Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT DHF pada Anak

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

· Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotip virus
dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi
perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya perdarahan sebagai
akibat kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Soegijanto, 2002)

· Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan orang dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.
(Nabiel 2014)

· Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi
perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer,
Arif 2008)

· Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah contoh dari penyakit yang disebabkan oleh vektor. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang disebarkan melalui populasi manusia yaitu oleh aedes aegypti ( Smeltzer,
2001)

Kesimpulannya : dengue hemorogik fever atau demam berdarah dengue merupakan deman oleh infeksi
akut yang disebabkan oleh virus atau arto virus dengan melalui gigitan nyamuk aedes dengan ditandai
pelebaran permiabilitas kapiler, kelainan nomeostasis, perdarahan dan bertendensi menyebabkan syok.

2. Anatomi Fisiologi

Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sum-sum tulang dan
nodus limfa. Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat
badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.

Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :

1) Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah.

2) Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut:

a) Eritrosit (sel darah merah)


b) Leukosit (sel darah putih)

c) Trombosit (platelet) butir pembeku darah.

a. Sel darah merah (eritrosit)

Merupakan cairan bikonkav dengan diameter sekitar 7 mikron, yang memungkinkan gerakan oksigen
masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membrane dan inti sel, warnanya
kuning kemerah-merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin.

Sel darah merah

Komponen eritrosit :

Ø membran eritrosit

Ø sistem enzim

Ø hemoglobin, komponennya terdiri atas :

1) Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi

2) Globin : bagian protein yang terdiri aats 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.

Terdapat sekitar 300 molekul Hb dalam setiap sel darah merah. Tugas akhir Hb adalah menyerap
karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari
Hb.

Sifat-sifat sel darah merah :

1) Normositik = sel yang ukurannya normal.

2) Normokromik = sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.

3) Mikrositik = sel yang ukurannya terlalu kecil.

4) Makrositik = sel yang ukurannya terlalu besar.

5) Hipokromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.

6) Hiperkromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.

b. Sel darah putih (Leukosit)

Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu. Sel darah putih
dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak
bergranula, yaitu limfosit T dan B: monosit dan makrofag serta golongan yang bergranula,yaitu eosinofil,
basofil, dan neutrofil.

Fungsi sel darah putih adalah :

1) Sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke
dalam tubuh jaringan sistem retikulo endotel.

2) Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding usus melalui limfa terus
ke pembuluh darah.

Jenis-jenis sel darah putih:

Sel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut:

1) Agranulosit

Memiliki diameter sekitar 10-12 mikron. Granulosit terbagi menjadi 3 kelompok:

a) Neutrofil : granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-
pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau granula, banyaknya sekitar 60-70%.

b) Eosinofil : berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan
neutrofil banyaknya kira-kira 24%.

c) Basofil : berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil dari pada eosinofil, mempunyai inti
yang bentuknya teratur banyaknya kira-kira 0.5% disumsum merah. Basofil bekerja sebaga limfosit sel
mast dan mengeluarkan peptide vasoaktif.

2) Granulosit

Terdiri atas limfosit dan monosit:

a) Limfosit

Memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan
limfe. Ukurannya sekitar 7-15 mikro, banyaknya 20-25 % dan fungsinya membunuh dan memakan
bakteri yang masuk dalam jaringan tubuh.

Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan B.

Limfosit T : meninggalkan susmsum tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju
ketimus, kemudian sel-sel beredar dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen
dimana mereka telah diprogramkan untuk mungenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya. Sel ini
akan mengahasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme dan memberitahu sel-sel
darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi.
Limfosit B : terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai antigen
dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini, limfosit B mengalami pematangan
lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta menghasilkan antibody.

b) Monosit

Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit abu-abu serta mempunyai
bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit dibentuk didalam sumsum tulang masuk kedalam sirkulasi
dalam bentuk hematom dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke
jaringan. Fungsinya sebagai fagosit, jumlahnya 34 % dari total komponen yang ada di sel darah putih.

Jumlah sel darah putih.

Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 10 9/l yang terbagi sebagi berikut.

Granulosit :

a) Neutrofil 2,5 – 7,5 x 109

b) Eosinofil 0,04 – 0,44 x 109

c) Basofil 0 – 0,10 x 109

Limfosit 1,5 – 3,5 x 109

Monosit 0,2 – 0,8 x 109

c. Keping darah (Trombosit)

Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang berbentuk cakram
bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari.

Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-400.000/milimeter), sekitar 30-40%
terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam darah.

Fungsi trombosit yaitu berperan penting dalam pembentukan bekuan darah diantaranya mengubah
bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera.

d. Plasma darah

Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan
hamper 90% dari plasma darah terdiri atas air.

Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah sebagai berikut :

1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.


2. Garam-garam mineral seperti garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain yang berguna dalam
metabolisme dan juga mengadakan osmotik.

3. Protein darah (albumin dan globulin) menigkatkan viskositas darah juga menimbulkan tekanan
osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh

4. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, vitamin).

5. Hormone, yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.

6. Antibody.

e. Limpa

Merupakan organ lunak kurang lebih berukuran 1 kepalan tangan. Limpa terletak pada pojok atas kiri
abdomen di bawah costa, limpa terdiri atas kapsula limpa fibroelastin, folikel (masa jaringan limpa) dan
pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit).

Faktor-faktor Pembekuan Darah

Faktor Nama

I fibrinogen

II protrombin

IV kalsium

V labile factor, proaccelerin, dan accelerator (AC-) globulin

VII proconvertin, serum, protrombin convertin accelerator (SPCA), cotromboplastin, dan


autoprotrombin I

VIII Antihemophilic, factor, antihemophilic globulin

(AHG)

IX plasma thromboplastin component (PTC)/chrismas factor

XII factor Hageman

XIII factor stabilisasi febris


IMUNITAS

Imunitas adalah keadaan seseorang yang terlindung dari pembentukan penyakit. Imunitas dapat bersifat
inheren/bawaan (innate), pasif, atau didapatkan setelah panjanan terhadap suatu mikroorganisme.

Imunitas Inheren

Imunitas inheren atau bawaan adalah imunitas yang terjadi karena retensi alami organisme. Imunitas
inheren mencakup sawar terhadap infeksi yang dihasilkan oleh kulit, asam lambung atau usus, air mata
serta mediator-mediator peradangan yang nonspesifik.

Imunitas Pasif

Imunitas pasif mengacu kepada imunitas yang diberikan kepada seseorang melalui transfer antibody
dari orang lain atau pemberian suatu sitotoksin yang telah dipersiapkan. Antitoksin adalah antibody
yang diproduksi secara spesifik terhadap toksin bakteri tertentu. Imunitas pasif teradi apabila antibody
dari suatu ibdividu untuk melawan virus hepatitis B di ambil dan dipindahkan ke individu lain yang telah
terpajan pada virus, namun sel-selnya belum terinfeksi oleh virus tersebut.

Imunitas Aktif

Imunitas aktif adalah respon imun selular dan humoral yang dibentuk seseorang yang telah secara
bermakna terpajan ke suatu mikroorganisme atau toksin. Pajanan dapat terjadi dalam bentuk proses
penyakit atau akibat imunisasi. Imunitas aktif di tandai oleh memori baik di sel T maupun sel B, dan
pembentukan sel T dan antibody spesifik. Dapat dilakukan pengukuran titer (kadar) antibody dalam
serum biakan untuk mengetahui telah terbentuknya imunitas terhadap suatu mikoorganisme atau
toksin. Titer yang positif (kecuali pada bayi) mencerminkan imunitas aktif.

Status Imun Janin dan Bayi Baru Lahir

Imunitas diperantarai sel (sel T) berawal di dalam Rahim. Respons imun humoral primer (IgM) terhadap
berbagai mikroorganisme dapat dirangsang di dalam janin pada trimester ketiga kehamilan. Respons-
respons imunlain terhadap suatu antigen (IgG dan IgA) , fagotosis neutrofil dan makrofag dan
pembentukan zat-zat antara peradangan belum terdapat secara signifikan sampai 6-8 bulan setelah
lahir. Hal ini membuat janin dan bayi baru lahir rentan terhadap infeksi dan penyakit. Dalam uterus ,
antibody IgG ibu secara aktif dipindahkan melintasi sel-sel plasenta dan dapat dideteksi di dalam tubuh
bayi selama paling sedikit 6 bulan setelah lahir. Antibody-antibodi ini menghasilkan imunitas pasief
terhadap berbagai mikroorganisme bagi janin dan bayi. IgA dan immunoglobulin lian dapat sampai ke
bayi melalui air susu. Bayi sangat rentan ketika berusia sekitar 5-6 bulan setelah lahir sewaktu kadar IgG
ibu mulai berkurang, namun system imun bayi itu sendiri belum bekerja pada puncaknya. Hal ini
terutama berlaku apabila bayi tersebut tidak di beri air susu ibunya. (Corwin, 2009)

3. Etiologi

a) Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus)
group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).

b) Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk
aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2002)

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari
penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di
daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana
yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari.

c) Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi
yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua
kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
4. Patofisiologi

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit dan makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enchancement (ADE).

b. Limfosit T baik T-helper (CD 4) dan T sitotoksik (CD 8) berperan dalam respon imun seluler terhadap
virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH 1 akan memproduksi interferon gamma, IL 2 dan limfokin,
sedangkan TH2 memproduksi IL 4, IL 5,IL6 dan IL 10;

c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi, namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag

d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya c3a dan c5a

Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, dua peptida berdaya untuk melepaskan histamin
dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu sebaliknya diperlukan waktu yang cukup lama untuk
sampai terjadinya DIC (Disseminated intravaskular coagulated) disamping trombositopenia ,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V,VII, IX ,X dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan traktus
gastrointestinal pada DHF.

Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan berbagai derajat perdarahan dihampir semua organ, yang
berupa diapedesis beberapa eritrosit sekitar pembuluh darah kecil sampai perdarahan sekitar pembuluh
darah kapiler dan arteriol. Sel endotel arteriol dan kapiler membengkak.

Kemerahan atau bercak-bercak merah yang menyebar dapat terlihat pada wajah, leher, dan dada dada
selama separuh pertama periode demam dan ruam yang jelas yang kemungkinan makulopapular
ataupun menyerupai bentuk demam skarlatina akan muncul pada hari ketiga atau hari keempat.
Menjelang akhir periode demam atau setelah fase defervesens, ruam diseluruh tubuh mulai menghilang
secara bertahap dan kumpulan bintik merah yang terlokalisasi akan muncul didaerah punggung kaki,
tungkai dan dilengan serta tangan. Pertemuan ruam dan bintik merah ditandai dengan bidang-bidang
bulat yang pucat dan menyebar pada kulit normal. Ruam kadang disertai gatal. Pada uji torniket hasil
positif dan atau ptekhie. Trombositopenia sedang sampai berat yang disertai hemokonsentrasi dapat
dibedakan dengan hasil temuan laboratorium klinis. Komplikasi perdarahan seperti epistaksis, gusi
berdarah, perdarahan gastrointestinal, hematuria dan hipermenorhi mungkin menyertai. Perubahan
patologis utama yang menentukan tingkat keparahan penyakit DHF dan membedakannya dengan DF
adalah hemostatis yang abnormal dan kebocoran plasma yang dimanifestasikan dengan
trombositopenia dan jumlah hematokrit yang meningkat.
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan tetap dalam kasus DHF. Penurunan jumlah
trombosit dalam jumlah drastis sampai dibwah 100.000/mm3 biasanya ditemukan pada hari ketiga dan
kedelapan penyakit. Peningkatan jumlah hematokrit pada kasus DHF terutama kasus syok. Peningkatan
hemokonsentrasi dan hematokrit sampai 20% atau lebih dianggap sebagai bukti objektif aanya
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:

1. Supresi sumsum tulang

2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit. Setelah keadaan nadi tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoesis termasuk
megakariosit. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan,hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuentrasi diperifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trommbosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel.
Berbagai penelitian menunjukkan terdinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue
stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur
ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui faktor XIa namun tidak melalui
aktivasi kontak (Kalikrein C1-inhibitor complex )

5. Tanda dan gejala

a) Demam tinggi selama 5 – 7 hari

b) Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

c) Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

d) Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

e) Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

f) Sakit kepala.

g) Pembengkakan sekitar mata.

h) Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.


i) Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary
refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

6. Komplikasi:

Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan menimbulkan kompikisi
adalah sebagai berikut :

1. Perdarahan

Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan
meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit.
Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan
saluran cerna, hematemesis dan melena.

2. Kegagalan sirkulasi

DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan
peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya
aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga
terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.

DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas system
kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia
jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien meninggal dalam 12-24 jam.

3. Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan,
yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih
besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibodi.

4. Efusi pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel
hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan
terjadi dispnea, sesak napas.

7. Klasifikasi:
a) Derajat I :

Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan
hemokonsentrasi.

b) Derajat II :

Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki,
hematoma dan perdarahan dari lain tempat.

c) Derajat III :

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi
berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.

d) Derajat IV :

Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang
berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

8. Pemeriksaan diagnostik

a) Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah melalui
pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

· Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total
lekosit) disertai adanya limfosit plasma biru >15% dari jumlah total lekosit yang pada fase syok akan
meningkat.

· Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8

· Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari
hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.

· Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D Dimer, atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

· Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

· SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat


· Ureum, kreatinin:bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

· Elektrolit: sebagai pemantauan pemberian cairan.

· Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.

· Imunoserologi dilakukan pemeriksaaan IgM dan IgG terhadap dengue:

a) IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-90 hari.

b) IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder IgG mulai
terdeteksi hari ke 2

· Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari perta,a serta saat pulang dari perawatan, uji ini
digunakan untuk keperluan surveilans.

b) Pemeriksaan Radiologis

Pada foto didapatkan efusi pleura, terutama pada hemothoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan
plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Ascites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

9. Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif

a. DHF tanpa perdarahan (renjatan)

Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini
perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup,
susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang
menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai ang dianjurkan tidak
dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi perdarahan.

Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberi
luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg
IM, anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3
mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan
adanya depresi fungsi vital.

Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :


1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi.

2) Hematokrit yang cenderung meningkat

Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului mnculnya secara klinik
perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan tekanan nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya
mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita DHF harus
diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai
hematokrit itlah yang menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak.

b. DHF disertai renjatan (DSS)

Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus sebagai penganti cairan yang hilang
akibat kebocoran plasma. Caiaran yang diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada
respon diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada pasien dengan
renjatan berat diberikan infs harus diguyur dengan cara membuka klem infus.

Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar, tekanan sistolik 80
mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10 l/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam,
maka pemberian infus dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik.

Pada pasien renjatan berat atau renjaan berulang perlu dipasang CVP (Central Venous Pressure) untuk
mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di
ICU.

Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang
perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menutun
sedangkan perdarahanna sedikit tidak kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah
disebut, maka engan keadaan ini dianjurka pemberian darah.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian :

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan
dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan
penunjang lainnya.

1. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur

2. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit


3. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Dahulu

Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I.
bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah
ibu pernah stress saat hamil. Kemudian apakah anak sebelumnya pernah mengalami DBD juga atau tidak
atau Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF
dengan type virus yang lain

b) Alasan Masuk Rumah Sakit

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan
pasien lemah.

c) Riwayat Kesehatan Sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat demam kesadaran
kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis. Riwayat Kesehatan
Keluarga

4. Riwayat imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan timbulnya komplikasi dapat
dihindarkan.

5. Riwayat gizi

Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun
buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.

6. Kondisi lingkungan

Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang bersih (seperti yang
mengenang dan gantungan baju yang di kamar).

7. Pola kebiasaan

Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan
menurun.
Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF grade III-IV bisa
terjadi melena.

Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade
IV sering terjadi hematuria.

Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan
persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.

Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama
untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.

Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk menjaga kesehatan.

8. Pemeriksaan fisik

Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan
tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :

a. Kesadaran : Apatis

b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg

c. Kepala : Bentuk mesochepal

d. Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis

e. Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan

Pendengaran

f. Hidung : Ada perdarahan hidung / epsitaksis

g. Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada rongga mulut,
terjadi perdarahan gusi.

h. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada, nyeri telan

i. Dada :

Inspeksi : Simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan

Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan

Perkusi : Sonor

Palpasi : Taktil fremitus normal

j. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)

Auskultasi : Bising usus 8x/menit

Perkusi : Tympani

Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas

k. Ekstrimitas: Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang

l. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter

9. Sistem integumen

Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan lembab. Kuku sianosis
atau tidak.

a. Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis,
hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa
mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami
hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).

b. Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

c. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites. Ekstremitas : akral dingin, serta
terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

10. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji rumple leed / tourniquet positif

Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa perdarahan memanjang,


hiponatremia, hipoproteinemia.

Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan

b. Serologi

Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue
antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa

c. Isolasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test secara langsung / tidak
langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau penggabungan)

d. Identifikasi virus

Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test secara langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan conjugate

e. Radiologi

Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi thorax kanan

2. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan konvulsi, peningkatan
suhu tubuh di atas normal, takikardi, kulit kemerahan.

2. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

3. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan

4. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah ditandai
dengan

5. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota
keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi ditandai dengan

6. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hemokonsentrasi ditandai dengan

7. Risiko tinggi terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan penurunan faktor pertahanan tubuh.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

Tujuan

Suhu tubuh normal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.

KH :

1. Suhu tubuh antara 36-37,5 0 C


2. Klien mengatakan tidak panas lagi.

Intervensi

§ Kaji suhu tubuh klien

§ Beri kompres air hangat

§ Anjurkan klien untuk banyak minum

§ Anjurkan klien untuk memakai baju tipis dan menyerap keringat

§ Observasi intake dan output, tanda vital

§ Kolaborasi pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program

Rasional

§ Mengetahui peningkatan suhu tubuh, mempermudah intervensi

§ Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi

§ Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi

§ Memberikan rasa nyaman dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

§ Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.

§ Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien.

§ Pemberian cairan sangat penting pada klien dengan suhu tubuh tinggi. Obat khususnya untuk
menurunkan suhu tubuh klien.

2 Diagnosa Keperawatan

Risiko deficit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

Tujuan

Tidak terjadi deficit volume cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam

KH :

- Intake dan output seimbang

- Vital sign dalam batas normal

- Tidak ada tanda presyok.


- Akral hangat

- Capillary refill < 2 dtk

Intervensi

§ Observasi vital sign tiap 3 jam

§ Observasi capillary refill

§ Observasi intake output, catat warna urine, konsentrasi, bj urine

§ Anjurkan klien untuk banyak minum

§ Kolaborasi pemberian cairan intravena

Rasional

§ Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler.

§ Menunjukkan indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

§ Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan BJ merupakan indikasi dehidrasi

§ Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral.

§ Dapat meningkatkan cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik.

3 Diagnosa Keperawatan

Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan

Tujuan

Syok tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.

KH :

- Tanda vital dalam batas normal

Intervensi

§ Monitor keadaan umum klien

§ Observasi vital sign setiap 3 jam/lebih

§ Jelaskan pada klien dan keluarga tanda perdarahan dan anjurkan untuk melaporkan bila terjadi
perdarahan
§ Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena

§ Kolaborasi dalam pemberian Hb, Trombosit

Rasional

§ Untuk mengetahui tanda-tanda awal syok

§ Untuk memastikan tidak terjadi presyok/syok

§ Dengan melibatkan klien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan
tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.

§ Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh yang hebat

§ Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami klien dan untuk acuan dalam
melakukan tindakan lebih lanjut.

4 Diagnosa Keperawatan

Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan penurunan napsu makan

Tujuan

Tidak terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam.

KH :

- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

- BB seimbang

Intervensi

§ Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai klien

§ Observasi dan catat masukan makanan klien.

§ Timbang BB tiap hari bila memungkinkan

§ Berikan makanan sedikit tapi sering atau makan diantara waktu makan

§ Berikan dan bantu oral hygiene

§ Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas


Rasional

§ Untuk mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi

§ Mengawasi asupan kalori/kwalitas kekurangan konsumsi makanan.

§ Mengawasi penurunan BB

§ Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi
gaster

§ Meningkatkan napsu makan dan masukan peroral

§ Dapat menurunkan distensi dan iritasi gaster.

5 Diagnosa Keperawatan

Risiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor perdarahan

Tujuan

Tidak terjadi perdarahan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.

KH :

-Tidak ada perdarahan lebih lanjut

- Nilai trombosit dalam batas normal.

-TD 100/60 mmHg, N: 80_100 x/mnt, pulsasi kuat, reguler.

Intervensi

§ Monitor tanda-tanda penurunan jumlah trombosit yang disertai tanda klinis.

§ Anjurkan klien untuk bedrest

§ Berikan penjelsaan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti
hematemesis, epistaksis, melena.

§ Antisipasi adanya perdarahan, gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan
tekanan 5-10 menit setiap selesai mengambil darah.

§ Kolaborasi dalam memonitor nilai trombosit setiap hari.

Rasional

§ Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu
dapat menimbulkan tanda klienis seperti epistaksis dan ptekie.
§ Aktifitas klien yang tidak terkontrol dapat menimbulkan perdarahan.

§ Keterlibatan klien dan keluarga dapat membantu penanganan dini penanggulangan perdarahan.

§ Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut

§ Dapat mengetahui kemungkinan perdarahan klien dan tingkat kebocoran pembuluh darah.

6 Diagnosa Keperawatan

Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota
keluarga yang ssakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi.

Tujuan

Keluarga mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam.

KH :

-Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.

-keluarga memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam perawatan

Intervensi

§ Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

§ Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penyakitnya dan kondisi klien

§ Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.

§ Anjurkan keluarga untuk memperhatikan perawatan diri dan lingkungan bagi anggota keluarga yang
sakit. Lakukan/ demonstrasikan teknik perawatan diri dan lingkungan klien.

§ Minta klien/keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.

Rasional

§ Untuk mengetahui Seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.

§ Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang
dan mengurangi rasa cemas.

§ Diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan

§ Perawatan diri (mandi, toileting, berpakaian/berdandan) dan kebersihan lingkungan penting untuk
menciptakan perasaan nyaman/rileks klien sakit.
§ Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan
yang dilakukan.

8. EVALUASI

a. Suhu dalam batas normal

b. Tidak terjadi defisit volume cairan

c. Tidak terjadi syok hipovolemik

d. Tidak terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

e. Tidak terjadi perdarahan

f. Keluarga memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan DBD

g. Kebersihan lingkungan tetap terjaga

h. Timbulnya kesadaran klien, keluarga dan masyarakat terhadap kebiassaan dan budaya yang benar

i. Cairan klien terpenuhi

j. Tidak terjadi infeksi sekunder

Anda mungkin juga menyukai