegal Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou
Periode Januari 2013- Januari 2014. J Biomedik. 2015;7(1):42–
7.
36