Anda di halaman 1dari 107

MODUL XX

KEGIATAN BELAJAR KE-1


UPAYA HUKUM

TIM PENYUSUN

DEPARTEMEN HUKUM ACARA


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2020

i
PRAKATA

Perkenankanlah pada kesempatan ini, kami mengucapkan Puji Syukur


Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan modul ini. Modul ini disusun sebagai panduan bagi peserta Mata Kuliah
Hukum Acara Perdata dan Praktik Peradilan Perdata untuk memahami hal-hal yang
terkait dengan teori dan tahapan-tahapan dalam praktik peradilan perdata secara
komprehensif. Kami berharap modul ini dapat memperkaya hasanah ilmu pengetahuan
peserta kuliah dalam penerapan hukum acara perdata di masyarakat.
Ucapan terima kasih kepada Pimpinan Fakultas Hukum Unhas, Pimpinan
Departemen yang telah mensupport dalam penyusunan modul sebagai bahan ajar
perkuliahan. Terkhusus kepada Tim Pengampu Mata Kuliah Hukum Acara Perdata dan
Praktik Peradilan Perdata disampaikan terima kasih atas kerjasamanya dalam
merampungkan penyusunan modul ini.
Kami menyadari bahwa dalam modul ini masih terdapat banyak kekurangan
sehingga kami senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
dalam penyempurnaan modul ini. Semoga modul ini dapat menjadi referensi dan
menambah wawasan mahasiswa dan para pembaca.

Ttd,
Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) ................................ iv
MODUL XX UPAYA HUKUM .................................................................. 1
KEGIATAN BELAJAR KE-1: UPAYA HUKUM ..................................... 3
A. Deskripsi Singkat .............................................................................. 3
B. Relevansi .......................................................................................... 3
C. Capaian Pembelajaran ..................................................................... 3
1. Uraian ......................................................................................... 3
2. Latihan ....................................................................................... 17
3. Rangkuman ................................................................................ 18
4. Pustaka ...................................................................................... 19
D. Tugas dan Lembar Kerja .................................................................. 20
E. Tes Formatif ..................................................................................... 20
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ........................................................ 21

iii
UNIVERSITAS HASANUDDIN,
FAKULTAS HUKUM, Kode
PRODI S1 ILMU HUKUM Dokumen
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER
MATA KULIAH (MK) KODE Rumpun MK BOBOT (sks) SEMESTER Tgl
Penyusunan
HUKUM ACARA PERDATA 320B1174 Hukum Acara T=3 P=1 5 27 Juni 2020
DAN PRAKTIK PERADILAN PERDATA
OTORISASI, Pengembang RPS Koordinator RMK Ketua PRODI
Departemen Hukum Acara.

Dosen Pengampu Mata Kuliah Prof. Dr. Musakkir, S.H., M.H Dr. Maskun S.H., LL.M.
Capaian CPL-PRODI yang dibebankan pada MK
Pembelajaran (CP) CPL1 (S1) Memiliki integritas dan etika profesi hukum berdasarkan nilai-nilai Pancasila
CPL2 (P3) Memiliki pemahaman hukum formil
CPL3 (KU1) Mampu berpikir logis, kritik, dan sistematis
CPL4 (KU3) Mampu bekerjasama secara individu dan kelompok
CPL5 (KK1) Mampu melakukan penelitian hukum untuk mengkonstruksi argumentasi hukum
CPL6 (KK3) Mampu memberikan saran dan solusi atau penyelesaian hukum yang baik
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
CPMK Mampu mengemukakan konsep, melakukan penelusuran, identifikasi, argumentasi hukum, dan praktek hukum ac
perdata dengan mengkorelasikan hukum perdata materil sehingga menghasilkan saran dan solusi atau penyelesaian huk
yang baik.
CPL  Sub-CPMK
CPL-1 - Pembukaan matakuliah, mengetahui dan memahami materi pembelajaran serta menyepakati kontrak perkuliahan.
- SubCPMK1 Mampu mengemukakan pengertian dan istilah-istilah hukum acara perdata, hukum perdata formil dan rua
lingkup hukum acara perdata.
- SubCPMK8 Mampu mendeskripsikan dan menjelaskan Overview Proses Beracara dalam Perkara Perdata

iv
- SubCPMK23 & 24 mampu menginterpretasikan “upaya hukum” dan mampu menjelaskan tentang upaya huk
terhadap putusan.
CPL-2 - SubCPMK1 Mampu mengemukakan pengertian dan istilah-istilah hukum acara perdata, hukum perdata formil dan rua
lingkup hukum acara perdata.
- SubCPMK1 Mampu menjabarkan sumber-sumber hukum acara perdata.
- SubCPMK2&3 Mampu menelusuri dan mengemukakan asas-asas hukum yang berlaku dalam Hukum Acara Perdata.
- SubCPMK4 Mampu menentukan dan menjelaskan Pihak-pihak dalam Acara Perdata; Tugas Hakim Perdata Dal
Lingkungan Peradilan Umum, Peninjauan Kembali, dan Pejabat-pejabat Pada Pengadilan;
- SubCPMK8 Mampu mendeskripsikan dan menjelaskan Overview Proses Beracara dalam Perkara Perdata ju
Kompetensi absolut dan relatif.
- SubCPMK9 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Pencabutan dan tata cara Perubahan Gugatan serta Putus
Verstek dan Putusan Gugur.
- SubCPMK 17 mampu mengemukakan prinsip pembuktian dan alat bukti dalam perkara perdata (alat bukti tertulis).
- SubCPMK18 mampu menjelaskan tentang prinsip hukum pembuktian: Pembuktian dengan Saksi, Persangkaan d
Pengakuan.
- SubCPMK19 mampu untuk menjelaskan tentang proses, prinsip hukum pembuktian dengan sumpah, pemeriksa
setempat (descente) dan keterangan ahli (axpertice).
- SubCPMK20 mampu menjelaskan pengertian putusan dan kekuatan dari putusan hakim dalam perkara perdata.
- SubCPMK21 mampu mengemukakan tentang anatomi putusan, unsur-unsur pembentuk putusan hakim dan jenis-je
putusan dalam perkara perdata.
- SubCPMK22 mampu untuk mendefinisikan Putusan dan pelaksanaannya, Hakekat Pelaksanaan Putusan, Jenis-je
Pelaksanaan Putusan, Syarat-syarat dan Pelaksanaan Eksekusi serta Hambatan-hambatan dalam Eksekus
- SubCPMK23 mampu untuk mengemukakan Pelaksanaan putusan dan tindakan hukum yang berkaitan deng
pelaksanaan putusan tersebut serta mampu memberikan solusi hukum atas hambatan pelaksnaan kasus putus
pengadilan.
- SubCPMK24 & 25 mampu menginterpretasikan “upaya hukum” dan mampu menjelaskan tentang upaya huk
terhadap putusan.
- SubCPMK26 mampu untuk mengemukakan tentang pengertian surat kuasa , sifat dan karakteristik surat kuasa, jen
jenis surat kuasa, syarat-syarat pemberian kuasa, hak dan kewajiban pemberi, penerima kuasa serta berakhirnya ku
v
CPL-3 - SubCPMK5&6 Mampu mengemukakan, dasar timbulnya gugatan, syarat-syarat gugatan, tata cara pengajuan, gugat
jenis-jenis tuntutan, kompetensi pengadilan dan menerangkan makna dan tujuan dari upaya Intervensi termasuk pih
yang terlibat dalam intervensi.
- SubCPMK7 Mampu mengemukakan dan melakukan telaah terkait: Tuntutan hak; Pihak-pihak dalam perkara; d
Penggabungan tuntutan.
- SubCPMK20 mampu menjelaskan pengertian putusan dan kekuatan dari putusan hakim dalam perkara perdata.
- SubCPMK21 mampu mengemukakan tentang anatomi putusan, unsur-unsur pembentuk putusan hakim dan jenis-je
putusan dalam perkara perdata.
- SubCPMK22 mampu untuk mendefinisikan Putusan dan pelaksanaannya, Hakekat Pelaksanaan Putusan, Jenis-je
Pelaksanaan Putusan, Syarat-syarat dan Pelaksanaan Eksekusi serta Hambatan-hambatan dalam Eksekusi.
- SubCPMK23 mampu untuk mengemukakan Pelaksanaan putusan dan tindakan hukum yang berkaitan deng
pelaksanaan putusan tersebut serta mampu memberikan solusi hukum atas hambatan pelaksanaan kasus putus
pengadilan.
- SubCPMK24 & 25 mampu menginterpretasikan “upaya hukum” dan mampu menjelaskan tentang upaya huk
terhadap putusan.
- SubCPMK26 mampu untuk mengemukakan tentang pengertian surat kuasa , sifat dan karakteristik surat kuasa, jen
jenis surat kuasa, syarat-syarat pemberian kuasa, hak dan kewajiban pemberi, penerima kuasa serta berakhirnya ku
- Mampu menguraikan makna upaya-upaya menjamin hak dari para pihak dalam peradilan perdata (Sita Jaminan).
CPL-4 - SubCPMK 14-15 Mampu menjelaskan tahapan pembuktian, tata cara pengajuan alat bukti dan prinsip hukum dal
pembuktian perkara perdata: mengenai alat bukti, beban pembuktian dan nilai pembuktian.
- SubCPMK 12 Mampu mengemukakan pengertian penyitaan, tahapan/prosedur penyitaan, jenis-jenis penyitaan, bara
atau benda yang dapat di sita dan akibat hukum (konsekuensi juridisnya)
- SubCPMK19 Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang proses, prinsip hukum pembuktian dengan sump
pemeriksaan setempat (descente) dan keterangan ahli (axpertice)
- SubCPMK27 Mampu mempraktikkan pembuatan Gugatan dan Pemeriksaan Perkara dengan Barang Sitaan dan ju
Gugatan Konvensi dan Rekonvensi di Laboratorium Moot Court.
CPL- 5 - SubCPMK7 Mampu mengemukakan dan melakukan telaah terkait: Tuntutan hak; Pihak-pihak dalam perkara; d
Penggabungan tuntutan.

vi
- SubCPMK9 Mampu menjelaskan tahapan, tata cara Pencabutan dan Perubahan Gugatan serta Putusan Verstek d
Putusan Gugur
- SubCPMK10 Mampu menentukan dan menjelaskan Tahap-Tahap Pemeriksaan Perkara.
- SubCPMK 11 mampu memahami dan menjelaskan Gugatan Konvensi dan Gugatan Rekonvensi.
- SubCPMK 17 mampu mengemukakan prinsip pembuktian dan alat bukti dalam perkara perdata (alat bukti tertulis)
- SubCPMK18 mampu menjelaskan tentang prinsip hukum pembuktian: Pembuktian dengan Saksi, Persangkaan d
Pengakuan
- SubCPMK20 mampu menjelaskan pengertian putusan dan kekuatan dari putusan hakim dalam perkara perdata.
CPL- 6 - SubCPMK13 Mampu menyusun dan mencontohkan bagaimana Jawaban, Eksepsi, Replik, dan Duplik juga Guga
Rekonvensi
- Sub CPMK14-15 Mampu menjelaskan tahapan pembuktian, tata cara pengajuan alat bukti dan prinsip hukum dal
pembuktian perkara perdata: mengenai alat bukti, beban pembuktian dan nilai pembuktian.
- SubCPMK 17 mampu mengemukakan prinsip pembuktian dan alat bukti dalam perkara perdata (alat bukti tertulis)
- SubCPMK18 mampu menjelaskan tentang prinsip hukum pembuktian: Pembuktian dengan Saksi, Persangkaan d
Pengakuan
- SubCPMK22 mampu untuk mengemukakan Pelaksanaan putusan dan tindakan hukum yang berkaitan deng
pelaksanaan putusan tersebut serta mampu memberikan solusi hukum atas hambatan pelaksanaan kasus putu
pengadilan.
- SubCPMK27 mampu mempraktikkan Pembuatan Gugatan dan Pemeriksaan Perkara dengan Barang Sitaan dan ju
Gugatan Konvensi dan Rekonvensi di Laboratorium Moot Court.
- SubCPMK28 Mampu mempraktikkan Jawaban Eksepsi, Replik, Duplik atas Gugatan di Laboratorium Moot Court.
- SubCPMK29 Mampu mempraktikkan tahapan beracara pada tahap Pembuktian Bagian I sampai IV di Laboratorium M
Court (pengajuan alat bukti, tatacara dan prosedurnya).
- SubCPMK 30 & 31 Mampu mempraktikkan tahapan beracara pada tahap Putusan di Laboratorium Moot Co
(penyusunan dan pembacaan putusan)
Deskripsi Singkat Matakuliah ini membahas tentang pengertian, sumber hukum acara perdata, jenis dan susunan badan peradilan di Indonesia, kompete
MK pengadilan, asas-asas hukum acara perdata, penuntutan hak, tata cara berperkara di pengadilan, upaya hukum, dan pelaksana
putusan. Selain itu, mata kuliah ini juga memberikan gambaran bagaimana cara menyusun gugatan, jawaban, replik, duplik, dan putu
melalui praktek peradilan perdata dalam Moot Court (Laboratorium Hukum).
vii
Bahan Kajian / 1. Pengantar dan Ruang lingkup Materi Hukum Acara Perdata; Pengertian Hukum Acara, Hukum Perdata Formal dan Hukum Ac
Materi Perdata; dan Sumber-sumber Hukum Acara Perdata;
Pembelajaran 2. Asas-asas Hukum Acara Perdata;
3. Pihak-pihak dalam Acara Perdata; Tugas Hakim Perdata Dalam Lingkungan Peradilan Umum, Peninjauan Kembali, dan Pejab
pejabat Pada Pengadilan;
4. Timbulnya Gugatan, Syarat-syarat Gugatan, dan Tata Cara Pengajuan Gugatan;
5. Jenis-Jenis Tuntutan, Kompetensi Pengadilan, dan Intervensi;
6. Tuntutan hak, pihak-pihak dalam perkara, penggabungan tuntutan;
7. Overview Proses Beracara dalam Perkara Perdata;
8. Pencabutan dan Perubahan Gugatan; Putusan Verstek dan Putusan Gugur;
9. Tahap-Tahap Pemeriksaan Perkara;
10. Gugatan Konvensi dan Gugatan Rekonvensi;
11. Penyitaan, Tata Cara Penyitaan, Jenis-jenis Penyitaan, Barang atau benda yang dapat disita dan konsekuensi juridisnya;
12. Jawaban, Eksepsi, Replik, Duplik;
13. Ujian Tengah Semester
14. Pembuktian Bagian I : Yang Harus Diketahui Hakim, Yang dimaksudkan dengan membuktikan, tujuan pembuktian, huk
pembuktian positif, apa yang harus dibuktikan, siapa yang harus membuktikan, penilaian pembuktian, beban pembuktian, d
teori beban pembuktian.
15. Pembuktian Bagian II (Alat Bukti Tertulis);
16. Pembuktian Bagian III : Pembuktian dengan Saksi, Persangkaan, dan Pengakuan;
17. Pembuktian Bagian IV : Sumpah, Pemeriksaan Setempat (descente), dan Keterangan Ahli (Axpertice);
18. Putusan: Definisi Putusan, Kekuatan Putusan (mengikat, pembuktian, dan eksekutorial); Susunan dan Isi Putusan (kepala putus
identitas para pihak, perimbangan, amar); serta Jenis-Jenis Putusan;
19. Pelaksanaan Putusan: Hakekat Pelaksanaan Putusan, Jenis-jenis Pelaksanaan Putusan, Syarat-syarat dan Pelaksanaan Ekseku
Hambatan-hambatan dalam Eksekusi, Apa Saja yang Dapat Dilaksanakan?, Apa Saja yang Dapat Disita, Perlawanan Terhadap S
Eksekutorial, Penyanderaan, dan Penjualan;
20. Upaya Hukum: Perlawanan (verzet), Banding, Prorogari, Kasasi, Peninjauan kembali, dan Perlawanan Pihak Ketiga;
21. Surat Kuasa: Pengertian, Sifat Perjanjian Kuasa, Berakhirnya Kuasa, Kesepakatan Kuasa Mutlak, Jenis-jenis Kuasa, Kuasa Menu
Hukum, dan Bentuk Kuasa di pengadilan.
viii
22. Praktik Pembuatan Gugatan dan Pemeriksaan Perkara dengan Barang Sitaan dan juga Gugatan Konvensi dan Rekonvens
Laboratorium Moot Court;
23. Praktik Jawaban Eksepsi, Replik, Duplik atas Gugatan di Laboratorium Moot Court;
24. Praktik Pembuktian Bagian I sampai IV di Laboratorium Moot Court;
25. Praktik Putusan di Laboratorium Moot Court;
26. Ujian Akhir Semester.
Pustaka Utama :
1. Buku Ajar Hukum Acara Perdata, 2014, Penyusun Tim Pengajar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. (PU-1)
2. Achmad Ali, Wiwie Heryani, 2015, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta: Prenadamedia Group. (PU-2)
3. Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. (PU-3)
4. M. Yahya Harahap, 2017, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putus
Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika. (PU-4)
5. Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2005, Hukum Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju: Bandu
(PU-5)
6. Riduan Syahrani, 2004, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. (PU-6)
7. Sudikno Mertokusumo, 1999, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty. (PU-7)
8. Subekti, 1977, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Bina Cipta. (PU-8)
9. HIR dan Rbg.
Pendukung :
1. Badriyah Harun, 2010, Tata Cara Menghadapi Gugatan, Pustaka Yustisia:Yogyakarta. (PP-1)
2. Bambang Sugeng, A.S dan Sujayadi, 2011, Hukum Acara Perdata & Dokumen Litigasi Perkara Perdata, Jakarta: Kencana Prena
Media Grup. (PP-2)
3. Darwan Prinst, 2002, Strategi Meyusun dan Menangani Gugatan Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung:Citra Aditya Bakti. (PP
4. Djamanat Samosir, 2012, Hukum Acara Perdata, Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara, Bandung:Nuansa Aulia. (PP-4)
5. Efa Laela Fakhriah, 2009, Bukti Elektronik dalam Pembuktian Perdata, Alumni. (PP-5)
6. M. Yahya Harahap, 2008, Kekuasaan Mahkamah Agung; Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perda
Jakarta:Sinar Grafika. (PP-6)
7. R. Soeroso, 1994, Praktik Hukum Acara Perdata : Tata Cara dan Proses Persidangan, Jakarta:Sinar Grafika. (PP-7)
8. --------------, 2014, Hukum acara Perdata Lengkap dan Praktis, Jakarta:Sinar Grafika. (PP-8)
ix
9. R. Soepomo, 1994, Hukum Acara Perdata di Pengadilan Negeri, Pradnya Parmita. (PP-9)
10. Jurnal dan Yurisprudensi. (PP-10)
Dosen Pengampu 1. Prof. Dr. Musakkir, S.H., M.H.
2. Prof. Dr. A. Suriyaman Mustari Pide, S.H., M.H.
3. Prof. Dr. Soekarno Aburaera, S.H., M.H.
4. Dr. Muh. Basri, S.H., M.H.
5. Dr. Hasbir, S.H., M.H.
6. Dr. H. Mustafa Bola, S.H., M.H.
7. Dr. Ratnawati, S.H., M.H.
8. Dr. A. Tenri Famauri, SH., M.H.
9. Achmad., S.H., M.H.
10. Dr. Muh. Ilham Arisaputra, S.H., M.H.
11. Dr. Aswan, S.H., M.H.
12. Ismail Alrip, S.H., M.Kn.
13. Amaliyah, S.H., M.H.
14. Fitri Pratiwi Rasyid, S.H., M.H.
15. A. Kurniawati, S.H., M.H.
16. A. Suci Wahyuni, S.H., M.Kn.
Matakuliah syarat Hukum Perdata
Bentuk Pembelajaran,
Sub-CPMK Metode Pembelajaran,
Penilaian Materi Bobo
Pertemuan (Kemampuan Penugasan Mahasiswa,
Pembelajaran Penila
Ke- akhir tiap [ Estimasi Waktu]
[ Pustaka ] (%)
tahapan belajar) Indikator Kriteria & Bentuk Luring Daring (Online)
(Offline)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. - Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: BP : BP: Kuliah Pertemuan I 2%
dapat menjelaskan Kuis Kuliah 2x 4x 50’ (menit) 1. Pengantar,
mengemukaka pengertian, ruang (Lisan/ Tulisan) Manajemen
x
n pengantar lingkup dan 2x 4x 50’ Kelas & Kontrak
dan ruang istilah-istilah Kriteria: (menit) MP: Perkuliahan,
lingkup materi dalam hukum 2= jika - Tatap Maya Ruang lingkup
hukum acara perdata formil mengemukakan Metode - Diskusi Materi Hukum
perdata; dan hukum acara pengertian hukum Perkuliahan: interaktif. Acara Perdata
- Mahasiswa perdata; acara perdata dengan  Tatap 2. Pengertian
dapat - Ketepatan dalan tepat, mengemukakan Muka Belajar Mandiri: a. Hukum
menjelaskan menjabarkan sumber-sumber  Ceramah 2x4x 60’ (menit) Perdata
pengertian sumber-sumber hukum acara perdata  Mahasiswa Formal
a. Hukum hukum acara dengan tepat. mengunduh bahan b. Hukum Acara
Perdata perdata yang 1= Jika materi, bahan ajar Perdata
Formal menjadi pedoman mengemukakan pada Aplikasi 3. Sumber-sumber
b. Hukum pelaksanaan jawaban tetapi tidak SIKOLA Unhas pada Hukum Acara
Acara hukum acara di tuntas dan kurang laur pembelajaran Perdata
Perdata peradilan perdata. tepat Pertemuan 1 .
- Mahasiswa Pustaka:
dapat Penugasan Terstruktur 1. PU-2 (Achmad
menjelaskan (PT): Ali, Wiwie
sumber- 2x4x 60’ (menit) Heryani), Hal. 1-
sumber  Mahasiswa memilih 14.
Hukum Acara salah satu 2. PU-3 (Abdulkadir
Perdata pendapat pakar Muhammad),
yang paling tepat Hal. 15-18.
menjelaskan 3. PU-5 (Retno
pengertian Hukum Wulan Sutantio
Acara Perdata & Iskandar O),
dengan menuliskan Hal. 1-9.
argumentasinya.
Tugas ini dapat
xi
didiskusikan 4. PU-6 (Riduan
bersama dengan Syahrani), Hal. 1-
peserta kuliah yang 13.
lain dengan catatan 5. PU-7 (Sudikno
bahwa peserta Mertokusumo),
kuliah telah Hal. 1-10.
menyelesaikan 6. PU-8 (Subekti
tugasnya secara (1977: 8)
mandiri.
2-3 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk tes: BP : BP: Asas-asas Hukum 3%
mampu mengidentifikasi Tes/ Non Tes Kuliah Kuliah Acara Perdata:
menelusuri dan asas-asas hukum 4x 4x 50’ 4x 4x 50’ (menit) a. Hakim Bersifat
mengemukakan acara perdata; Jika ada Tes dlam Menunggu;
asas-asas hukum - Ketepatan dan bentuk: Metode MP: b. Hakim Pasif;
yang berlaku ketuntasan dalam Kuis (Lisan),Tertulis Perkuliahan: Tatap Maya c. Sifat Terbukanya
dalam Hukum mengemukakan  Tatap Persidang.
asas hukum acara Muka Belajar Mandiri: d. Mendengar
perdata pada Membuat review  Interactive 4x4x 60’(menit) Kedua Belah
pertemuan ke-2 ini. tentang 2 asas hukum Learning  Mahasiswa Pihak
- Kemampuan acara perdata yang Methode mengunduh bahan e. Tidak ada
memberikan merupakan materi materi, bahan ajar Keharusan
argumentasi hukum pertemuan ini pada Aplikasi Mewakilkan
terhadap isu hukum kemudian kemukakan SIKOLA Unhas, alur f. Putusan Harus
praktek peradilan argumentasi hukum pembelajaran Disertai Alasan-
perdata dengan mahasiswa. Pertemuan 2 & alasan
mengaitkan dengan selanjutnya untuk g. Beracara
asas hukum acara Kriteria penilaian: pertemuan 3. Dikenakan Biaya
perdata yang 3= mengemukakan h. Bebas Dari
dikemukakan. argumentasi hukum Campur Tangan;
xii
terkait 2 asas hukum Penugasan Terstruktur
acara perdata secara (PT) Lanjutan Asas-Asas
tepat dan mampu 4x4x 60’ (menit) Hukum Acara
memberikan contoh  Mahasiswa memilih Perdata:
terkait asas hukum ( salah satu asas i. Asas Badan
baik itu isu hukum hukum acara Peradilan
atau masalah hukum) perdata dengan Negara
2= mengemukakan 1 memberikan j. Asas
asas hukum acara contoh kasus. Kasus Obyektivitas
perdata dan dapat dalam k. Lingkungan
argumentasi hukum bentuk ilustrasi. Peradilan
Tugas ini dapat l. Asas Sederhana,
didiskusikan Cepat dan Biaya
bersama dengan Ringan’
peserta kuliah yang m. Pemeriksaan
lain dengan catatan Dalam Dua
bahwa peserta Tingkat;
kuliah telah n. M.A. Puncak
menyelesaikan Peradilan
tugasnya secara o. Asas Demi
mandiri. Keadilan
Berdasarkan Ke
Tuhanan Yang
Maha Esa.
p. Susunan
Persidangan:
Majelis.
q. Hak Menguji
Telah Dikenal
xiii
Pustaka :
1. PU-2 (Achmad
Ali, Wiwie
Heryani), Hal.61-
67.
2. PU-6 (Riduan
Syahrani), Hal.
19-24.
3. PU-7 (Sudikno
Mertokusumo),
Hal. 10-27
4 1. Mahasiswa - Ketepatan dan Bentuk Tes: BP : BP: Kuliah Pihak-pihak dalam 2%
mampu ketuntasan dalam Kuis ( Lisan atau Kuliah 2x 4x 50’ Hukum Acara
menentukan menjelaskan pihak- Tertulis) 2x 4x 50’ Perdata
pihak-pihak pihak dalam MP: 1. Hakim dalam
dalam hukum praktek peradilan Metode Tatap Maya Lingkungan
acara perdata perdata; Perkuliahan: Peradilan Umum
2. Mahasiswa - Ketepatan dalam Kriteria Penilaian:  Tatap Belajar Mandiri: (Peradilan
dapat menerangkan 2= menjawab soal Muka 2x4x 60’ Perdata)
menjelaskan: terkait: dengan tepat,  Diskusi  Mahasiswa 2. Peninjauan
 Tugas Hakim kewenangan, tugas, sesuaidan tuntas; Interaktif mengunduh bahan Kembali
Perdata kedudukan, hak dan 1= menjawab hanya  Interactive materi, bahan ajar 3. Pejabat-pejabat
Dalam kewajiban sebagian dan kurang Learning: pada Aplikasi Pada Pengadilan
Lingkungan organisasi dalam tepat. Small Grup SIKOLA Unhas, alur
Peradilan lembaga peradilan Discussion pembelajaran
Umum perdata (Ketua Pertemuan 4. Pustaka :
 Peninjauan Pengadilan, Hakim, 1. PU-5 (Retno
Kembali Panitera) Wulan Sutantio
xiv
 Pejabat- Penugasan Terstruktur & Iskandar O),
pejabat Pada (PT) Hal.18-21.
Pengadilan 2x4x 60’ 2. PU-7 (Sudikno
 Mahasiswa diminta Mertokusumo),
untuk membuat Hal. 28-37.
skema Lembaga
peradilan yang
menunjukkan
struktur lembaga
peradilan perdata,
dengan bagan yang
jelas , interaktif,
mudah dipahami
dengan
menambahkan teks
untuk
menerangkan
kesimpulan tentang
bagan susunan
lembaga peradilan
dan organisasi
peradilan perdata.
5-6 Mahasisawa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: BP : BP: Timbulnya Gugatan, 3%
mengemukakan, mengemukakan Kuis, review Kuliah Kuliah Syarat-syarat
dasar timbulnya tahapan (dalam bentuk lisan 4x 4x 50’ 4x 4x 50’ Gugatan, Tata Cara
gugatan, syarat- “intervensi” dan maupun tulisan). Pengajuan Gugatan
syarat gugatan, tujuannya serta MP:
tata cara pihak terlibat. Kriteria Penilaian: Metode - Tatap Maya Lanjutan :
pengajuan, Perkuliahan: - Diskusi interaktif
xv
gugatan, jenis- - Ketepatan dalam 3= menjawab seluruh  Tatap Jenis-Jenis Tuntutan,
jenis tuntutan, mengemukakan soal dengan tepat dan Muka Belajar Mandiri: Kompetensi
kompetensi dan menentukan tuntas,  Ceramah 4x4x 60’ Pengadilan, dan
pengadilan dan sebab timbulnya 2= menjawab soal  Diskusi  Mahasiswa Intervensi
menerangkan gugatan. sebahagian dengan Interaktif mengunduh bahan
makna dan tujuan - Ketepatan tepat. materi, bahan ajar
dari upaya mengemukakan 1= menjawab soal pada Aplikasi Pustaka:
Intervensi syarat-syarat kurang tepat. SIKOLA Unhas, alur 1. PU-4 (M Yahya
termasuk pihak pengajuan gugatan. pembelajaran Harahap),
yang terlibat - Ketepatan dalam Pertemuan 5 dan Hal.29-30,
dalam intervensi mengemukakan selanjutnya untuk Hal.48-53,
tata cara pengajuan pertemuan 6. Hal.146-160,
gugatan; Hal.185-189.
- Ketepatan dalam Penugasan Terstruktur 2. PU-5 (Retno
memklasifikasikan (PT) Wulan Sutantio
jenis-jenis tuntutan. 4x4x 60’ & Iskandar O),
- Ketepatan dalam  Mahasiswa mencari Hal.10, Hal.15-
mengemukakan 1 contoh gugatan, 17, Hal.50-57.
dan menentukan kemudian 3. PU-7 (Sudikno
upaya hukum yang menganalisis Mertokusumo),
dapat dilakukan gugatan tersebut Hal.38-52,
para pihak untuk sebagaimana teori- Hal.59-62,
menjamin hak. teori yang telah Hal.77-79.
dipelajari dalam 4. PP-2 (Bambang
modul. Tugas ini Sugeng A.S &
dikerjakan secara Sujayadi),
mandiri oleh Hal.23-30.
masing-masing 5. PP-4 (Djamanat
peserta dan akan Samosir), Hal.41-
xvi
dibahas pada 118, Hal.155-
pertemuan dikelas 156.
maupun via daring.
7 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes; BP : BP: Kuliah 1. Tuntutan Hak; 2%
mampu menjabarkan yang Kuis, review Kuliah 2x 4x 50’ 2. Pihak-pihak
mengemukakan dimaksud dengan pertemuan (Lisan atau 2x 4x 50’ dalam Perkara;
dan melakukan tuntutan hak tulisan) MP: 3. Penggabungan
telaah terkait : (disertai contoh); Tatap Maya Tuntutan;
a. Tuntutan hak; - Ketepatan Kriteria penilaian: Metode
b. Pihak-pihak menunjukkan Perkuliahan: Belajar Mandiri:
dalam perkara; kedudukan para 2= menjawab dengan  Tatap 2x4x 60’ Pustaka:
c. Penggabungan pihak dalam tepat dan sesuai Muka  Mahasiswa 1. PU-4 (M Yahya
tuntutan perkara perdata; substansi ssoal yang  Interactive mengunduh bahan Harahap),
- Ketepatan dalam diberi. Learning materi, bahan ajar Hal.108-145.
menganalisis faktor- 1= menjawab soal pada Aplikasi 2. PU-5 (Retno
faktor yang dapat kurang tepat dan tidak SIKOLA Unhas, alur Wulan Sutantio
“penggabungan tuntas. pembelajaran & Iskandar O),
gugatan” Pertemuan 7. Hal. 18-21,
Hal.54-57.
Penugasan Terstruktur 3. PU-7 (Sudikno
(PT) Mertokusumo),
2x4x60’ (menit) Hal.38-61.
membuat contoh 4. PP-4 (Djamanat
kasus ataupun Samosir),
berdasarkan kasus Hal.147-150.
kongkrit berdasar
putusan peradilan
perdata, menetapkan
tuntutan-tuntutan
xvii
para pihak, lalu
membuat pula suatu
tuntutan yang berisi
tentang permohonan
hak dan yang berisi
gugatan
Tugas dapat
dikerjakan secara
individual, maupun
berdiskusi bersama
teman. File tugas
diunggah dalam Ms
Word (format file:
NamaNIM_TugasMod
ul7, diunggah dalam
alur pembelajaran
SIKOLA Unhas.
8 Mahasiswa - Ketepatan dan Bentuk Tes: BP : BP: Kuliah Overview Proses 2%
mampu kesesuaian dalam Kuis, review, (Lisan/ Kuliah 2x 4x 50’ Beracara dalam
mendeskripsikan mengemukakan Tulisan) 2x 4x 50’ Perkara Perdata;
dan proses beracara MP:
mengemukakan dalam perkara Tatap Maya Pustaka:
Overview Proses perdata. Kriteria penilaian: Metode 1. PU-5 (Retno
Beracara dalam - Ketuntasan dalam 2 = mampu menjawab Perkuliahan: Belajar Mandiri: Wulan Sutantio
Perkara Perdata menunjukkan dengan tepat sesuai  Tatap 2x4x 60’ & Iskandar O),
perbedaan soal, substansi dan Muka.  Mahasiswa Hal.11.
kompetensi absolut keteraturan dalam  Interactive mengunduh bahan 2. PU-7 (Sudikno
dan kompetensi menguraikan learning materi, bahan ajar Mertokusumo),
relatif dengan jawaban. (Small pada Aplikasi Hal 62-67.
xviii
disertai contoh 1= mampu menjawab Group SIKOLA Unhas, alur
kasus, analogi soal tetapi masih Discussion) pembelajaran
kasus. minim substansi dan Pertemuan 8.
analisis Penugasan Terstruktur
(PT)
2x4x60’ (menit)
 Mahasiswa akan
dibagi secara
berkelompok dan
membuat poster
yang
menggambarkan
overview dalam
beracara perkara
perdata dari tahap
awal sampai akhir.
Tugas yang
dikerjakan tersebut
akan dibahas pada
pertemuan di kelas
ataupun via daring.
9 Mahasiswa - Ketepatan dan Bentuk Tes; BP : BP: Kuliah 1. Pencabutan dan 3%
mampu kesesuaian dalam Kuis, Review Kuliah 2x 4x 60’ Perubahan
menjelaskan mengemukakan pertemuan ( Lisan, Gugatan;
tentang argumentasi tertulis) 2x 4x 50’ MP:
Pencabutan dan tentang Metode - Tatap Maya
tata cara pencabutan dan Kriteria Penilaian: Perkuliahan: - Interactive Learning 2. Putusan Verstek
Perubahan perubahan gugatan 3= menjawab soal  Tatap dan Putusan
Gugatan serta dengan, tepat sesuai Muka Belajar Mandiri: Gugur.
xix
Putusan Verstek (syarat dan substansi dan  Interactive 2x4x 60’
dan Putusan prosedur) menyeluruh, Learning  Mahasiswa
Gugur dan - Ketuntasan dan 2= menjawab soal mengunduh bahan Pustaka:
kejelasan cukup tepat tapi tidak materi, bahan ajar 1. PU-1 (Buku Ajar
menafsirkan menyeluruh, pada Aplikasi Hukum Acara
putusan verstek da 1= menjawab soal SIKOLA Unhas, alur Perdata), Hal.
putusan gugur tetapi kurang tepat. pembelajaran 11, Hal.29.
Pertemuan 9. 2. PU-3 (Abdulkadir
Muhammad),
Penugasan Terstruktur Hal. 37, Hal. 85.
(PT): 3. PU-4 (M Yahya
2x4x 60” Harahap),
 Pada tugas ini Hal.29, Hal.81-
mahasiwa atau 107, Hal.442-
peserta mata 480.
kuliah diharapkan 4. PU-7 (Sudikno
dapat membuat Mertokusumo),
surat pencabutan Hal.80-86.
gugatan dan 5. PP-5 (Efa LAela
perubahan Fakhriah), Hal.
gugatan , serta 159.
membuat resume 6. PP-7
tentang putusan (R.Soeroso,1994)
gugur dan putusan , Hal 37.
verstek. 7. PP-9
 Tugas ini akan (R.Soepomo),
dikerjakan secara Hal.37, Hal.48.
mandiri oleh
masing-masing
xx
peserta mata
kuliah dan akan
dibahs pada
pertemuan di kelas
ataupun via daring.
10 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: BP : BP: Kuliah Tahap-Tahap 2%
mengemukaka menguraikan alur Kuis, Review Kuliah 2x 4x 60’ Pemeriksaan
n dan (frame work) Pertemuan ( Lisan 2x 4x 50’ Perkara.
menetapkan tahapan atau tertulis) MP:
alur Tahap- pemeriksaan Metode - Tatap Maya
Tahap Perkara. Perkuliahan: - Interactive Learning
Pemeriksaan - Kemampuan dalam  Tatap
Perkara mengemukakan Muka Belajar Mandiri: Pustaka:
tahapan-tahapan Kriteria penilaian:  Interactive 2x4x 60’ 1. PU-4 (M Yahya
dalam pemeriksaan 2= menjawab soal Learning  Mahasiswa Harahap),
perkara dengan, tepat sesuai (Case mengunduh bahan Hal.265-281.
substansi dan Study, materi, bahan ajar 2. PU-5 (Retno
menyeluruh, Problem pada Aplikasi Wulan Sutantio
1,5= menjawab soal analysed) SIKOLA Unhas, alur & Iskandar O),
cukup tepat tapi tidak pembelajaran Hal.95-96.
menyeluruh, Pertemuan 10. 3. PU-7 (Sudikno
1= menjawab soal Mertokusumo),
tetapi kurang tepat. Penugasan Terstruktur Hal.77-79,
(PT) Hal.102-104.
 Pada tugas 4. PP-2 (Bambang
ini mahasiswa Sugeng A.S &
peserta mata Sujayadi),
kuliah diminta Hal.45-53.
untuk membuat
xxi
resume tentang 5. PP-4 (Djamanat
tahapan- Samosir),
tahapan Hal.157-158.
pemeriksaan
pada
persidangan
perdata.
Setelah itu
mahasiswa
peserta mata
kuliah
membuat akta
perdamaian
dalam proses
perkara
perdata. Tugas
ini dikerjakan
secara
berkelompok
dimana 1 (satu)
kelompok
terdiri dari 4
(empat) orang.
Tugas akan
dibahas pada
pertemuan di
kelas atau
secara daring

xxii
11 Mahasiswa dapat - Ketepatan dalam Bentuk Tes: BP : BP: Kuliah Gugatan Konvensi 2%
memahami dan menguraikan alur Kuis, Review Kuliah 2x 4x 60’ dan Gugatan
menjelaskan (frame work): Pertemuan ( Lisan 2x 4x 50’ Rekonvensi
Gugatan Konvensi - Gugatan konvensi atau tertulis) MP:
dan Gugatan - Gugatan - Tatap Maya Pustaka:
Rekonvensi rekonvensi; Metode - Interactive Learning 1. PU-4 (M Yahya
Perkuliahan: Harahap),
 Tatap Belajar Mandiri: Hal.537-565.
Kriteria penilaian: Muka 2x4x 60’ 2. PU-7 (Sudikno
2= menjawab soal  Interactive Mahasiswa Mertokusumo),
dengan, tepat sesuai Learning mengunduh bahan Hal. Hal.98-102.
substansi dan (Case materi, bahan ajar 3. PP-2 (Bambang
menyeluruh, Study, pada Aplikasi SIKOLA Sugeng A.S &
1,5= menjawab soal Problem Unhas, alur Sujayadi),,
cukup tepat tapi tidak analysed) pembelajaran Hal.57-61.
menyeluruh, Pertemuan 11.
1= menjawab soal
tetapi kurang tepat. Penugasan Terstruktur
(PT)
 Mahasiswa
membuat masing-
masing satu surat
gugatan konvensi
dan surat gugatan
rekonvensi dengan
memperhatikan
teori-teori baik
secara umum
maupun secara
xxiii
khusus tentang
surat gugatan.
Memperhatikan
unsur identitas
para pihak, posita,
dan petitum dalam
surat gugatan
tersebut. Tugas ini
merupakan tugas
perorangan, yang
kemudian akan
dibahas bersama di
dalam kelas.
12 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: BP : BP: Kuliah Penyitaan, Tata Cara 2%
mampu mengemukakan Kuis, Review Kuliah 2x 4x 60’ Penyitaan, Jenis-
mengemukaka pengertian Pertemuan ( Lisan 2x 4x 50’ jenis Penyitaan;
n pengertian penyitaan. atau tertulis) Barang atau benda
penyitaan, - Ketepatan dan Metode MP: yang dapat disita
tahapan / kesesuaian dalam Perkuliahan: - Tatap Maya dan Konsekuensi
prosedur membedakan dan  Tatap - Interactive juridisnya
penyitaan, mengklasifikasikan Muka Learning
jenis-jenis jenis-jenis  Interact
penyitaan, penyitaan, Kriteria penilaian: ive Belajar Mandiri: Pustaka:
barang atau - Ketepatan dalam 2= menjawab soal Learnin 2x4x 60’ 1. PU-4 (M Yahya
benda yang menerangkan dengan, tepat sesuai g (Case  Mahasiswa Harahap),
dapat di barang (benda) substansi dan Study, mengunduh bahan Hal.337-441.
sitadan akibat yang dapat disita menyeluruh, Proble materi, bahan ajar 2. PU-5 (Retno
hukum - Ketepatan dan m pada Aplikasi Wulan Sutantio
kejelasan dalam SIKOLA Unhas, alur
xxiv
(konsekuensi memberikan 1,5= menjawab soal analyse pembelajaran & Iskandar O),
juridisnya). argumentasi cukup tepat tapi tidak d) Pertemuan 12. Hal.97-108.
tentang menyeluruh, 3. PU-7 (Sudikno
konsekuensi juridis 1= menjawab soal Penugasan Terstruktur Mertokusumo),
terjadinya tetapi kurang tepat. (PT) Hal.67-76.
penyitaan.  Mahasiswa mencari 4. PP-2 (Bambang
satu surat gugatan Sugeng A.S &
yang di dalamnya Sujayadi),
terdapat suatu Hal.77-82.
permohonan 5. PP-4 (Djamanat
penyitaan. Samosir),
1.Menganalisis Hal.126-142.
permohonan sita
(beslag) tersbut
berdasarkan teori
yang ada tentang
sita. 2.Menjelaskan
macam sita yang
diajukan dalam
surat gugatan
tersebut dan
berikan
pendapat/penilaian
apa sesuai atau
tidak dengan teori
yang ada. Tugas ini
merupakan tugas
perorangan yang
kemudian akan
xxv
dibahas bersama di
dalam kelas.
13 Mahasiswa - ketepatan, Bentuk Tes: BP : BP: Jawaban: Eksepsi, 2%
mampu kejelasan dan Kuis, Review Kuliah Kuliah Sangkalan, Replik,
menyusun kesesuaian dalam Pertemuan (Lisan atau 2x 4x 50’ 2x 4x 50’ dan Duplik;
dan penyusunan tertulis).
mencontohka jawaban gugatan, Metode MP:
n bagaimana ekspesi, replik, dan Perkuliahan: -Tatap Maya
Jawaban duplik.  Tatap -Interactive Learning Pustaka:
berupa Muka 1. PU-1 (Buku Ajar
Eksepsi,  Interact Belajar Mandiri: Hukum Acara
Sangkalan Kriteria penilaian: ive 2x4x 50’ Perdata), Hal.
Replik, dan 2= menjawab soal Learnin Mahasiswa 11, Hal.29.
Duplik. dengan, tepat sesuai g mengunduh bahan 2. PU-3 (Abdulkadir
substansi dan materi, bahan ajar Muhammad),
menyeluruh, pada Aplikasi Hal. 37, Hal. 85.
1,5= menjawab soal SIKOLA Unhas, alur 3. PU-4 (M Yahya
cukup tepat tapi tidak pembelajaran Harahap),
menyeluruh, Pertemuan 13. Hal.481-536.
1= menjawab soal 4. PU-7 (Sudikno
tetapi kurang tepat. Penugasan Terstruktur Mertokusumo),
(PT) Hal.95-97,
 Mahasiswa Hal.102-104.
diharapkan 5. PP-5 (Efa Laela
membuat jawaban Fakhriah), Hal.
yang langsung 159.
menggabungkan 6. PP-7 (R.Soeroso),
eksepsi dan Hal.41.
sangkalan. Tugas ini
xxvi
dapat didiskusikan 7. PP-9
bersama dengan (R.Soepomo),
peserta kuliah yang Hal 37, Hal. 48.
lain dengan catatan
bahwa peserta
kuliah telah
menyelesaikan
tugasnya secara
mandiri.
14 - 15 - Mampu - Ketepatan dan Bentuk Tes: BP : BP: Kuliah Pembuktian Bagian I 3%
menjelaskan kesesuaian dalam Kuis, Review Kuliah 2x 4x 50’ a. Yang Harus
tahapan mengemukakan Pertemuan (Lisan atau 2x 4x 50’ Diketahui Hakim;
pembuktian, makna prinsip tertulis) MP: b. Yang
tata cara hukum pembuktian Metode Tatap Maya dimaksudkan
pengajuan alat perkara perdata: Perkuliahan: dengan
bukti dan - Hukum Pembuktian  Tatap Belajar Mandiri: membuktikan
prinsip hukum Positif; Muka 2x4x 60’ c. Tujuan
dalam - Apa yang Harus  Interact  Mahasiswa Pembuktian
pembuktian Dibuktikan; Kriteria penilaian: ive membaca bahan d. Hukum
perkara - Siapa yang Harus 3= menjawab soal Learnin bacaan yang diberi Pembuktian
perdata: Membuktikan dengan, tepat sesuai g dan dapat diunduh Positif;
mengenai alat - Penilaian substansi dan pada alur e. Apa yang Harus
bukti, beban Pembuktian; menyeluruh, pembelajaran Dibuktikan;
pembuktian - Beban Alat Bukti; 2= menjawab soal SIKOLA Pertemuan f. Siapa yang Harus
dan nilai - Kemampuan dalam cukup tepat tapi tidak 15. Membuktikan
pembuktian. mengkategorikan menyeluruh,
alat bukti dengan 1= menjawab soal Pertemuan ke-15
 Mahasisw beban pembuktian tetapi kurang tepat. Penugasan Terstruktur g. Penilaian
a dapat (PT) Pembuktian
xxvii
memaham dan penilaian  Peserta mata kuliah h. Beban
i pembuktian. diminta untuk Pembuktian
Pembuktia membuat makalah i. Teori Beban
n Bagian I yang menguraikan Pembuktian
 Mahasisw mengenai:
a mampu 1. Hakikat dan
menjelask urgensi
an pembuktian Pustaka:
tahapan 2. Kedudukan 1. PU-2 (Achmad
pembuktia surat dalam Ali, Wiwie
n, tata sistem Heryani), Hal.15-
cara pembuktian 60, Hal.99-116.
pengajuan 3. Sistem 2. PU-3 (Abdulkadir
alat bukti pembuktian Muhammad),
dan terbalik 2012, Hal. 125-
prinsip 4. Sifat dan nilai 158.
hukum dari setiap alat 3. PU-4 (M Yahya
dalam bukti Harahap),
pembuktia Tugas ini dikerjakan Hal.566-627.
n perkara secara mandiri oleh 4. PU-7 (Sudikno
perdata: masing-masing peserta Mertokusumo),
 Yang mata kuliah dan akan Hal.105-118.
Harus dibahas pada 5. PP-2 (Bambang
Diketahui pertemuan di kelas Sugeng A.S &
Hakim ataupun via daring. Sujayadi), hal.
 Membukti 65-76.
kan 6. PP-3 (Darwan
 Apakah Prints), Hal. 176-
Yang 197.
xxviii
Dimaksudk 7. PP-8
an dengan (R.Soepomo),
Membukti Hal. 95-133.
kan?
 Apakah
Tujuan
Daripada
Pembuktia
n
 Hukum
Pembuktia
n Positif;
 Apa yang
Harus
Dibuktikan
;
 Siapa yang
Harus
Membukti
kan
 Penilaian
Pembuktia
n
 Beban Alat
Bukti

16 UJIAN TENGAH SEMSETER 10 %

xxix
17 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: Bentuk BP: Kuliah Pembuktian Bagian 3%
mampu menentukan Kuis, Review Perkuliahan 2x 4x 60’ II (Alat Bukti
mengemukakan konsep pembuktian Pertemuan (Lisan atau (BP): Tertulis)
prinsip dalam perkara tertulis) MP:
pembuktian dan perdata dan Kuliah d. Tatap Maya Pustaka:
alat bukti dalam mengkorelasikan e. Interactive 1. PU-2 (Achmad
perkara perdata dengan keutamaan 2x 4x 50’ learning Ali, Wiwie
(alat bukti alat bukti tertulis. Heryani), Hal.90-
tertulis) Metode 92.
Kriteria penilaian: Perkuliahan: Belajar Mandiri: 2. PU-4 (M Yahya
3= menjawab soal 2x4x 60’ Harahap),
dengan, tepat sesuai  Tatap  Mahasiswa Hal.633-700.
substansi dan Muka membaca bahan 3. PU-5 (Retno
menyeluruh,  Interac bacaan yang diberi Wulan Sutantio
2= menjawab soal tive dan dapat diunduh & Iskandar O),
cukup tepat tapi tidak Learnin pada alur Hal.63-69.
menyeluruh, g pembelajaran 4. PU-7 (Sudikno
1= menjawab soal SIKOLA Pertemuan Mertokusumo),
tetapi kurang tepat. ke 17 Hal.120-134.

Penugasan Terstruktur
(PT)
 Mahasiswa mencari
putusan pengadilan
yang menggunakan
alat bukti tertulis
(akta otentik dan
surat dibawah
tangan) di dalam
xxx
proses
pembuktiannya.
Setelah
mendapatkan
putusan yang
dimaksud, peserta
mata kuliah diminta
untuk membuat
suatu analisa
mengenai
pertimbangan
hukum hakim
dalam memutus
perkara tersebut
berdasarkan alat
bukti tertulis itu.
Tugas ini dikerjakan
secara
berkelompok oleh
peserta mata kuliah
dimana dalam 1
(satu) kelompok
ditentukan terdiri
atas 3 atau 4 orang.
Tugas yang
dikerjakan tersebut
akan dibahas pada
pertemuan dikelas
ataupun via daring.
xxxi
18 Mahasiswa - Ketepatan dan Bentuk Tes: Bentuk BP: Kuliah Pembuktian Bagian 3%
mampu kesesuaian Kuis, Review Perkuliahan 2x 4x 50’ III
menjelaskan mengemukakan Pertemuan ( Lisan (BP): Kuliah a. Pembuktian
tentang prinsip tentang prinsip atau tertulis) 2x 4x 50’ MP: dengan Saksi
hukum pembuktian dengan Tatap Maya b. Persangkaan
pembuktian: kesaksian, Metode c. Pengakuan
a. Pembuktian persangkaan dan Perkuliahan: Belajar Mandiri:
dengan Saksi pengakuan 2x4x 60’
b. Persangkaan berdasarkan  Tatap  Mahasiswa mencari Pustaka:
c. Pengakuan sumber hukum Kriteria penilaian: Muka membaca bahan 1. PU-2 (Achmad
acara perdata dan 3= menjawab soal  Interact bacaan yang diberi Ali, Wiwie
asas-asas hukum dengan, tepat sesuai ive dan dapat diunduh Heryani), Hal.92-
acara perdata substansi dan Learnin pada alur 95.
menyeluruh, g. pembelajaran 2. PU-4 (M Yahya
2= menjawab soal SIKOLA Pertemuan Harahap), Hal.
cukup tepat tapi tidak ke 18 701-831.
menyeluruh, 3. PU-5 (Retno
1= menjawab soal Penugasan Terstruktur Wulan Sutantio
tetapi kurang tepat. (PT) & Iskandar O),
Hal.70-84.
 Mahasiswa diminta 4. PU-7 (Sudikno
untuk mencari Mertokusumo),
putusan pengadilan Hal.135-154.
yang menggunakan
saksi dan
persangkaan atau
pengakuan di dalam
proses
pembuktiannya.
xxxii
Setelah
mendapatkan
putusan yang
dimaksud, peserta
mata kuliah diminta
untuk membuat
suatu analisa
mengenai
pertimbangan
hukum hakim
dalam memutus
perkara tersebut
berdasarkan alat
bukti saksi dan
persangkaan atau
pengakuan.
Tugas ini dikerjakan
secara
berkelompok oleh
peserta mata kuliah
dimana dalam 1
(satu) kelompok
ditentukan terdiri
atas 3 atau 4 orang.
Tugas yang
dikerjakan tersebut
akan dibahas pada
pertemuan dikelas
ataupun via daring.
xxxiii
19 Mahasiswa - Ketepatan dan Bentuk Tes: Bentuk BP: Kuliah Pembuktian Bagian 3%
mampu untuk kesesuaian Kuis, Review Perkuliahan 2x 4x 50’ IV
menjelaskan mengemukakan Pertemuan ( Lisan (BP): 1. Sumpah;
tentang proses, tentang prinsip atau tertulis) Kuliah MP: 2. Pemeriksaan
prinsip hukum pembuktian 2x 4x 50’ Tatap Maya Setempat
pembuktian dengan: (Descente);
dengan sumpah, - Sumpah, Metode Belajar Mandiri: 3. Keterangan
pemeriksaan - acara pemeriksaan Kriteria penilaian: Perkuliahan: 2x4x 60’ Ahli
setempat setempat 3= menjawab soal  Mahasiswa (Axpertice).
(descente) dan (descente) dan dengan, tepat sesuai  Tatap Muka membaca bahan
keterangan ahli - keterangan ahli substansi dan  Interactive bacaan yang diberi
(axpertice) menyeluruh, Learning dan dapat diunduh Pustaka:
2= menjawab soal (Small pada alur 4. PU-2
cukup tepat tapi tidak Group pembelajaran (Achmad Ali,
menyeluruh, Discussion/ SIKOLA Pertemuan Wiwie
1= menjawab soal Contextual 19. Heryani),
tetapi kurang tepat. Learning) Hal.96-98.
5. PU-3
Penugasan Terstruktur (Abdulkadir
(PT) Muhammad)
2x4x60 , Hal. 137-
 Mahasiswa mencari 143.
satu yurisprudensi 6. PU-4 (M
yang telah Yahya
memutus perkara Harahap),
berdasarkan Hal. 832-887.
sumpah pemutus, 7. PU-6 (Riduan
sumpah pelengkap, Syahrani),
Hal. 90-124.
xxxiv
dan sumpah 8. PU-7
penaksiran. (Sudikno
Tugas ini dapat Mertokusum
didiskusikan o), Hal.155-
bersama dengan 164.
peserta kuliah yang
lain dengan catatan
bahwa peserta
kuliah telah
menyelesaikan
tugasnya secara
mandiri. Tugas ini
juga dapat dibahas
pada pertemuan di
dalam kelas.

20 Mahasiswa - Kejelasan makna Bentuk Tes: Bentuk BP: Kuliah Putusan 3%


mampu putusan hakim Kuis, Review Perkuliahan 2x 4x 50’ a. Definisi Putusan
menjelaskan - Ketepatan dalam Pertemuan ( Lisan (BP): b. Kekuatan
pengertian mengemukakan atau tertulis) Kuliah MP: Putusan:
putusan dan dan menunjukkan 2x 4x 50’ Tatap Maya 1. Kekuatan
kekuatan dari kekuatan suatu Mengikat
putusan hakim putusan hakim Metode Belajar Mandiri: 2. Kekuatan
dalam perkara yakni, kekuatan Kriteria penilaian: Perkuliahan: 2x4x 60’ Pembuktian
perdata. mengikat, kekuatan 3= menjawab soal  Mahasiswa 3. Kekuatan
pembuktian dan dengan, tepat sesuai  Tatap Muka membaca bahan Eksekutorial
kekuatan substansi dan  Interactive bacaan yang diberi
eksekutorial. menyeluruh, Learning dan dapat diunduh Pustaka:
(Small pada alur
xxxv
2= menjawab soal Group pembelajaran 1. PU-3 (Abdulkadir
cukup tepat tapi tidak Discussion/ SIKOLA Pertemuan Muhammad),
menyeluruh, Contextual ke 20. Hal. 157-163.
1= menjawab soal Learning) 2. PU-4 (M Yahya
tetapi kurang tepat. Penugasan Terstruktur Harahap), Hal.
(PT) 888-897.
 Pada tugas I, 3. PU-7 (Sudikno
peserta kuliah Mertokusumo),
diminta untuk Hal 174-183.
mencari satu (1)
putusan kasus
perdata.
Kemudian
peserta kuliah
menganalisis
jenis kekuatan
apa yang
terdapat dalam
putusan kasus
tersebut. Tugas
ini dikerjakan
secara mandiri
oleh masing-
masing peserta
dan akan
dibahas pada
pertemuan
dikelas maupun
via daring.
xxxvi
 Pada tugas II,
peserta kuliah
diminta untuk
mencari satu (1)
putusan kasus
berupa putusan
Condemnatoir .
Kemudian
peserta kuliah
menganalisis
putusan kasus
yang telah
didapatkannya
tersebut. Tugas
ini dikerjakan
secara mandiri
oleh masing-
masing peserta
dan akan
dibahas pada
pertemuan
dikelas maupun
via daring.

21 Mahasiswa - Kemampuan Bentuk Tes: Bentuk BP: Kuliah c. Susunan dan Isi 3%
mampu mahasiswa dalam Kuis, Review Perkuliahan 2x 4x 50’ Putusan
mengemukakan mengemukakan Pertemuan ( Lisan (BP): 1. Kepala Putusan;
tentang anatomi anatomi putusan atau tertulis) MP: 2. Identitas Para
putusan, unsur- hakim Kuliah Tatap Maya Pihak;
xxxvii
unsur pembentuk - Kemampuan dalam 3. Pertimbangan;
putusan hakim menganalogikan 2x 4x 50’ Belajar Mandiri: 4. Amar
dan jenis-jenis unsur-unsur Kriteria penilaian: 2x4x 60’
putusan dalam pembentuk putusan 3= menjawab soal Metode  Mahasiswa d. Jenis-Jenis
perkara perdata hakim. dengan, tepat sesuai Perkuliahan: membaca bahan Putusan
- Ketepatan dalam substansi dan bacaan yang diberi
membedakan jenis- menyeluruh,  Tatap dan dapat diunduh
jenis putusan hakim 2= menjawab soal Muka pada alur Pustaka:
dalam perkara cukup tepat tapi tidak  Interact pembelajaran 1. PU-4 (M Yahya
perdata menyeluruh, ive SIKOLA Pertemuan Harahap), Hal.
- Kemampuan dalam 1= menjawab soal Learnin ke 21. 898-911.
menganalisis tetapi kurang tepat. g 2. PU-5 (Retno
kesesuaian Penugasan Terstruktur Wulan Sutantio
putusan-putusan (PT) & Iskandar O),
hakim dengan 2x4x 60’ Hal.109-118.
konsep putusan 3. PU-7 (Sudikno
yang telah  Mahasiswa diminta Mertokusumo),
dikuliahkan (sesuai untuk mencari 1 Hal.184-194.
sumber hukum dan contoh putusan 4. PP-2 (Bambang
asas-asas hukum kemudian Sugeng A.S &
acara perdata) membertikan Sujayadi),
keterangan pada Hal.83-88.
putusan tersebut 5. PP-4 (Djamanat
berdasarkan Samosir),
sistematika susunan Hal.269-301.
da nisi yang harus
ada dalam sebuah
putusan dan

xxxviii
menuliskan jenis
putusan yang dikaji.
22 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: Bentuk P: Kuliah Pelaksanaan 3%
mampu untuk mengemukakan Kuis, Review Perkuliahan 2x 4x 50’ Putusan:
mendefinisikan hakikat putusa Pertemuan ( Lisan (BP): a. Hakekat
Putusan dan hakim dalam atau tertulis) MP: Pelaksanaan
pelaksanaannya, perkara perdata. Kuliah Tatap Maya Putusan;
Hakekat - Kejelasan dalam b. Jenis-jenis
Pelaksanaan menguraikan 2x 4x 50’ Belajar Mandiri: Pelaksanaan
Putusan, Jenis- hakikat Kriteria penilaian: 2x4x 60’ Putusan;
jenis Pelaksanaan pelaksanaan 3= menjawab soal Metode  Mahasiswa c. Syarat-syarat dan
Putusan, Syarat- putusan. dengan, tepat sesuai Perkuliahan: membaca bahan Pelaksanaan
syarat dan - Ketepatan dalam substansi dan bacaan yang diberi Eksekusi;
Pelaksanaan menguraikan menyeluruh,  Tatap dan dapat diunduh d. Hambatan-
Eksekusi serta syarat-syarat 2= menjawab soal Muka; pada alur hambatan dalam
Hambatan- pelaksanaan cukup tepat tapi tidak  Interact pembelajaran Eksekusi
hambatan dalam putusan. menyeluruh, ive SIKOLA Pertemuan
Eksekusi - Ketepatan dalam 1= menjawab soal Learnin 25
membedakan tetapi kurang tepat. g
jenis-jenis
pelaksanaan Penugasan Terstruktur PUSTAKA:
putusan. (PT): 1. PU-3 (Abdulkadir
- Ketepatan dalam Pada tugas ini, Muhammad),
mengkorelasikan peserta mata kuliah Hal.160-180,
prinsip hukum diminta untuk Hal.214-234.
pelaksanaan mencari 1 (satu) 2. PU-5 (Retno
putusan dengan kasus yang di Wulan Sutantio
hambatan yang dalamnya terdapat & Iskandar O),
menjadi masalah pelaksanaan eksekusi. Hal.119-141.
xxxix
hukum di Uraikanlah kronologis 3. PU-6 (Riduan
masyarakat dalam kasus tersebut SYahrani),
pelaksanaan kemudian analisis Hal.125-178.
putusan kategori pelaksanaan 4. PU-7 (Sudikno
(ekseskusi putusan apa, Mertokusumo),
putusan) bagaimana Hal. 209-220.
- Ketepatan pelaksanaan 5. PU-8 (Subekti),
menentukan faktor- eksekusinya, dan hal- Hal.124-129.
faktor yang menjadi hal apa yang menjadi 6. PP-6 (M Yahya
hambatan eksekusi hambatan atau Harahap, 2008),
putusan kendala dalam BAB 14.
pengadilan. melakukan eksekusi.
Dalam konteks ini,
peserta mata kuliah
diminta untuk
menunjukkan
pemahaman dari
materi yang telah
dijelaskan di atas.
Tugas ini dikerjakan
secara berkelompok
oleh peserta mata
kuliah dimana dalam
1 (satu) kelompok
ditentukan terdiri
atas 5 orang. Tugas
yang dikerjakan
tersebut akan dibahas
pada pertemuan
xl
dikelas ataupun via
daring.

23 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: Bentuk BP: Kuliah e. Apa Saja yang 3%
mampu untuk mengemukakan Kuis, Review Perkuliahan 2x 4x 50’ Dapat
mengemukakan prinsip pelaksanaan Pertemuan ( Lisan (BP): Dilaksanakan?
Pelaksanaan putusan. atau tertulis) Kuliah MP: f. Apa Saja yang
putusan dan - Kejelasan dalam 2x 4x 50’ Tatap Maya Dapat Disita
tindakan hukum menjabarkan hasil g. Perlawanan
yang berkaitan penelusuran studi Metode Belajar Mandiri: Terhadap Sita
dengan kasus, menjadi Kriteria penilaian: 3= Perkuliahan: 2x4x 60’ Eksekutorial
pelaksanaan permasalahan menjawab soal  Mahasiswa h. Penyanderaan
putusan tersebut hukum terkait dengan, tepat sesuai  Tatap membaca bahan i. Penjualan
serta mampu pelaksanaan substansi dan Muka; bacaan yang diberi
memberikan putusan pengadilan menyeluruh, Interactive dan dapat diunduh Pustaka:
solusi hukum atas dalam perkara 2= menjawab soal Learning pada alur 1. PU-5 (Retno
hambatan perdata. cukup tepat tapi tidak pembelajaran Wulan Sutantio
pelaksanaan menyeluruh, SIKOLA Pertemuan & Iskandar O),
kasus putusan 1= menjawab soal 25. Hal.174-192.
pengadilan tetapi kurang tepat. 2. PU-7 (Sudikno
Penugasan Terstruktur Mertokusumo),
(PT): Hal.219-224.
Pada tugas ini, peserta 3. PP-6 (M Yahya
mata kuliah diminta Harahap, 2008),
untuk mencari 1 BAB 8.
contoh pelaksanaan
putusan sita
eksekutorial. Setelah
xli
mendapatkan putusan
yang dimaksud,
peserta mata kuliah
diminta untuk
membuat suatu analisa
mengenai mekanisme
pelaksanaan sita dan
bentuk perlawanan
yang dapat dilakukan
terhadap sita tersebut.
Dalam konteks ini,
peserta mata kuliah
diminta untuk
menunjukkan:
1. Ketepatan
dalam mengemukakan
prinsip pelaksanan
putusan.
2. Kejelasan dalam
menjabarkan hasil
penelusuran
pelaksanaan putusan
terkait sita
eksekutorial.
Tugas ini dikerjakan
secara berkelompok
oleh peserta mata
kuliah dimana dalam 1
(satu) kelompok
xlii
ditentukan terdiri atas
4 orang. Tugas yang
dikerjakan tersebut
akan dibahas pada
pertemuan dikelas
ataupun via daring
24-25 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: Bentuk P: Kuliah Upaya Hukum 3%
mampu menjelaskan Kuis, Review Perkuliahan 4x 4x 50’ Terhadap putusan
menginterpretasik tentang upaya Pertemuan ( Lisan (BP): MP: 1. Perlawanan
an “upaya hukum terhadap atau tertulis) Kuliah Tatap Maya (verzet)
hukum” dan putusan; 4x 4x 50’ 2. Banding
mampu - Kejelasan dan Belajar Mandiri: 3. Prorogari
menjelaskan kesesuaian dalam Metode 4x4x 60’ 4. Kasasi
tentang upaya menentukan Kriteria penilaian: Perkuliahan:  Mahasiswa
hukum terhadap penggunaan bentuk 3= menjawab soal membaca bahan Lanjutan Upaya
putusan upaya hukum/ dengan, tepat sesuai  Tatap bacaan yang diberi Hukum terhadap
perlawanan substansi dan Muka dan dapat diunduh putusan
terhadap putusan. menyeluruh,  Interact pada alur 5. Peninjauan
2= menjawab soal ive pembelajaran kembali
cukup tepat tapi tidak learnin SIKOLA Pertemuan 6. Perlawanan
menyeluruh, g 23 danpertemuan Pihak Ketiga
1= menjawab soal 24.
tetapi kurang tepat. Pustaka:
Penugasan Terstruktur 1. PU-5 (Retno
(PT): Wulan Sutantio
 Pada tugas I, & Iskandar O),
peserta kuliah Hal.142-173.
diminta untuk
mencari satu (1)
xliii
putusan kasus 2. PU-7 (Sudikno
berupa putusan Mertokusumo),
perlawanan Hal.195-208.
(Verzet). 3. PP-2 (Bambang
Kemudian Sugeng A.S &
peserta kuliah Sujayadi),
menganalisis Hal.89.
masing-masing 4. PP-4 (Djamanat
mengenai Samosir),
putusan- Hal.302-324.
putusan kasus
yang telah
didapatkannya
tersebut. Tugas
ini dikerjakan
secara mandiri
oleh masing-
masing peserta
dan akan
dibahas pada
pertemuan
dikelas maupun
via daring
 Pada tugas II,
peserta kuliah
diminta untuk
menganalisis
putusan
peninjauan
xliv
kembali pada
kasus posisi
sebagaimana
telah diuraikan
pada
penjelasan di
atas. Tugas ini
dikerjakan
secara mandiri
oleh masing-
masing peserta
dan akan
dibahas pada
pertemuan
dikelas maupun
via daring

26 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: Bentuk BP: Kuliah Surat Kuasa 3%
mampu untuk mengemukakan Kuis, Review Perkuliahan 2x 4x 50’ 1. Pengertian Surat
mengemukakan pengertian, sifat Pertemuan ( Lisan (BP): Kuasa secara
tentang dan karakterisktik atau tertulis) Kuliah MP: Umum
pengertian surat surat kuasa, 2x 4x 50’ Tatap Maya 2. Sifat Perjanjian
kuasa , sifat dan - Ketepatan dan Kuasa:
karakteristik surat kesesuaian dalam Metode Belajar Mandiri: a. Penerima
kuasa, jenis-jenis membedakan jenis- Kriteria penilaian: Perkuliahan: 2x4x 60’ Kuasa
surat kuasa, jenis surat kuasa, 3= menjawab soal  Mahasiswa sebagai
syarat-syarat - Ketepatan dan dengan, tepat sesuai  Tatap membaca bahan Wakil
pemberian kuasa, kesesuaian dalam substansi dan Muka bacaan yang diberi Pemberi
hak dan mengemukakan menyeluruh, dan dapat diunduh Kuasa
xlv
kewajiban syarat-syarat 2= menjawab soal Interactive pada alur b. Pemberian
pemberi, pemberian kuasa, cukup tepat tapi tidak Learning pembelajaran Kuasa
penerima kuasa - Ketepatan dan menyeluruh, SIKOLA Pertemuan Bersifat
serta berakhirnya kesesuaian dalam 1= menjawab soal ke 22. Konsensual
kuasa mengemukakan hak tetapi kurang tepat. c. Berkarakter
dan kewajiban Penugasan Terstruktur Garansi-
pihak dalam surat (PT) Kontrak
kuasa. 2x4x 60’ 3. Berakhirnya
- Ketepatan dan Kuasa
kesesuaian dalam Mahasiswa diminta a. Pemberi
mengemukakan untuk membuat Kuasa
bentuk kuasa rekonstruksi menarik
menurut hukum pemberian kuasa secara
(undang-undang), berdasarkan salah satu sepihak
kuasa-kuasa di jenis jenis surat kuasa b. Salah satu
depan sidang yang telah dibahas, pihak
pengadilan. kemudian membuat meninggal
- Ketepatan dalam surat kuasa. c. Penerima
mengemukakan Kuasa
dasar hukum dan melepas
argumentasi kuasa
tentang 4. Kesepakatan
berakhirnya Kuasa Mutlak
pemberian kuasa. 5. Jenis-jenis
Kuasa:
a. Kuasa Umum
b. Kuasa
Khusus

xlvi
c. Kuasa
Istimewa
d. Kuasa
Perantara
6. Kuasa Menurut
Hukum
(Pemberian
Kuasa tanpa
surat kuasa)
a. Orang tua
terhadap
anak yang
belum
dewasa
b. Wali
terhadap
anak di
bawah
perwalian
c. Kurator atas
kurandus
d. BHP sebagai
Kurator
Kepailitan
e. Direksi atau
Pengurus
Badan
Hukum

xlvii
f. Direksi
Perusahaan
Perseroan
g. Pimpinan
Perwakilan
Perusahaan
Asing
h. Pimpinan
Cabang
Perusahaan
Domestik
7. Bentuk Kuasa di
Depan
Pengadilan
a. Kuasa secara
lisan
b. Kuasa yang
ditunjuk
dalam surat
gugatan
c. Surat Kuasa
Khusus:
1). Syarat
dan
Formulasi
Surat kuasa
Khusus

xlviii
2). Bentuk
Formil Surat
kuasa Khusus

Pustaka:
1. PU-4 (M Yahya
Harahap), Hal. 1-
28.
2. PU-3 (Abdulkadir
Muhammad),
Hal. 78-88.
3. PU-5 (Retno
Wulan Sutantio
& Iskandar O),
Hal.210-224.
4. PU-6 (Riduan
SYahrani), Hal.
207-213.
5. HIR dan Rbg.
27 Mahasiswa - Ketepatan dan Bentuk Tes: Bentuk Bentuk Perkuliahan Praktik Pembuatan 3%
mampu kejelasan gugatan Kuis, Review Perkuliahan (BP): Gugatan dan
mempraktikkan yang dibuat dan Pertemuan ( Lisan (BP): Praktek Peradilan Pemeriksaan
Pembuatan memenuhi anatomi atau tertulis) Praktek 2x 170’ (menit) Perkara dengan
Gugatan dan gugatan, unsur- Peradilan Barang Sitaan dan
Pemeriksaan unsur gugata dan 2x 170’ juga Gugatan
Perkara dengan substansi yang jelas (menit) Konvensi dan
Barang Sitaan dan terkait isi gugatan. Kriteria penilaian: Rekonvensi di
juga Gugatan - Ketepatan dalam 3= menjawab soal Laboratorium Moot
Konvensi dan mensimulasikan dengan, tepat sesuai Court
xlix
Rekonvensi di pemeriksaan substansi dan
Laboratorium perkara. menyeluruh, Pustaka:
Moot Court - Ketepatan dalam 2= menjawab soal 1. PU-3 (Abdulkadir
penyusunan dan cukup tepat tapi tidak Muhammad),
simulasi pemasukan menyeluruh, Hal.37-40,
gugatan konvensi 1= menjawab soal Hal.60-62,
dan rekonvesi tetapi kurang tepat. Hal.112-106.
2. PU-4 (M Yahya
Harahap),
Hal.29-30,
Hal.48-53,
Hal.146-160,
Hal.185-189,
Hal.337-441,
Hal.537-565,
3. PU-5 (Retno
Wulan Sutantio
& Iskandar O),
Hal.10, Hal.15-
17, Hal.50-57,
Hal.97-108,
Hal.227.
4. PU-7 (Sudikno
Mertokusumo),
Hal.38-52,
Hal.59-62,
Hal.67-76,
Hal.77-82,
Hal.98-102.
l
5. PP-2 (Bambang
Sugeng A.S &
Sujayadi),
Hal.23-30,
Hal.57-61,
Hal.77-82.
6. PP-4 (Djamanat
Samosir), Hal.41-
118, Hal.126-
142, Hal.155-
156.
28 Mahasiswa - Ketepatan dalam Bentuk Tes: Bentuk Bentuk Perkuliahan Praktik Jawaban, 3%
mampu menyusun dan Kuis, Review Perkuliahan (BP): Eksepsi, Bantahan,
mempraktikkan membuat jawaban Pertemuan (Lisan atau (BP): Praktek Peradilan Replik, Duplik di
Jawaban, Eksepsi, Eksepsi, Replik, tertulis) Praktek 2x 170’ (menit) Laboratorium Moot
Bantahan, Replik, Duplik atas Peradilan Court
Duplik di gugatan. 2x170’ menit
Laboratorium - Ketepatan dan Kriteria penilaian: Pustaka:
Moot Court kejelasan dalam 3= menjawab soal 1. PU-1 (Bahan Ajar
mensimulasikan dengan, tepat sesuai Hukum Acara
tahap peradilan substansi dan Perdata), Hal.
tersebut. menyeluruh, 11, Hal.29.
2= menjawab soal 2. PU-3 (Abdulkadir
cukup tepat tapi tidak Muhammad),
menyeluruh, Hal. 37, Hal. 85,
1= menjawab soal Hal.108-112.
tetapi kurang tepat. 3. PU-4 (M Yahya
Harahap),
Hal.481-536.
li
4. PU-5 (Retno
Wulan Sutantio
& Iskandar O),
Hal.229-230.
5. PU-7 (Sudikno
Mertokusumo),
, Hal.95-97,
Hal.102-104.
6. PP-5 (Efa Laela
Fakhriah), Hal.
159.
7. PP-7 (R.Soeroso),
Hal.41.
8. PP-9
(R.Soepomo),
Hal 37, Hal. 48.
29 Mahasiswa - Ketepatan dan Bentuk Tes: Bentuk Bentuk Perkuliahan Praktik Pembuktian 3%
mampu kejelasan dalam Kuis, Review Perkuliahan (BP): Bagian I dan II di
mempraktikkan mensimulasikan Pertemuan ( Lisan (BP): Laboratorium Moot
tahapan beracara tahapan beracara atau tertulis) Praktek Peradilan Court
pada tahap “pembuktian” Praktek 2x 170’ (menit)
Pembuktian bagian I dan II. Peradilan Pustaka:
Bagian I dan II di Kriteria penilaian: 2 x 170’ 1. PU-2 (Achmad
Laboratorium 3= menjawab soal (menit) Ali, Wiwie
Moot Court dengan, tepat sesuai Heryani), Hal.15-
substansi dan 60, Hal.90-92,
menyeluruh, Hal.99-116.
2. PU-3 (Abdulkadir
Muhammad),
lii
2= menjawab soal 2012, Hal. 125-
cukup tepat tapi tidak 158.
menyeluruh, 3. PU-4 (M Yahya
1= menjawab soal Harahap),
tetapi kurang tepat. Hal.566-627,
Hal.633-700.
4. PU-5 (Retno
Wulan Sutantio
& Iskandar O),
Hal.63-69.
5. PU-7 (Sudikno
Mertokusumo),
Hal. 105-134.
6. PP-2 (Bambang
Sugeng A.S &
Sujayadi), Hal.
65-76.
7. PP-3 (Darwan
Prinst), Hal. 176-
197.
8. PP-8 (R.Soeroso,
2014), Hal. 95-
133.
30 Mahasiswa Ketepatan dan Bentuk Tes: Bentuk Bentuk Perkuliahan Praktik Pembuktian 3%
mampu kejelasan dalam Kuis, Review Perkuliahan (BP): Bagian III dan IV di
mempraktikkan mensimulasikan Pertemuan ( Lisan (BP): Praktek Peradilan Laboratorium Moot
tahapan beracara tahapan beracara atau tertulis) 2 x 170’ (menit) Court
pada tahap “pembuktian” bagian Praktek
Pembuktian III & IV. Kriteria penilaian: Peradilan Pustaka:
liii
Bagian III dan IV di 3= menjawab soal 2 x 170’ 1. PU-2
Laboratorium dengan, tepat sesuai (menit) (Achmad Ali,
Moot Court substansi dan Wiwie
menyeluruh, Heryani),
2= menjawab soal Hal.92-98,
cukup tepat tapi tidak Hal. 117-122,
menyeluruh, 2. PU-3
1= menjawab soal (Abdulkadir
tetapi kurang tepat. Muhammad)
, Hal. 137-
143, Hal.
156-159.
3. PU-4 (M
Yahya
Harahap),
Hal.633-887.
4. PU-5 (Retno
Wulan
Sutantio &
Iskandar O),
Hal.70-94.
5. PU-6 (Riduan
Syahrani),
Hal.120-124.
6. PU-7
(Sudikno
Mertokusum
o), Hal.135-
164.
liv
31 Mahasiswa - Ketepatan dan Bentuk Tes: Bentuk Bentuk Perkuliahan Praktik Putusan di 3%
mampu kejelasan dalam Kuis, Review Perkuliahan (BP): Laboratorium
mempraktikkan menyusun/ Pertemuan ( Lisan (BP): Praktek Peradilan Hukum
tahapan beracara membuat putusan atau tertulis) Praktek 2 x 170’ (menit)
pada tahap sesuai anatomi Peradilan Pustaka:
Praktik Putusan di putusan. 2 x 170’ 1. PU-3 (Abdulkadir
Laboratorium - Kejelasan dalam (menit) Muhammad),
Hukum mensimulasikan Kriteria penilaian: Hal.157-173,
beracara pada 3= menjawab soal Hal.160-180,
tahap putusan dengan, tepat sesuai Hal.214-234.
substansi dan 2. PU-4 (M Yahya
menyeluruh, Harahap),
2= menjawab soal Hal.888-998.
cukup tepat tapi tidak 3. PU-5 (Retno
menyeluruh, Wulan Sutantio
1= menjawab soal & Iskandar O),
tetapi kurang tepat. Hal. 109-141,
Hal.174-192.
4. PU-6 (Riduan
SYahrani), Hal.
125-178.
5. PU-7 (Sudikno
Mertokusumo),
Hal.174-183,
Hal.184-194, Hal.
165-224.
6. PU-8 (Subekti),
Hal.124-129.
lv
7. PP-2 (Bambang
Sugeng A.S &
Sujayadi),
Hal.83-88.
8. PP-4 (Djamanat
Samosir),
Hal.269-301.
9. PP-6 (M Yahya
Harahap, 2008),
BAB 8, BAB 14.

32 Ujian Akhir Semester 20%

lvi
MODUL XX
UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM

Modul ini merupakan modul pertemuan untuk pertemuan ke-XXIV yang


berkaitan erat dengan materi-materi pada pertemuan sebelumnya, terutama
materi mengenai jenis-jenis putusan hakim dalam perkara perdata. Dalam modul
ini, akan dipaparkan mengenai upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh
terhadap putusan hakim. Upaya-upaya tersebut antara lain: Perlawanan
(Verzet), Banding, Prorogari, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Perlawanan Pihak
Ketiga serta Upaya Hukum Terhadap Putusan Eksepsi. Upaya-upaya hukum
tersebut akan dijelaskan secara detail dalam modul ini.
Dalam mempelajari modul ini, peserta kuliah diharapkan membaca tahap
demi tahap terlebih dahulu materi pada pertemuan ke XX-XXII kemudian
membaca keseluruhan tahap-tahap materi dalam modul ini. Untuk keperluan
tersebut, peserta kuliah diharapkan mengikuti langkah-langkah berikut dalam
mempelajari modul ini.
Pada modul ini, peserta kuliah akan menyelesaikan dua kegiatan belajar
yaitu, kegiatan belajar untuk mendalami upaya-upaya hukum yang dapat
ditempuh atas suatu putusan hakim melalui pengadilan dan kesesuaian dalam
menentukan penggunaan bentuk upaya hukum dalam menentukan penggunaan
bentuk upaya hukum terhadap putusan hakim. Untuk mendapakan capaian
pembelajaran yang optimal, peserta kuliah diharapkan mengikuti tahapan berikut
dalam mempelajari modul ini.
a. Bacalah bagian uraian dari setiap kegiatan belajar. Tahapan ini diperlukan
agar peserta kuliah mendapat informasi atau akhir dari setiap tahapan;
b. Setelah itu, peserta kuliah membaca kembali bagian uraian dengan
seksama agar dapat memahami penjelasan dengan baik;
c. Kerjakan latihan sesuai instruksi yang telah disediakan;
d. Bacalah Rangkuman yang disediakan untuk memberikan ringkasan tentang
aspek-aspek penting dari setiap kegiatan belajar. Namun, peserta kuliah juga
diminta untuk membuat rangkuman yang menurut peserta kuliah tersebut
merupakan inti dari kegiatan belajar dalam materi ini;
e. Kerjakan tes formatif yang disediakan untuk mengecek seberapa baik
peserta kuliah mencapai tujuan pembelajaran setiap kegiatan belajar tanpa
melihat rambu-rambu jawaban yang disediakan;

1
f. Bila peserta kuliah telah menjawab tes formatif dengan baik, bandingkanlah
jawaban anda dengan rambu-rambu jawaban yang telah disediakan. Bila nilai
peserta kuliah ternyata telah mencapai tingkat penguasaan sama atau lebih
besar dari 80% setelah dihitung, peserta kuliah dipersilahkan ke kegiatan
belajar berikutnya.

2
KEGIATAN BELAJAR KE-1
UPAYA HUKUM

A. Deskripsi Singkat
Pada kegiatan belajar ke-1 ini, peserta kuliah akan mempelajari
beberapa upaya-upaya hukum terhadap putusan hakim. Upaya
Hukum Terhadap putusan: Perlawanan (verzet), Banding, Proro,
Kasasi.
B. Relevansi
Materi dalam kegiatan belajar ini berkaitan dengan materi-materi
yang telah dipelajari pada modul-modul materi sebelumnya, terutama
berkaitan dengan modul materi jenis-jenis putusan dalam perkara
perdata. Setelah peserta kuliah telah mampu membedakan jenis-jenis
putusan dalam perkara perdata, selanjutnya dibutuhkan tambahan
pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan tentang
bagaimana upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap
berbagai macam jenis putusan hakim. Oleh karena itu, peserta kuliah
diharapkan dapat mempelajari kegiatan belajar ke-1 ini dengan baik
sesuai dengan tahapan yang disiapkan.
C. Capaian Pembelajaran
1. Uraian
Ada berapa macam jenis-jenis putusan? Jelaskan. Penulis
sengaja memulai dengan pertanyaan mengenai jenis-jenis
putusan. Hal tersebut dimaksudkan penulis karena dengan
mengetahui jenis-jenis putusan maka akan timbul pertanyaan
selanjutnya berkaitan dengan bagaimana upaya-upaya yang dapat
ditempuh seseorang berkaitan dengan suatu putusan yang telah
ditetapkan oleh hakim?. Kita telah belajar mengenai macam-
macam putusan pada pertemuan sebelumnya. Namun, untuk
melakukan penyegaran materi, kita akan membahas sedikit
mengenai jenis-jenis putusan tersebut lalu kemudian kita akan
masuk pokok materi pada kegiatan belajar I ini, mengenai upaya
hukum terhadap suatu putusan.

3
Pada modul mengenai putusan dan jenis-jenis putusan,
peserta kuliah telah mengetahui perbedaan dari maksa kata
putusan dan makna kata penetapan. Putusan yaitu keputusan
pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu
sengketa atau perselisihan, dalam arti putusan merupakan produk
pengadilan dalam perkara-perkara contentiosa, yaitu produk
pengadilan yang sesungguhnya. Penggunaan istilah jurisdiction
contentiosa, adalah karena adanya 2 (dua) pihak yang berlawanan
dalam perkara (penggugat dan tergugat). Adapun yang dimaksud
dengan penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara
permohonan (volunter), misalnya penetapan dalam perkara
dispensasi nikah, izin nikah, wali adhal, poligami, perwalian, itsbat
nikah, dan sebagainya. Penetapan merupakan jurisdiction
valuntaria (bukan peradilan yang sesungguhnya). Karena pada
penetapan hanya ada permohon tidak ada lawan hukum. Dalam
penetapan, hakim tidak menggunakan kata “mengadili”, namun
cukup dengan menggunakan kata”menetapkan”. Jenis-jenis
putusan hakim dapat terbagi dalam beberapa kategori yang
berbeda-beda. Silahkan peserta kuliah membaca kembali modul
mengenai juenis0jenis putusan yang telah dikuliahkan.
Mengacu pada jenis-jenis putusan tersebut sebagaimana
telah peserta kuliah pelajari, maka hukum juga mengatur agar
keadilan berjalan seimbang bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pihak-pihak yang merasa dirugikan atas suatu putusan yang
dibacakan oleh hakim dimuka pengadilan, dapat melakukan
perlawanan terhadapnya. Perlawanan tersebut merupakan
kategori upaya hukum. Upaya hukum merupakan upaya yang
diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan
hukum untuk hal tertentu guna melawan putusan hakim sebagai
tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim
yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, dianggap
tidak memenuhi rasa keadilan. Hal ini dikarenakan hakim juga

4
seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhalifan,
sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.
Tujuan utama dalam suatu proses di muka pengadilan yaitu untuk
memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan
tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan oleh hakim belum tentu
dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak
lepas dari kekeliruan dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat
memihak. Agar kekeliruan dan kekhilafan itu dapat diperbaiki, maka
putusan hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, demi
tegaknya kebenaran dan keadilan.
Cara yang tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan
keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya hukum. Jadi,
upaya hukum merupakan upaya atau alat untuk mencegah atau
memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. Upaya hukum perlu
dibedakan dari dasar hukum. Kalau mengenai dasar hukum itu
hakim secara ex officio wajib menambahkannya (Psl. 178 ayat 1
HIR, Psl. 189 ayat 1 RBg), maka dalam hal upaya hukum pihak
yang bersangkutanlah yang tegas-tegas harus mengajukannya.
Sifat dan berlakunya upaya hukum itu berbeda, tergantung
apakah merupakan upaya hukum biasa atau upaya hukum
istimewa. Upaya hukum biasa pada azasnya terbuka untuk setiap
putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-
undang. Wewenang untuk menggunakannya hapus dengan
menerima putusan. Upaya hukum biasa bersifat menghentikan
pelaksanaan putusan untuk sementara. Upaya hukum biasa ialah:
perlawanan (verzet), banding dan kasasi.
Dengan memperoleh kekuatan hukum yang pasti suatu
putusan tidak dapat diubah. Suatu putusan memperoleh kekuatan
hukum yang pasti apabila tidak tersedia lagi upaya hukum biasa.
Untuk putusan-putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
yang pasti ini tersedia upaya hukum istimewa. Upaya hukum
istimewa ini hanya dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut

5
dalam undang-undang saja. Termasuk upaya hukum istimewa
ialah request civil (peninjauan kembali) dan derdenverzet
(perlawanan) dari pihak ketiga, yang selanjutnya akan dibahas
pada kegiatan belajar II dalam modul ini.
1. Perlawanan (verzet)
Verzet yaitu upaya hukum atau perlawanan terhadap
putusan verstek. Dalam hukum verstek: Pasal 149 ayat (1) RBg,
Pasal 125 ayat (1) HIR. Perlawanan adalah upaya hukum terhadap
putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri karena tergugat tidak
hadir pada persidangan pertama (putusan verstek). Upaya hukum
ini disediakan bagi tergugat yang pada umumnya dikalahkan dalam
putusan verstek. Upaya hukum ini diatur dalam Pasal 125 ayat (3),
Pasal 129 ayat (2), Pasal 126 HIR dan Pasal 149 ayat (3), Pasal
153 ayat (2), Pasal 150 RBg. Suatu upaya hukum terhadap putusan
di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dalam hukum verzet
dapat dilihat di dalam Pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam
tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan
verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena
tergugat tidak hadir.
Syarat verzet diatur dalam (Pasal 129 ayat (1) HIR).
1. Keluarnya putusan verstek.
2. Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak
boleh lewat dari 14 hari, dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih
dari 9 hari; dan
3. Verzet dimasukkan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri di wilayah hukum di mana penggugat mengajukan
gugatannya.
2. Banding
Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidak
menerima suatu putusan Pengadilan Negeri karena merasa hak-
haknya terserang oleh adanya putusan itu atau menganggap
putusan itu kurang benar atau kurang adil, maka ia dapat

6
mengajukan permohonan banding. Ia dapat mengajukan perkara
yang telah diputuskan itu kepada pengadilan yang lebih tinggi
untuk dimintakan pemeriksaan ulangan. Asas peradilan dalam
dua tingkat itu bersandarkan pada keyakinan bahwa putusan
pengadilan dalam tingkat pertama itu belum tentu tepat atau benar
dan oleh karena itu perlu dimungkinkan pemeriksaan ulang oleh
pengadilan yang lebih tinggi.
Perlu kiranya mendapat perhatian bahwa tentang hal
banding dalam perkara perdata dan pidana berbeda
peraturannya. Acara banding dalam perkara pidana semula diatur
dalam Pasal 350 sampai dengan Pasal 356 HIR yang kemudian
dicabut oleh S. 1932 No. 460 jo No. 580, sehingga hanya tinggal
ketentuan yang diatur dalam Reglement op destrafvordering voor
de raden van justitie op Java en het hooggerectshofvan Indonesia
(ps. 282 dan seterusnya). Sekarang hal banding dalam perkara
pidana diatur dalam KUHAP Pasal 67, Pasal 87, Pasal 233 - Pasal
243 KUHAP. Pada perkara perdata hal banding semula diatur
dalam Pasal 188 sampai dengan Pasal 194 HIR. Tetapi dengan
adanya Pasal 3 jo. Pasal 5 UUDar.1/1951 pasal-pasal tersebut
sekarang tidak berlaku lagi. Peraturan yang berlaku sekarang
berlaku ialah UU. 20/1947 untuk Jawa dan Madura, sedang untuk
daerah luar Jawa dan Madura ialah Rbg Pasal 199 sampai dengan
Pasal 205. Kita lihat bahwa ketentuan mengenai banding masih
pluralistis. Pengertian lain “Banding” ialah mohon supaya perkara
yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang
oleh pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa
belum puas dengan keputusan pengadilan tingkat pertama.
Misalnya, pengadilan tingkat pertama adalah Pengadilan Agama
(PA), sedangkan yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding
adalah Pengadilan Tinggi Agama (PTA) (Pasal 6 UU No.7/1989).
Sesudah dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Negeri, maka
ada kemungkinan pihak yang berkepentingan mengajukan

7
permohonan banding. Tidak selalu permohonan banding
dibolehkan. Hanya putusan Pengadilan Negeri mengenai perkara
yang harga gugatnya lebih dari Rp 100,00 sajalah yang dapat
dimintakan banding. Jadi dengan demikian ada kemungkinannya
Pengadilan Negeri memutus dalam tingkat tertinggi, yaitu apabila
harga gugatnya Rp 100,00 ke bawah. Batasan itu diberikan agar
jangan sampai perkara yang kecil-kecil dimintakan banding,
sehingga perkara banding tertimbun dan menambah beban saja
pada Pengadilan Tinggi. Sekarang batasan itu tidak ada artinya
lagi karena perkara-perkara sekarang tidak ada yang meliputi
harga Rp 100.00 atau kurang sedang biaya perkara yang harus
dibayarkan pada waktu memasukkan surat gugat sudah meliputi
ribuan rupiah, sehingga tidak ada orang yang akan mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri apabila sengketanya meliputi
harga Rp 100,00 atau kurang.
Yang dapat mengajukan Permohonan banding ialah yang
bersangkutan (Ps. 6 UU 20/1947, Ps. 199 Rbg, Ps. 21 UU jo. No.
4 Tahun 2004) mengingat bahwa banding merupakan upaya
hukum untuk memperoleh perbaikan putusan yang lebih
menguntungkan, dan juga bahwa banding tidak selayaknya
disediakan bagi pihak yang dimenangkan, maka kiranya banding
hanya diperuntukkan bagi pihak yang dikalahkan atau merasa
dirugikan. Demikan pula putusan Mahkamah Agung tanggal 2
Desember 1975 yang menyatakan bahwa permohonan banding
itu hanya terbatas pada putusan Pengadilan Negeri yang
merugikan pihak yang naik banding, jika tidak ditujukan pada
putusan Pengadilan Negeri yang menguntungkan baginya, maka
karena putusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 28 Maret
1970 mengenai gugat dalam konvensi tidak merugikan bagi
penggugat/pembanding, Pengadilan Negeri tidak berwenang
meninjaunya.

8
Yurisprudensi menentukan bahwa putusan banding hanya
dapat menguntungkan pihak yang mengajukan banding. Jelasnya
apabila penggugat/terbanding tidak menyatakan mohon banding,
maka dianggap telah menerima putusan Pengadilan Negeri,
sehingga dalam pemeriksaan tingkat banding bagian gugatan
penggugat/terbanding yang tidak dikabulkan tidak ditinjau
kembali. Jadi baik penggugat maupun tergugat dapat minta agar
perkara mereka yang telah diputus itu diulangi pemeriksaannya
oleh Pengadilan Tinggi. Kalau putusan itu dijatuhkan di luar hadir
tergugat, maka tergugat tidak boleh mengajukan banding: ia
hanya boleh mengajukan perlawanan saja kepada hakim yang
memeriksa dalam tingkat pertama itu. Akan tetapi kalau
penggugat tidak menerima putusan di luar hadir tergugat itu, maka
ia boleh mengajukan permohonan banding, dan dalam hal ini
tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanannya dalam
pemeriksaan tingkat petama. Tetapi kalau tergugat tidak dapat
mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat
pertama tergugat boleh meminta pemeriksaan ulangan (Ps.8 UU
No.20/1947, Ps. 200 RBg).
Permohonan banding harus diajukan kepada panitera
Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, dalam empat
belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman
putusan kepada yang berkepentingan (Ps.7 UU No. 2/1947, Ps.
199 RBg), atau diberitahukannya putusan kepada pihak yang
bersangkutan, setelah satu pihak menyatakan naik banding dan
dicatat oleh panitera, maka pihak lawan diberitahu paniteran
tentang permintaan banding itu selambat-lambatnya 14 hari
setelah permintaan banding diterima dan kedua belah pihak diberi
kesempatan untuk melihat surat-surat serta berkasnya di
Pengadilan Negeri selama 14 hari (Ps. 11 ayat 1 UU No. 20/1947,
Ps. 202 RBG). Kedua belah pihak boleh memasukkan surat
keterangan dan buktu-bukti baru, sebagai uraian daripada alasan

9
permohonan banding (memori banding) kepada panitera
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi yang bersangkutan,
sedang terbanding dapat menjawab memori itu dengan kontra
memori banding. Kemudian salinan putusan serta surat-surat
pemeriksaan harus dikirim kepada panitea Pengadilan Tinggi
yang bersangkutan, selambat-lambatnya satu bulan setelah
menerima permohonan banding.
Pembuatan atau pengiriman memori banding tidak
merupakan kewajiban. Undang-undang tidak mewajibkan
pembanding untuk mengajukan risalah banding. Hal ini berbeda
dengan kasasi. Apabila misalnya dalam tingkat banding diajukan
memori banding, hal itu tidak mewajibkan Pengadilan Tinggi untuk
mempertimbangkan memori banding tersebut. Hal itu tampak
dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 3 Januari 1971 yang
memutuskan bahwa “keberatan yang diajukan penggugat untuk
kasasi, bahwa memori bandingnya tidak dipertimbangkan oleh
Pengadilan Tinggi, tidak dapat dibenarkan, oleh karena hal
putusan tersebut tidak dapat membatalkan putusan, sebab dalam
tingkat banding suatu perkara diperiksa kembali dalam
keseluruhannya. Kiranya sudah saatnya untuk dipikirkan adanya
ketentuan mengenai keharusan adanya memori banding. Adanya
keharusan mengajukan memori banding tidak berarti bahwa
hakim terikat pada apa yang diuraikan dalam memori banding.
Kalau batas waktu 14 hari dalam mana pihak yang
bersangkutan boleh menyatakan naik banding itu sudah lewat dan
kemudian diajukan permohonan banding oleh salah satu pihak,
maka Pengadilan Negeri yang menerimanya tidak boleh
menolaknya, akan tetapi wajib menerusakannya ke Pengadilan
Tinggi, sebab yang berhak menolak atau menerima permohonan
banding hanyalah Pengadilan Tinggi. Apakah yang dapat
dimohonkan pemeriksaan Banding? Pada asasnya semua
putusan akhir pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan

10
pemeriksaan ulang oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali
apabila undang-undnag menentukan lain (Pasal 19 UU No.
14/1970, Pasal 9 UU No. 20/1947). Putusan sela tidak dapat
dimintakan banding, kecuali apabila dimintakan banding bersama-
sama dengan putusan akhir. Putusan tentang tidak wenangnya
hakim merupakan putusan akhir (Pasal 9 UU No. 20/1947, Pasal
201 Rbg). Mengingat bahwa dalam pemeriksaan banding itu
pemeriksaan perkara diulangi, maka pada asasnya perubahan
dan penambahan tuntutan dibolehkan (lihat juga Pasal 344 Rv).
Pasal 9 UU No. 20/1947 menentukan bahwa yang dapat
dimohonkan banding hanyalah putusan akhir saja. Putusan yang
bukan putusan akhir hanya dapat dimohonkan banding bersama-
sama dengan putusan akhir. Dengan demikian maka penetapan
tidak dapat dimohonkan banding. Penetapan tidak berisi
penyelesaian sengketa. Apa yang terdapat dalam penetapan
bersifat declaratoir. Hakim disini lebih berfungsi sebagai aparat
administrasi.
Pengadilan Tinggi memeriksa perkara banding dengan
majelis yang terdiri dari 3 orang hakim, dan kalau perlu
mendengar sendiri para pihak (Ps. 15 UU No. 20/1947). Pasal 11
ayat 1 UUDar. No. 11/1955 memberi pengecualian dalam hal ini
dengan menentukan, bahwa pemeriksaan perkara perdata dalam
tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi dengan 3 orang
halim kecuali apabila Ketua Pengadilan Tinggi menentukan
bahwa segolongan perkara-perkara atau suatu perkara tertentu
akan diputus oleh seorang hakim yang ditunjuk olehnya. Di dalam
praktek kesempatan ini sering dimanfaatkan.
Dalam tingkat banding pun hakim tidak boleh mengabulkan
lebih, daripada yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak
dituntut. Ini berarti bahwa hakim dalam tingkat banding harus
membiarkan putusan dalam tingkat peradilan pertama sepanjang

11
tidak dibantah dalam tingkat banding (tantum devolutum quatum
apellatum).
Secara singkat, mengenai banding ini, Permohonan
banding harus diajukan kepada panitera pengadilan tingkat
pertama yang menjatuhkan putusan (Pasal 7 UU No.20/1947).
Urutan banding menurut Pasal 21 UU No.4/2004 jo. Pasal 9 UU
No.20/1947 mencabut ketentuan Pasal 188-194 HIR, yaitu:
1. Ada pernyataan ingin banding;
2. Panitera membuat akta banding;
3. Dicatat dalam register induk perkara;
4. Pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling
lama 14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat;
5. Pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat
mengajukan kontra memori banding.
Adapun yang merupakan syarat-syarat dari upaya banding
adalah sebagai berikut:
1. Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
2. Diajukan dalam masa tenggang waktu banding.
3. Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding.
4. Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodep.
5. Menghadap di kepaniteraan pengadilan yang putusannya
dimohonkan banding.
Sebelum permohonan banding diputus oleh Pengadilan
Tinggi, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh
pemohon. Apabila berkas perkara belum dikirimkan kepada
pengadilan tingkat pertama. Pencabutan disampaikan kepada
pengadilan negeri yang bersangkutan, kemudian oleh panitera
dibuatkan akta pencabutan kembali permohonan banding. Putusan
baru memperoleh kekuatan hukum tetap setelah tenggang waktu
bandung berakhir. Berkas perkara banding tidak perlu diteruskan
kepada PTA/PTU/PTN. Namun apabila berkas perkara banding
telah dikirimkan kepada PTA/PTU/PTN, maka:

12
1. Pencabutan banding disampaikan melalui PA yang
bersangkutan atau langsung ke PTA/PTU/PTN.
2. Apabila pencabutan itu disampaikan melalui PA, maka
pencabutan itu segera dikirimkan ke PTA/PTU/PTN.
3. Apabila permohonan banding belum diputus, maka
PTA/PTU/PTN akan mengeluarkan “penetapan” yang isinya,
bahwa mengabulkan pencabutan kembali permohonan banding
dan memerintahkan untuk mencoret dari daftar perkara banding.
4. Apabila perkara telah diputus, maka pencabutan tidak mungkin
dikabulkan.
5. Apabila pemohonan banding dicabut, maka putusan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sejak pencabutan
dikabulkan dengan “penetapan” tersebut.
Pencabutan banding tidak memerlukan persetujuan
dengan pihak lawan. Permohonan banding diajukan kepada
pengadilan tinggi dalam daerah hukum meliputi pengadilan tingkat
pertama yang memutus perkara. Permohonan banding diajukan
melalui pengadilan yang memutus perkara tersebut.
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai upaya hukum
kasasi. Setelah pembahasan mengenai upaya hukum berupa
perlawanan (verzet) dan upaya hukum banding sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya, maka untuk lebih menambah pengetahuan
peserta kuliah, maka akan dibahas upaya hukum biasa lainnya,
yaitu kasasi.
3. Kasasi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kasasi
adalah sebagai berikut: pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh
MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi atau
tidak sesuai dengan undang-undang, menurut penjelasan di atas,
hak kasasi hanyalah hak MA, sedangkan menurut kamus istilah
hukum, kasasi memiliki arti sebagai berikut: pernyataan tidak

13
berlakunya keputusan hakim yang lebih rendah oleh MA, demi
kepentingan kesatuan peradilan.
Terhadap putusan-putusan yang diberikan dalam tingkat
akhir oleh pengadilan-pengadilan lain daripada Mahkamah Agung
demikian pula terhadap putusan pengadilan yang dimintakan
banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh
pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 22 UU No. 4 Tahun
2004, Pasal 43 UU No.5 Tahun 2004). Jadi apabila pihak
bersangkutan belum atau tidak mempergunakan hak melawan
putusan pengadilan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat atau hak
memohon ulangan pemeriksaan perkara oleh Pengadilan Tinggi,
permohonan pemeriksaan kasasi tidak dapat diterima (Ps.43 UU
No.5 Tahun 2004).
Ketentuan pokok mengenai kasasi diatur dalam UUMA (UU
No.5 Tahun 2004) yang menyatakan UU No.13 Tahun 1965
sepanjang peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai MA
dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan UU
No. 5 Tahun 2004 belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu
tidak bertentaangan dengan UU No. 5 Tahun 2004. Tentang cara
mengajukan kasasi diatur dalam Pasal 45A. Sedang dalam
meninjau alasan-alasan hukum yang digunakan dalam
permohonan kasasi dipakai sebagai dasar Pasal 30 UU No.5
Tahun 2004 dan tentang pihak-pihak yang dapat mengajukan
permohonan kasasi dipakai sebagai dasar Pasal 44 UU No.5
Tahun 2004.
Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam
tingkat peradilan terakhir (Pasal. 29, Pasal 30 UU No.5 Tahun
2004). Semula undang-undang yang mengatur kasasi bagi
perkara-perkara yang diputus peradilan agama tidak ada. Dengan
mengeluarkan Peraturan MA No.1 Tahun 1977 tertanggal 26
Nopember 1977 Mahkamah Agung membuka kesempatan bagi

14
para pencari keadilan untuk meneruskan ke tingkat kasasi
perkara-perkara yang diputus pengadilan di lingkungan peradilan
agama.
Dengan SEMA No. 4/1977 tertanggal 26 Nopember 1977
yang ditujukan kepada Mahkamah Islam Tinggi, Pengadilan
Agama Mahkamah Militer (Agung), Mahkamah Militer Tinggi,
Mahkamah Militer, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri
seluruh Indonesia, Mahkamah Agung memberitahukan bahwa
permohonan kasasi dari pengadilan dalam lingkungan peradilan
agama dan militer sudah dapat diajukan kepada Mahkamah
Agung untuk dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Kasasi dapat diajukan oleh para pihak yang berkepentingan
(Ps. 44 UU No.5 Tahun 2004). Dan para pihak yang
berkepentingan ini dapat mewakilkan kepada seseorang yang
diberi kuasa secara khusus (Ps. 44 UU No.5 Tahun 2004).
Kepada siapakah permohonan pemeriksaan kasasi harus
diajukan? Permohonan kasasi harus diajukan kepada panitera
dari pengadilan yang menjatuhkan putusan yang dimohonkan (Ps.
113 ayat 1 UU 1/1950) dan biasanya ini adalah Pengadilan Tinggi,
akan tetapi dapat diajukan kepada kepaniteraan pengadilan yang
memutus perkara yang bersangkutan dalam peradilan tingkat
pertama, jadi bukanlah kepada panitera Mahkamah Agung.
Permohonan kasasi dapat diajukan baik secara lisan
maupun secara tenggang waktu 14 hari sesudah putusan atau
penetapan pengadilan yang diamksudkan diberitahukan kepada
pemohon (Ps. 46 UU No. 14 Tahun 1985). Dalam tenggang waktu
14 hari setelah permohonan yang dimaksud dalam buku daftar
pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi (Ps. 47 UU
No.5 Tahun 2004). Permohonan kasasi yang melampaui tenggang
waktu yang telah ditentukan dalam Pasal 46 ayat 2 UU No. 5
Tahun 2004 atau penerimaan memori kasasi yang melampaui
tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 47 UU No. 5 Tahun

15
2004 harus dinyatakan tidak dapat diterima. Sama sekali tidak
mengajukan risalah kasasi sudah tentu akan menyebabkan tidak
diterimanya permohonan kasasi. Di dalam risalah kasasi harus
dimuat keberatan-keberatan atas alasan-alasan kasasi yang
berhubungan dengan pokok persoalan perkara. Kalau
permohonan kasasi itu dapat diajukan kepada pengadilan yang
memutus perkara yang bersangkutan dalam peradilan tingkat
pertama, yaitu Pengadilan Negeri, maka keberatan-keberatan
terhadap putusan yang bersangkutan harus ditujukan terhadap
putusan Pengadilan Tinggi. Pernyataan keberatan terhadap
putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tanpa
menyebutkan keberatan-keberatan secara terperinci tidak
dibenarkan, karena dianggap keberatan-keberatan tersebut tidak
dengan sungguh-sungguh diajukan dan dapat dikesampingkan
begitu saja.
Dalam meninjau alasan-alasan hukum yang dipergunakan
dalam permohonan kasasi dipakai sebagai dasar Pasal 30 UU
No.5 Tahun 2004, yaitu karena:
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
Dari alasan-alasan tersebut di atas dapatlah kita ketahui,
bahwa di dalam tingkat kasasi tidak diperiksa tentang duduknya
perkara atas faktanya tetapi tentang hukumnya, sehingga tentang
terbukti tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Penilaian
mengenai hasil pembuktian tidak dapat dipertimbangkan dalam
pemeriksaan tingkat kasasi. Mahkamah Agung terikat pada
peristiwa yang telah diputuskan dalam tingkat terakhir. Jadi dalam
tingkat kasasi peristiwanya tidak diperiksa kembali. Dengan
demikian kasasi tidak dimaksudkan sebagai peradilan tingkat

16
ketiga. Akan tetapi menurut Pasal 50 UU No.5 Tahun 2004
“pemeriksaan kasasi dilakukan oleh MA, jika dipandang perlu
dengar mendengar sendiri para pihak atau saksi…” Apakah
dengan demikian kasasi tidak merupakan instansi ketiga? Sudah
tentu hal ini bukanlah yang dikehendaki oleh pembentuk undang-
undang. Di dalam pemeriksaan tingkat kasasi tidak boleh
ditemukan peristiwa-peristiwa baru. Penilaian tentang
pengetahuan sendiri daripada hakim, yang merupakan alat bukti,
tidak tunduk pada kasasi. Demikian pula perubahan dalam
bantahan tidak diperkenankan dalam tingkat kasasi.
Pemeriksaan kasasi meliput seluruh putusan hakim yang
mengenai hukum, baik yang meliputi bagian daripada putusan
yang merugikan pemohon kasasi maupun bagian yang
menguntungkan pemohon kasasi. Oleh karena pada tingkat
kasasi tidak diperiksa ulang duduk perkara atau peristiwanya,
maka pemeriksaan tingkat kasasi pada umumnya tidak dianggap
sebagai pemeriksaan tingkat ke-3.
Mengajukan memori kasasi yang disertai dengan alasan-
alasan adalah syarat mutlak. Memori kasasi harus dimasukkan
selambat-lambatnya 14 hari sesudah mengajukan permohonan
kasasi. Pihak lawan berhak mengajukan jawaban terhadap
memori kasasi kepada Panitera dalam tenggang waktu 14 hari
sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi (Ps. 14 ayat (3)
UU No.5 Tahun 2004).
Yang dianggap sebagai saat mengajukan kasasi ialah saat
penerimaan permohonan kasasi. Pemeriksaan perkara dalam
tingkat kasasi didasarkan pada waktu penerimaan permohonan
kasasi, walaupun risalah kasasi telah diterima lebih dulu. Yang
dimaksud sebagai permohonan kasasi ialah tanggal pada waktu
biaya perkara diterima oleh panitera yang bersangkutan. Sedang
apabila biaya perkara diterima melampaui tenggang waktu, maka
permohonan kasasi dianggap tidak ada.

17
2. Latihan
Dalam latihan ini, peserta kuliah diharapkan mampu
menjawab soal-soal berikut ini. Setelah peserta kuliah menjawab
soal-soal tersebut, diharapkan dapat menelusuri jawabannya
pada bagian uraian.
Soal Pertama. Apakah ada perbedaan tugas hakim dalam
memeriksa permohonan banding dan permohonan kasasi?
Jelaskan jawaban saudara.
Soal Kedua. Apakah dimungkinkan suatu perkara perdata
tidak melalui tahapan banding tetapi langsung kasasi? Jelaskan
jawaban saudara.
Tentu saja jawaban peserta kuliah dapat didiskusikan
dengan peserta lain, setelah semua peserta selesai menjawab
semua soal.
3. Rangkuman
Upaya hukum memiliki sifat dan keberlakuan yang berbeda,
tergantung apakah merupakan upaya hukum biasa atau upaya
hukum liar biasa atau istimewa. Upaya hukum biasa pada azasnya
terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang. Wewenang untuk
menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya
hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk
sementara. Upaya hukum biasa ialah: perlawanan (verzet),
banding dan kasasi.
Upaya hukum perlawanan (verzet) disediakan bagi tergugat
yang pada umumnya dikalahkan dalam putusan verstek. Dasar
hukum upaya hukum perlawanan ini diatur dalam Pasal 125 ayat
(3), Pasal 129 ayat (2), Pasal 126 HIR dan Pasal 149 ayat (3), Pasal
153 ayat (2), Pasal 150 RBg. Pada upaya hukum banding, dapat
terjadi apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidak
menerima suatu putusan Pengadilan Negeri karena merasa hak-
haknya terserang oleh adanya putusan itu atau menganggap

18
putusan itu kurang benar atau kurang adil, maka ia dapat
mengajukan permohonan banding. Dasar hukum banding yang
berlaku sekarang ialah UU No. 20/1947 untuk Jawa dan Madura,
sedang untuk daerah luar Jawa dan Madura ialah Rbg Pasal 199
sampai dengan Pasal 205. Perlu peserta kuliah memperhatikan
bahwa tentang hal banding dalam perkara perdata dan pidana
berbeda peraturannya. Acara banding dalam perkara pidana
semula diatur dalam Pasal 350 sampai dengan Pasal 356 HIR
yang kemudian dicabut oleh S. 1932 No. 460 jo No. 580, sehingga
hanya tinggal ketentuan yang diatur dalam Reglement op
destrafvordering voor de raden van justitie op Java en het
hooggerectshofvan Indonesia (Ps. 282 dan seterusnya). Sekarang
hal banding dalam perkara pidana diatur dalam KUHAP Pasal 67,
Pasal 87, Pasal 233 - Pasal 243 KUHAP. Sedangkan pada upaya
hukum kasasi, kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam
tingkat peradilan terakhir (Pasal. 29, Pasal 30 UU No.5 Tahun
2004). Semula undang-undang yang mengatur kasasi bagi
perkara-perkara yang diputus peradilan agama tidak ada. Dengan
mengeluarkan Peraturan MA No.1 Tahun 1977 tertanggal 26
Nopember 1977 Mahkamah Agung membuka kesempatan bagi
para pencari keadilan untuk meneruskan ke tingkat kasasi
perkara-perkara yang diputus pengadilan di lingkungan peradilan
agama.
4. Pustaka
1. Dr. H. Zainal Asikin, S.H., S.U. 2015. Hukum Acara Perdata Di
Indonesia. Prenadamedia Group.
2. Sudikno Mertokusumo. 2009. Edisi kedelapan. Liberty
Yogyakarta.
3. M. Yahya Harahap, S.H. 2008. Hukum Acara Perdata. Sinar
Grafika.

19
D. Tugas dan Lembar Kerja
Pada tugas ini, peserta kuliah diminta untuk mencari satu (1) putusan
kasus berupa putusan perlawanan (Verzet). Kemudian peserta kuliah
menganalisis masing-masing mengenai putusan-putusan kasus yang
telah didapatkannya tersebut. Tugas ini dikerjakan secara mandiri
oleh masing-masing peserta dan akan dibahas pada pertemuan
dikelas maupun via daring.

E. Tes Formatif
Pilihlah 1 (satu) jawaban yang paling tepat dari soal-soal pilihan ganda
berikut ini :
1. Yang dimaksud dengan istilah judex facti adalah hakim pada
tingkat :
a. Pengadilan Negeri
b. Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi
c. Pengadilan Negeri, Penhgadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung
d. Pilihan a dan b benar
2. Perlawanan terhadap suatu putusan verstek mengakibatkan
putusan verstek tersebut secara hukum :
a. Tetap dapat dilaksanakan
b. Tetap memiliki kekuatan hukum
c. Tidak dapat dilaksanakan
d. Pilihan a dan b benar
3. Mahkamah Agung pada tingkat kasasi diberikan wewenang untuk
membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan
dari semua lingkungan peradilan. Dari alasan-alasan berikut ini,
manakah yang dapat menjadi dasar bagi Mahkamah Agung pada
tingkat kasasi untuk membatalkan putusan :
a. Jika putusan didasarkan pada suatu tipu muslihat
b. Jika antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang
sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau

20
sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan
satu dengan lainnya
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan
d. Apabila telah diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan
4. Jika suatu perkara perdata telah diputus dan diucapkan dalam
sidang pada tanggal 21 Juli 2020 yang dihadiri oleh para pihak
dalam perkara, maka tanggal berapakah batas akhir pengajuan
permohonan banding?
a. 28 Juli 2020
b. 3 Agustus 2020
c. 4 Agustus 2020
d. Tidak ada jawaban benar
5. Kapan memori banding harus disampaikan?
a. Disampaikan dalam tenggang waktu 14 hari sejak permohonan
banding
b. Disampaikan dalam tenggang waktu 7 hari sejak permohonan
banding
c. Disampaikan bersamaan dengan permohonan banding
d. Tidak ada jawaban benar

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Apabila peserta kuliah telah menjawab tes formatif dengan baik,
bandingkanlah jawaban anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban
yang disediakan. Jika hasil perhitungan menunjukkan anda telah
mencapai tingkat penguasaan sama atau lebih besar dari 80%, maka
peserta kuliah dipersilahkan untuk meneruskan ke kegiatan belajar
selanjutnya.

21
Untuk mengetahui persentase penguasaan materi pada
kegiatan belajar I ini, anda dapat menghitung menggunakan rumus
berikut:

22
KEGIATAN BELAJAR II
LANJUTAN UPAYA HUKUM

A. Deskripsi Singkat
Pada kegiatan belajar II ini, peserta kuliah akan mempelajari
beberapa upaya-upaya hukum lainnya terhadap putusan hakim.
Setelah mempelajari tentang upaya hukum biasa pada Kegiatan
Belajar I, maka pada Kegiatan Belajar II ini, peserta kuliah akan
diberikan materi tentang upaya hukum luar biasa atau upaya hukum
istimewa, antara lain : Peninjauan Kembali (request civil) dan
Perlawanan Pihak Ketiga (derdenverzet), juga akan dibahas sedikit
tentang Prorogari serta upaya hukum terhadap putusan eksepsi.
Upaya-upaya hukum tersebut akan dijelaskan secara detail dalam
Kegiatan Belajar II ini.
B. Relevansi
Materi dalam kegiatan belajar II berkaitan dengan materi-materi
yang telah dipelajari pada modul-modul materi sebelumnya, terutama
berkaitan dengan modul materi jenis-jenis putusan dalam perkara
perdata. Setelah peserta kuliah telah mampu membedakan jenis-jenis
putusan dalam perkara perdata, selanjutnya dibutuhkan tambahan
pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan tentang
bagaimana upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap
berbagai macam jenis putusan hakim. Oleh karena itu, peserta kuliah
diharapkan dapat mempelajari kegiatan belajar II ini dengan baik sesuai
dengan tahapan yang disiapkan.
C. Capaian Pembelajaran
1. Uraian
Peserta kuliah telah mengetahui bahwa upaya hukum
berbeda berdasarkan sifat dan keberlakuannya, ada upaya hukum
biasa dan ada upaya hukum luar biasa atau istimewa. Sebagaimana
telah dibahas pada Kegiatan Belajar I tentang upaya-upaya hukum
biasa yang meliputi perlawanan (verzet), banding, dan kasasi. Pada

23
Kegiatan Belajar II ini, kita akan membahas lebih detail mengenai
upaya-upaya hukum luar biasa, yang meliputi Peninjauan Kembali
dan juga tentang Perlawanan Pihak Ketiga. selain upaya hukum luar
biasa tersebut, kita juga akan membahas mengenai Prorogari dan
upaya hukum terhadap eksepsi.
1. Peninjauan Kembali
Kata peninjauan kembali diterjembahkan dari kata
“Herziening”, Mr. M.H. Tirtaamijaya menjelaskan herziening
sebagai berikut: itu adalah sebagai jalan untuk memperbaiki
suatu putusan yang telah menjadi tetap-jadinya tidak dapat
diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan hakim
yang merugikan si terhukum…, kalau perbaikan itu hendak
dilakukan, maka ia harus memenuhi syarat, yakni ada sesuatu
keadaan yang pada pemeriksaan hakim, yang tidak diketahui
oleh hakim itu, jika ia mengetahui keadaan itu, akan
memberikan putusan lain.
Buku yang lain menyatakan bahwa peninjauan kembali
atau biasa disebut Request Civiel adalah meninjau kembali
putusan perdata yang telah memperoleh kekuasaan hukum
tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang dahulu tidak dapat
diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya
maka putusan hakim akan menjadi lain.
Peninjauan kembali hanya dapat dilakukan oleh MA.
Peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan apabila terdapat
hal-hal atau keadaan yang ditentukan oleh undang-undang
terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada MA,
dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang
berkepentingan (Pasal 21 UU No.14/1970).
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang
ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan

24
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung
dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang
berkepentingan (Pasal 66-77 UU No.14/1985 jo. UU No.
5/2004).
Mengajukan upaya hukum luar biasa, dalam hal ini
adalah Permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah
Agung RI melalui pengadilan yang memutus perkara tersebut
yaitu upaya hukum atau perlawanan terhadap putusan yang
telah mempunyai hukum tetap. Dasar Hukum PK: Pasal 23 UU
No. 4 Tahun 2004, Pasal 77 UU No.14 Tahun 1985.
Permohonan Peninjauan Kembali atas putusan suatu
perkara memerlukan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau
tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya
diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian
oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
2. Apabila perkara sudah diputus, tetapi masih ditemukan
surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu
perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Bukti bukti baru
tersebut dinamakan novum.
3. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
pertimbangan sebab-sebabnya.
4. Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu
yang sama, atau dasarnya sama, diputuskan oleh
pengadilan yang sama tingkatnya, tetapi bertentangan
dalam putusannya satu sama lain.
5. Apabila dalam suatu putusan terdapat kekhilafan hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata (Pasal 67 UU No. 14/1985).
6. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih
daripada yang dituntut.

25
Ternyata bahwa alasan-alasan tersebut di atas sama
dengan yang tersebut dalam PerMA 1/1982. MA dengan
putusannya tanggal 2 Oktober 1984 telah mengabulkan
permohonan peninjauan kembali berdasarkan adanya novum
(surat bukti baru) dan membatalkan putusan MA yang
dimohonkan peninjauan kembali.
Di samping itu ada beberapa mekanisme yang harus
dilalui, yaitu:
1. Diajukan oleh pihak yang berperkara.
2. Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Membuat permohonan peninjauan kembali yang memuat
alasan-alasannya.
4. Diajukan dalam tenggang waktu menurut undang-undang.
5. Membayar panjar biaya peninjauan kembali.
6. Membuat akta pemohonan Peninjauan Kembali di
Kepaniteraan Pengadilan Agama.
7. Ada bukti baru yang belum pernah diajukan pada
pemeriksaan terdahulu.
Jangka waktu pengajuan Peninjauan Kembali adalah
180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap (Pasal 69
UU No. 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan
peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (Pasal
70 UU No.14/1985).
2. Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
Pada asasnya suatu putusan itu hanyalah mengikat
para pihak yang berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga
(Psl. 1917 BW). Akan tetapi apabila pihak ketiga hak-haknya
dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat mengajukan
perlawanan terhadap putusan tersebut (Psl. 378 RV).
Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan
putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang
bersangkutan dengan cara biasa (Psl. 379 Rv). Pihak ketiga

26
yang hendak mengajukan perlawanan terhadap suatu putusan
tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus
nyata-nyata telah dirugikan hak-haknya. Apabila
perlawanannya itu dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu
diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga (Psl. 382 Rv).
Selain kedua upaya hukum luar biasa tersebut ada juga
upaya lain yang dikenal dengan istilah prorogasi.
3. Prorogasi
Yang dimaksud dengan prorogasi ialah mengajukan
suatu sengketa berdasarkan suatu persetujuan kedua belah
pihak kepada hakim yang sesungguhnya tidak wenang
memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada hakim dalam
tingkat peradilan yang lebih tinggi. Jadi kalau seharusnya
diajukan kepada pengadilan peradilan tingkat pertama, yaitu
Pengadilan Negeri, maka dalam hal prorogasi perkara atau
sengketa itu dengan persetujuan kedua belah pihak yang
bersengketa diajukan kepada Pengadilan Tinggi atau
pengadilan dalam peradilan tingkat banding.
Di dalam HIR tidak kita jumpai ketentuan mengenai
prorogasi. Prorogasi diatur dalam Pasal 324 Rv sampai
dengan Pasal 326 Rv. Sengketa yang dapat dimintakan
pemeriksaan ulang dapat dimintakan pemeriksaan dalam
tingkat pertama kepada pengadilan banding tersebut asal oleh
pihak-pihak yang bersengketa telah disetujui dengan suatu
akta untuk mengajukan sengketa mereka sejak permulaan
kepada pengadilan banding tersebut. Pengadilan banding
yang memeriksa sengketa dalam prorogasi bertindak sebagai
badan pengadilan dalam peradilan tingkat pertama. Semua
ketentuan yang berlaku untuk jalannya sidang pengadilan
tingkat pertama berlaku bagi pengadilan banding yang sedang
melakukan pemeriksaan dalam prorogasi. Pengadilan
banding yang memeriksa dalam prorogasi itu memeriksa dan

27
memutus dalam tingkat pertama dan terakhir, sehingga
putusannya hanya dapat dimintakan kasasi. Untuk prorogasi
ini kiranya perlu juga ditetapkan batas nilai perkara seperti
haknya dengan banding.
Selain upaya-upaya hukum tersebut yang telah dibahas
di atas, ada pula upaya hukum lain yang juga bisa terjadi
dalam praktik di masyarakat. Sebagaimana yang telah
dipelajari pada modul-modul sebelumnya terkait eksepsi,
maka hukum juga membuka peluang kepada para pihak yang
merasa dirugikan dengan adanya putusan eksepsi tersebut,
yang akan diuraikan pada penjelasan berikut ini :
4. Upaya Hukum terhadap Putusan Eksepsi
Ketentuan mengenai upaya hukum terhadap putusan
eksepsi berpedoman kepada Pasal 9 Undang-Undang No.20
Tahun 1947. Bertitik tolak dari ketentuan itu dapat dikemukakan
hal-hal berikut.
a. Putusan PN yang Dapat Dibanding adalah Putusan
Akhir
Menurut Pasal 9 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947:
 Putusan PN yang dapat dibanding adalah putusan akhir
(eind vonnis, final judgement).
 Sedang yang bukan putusan akhir, seperti putusan sela
(interlocutoir)
- Hanya dapat dimintakan banding, bersama-sama
dengan putusan akhir;
- Oleh karena itu terhadap putusan sela yang
dijatuhkan terhadap eksepsi kompetensi, tidak dapat
diajukan banding secara tersendiri.
b. Putusan Penolakan Eksepsi Kompetensi adalah
Putusan Sela, Tidak Dapat Dibanding Tersendiri

28
Apabila tergugat mengajukan eksepsi kompetensi absolut
atau relatif, cara penyelesaian yang mesti diterapkan
hakim, merujuk kepada Pasal 136 HIR:
 Menghentikan pemeriksaan pokok perkara,
 Memeriksa dan memutus eksepsi kompetensi yang
diajukan,
 Dengan demikian terhadap eksepsi, harus lebih dahulu
dijatuhkan putusan.
Kalau ternyata eksepsi itu tidak beralasan, sehingga
cukup dasar hukum bagi PN untuk menolak maka
 Penolakan dituangkan dalam putusan sela (interlocutoir
vonnis),
 Putusan berisi amar:
- menolak eksepsi tergugat,
- menyatakan PN berwenang mengadili, dan
- memerintahkan para pihak melanjutkan
pemeriksaan pokok perkara.
Oleh karena, penolakan eksepsi membuat PN
langsung berwenang untuk memeriksa dan mengadili
perkara, yang dibarengi dengan melanjutkan pemeriksaan
pokok perkara maka bentuk putusan yang dijatuhkan
dalam penolakan itu, bukanlah putusan akhir, tetapi
putusan sela. Terhadap putusan itu, berlaku sepenuhnya
ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU No.20 Tahun 1947,
sehingga terhadapnya:
 tidak dapat diajukan banding secara tersendiri dan
berdiri sendiri;
 pengajuan banding terhadapnya hanya dapat dilakukan
bersama-bersama dengan putusan akhir;
 oleh karena itu, jika tergugat hendak mengajukan
banding terhadap putusan sela yang menolak eksepsi,

29
tergugat harus menunggu sampai PN menjatuhkan
putusan akhir.
Rasio atas larangan mengajukan banding terhadap
putusan sela yang menolak eksepsi kompetensi adalah
untuk menghindari terjadinya proses penyelesaian
pemeriksaan yang bertele-tele. Apabila hukum memberi
hak kepada tergugat mengajukan banding terhadap
putusan sela berarti:
 mengakibatkan PN terpaksa menghentikan proses
pemeriksaan, dan
 pemeriksaan baru dapat dilakukan PN, setelah upaya
banding dan kasasi terhadap putusan sela selesai dan
berkekuatan hukum tetap.
Memperhatikan akibat yang demikian, sangat
beralasan untuk melarang mengajukan permohonan
banding terhadap putusan sela yang menolak eksepsi
kompetensi. Dianggap lebih efektif dan rasional, apabila
hal itu dinilai dan dipertimbangkan peradilan banding
bersama-sama dengan putusan akhir.
c. Pengabulan Eksepsi Kompetensi, Merupakan Putusan
Akhir, Dapat Diajukan Banding
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No.20 Tahun 1947
berbunyi:
Putusan dimana PN menganggap dirinya tidak berhak
memeriksa perkaranya dianggap sebagai putusan
penghabisan. Ketentuan ini logis, apabila PN
mengabulkan eksepsi kompetensi absolut atau relative,
dengan sendirinya menurut hukum PN harus menjatuhkan
putusan:
 menyatakan diri tidak berwenang memeriksa perkara;
 akibat langsung dari pernyatan itu, PN mengakhiri
proses pemeriksaan.

30
Dengan demikian, apabila eksepsi kompetensi
dikabulkan, dengan sendirinya selesai dan berakhir
proses pemeriksaan perkara dengan putusan yang
bersifat negatif (tidak berwenang mengadili). Dalam kasus
yang seperti itu, putusan yang dijatuhkan PN berbentuk
putusan akhir. Terhadap putusan tersebut terbuka upaya
hukum biasa, yaitu banding dan kasasi.
Dari penjelasan di atas, harus dibedakan bentuk dan
sifat putusan yang menolak dan mengabulkan eksepsi
kompetensi. Antara keduanya, tidak sama bentuk, sifat,
dan perlakuannya.
 Penolakan eksepsi kompetensi:
- berbentuk putusan sela yang berisi pernyataan
bahwa PN berwenang memeriksa perkara;
- sifatnya, tidak mengakhiri proses pemeriksaan,
malahan memerintahkan melanjutkannya;
- terhadapnya tertutup upaya banding secara
tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan
putusan akhir.
 Pengabulan eksepsi kompetensi:
- berbentuk putusan akhir (Pasal 9 ayat (1) Undang-
Undang No. 20 Tahun 1947, menyebutnya
putusan penghabisan), yang berisi amar tidak
berwenang mengadili perkara;
- sifatnya, mengakhiri proses pemeriksaan;
- terhadapnya terbuka upaya hukum biasa, yaitu
banding dan kasasi.
Sangat keliru pendapat sementara praktisi yang
memaksakan bahwa penerapan Pasal 9 ayat (1) Undang-
Undang No. 20 Tahun 1947, meliputi juga terhadap
putusan sela yang menolak eksepsi kompetensi.

31
d. Larangan Mengajukan Banding terhadap Putusan
Sela, Tidak Terbatas atas Penolakan Eksepsi
Kompetensi
Larangan yang diatur Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang
No. 20 Tahun 1947, tidak hanya terbatas terhadap
putusan sela atas penolakan eksepsi kompetensi, tetapi
meliputi segala bentuk putusan sela. Misalnya, putusan
provisi (Provisionele beschikking, temporary disposal),
yakni putusan atau penetapan sementara yang dijatuhkan
PN berdasarkan gugatan provisi (provisionele eis) yang
diajukan penggugat, seperti sita jaminan (conservatoir
beslag) atau permintaan penghentian pembangunan
sampai putusan dijatuhkan. Jika dalam gugatan ada
permintaan gugatan provisi, berdasarkan Pasal 180 ayat
(1) HIR, PN harus lebih dahulu memeriksa dan memutus
gugatan provisi, sebelum lebih lanjut memeriksa materi
pokok perkara. Terhadap gugatan provisi, PN
menjatuhkan putusan sela; dan kepada putusan tersebut
tidak dapat diminta banding secara tersendiri. Permintaan
banding terhadapnya berpatokan kepada Pasal 9 ayat (1)
Undang-Undang No. 20 Tahun 1947, yang harus
dilakukan bersama-sama dengan permintaan terhadap
putusan akhir. Sebagai contoh, Putusan MA No. 112
K/Pdt/1984. PN Jakarta Pusat menjatuhkan putusan sela
menangguhkan pemeriksaan perkara perdata
No.562/1982 sampai perkara pidana No.69/Pid B/1982,
memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Alasannya, dalam perkara perdata dimaksud, terjadi
sengketa mengenai siapa yang berhak memiliki kios
sebagai objek sengketa, sedang masalah itu sangat
bergantung pada perkara pidana pemalsuan yang
didakwakan dalam perkara No.69/Pid B/1982 tersebut.

32
Terhadap putusan sela itu, penggugat mengajukan
banding, dan PT dalam tingkat banding menerima serta
memerintahkan PN memeriksa pokok perkara. MA dalam
tingkat kasasi membatalkan putusan PT berdasarkan
alasan, putusan penundaan pemeriksaan yang dijatuhkan
PN adalah putusan sela. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1)
Undang-Undang No.20 Tahun 1947 permintaan banding
hanya dapat diajukan terhadap putusan akhir. Oleh
karena itu, semestinya PT harus menyatakan banding
tidak dapat diterima.

Setelah semua uraian mengenai upaya-upaya hukum yang


dapat ditempuh terhadap putusan, berikut ini merupakan salah satu
contoh kasus yang berkaitan dengan upaya hukum Peninjauan
Kembali.
KASUS POSISI

Putusan ini merupakan Putusan Peninjauan Kembali (PK)


terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA)
Nomor 21 K/Pdt/2007. Putusan ini merupakan perkara tuntutan
ganti kerugian terhadap korban luka-luka dan meninggal
penumpang sebuah mobil yang ditabrak dari belakang oleh Bus
yang dikemudikan oleh Suharnoto dan dimiliki oleh PT. Putra
Luhur. Putusan Kasasi memerintahkan Suharnoto dan PT. Putra
Luhur untuk membayar ganti rugi kepada para penggugat (korban)
masing-masing sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
Rupiah) dan Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta Rupiah). Yang
mengajukan PK dalam putusan ini adalah PT. Putra Luhur. Majelis
Hakim dan Panitera dalam Putusan ini adalah:
Ketua Majelis :
Dr. Artidjo Alkostar,S.H.,LL.M.
Hakim Aggota :
Soltoni Mohdally, S.H., M.H.

33
Atja Sondjaja, S.H.

Panitera Pengganti : Febry Widjajanto, S.H., M.H.

Permohonan PK PT. Putra Luhur ditolak karena bukti yang


diajukan tidak berkualitas sebagai novum.
A.1 Para Pihak

 Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat


II/Pembanding/Termohon Kasasi adalah PT. PUTRA LUHUR,
berkedudukan di Jalan Kaliurang, Gang Pandega Bhakti
Nomor 6 Yogyakarta ;
 Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon
Kasasi/Penggugat I/Terbanding adalah DJOKO
SUBANDRIO, bertempat tinggal di Jalan Elang Nomor 81,
Kelurahan Halim Perdana Kusuma, Kecamatan Makassar,
Jakarta Timur ;
 Para Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu para
Turut Termohon Kasasi/Termohon Kasasi/Penggugat II, III,
IV, V, VI, VII/Tergugat I terdiri atas 7 orang, yaitu:
1. HENNY HENDRIANI, bertempat tinggal di Jalan Elang
Nomor 81, Kelurahan Halim Perdana Kusuma, Kecamatan
Makassar, Jakarta Timur ;

2. BAMBANG SUBANDRIASTO, bertempat tinggal di Jalan


Rasamala Nomor 25, Kelurahan Utan Kayu Utara,
Kecamatan Matraman, Jakarta Timur ;
3. DYAH ERNI HERAWATI, bertempat tinggal di Jalan Utan
Kayu Utara, Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan
Matraman,, Jakarta Timur ;
4. SIGIT SUBANDRIARTO,

5. RATIH RUSMINI RADISMAN, keduanya bertempat


tinggal di Jalan Apel II Nomor 36 Blok C-9, Kelurahan
Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi ;
6. KRISTANTI SITI KULSUM, bertempat tinggal di Jalan

34
Rasamala Nomor 25, Kelurahan Utan Kayu Utara,
Kecamatan Matraman, Jakarta Timur ;
7. SUHARNOTO bin SUWITO SENTONO, bertempat
tinggal Kampung Gowangan JTS-3 Nomor 262,
RT.014/RW.III, Desa Gowangan, Kecamatan Jetis,
Yogyakarta.
A.2 Duduk Perkara

 Pada tanggal 23 Januari 1999 sekitar jam 02.00 WIB, para


Penggugat menumpang Mobil Dinas ABRI/TNI AU Toyota Hl-
Ace Nomor polisi.8003- 00 yang dikemudikan oleh salah
seorang Penggugat, yaitu Letkol Lek Djoko Subandrio di Jalan
Tol Cikampek menuju Jakarta setelah kembali dari Bandung
melayat famili yang meninggal ;
 Sewaktu sampai di daerah Cikarang, tiba-tiba mobil yang
dikemudikan oleh Letkol Lek Djoko Subandrio ditabrak dari
belakang oleh sebuah Bus milik Tergugat II yang
dikemudikan Tergugat I ;
 Akibat dari tabrakan keras tersebut, salah seorang anak
Penggugat bernama Vidia Ayuningtyas meninggal dunia,
Dyah Erni Herawati menderita luka parah dan cacat serta
dirawat di Rumah Sakit Mitra Keluarga Jakarta selama 2 (dua)
bulan, dan penumpang lainnya sebanyak 10 (sepuluh) orang
menderita luka parah semuanya ;
 Disamping adanya korban manusia, tabrakan tersebut juga
telah merusak hingga tidak dapat digunakan lagi sebuah milik
TNI AU, yaitu kendaraan merk Toyota Hi-Ace Nomor
polisi.8003-00 ;

 Begitu keluar dari Rumah Sakit Mitra Keluarga, salah seorang


Penggugat bernama Dyah Erni Herawati mendapat cacat
seumur hidup karena kedua tungkai bawah dan terpaksa
dibantu tongkat penyangga bila mau bangkit, dan sekarang

35
hanya bisa duduk di kursi roda serta kelihatan sangat
menderita, karena sebagai ibu rumah tangga tidak dapat
menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga ;
 Selama para Penggugat di rawat di Rumah Sakit dan
mengurus salah satu korban yang meninggal dunia, para
Penggugat telah mengeluarkan biaya-biaya yang seluruhnya
sesuai dengan bukti yang ada adalah sebesar
Rp155.600.000,00 (seratus lima puluh lima juta enam ratus
ribu Rupiah) dengan perincian sebagai berikut :
- Biaya pemakaman/selamatan Rp5.000.000,00 ;

- Biaya penggantian Mobil Dinas Rp20.000.000,00 ;

- Biaya operasi perawatan dan pembelian obat-obatan


atas nama Dyah Erni Herawati Rp60.000.000,00 ;
- Biaya perawatan dan obat-obaian atas nama Bambang
Subandriasto Rp7.500.000,00 ;
- Biaya perawatan dan obat -obatan atas nama Sigit
Subandriarto Rp7.500.000,00 ;
- Biaya perawatan dan obat -obatan atas nama Ratih
Rusmini Radisman Rp3.000.000,00 ;
- Biaya perawatan dan obat-obatan atas nama Djoko
Subandrio Rp6.000.000,00 ;
- Biaya perawatan dan obat-obatan atas nama Heni
Henfiariani Rp8.500.000,00 ;
- Biaya perawatan dan obat-obatan atas nama Kristianti
Siti Kulsum Rp6.000.000,00 ;
- Biaya terapi 1 minggu 3 x selama 2 (dua) bulan atas
nama Nyonya Heni Hendriani a Rp50.000,00
Rp2.100.000,00 ;
- Biaya perawatan akan dating untuk Nyonya Diah Rini
Herawati Rp20.000.000,00 ;

- Biaya perawatan dan obat-obatan atas nama Fitria

36
Widyarti anak dari Sigit Subandriarto Rp4.000.000,00 ;
- Biaya perawatan dan obat-obatan atas nama Ario
Pranadityo anak dari Djoko Subandrio Rp. 6.000.000,00 ;
JUMLAH Rp155.600.000,00 ; Terbilang (seratus lima puluh
lima juta enam ratus ribu Rupiah ) ;

 Selain kerugian tersebut diatas, para Penggugat juga


dirugikan secara moril yang sulit ditaksir dalam sejumlah
uang, namun setidak-tidaknya sebesar Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta Rupiah) ;
 Dengan demikian kerugian materiil dan moril yang di alami
penggugat adalah, sebesar Rp305.600.000,00 (tiga ratus lima
juta enam ratus ribu Rupiah) ;
 Tergugat I telah disidangkan dan dijatuhi pidana oleh
Pengadilan Negeri Bekasi karena terbukti melanggar Pasal
359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni karena
kealpaannya menyebabkan orang lain meninggal dunia,
sesuai Putusan Pengadilan Negeri Bekasi tanggal 12 Mei
1999 Nomor 152/Pid.B/1999/PN.Bks ;
 Mobil Bus Putra Luhur Nomor polisi AB-2882-AE yang
dikemudikan oleh Tergugat I terbukti milik Tergugat II ;
A.3 Gugatan Para Penggugat:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya ;

2. Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan


Penggugat dalam perkara ini ;
3. Menyatakan perbuatan Tergugat I adalah melawan hukum
dan Tergugat II turut bertanggung jawab atas perbuatan
melawan hukum yang dilakukan Tergugat I ;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung
renteng membayar ganti kerugian kepada Penggugat sebesar
Rp305.600.000,00 (tiga ratus lima juta enam ratus ribu
Rupiah) ;

37
5. Menyalakan sah dan berharga sita jaminan dalam perkara ini ;

6. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung


renteng membayar kepada Penggugat sebesar Rp50.000,00
(lima puluh ribu Rupiah) per hari setiap ia lalai memenuhi isi
putusan, terhitung sejak putusan diucapkan sampai
dilaksanakan ;
7. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu
walau ada verzet, banding atau kasasi dari Tergugat ;
8. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung
renteng membayar biaya perkara.
A.4 Eksepsi Tergugat II

1. Gugatan para Penggugat adalah gugatan mengenai ganti rugi


atau peristiwa kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan antara
mobil Dinas TNI/AU dengan Bus mobil Tergugat II yang
dikemudikan oleh Tergugat I ;
2. Dalam tuntutan Penggugat antara lain menuntut kerugian atas
rusaknya mobil Dinas TNI/AU ;
3. Dalam hal ini sebagai pihak yang dirugikan adalah TNI/AU,
sehingga hanya TNI/AU yang berhak untuk menuntut ganti
rugi, sehingga para Penggugat tidak memiliki kompetensi
untuk mengajukan gugatan atas hal tersebut ;
4. Dalam gugatan Penggugat menempatkan Suhartono sebagai
Tergugat I, sedang ia beralamat di Kabupaten Bantul maka
seharusrya gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Bantul ;
5. Didalam gugatan ini para Penggugat memberikan kuasa
kepada dua orang Perwira TNI/AU, padahal menurut posita
gugatan tidak diungkapkan korelasi antara para Penggugat
dengan kuasanya, walau Penggugat menyebutkan mobil
Dinas TNI/AU tidak mengajukan gugatan. Selain itu harus
dipertanyakan legalitas pemakaian mobil Dinas untuk
menjalankan kepentingan kedinasan. Demikian pula tidak
dijelaskan kapasitas pemegang kuasa apakah mereka

38
Pengacara atau Penasehat Hukum yang sah dan
mendapatkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman atau
Pengadilan Tinggi serta telah memperoleh ijin atasannya,
kalau tidak ternyata, bahwa pemegang kuasa adalah
Pengacara atau Penasehat Hukum, maka mereka tidak
berhak untuk beracara di Pengadilan kecuali dipenuhi syarat
sebagai kuasa insidentil.
A.5 Putusan Tingkat Pertama

Pengadilan Negeri Sleman telah mengambil putusan, yaitu


Putusan Nomor 105/Pdt.G/1999/ PN.Slmn, tanggal 13 Maret
2000, yang amarnya sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian ;

2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan


melanggar hukum ;

3. Menghukum oleh karena itu untuk membayar ganti rugi


kepada para Penggugat sebagai berikut :
 Tergugat I Suhartono bin Suwito Sentono
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta Rupiah) ;
 Tergugat II P.T. Putra Luhur sebesar Rp75.000.000,00
(tujuh puluh lima juta Rupiah) ;
4. Menolak gugatan selebihnya ;
5. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng
membayar biaya perkara ini sebesar Rp351.000,00 (tiga
ratus lima puluh satu ribu Rupiah).
A.6 Putusan Tingkat Banding

Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat II,


Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor
105/Pdt.G/1999/PN.Slmn, tanggal 13 Maret 2000 tersebut
telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta dengan
Putusan Nomor 86/PDT/2000/PTY., tanggal 31 Januari 2001
yang amarnya sebagai berikut :

39
 Menerima permohonan banding dari Tergugat ll
Pembanding tersebut ;

 Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Sleman,


tanggal 13 Maret 2000 Nomor
105/Pdt.G/1999/PN.Slmn., yang dimohonkan banding
tersebut ;
Dalam Eksepsi :

 Mengabulkan Eksepsi
Tergugat

Pembanding ; Dalam Pokok


Perkara :
 Menyatakan gugatan para Penggugat Terbanding tidak
dapat diterima ;
 Menghukum para Penggugat Terbanding untuk
membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan,
yang dalam tingkat banding ditentukan sebesar
Rp95.000,00 (sembilan puluh lima ribu Rupiah) ;
A.7 Putusan Tingkat Kasasi

Amar Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor


21 K/Pdt/2007, tanggal 28 Nopember 2007 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
Djoko Subandrio tersebut ;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi
Yogyakarta Nomor 86/Pdt/ 2000/PT.Y., tanggal 31
Januari 2001.
Dalam Eksepsi :

 Menolak
Eksepsi Tergugat
II ; Dalam Pokok

40
Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian ;

2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan


melanggar hukum ;

3. Menghukum oleh karena itu untuk membayar ganti rugi


kepada para Penggugat sebagai berikut :
 Tergugat I Suharnoto bin Suwito Sentono sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta Rupiah) ;
 Tergugat II PT. Putra Luhur sebesar Rp75.000.000,00
(tujuh puluh lima juta Rupiah) ;
4. Menolak gugatan selebihnya.

A.8 Alasan-Alasan Peninjauan Kembali

 Berdasarkan Pasal 67 huruf f Undang Undang Mahkamah


Agung, yang menyatakan, bahwa “Apabila dalam putusan
terdapat suatu kekhilafan atau kekeliruan yang nyata”.
Pertimbangan hukum dalam Putusan Kasasi Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 21 K/Pdt/2007, tanggal 28
November 2007, halaman 10 (sepuluh) yang hanya
mengambil alih alasan ke 1 dan 2 dari Pemohon
Kasasi/Termohon PK adalah pertimbangan hukum yang
mengandung kekhilafan dan kekeliruan, sebab :
a. Berdasarkan Surat Bukti Tambahan dari Pemohon
Peninjauan Kembali/ Pembanding berupa foto copy Surat
Direktur Jendral Perhubungan Darat Departemen
Perhubungan tanggal 14 Mei 1999 dan foto copy salinan
Akta Pendirian CV. "LUHUR", Akta Nomor 21 tanggal 6
September 1989, Notaris Nyonya Soemi Sajogjo Moedito
Mardjikoen, (foto copy telah dicocokan dengan aslinya di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sleman), telah jelas dan
ternyata bahwa Bus Pariwisata yang dikemudikan Tergugat
II Pembanding/Turut Termohon Peninjauan Kembali VII

41
dan kemudian menabrak mobil HiAce Nomor Polisi.8003-
00 adalah milik CV.Luhur, berkedudukan di Kabupaten
Sleman, perseroan mana dipimpin oleh Nyonya I Gusti Ayu
Megawati, dengan jabatan sebagai Direktur. Dengan
demikian sebenarnya kedudukan PT. Putra Luhur yang
dalam Gugatan dinyatakan sebagai Tergugat II dan diwakili
oleh Ir. I Gusti Ngurah Adnyana, adalah error in persona,
karena seharusnya yang ditempatkan sebagai Tergugat II
adalah CV. Luhur dan yang berkewajiban mewakili di
Pengadilan adalah Direkturnya Cq. Nyonya I Gusti Ayu
Megawati ;
b. Penempatan Pihak yang keliru dalam gugatan in casu
Tergugat II, mengakibatkan usaha yang sia-sia, karena
meskipun gugatan pokok perkara dikabulkan, Putusan
Pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan (non
executable) ;
c. Masalah Surat Tanda Nomor Kendaraan dan Bukti
Pemilikan Kendaraan Bermotor kendaraan Bus, yang atas
namanya adalah Ir. I Gusti Ngurah Adnyana, tidak dapat
dipakai sebagai dasar dalam pertimbangan hukum
Pengadilan, sebab secara hukum bukti kepemilikan atas
barang-barang bergerak termasuk Bus Pariwisata tidak
dasarkan pada Nama yang tersebut dalam Surat Tanda
Nomor Kendaraan maupun Bukti Pemilikan Kendaraan
Bermotor, sehingga nama yang tersebut dalam Surat
Tanda Nomor Kendaraan dan Bukti Pemilikan Kendaraan
Bermotor adalah bukan serta merta merupakan Pemiliknya
yang harus bertanggungjawab terhadap suatu peristiwa
yang dilakukan oleh Suharnoto sebagai karyawan CV.
Luhur ;
d. Berdasarkan Bukti P-1 berupa Foto copy salinan putusan
Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 152/Pid.B/1999/PN.

42
Bks., tanggal 19 Mei 1999. Terdapat fakta hukum, yaitu
bahwa benar Terdakwa (Tergugat H/Turut Termohon
Kasasi) adalah pengemudi dari Bus Pariwisata Putra Subur
Nomor Polisi AB-2882-AE dengan SIM BI. dan benar
Terdakwa berangkat dari Jogyakarta mengemudikan Bus
Pariwisata PO. Putra Subur Nomor Polisi AB-2882-AE
dengan tujuan Jakarta. Dalam persidangan tersebut Tidak
Pernah terungkap akta bahwa perusahaannya adalah PT.
Putra Luhur. Mohon Majelis Hakim Periksa Bukti P-1
(Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor
152/Pid.B/1999/ PN. Bks, tanggal 19 Mei 1999 ;
 Pertimbangan hukum Mahkamah Agung hal 10 alinea 2 yang
menyatakan bahwa "mengenai alasan-alasan ke-1 dan 2,
alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena oleh
Karena Pengadilan Tinggi Yogyakarta telah salah
menerapkan hukum, sebab dalam jawaban Termohon
Kasasi/Tergugat II, Termohon Kasasi/Tergugat II tidak
membantah bahwa Termohon Kasasi/Tergugat I bekerja pada
Termohon Kasasi/Tergugat II, karenanya Termohon
Kasasi/Tergugat II adalah sudah benar PT. Putra Luhur
adalah pertimbangan hukum yang mengandung kekeliruan
dan kekhilafan, sebab yang dimaksud dan dipahami oleh
Pemohon Peninjauan Kembali sebagai Tergugat II
sebenarnya adalah CV. Luhur, sehingga asumsi Pemohon
Peninjauan Kembali apabila Termohon Kasasi/Tergugat I
adalah bekerja di CV. Luhur dapat dibenarkan dan tidak benar
apabila Termohon Kasasi/Tergugat I bekerja di PT. Putra
Luhur, karena memang PT. Putra Luhur adalah Tidak Pernah
Ada di Jalan Pandega Bakti Nomor 6 A, Catur Tunggal,
Depok, Sleman ;
 Berdasarkan Pasal 67 huruf b Undang Undang Mahkamah
Agung, yang menyatakan bahwa "Apabila setelah perkara

43
diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan" ;
 Pemohon Peninjauan Kembali (PK) telah menemukan surat-
surat bukti yang bersifat menentukan pada hari Senin, tanggal
31 Mei 2010, yaitu sebagai berikut :
1. Ijin Tempat Usaha Nomor: 503/4780/1994 a.n I Gusti Ayu
Megawati, diberi tanda Novum T1 ;
Membuktikan bahwa walaupun jenis kegiatan usahanya
menyangkut Kontraktor dan Perdagangan Umum, namun
dalam menjalankan usaha pariwisata, "CV. Luhur" juga
mendasarkan pada Ijin Tempat Usaha Nomor
503/4780/1994 tersebut, hal ini untuk membuktikan dan
menegaskan bahwa jenis Usaha Pariwisata itu tidak
dilakukan oleh Perusahaan PT.Putra Luhur, sebagaimana
dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 21 K/Pdt/2007,
tetapi oleh CV. "Luhur" yang Pemiliknya serta Pengurusnya
adalah Nyonya I Gusti Ayu Megawati. Novum T1 ini juga
untuk mendukung bukti Pemohon PK/Pembanding/
Tergugat II, yang berupa Akta Pendirian Persekutuan
Comanditair CV "Luhur" Akta Notaris Nomor 21, tanggal 6
September 1989. Dimana dalam Akta Pendirian CV, AKta
Nomor 21 tanggal 6 September 1989 tersebut yang
menjadi Pengurusnya, yaitu Direkturnya adalah Nyonya I
Gusti Ayu Megawati. Jadi sangat jelas dan nyata, bahwa
fakta hukum yang ada dalam perkara ini, mengenai siapa
yang harus bertanggungjawab terhadap Penggugat adalah
bukan PT.Putra Luhur. Sehingga, gugatan Penggugat
adalah error in persona. Karena Bukti Baru Novum T-1 ini
yang aslinya disimpan di Kantor Pemerintah Kabupaten
Sleman, maka diterbitkanlah Surat Keterangan Nomor
503/320/2010. yang menerangkan bahwa Pemerintah

44
Kabupaten Sleman pernah mengeluarkan Surat Keputusan
Bupati Kepala Daerah TK II Sleman Nomor
503/4780/HO/1994, tanggal 4 Oktober 1994 tentang
Pemberian Ijin Tempat Usaha kepada Nama Nyonya I
Gusti Ayu Megawati, Badan Usahanya adalah CV. LUHUR,
diberi tanda T-2 ;
2. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor SIUP:57/12-
02/PM/XI/1994 atas nama Perusahaan CV. Luhur, diberi
tanda Novum T-3 ;
Bukti baru Novum T-3. berupa Surat Ijin Usaha
Perdagangan (SIUP) Nomor SIUP:57/12-02/PM/XI/1994
membuktikan, bahwa Jenis kegiatan Usaha Pariwisata
adalah mendasarkan pada bukti Novum T-3 ini, yang
nama Perusahaannya adalah CV "Luhur" dan nama
penanggungjawabnya adalah I Gusti Ayu Megawati yang
berkedudukan di Jalan Pandega Bakti Nomor 6 A, Catur
Tunggal, RT 01, RW 01, Depok, Sleman. Dan tidak pernah
ada Nama Perusahaan PT. Putra Luhur di Jalan Pandega
Bakti Nomor 6 A, Catur Tunggal, Sleman tersebut. Novum
T-3 ini didukung dengan bukti tambahan yang diberi tanda
T-4 berupa Surat Pernyataan dari Nyonya I Gusti Ayu
Megawati yang diketahui oelh Pemerintah Desa Catur
Tunggal dan Camat Depok. Yang menyatakan bahwa CV.
Luhur berkedudukan di Jalan Pandega Bakti Nomor 6 A,
Catur Tunggal, Depok, Sleman. Sehingga dengan
demikian Nama Perusahan PT. Putra Luhur adalah Tidak
Dikenal di Jalan Pandega Bakti Nomor 6 A, Catur Tunggal,
Depok, Sleman. Oleh karena itu Gugatan Penggugat in
casu yang memasukan PT. Putra Luhur sebagai Tergugat
II adalah Error In Persona, dengan demikian walaupun
Gugatan pokok perkara dikabulkan namun gugatan
tersebut tidak dapat dieksekusi (non executable) ;

45
3. Surat Pernyataan tanggal 10 Juni 2010, atas nama I Gusti
Ayu Megawati, Direktur CV. Luhur, diketahui Pemerintah
Setempat, diberi tanda T-5. Membuktikan bahwa I Gusti
Ayu Megawati selaku Direktur CV. Luhur, hanya memiliki
usaha CV. Luhur, dan tidak pernah memilikii dan tidak
kenal perusahaan PT. Putra Luhur alamat Jalan Pandega
Bakti Nomor 6 Catur Tunggal, Depok Sleman. Artinya
bahwa PT. Putra Luhur tidak pernah ada dan tidak pernah
dikenal di alamat tersebut ;
4. Sesuai Pasal 67 huruf f Undang Undang Mahkamah
Agung tersebut di atas, Kekeliruan dan kekhilafan lain
dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 21 K/Pdt/2007, tanggal 28 November 2007, adalah
bahwa tidak adanya pertimbangan hukum mengenai
adanya pembayaran-pembayaran kepada Penggugat/
Termohon Peninjuan Kembali, baik berupa santunan dari
Perusahaan Asuransi, maupun dari Tergugat II sendiri
yang dahulu dilakukan sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta
Rupiah), sehingga sebenarnya baik dari aspek pidana
(bukti P-1) maupun perdata, permasalahan kecelakaan
lalu lintas yang menimpa pada diri Penggugat/Termohon
Peninjauan Kembali dan Tergugat II/Pemohon Peninjauan
Kembali adalah sudah selesai. Hal ini dapat dilhat dari
Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku ketika itu, dan
atau Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku sekarang. Dan
juga undang-undang tentang asuransi wajib kecelakaan
lalu lintas.
A.9 Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Peninjauan
Kembali
 Terhadap alasan-alasan Peninjauan Kembali tersebut
Mahkamah Agung berpendapat:

46
- Bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali, yaitu T-1 berupa Ijin Tempat Usaha dan T-3
tentang SIUP telah pernah dipertimbangkan tentang alamat
CV. Luhur yang diajukan dalam eksepsi, sehingga bukti
tersebut tidak berkualitas sebagai Novum ;
- Bukti T-2 berupa Surat Keterangan Sepihak dan Produk
Baru tanggal 11 Juni 2010, sehingga tidak berkualitas
sebagai Novum ;
- Bukti T-4 juga tidak berkualitas sebagai Novum, karena
berupa pernyataan sepihak dan produk baru tanggal 1 Juni
2009 ;
- Alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali tidak
memenuhi syarat Pasal 67 b Undang Undang Nomor 14
Tahun 1985 yang dirubah dengan Undang Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang
Undang Nomor 3 Tahun 2009 ;
 Berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali PT. PUTRA LUHUR tersebut adalah tidak beralasan
sehingga harus ditolak ;
 Karena permohonan peninjauan kembali ditolak, maka
ongkos perkara dalam tingkat peninjauan kembali ini harus
dibebankan kepada Pemohon Peninjauan Kembali.
A.10 Putusan Peninjauan Kembali
 Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon
Peninjauan Kembali PT. PUTRA LUHUR tersebut ;
 Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali/Tergugat II
untuk membayar ongkos perkara dalam pemeriksaan
peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah).

47
2 Latihan
Dalam latihan ini, peserta kuliah diharapkan mampu
menjawab soal-soal berikut ini. Setelah peserta kuliah menjawab
soal-soal tersebut, diharapkan dapat menelusuri jawabannya
pada bagian uraian.
Soal Pertama. Apakah ada perbedaan antara upaya hukum
perlawanan (Verzet) dengan upaya hukum perlawanan pihak
ketiga (Derdenverzet)? Jelaskan jawaban saudara.
Soal Kedua. Apakah pengajuan permohonan PK yang telah
lewat jangka waktu 180 hari, masih dapat diterima oleh MA?
Jelaskan jawaban saudara beserta dasar hukumnya.
Hasil pekerjaan dapat didiskusikan dengan peserta lainnya. Tentu
saja, kolaborasi membahas jawaban dilakukan setelah semua
peserta kuliah telah menyelesaikan jawaban kedua soal secara
mandiri.
3 Rangkuman
Peninjauan kembali adalah meninjau kembali putusan
perdata yang telah memperoleh kekuasaan hukum tetap, karena
diketahuinya hal-hal baru yang dahulu tidak dapat diketahui oleh
hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan
hakim akan menjadi lain. PK hanya dapat dilakukan oleh MA.
Peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung, dan apabila terdapat hal-hal atau
keadaan yang ditentukan oleh undang-undang terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat
dimintakan peninjauan kembali kepada MA, dalam perkara perdata
dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 21 UU
No.14/1970).
Apabila ada pihak ketiga yang hak-haknya dirugikan oleh
suatu putusan, maka ia dapat mengajukan perlawanan terhadap
putusan tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Psl. 378 RV.
Pihak ketiga yang hendak mengajukan perlawanan terhadap

48
suatu putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja,
tetapi harus nyata-nyata telah dirugikan hak-haknya.
Prorogasi diatur dalam Pasal 324 Rv sampai dengan Pasal
326 Rv. Sengketa yang dapat dimintakan pemeriksaan ulang
dapat dimintakan pemeriksaan dalam tingkat pertama kepada
pengadilan banding tersebut asal oleh pihak-pihak yang
bersengketa telah disetujui dengan suatu akta untuk mengajukan
sengketa mereka sejak permulaan kepada pengadilan banding
tersebut.
Ketentuan mengenai upaya hukum terhadap putusan
eksepsi berpedoman kepada Pasal 9 Undang-Undang No.20
Tahun 1947. Putusan eksepsi merupakanputusan sela, sehingga
hanya dapat dimintakan banding bersama-sama dengan putusan
akhir.
4 Pustaka
1. Dr. H. Zainal Asikin, S.H., S.U. 2015. Hukum Acara Perdata Di
Indonesia. Prenadamedia Group.
2. Sudikno Mertokusumo. 2009. Edisi kedelapan. Liberty
Yogyakarta.
3. M. Yahya Harahap, S.H. 2008. Hukum Acara Perdata. Sinar
Grafika.
4. https://www.academia.edu/24643268/ANALISA_GUGATAN_G
ANTI_KERUGIAN_TERHADAP_KORBAN_MENINGGAL_DU
NIA_PUTUSAN_NOMOR_444_PK_Pdt_2011

D. Tugas dan Lembar Kerja


Pada tugas ini, peserta kuliah diminta untuk menganalisis putusan
peninjauan kembali pada kasus posisi sebagaimana telah diuraikan
pada penjelasan di atas. Tugas ini dikerjakan secara mandiri oleh
masing-masing peserta dan akan dibahas pada pertemuan dikelas
maupun via daring.

49
E. Tes Formatif
Pilihlah 1 (satu) jawaban yang paling tepat dari soal-soal pilihan ganda
berikut ini :
1. Dalam praktik, sering dijumpai bahwa penyitaan telah dilakukan
terhadap harta kekayaan milik pihak ketiga. Upaya hukum yang
dapat dilakukan pihak ketiga untuk mempertahankan hak dan
kewajibannya tersebut adalah :
a. Perlawanan
b. Derden Verzet
c. Gugatan
d. Verzet
2. Terhadap putusan yang telah diputus tanpa kehadirannya maka
pihak tergugat dapat mengajukan upaya hukum :
a. Verzet
b. Verstek
c. Banding
d. Kasasi
3. Di dalam Hukum Acara Perdata dikenal dua macam upaya hukum,
yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Beberapa
jenis upaya hukum biasa, kecuali :
a. Banding
b. Kasasi
c. Perlawanan terhadap putusan verstek
d. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial
4. Permohonan Peninjauan Kembali putusan perkara perdata dapat
diajukan berdasarkan alasan :
a. Ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan
b. Melanggar hukum yang berlaku
c. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
d. Semua benar
5. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang kalah
terhadap putusan Niet Onvantkelijke Velklaard (NO) adalah …….

50
a. Mengajukan upaya hukum banding
b. Mengajukan gugatan hukum
c. Mengajukan peninjauan kembali
d. Jawaban a dan b benar

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Apabila peserta kuliah telah menjawab tes formatif dengan baik,
bandingkanlah jawaban anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban
yang disediakan. Jika hasil perhitungan menunjukkan anda telah
mencapai tingkat penguasaan sama atau lebih besar dari 80%, maka
peserta kuliah dipersilahkan untuk meneruskan ke kegiatan belajar
selanjutnya.
Untuk mengetahui persentase penguasaan materi pada
kegiatan belajar ke-2 ini, anda dapat menghitung menggunakan rumus
berikut:

51

Anda mungkin juga menyukai