BAB II
DASAR-DASAR PERSAMAAN SIMULASI RESERVOAR
Rumus Darcy sebenarnya dipakai untuk sistem linier, walaupun demikian telah
diperluas penggunaannya untuk sistem multidimensional. Persamaan (2-2)
dapat diketahui satuannya dengan analisa dimensi dalam sistem MLT yaitu:
L M P M M L
Vs , ρ , , μ , g ................................ (2-3)
T L3 s L T2
2
LT T2
Dengan membuat substitusi dalam Persamaan (2-1) akan menghasilkan
sebagai berikut:
L k M M L
2 2
T M LT L T L3 T 2
kLT M M
2 2 2 2
........................................................................ (2-4)
M LT LT
k
LT
Jika k/LT sama dengan L/T, maka k = L2, jadi satuan permeabilitas adalah L 2.
Prinsip dasar mekanika fluida dari media berpori adalah bahwa vektor kecepatan
makroskopik fluida selalu normal terhadap permukaan equipotensial dan
besarnya vektor ini berbanding lurus dengan gradient potensial. Karena distribusi
potensial didalam fluida menentukan kecepatan makroskopis fluida dan juga
keseluruhan aliran. Hubert menyatakan potensial sebagai energi mekanik per
unit massa fluida pada tiap lokasi. Untuk mendapatkan fluida pada lokasi ini,
beberapa usaha harus dilakukan terhadap fluida. Total kerja yang dilakukan
terhadap fluida tercermin dari energi mekanik di dalam fluida. Pertimbangkan
bahwa sebuah partikel fluida pada datum tertentu dengan potensial nol ( = 0),
kemudian potensial dari fluida ini bergerak ke lokasi baru 1 (lihat Gambar 2.1),
1 dapat dihitung dengan persamaan berikut:
v1 2
1
1 P' V1 P dV z 1 P1 V1 ............................................. (2-5)
v1 '
2g
1 VdP z1 1
..................................................................... (2-6)
P'
2g
untuk fluida incompressible maka V bukan fungsi tekanan sehingga dapat ditulis:
P1
1 V dP z1 ............................................................................... (2-8)
P'
atau:
P1V1 …Location 1
Gambar 2.1.
Lokasi Partikel
Contoh:
Perhatikan Gambar 2.1. dimana arah akhir dan koordinat z berkurang dalam
arah yang sama, selanjutnya dengan menggunakan Persamaan (2-9):
1 V P1 P' z
P1 P'
z
g
k
bila arah akhir sama dengan arah koordinat z maka d s = dz jadi V Z .
V z
Jika arah aliran s berlawanan arah dengan arah koordinat z maka ds = - dz dan
k
V Z .
V z
k
Dalam contoh di atas V Z …… potensial aliran
V z
q
……….... aliran pipa
A
bila diintegralkan menjadi:
L L
q k qL k
dz d sehingga ( L o )
A0 V0 A V
dari Persamaan (2-9)
sehingga:
kA kA
q flow rate adalah q g
V
Mari kita perhatikan aliran partikel yang berbelok-belok mengikuti ruang pori
batuan seperti pada gambar berikut:
Konsep steady dan unsteady flow dibatasi pada pengaruh tekanan
butiran pasir
Partikel fluida
Ruang pori
Gambar 2.2.
Aliran Partikel Melalui Media Porous
Anggap velocity partikel adalah Vs, akselerasi partikel dapat diperoleh dengan
menentukan laju perubahan velocity.
V = f(s,t)
V V
dV dt ds ............................................................. (2-10)
t s s t
dV V V
V .............................................................. (2-12)
dt t s s t
dimana:
ds
= velocity
dt
v
= akselerasi pada suatu titik lokal
t s
v
V = akselerasi konveksi (akibat adanya gerakan fluida)
s t
atau dapat ditulis sebagai berikut:
akselerasi total = akselerasi lokal + akselerasi konveksi
apabila:
v p
=0 regim aliran steady =0
t s t s
v p
0 regim aliran unsteady 0
t s t s
Anggap suatu reservoar yang diwakili dengan sumur, simetri radial dan jari-jari
sumur terbatas, jari-jari terluar terbatas seperti pada gambar berikut:
inner boundary
Rw
Re
outer boundary
Gambar 2.3.
Sistem Reservoar Radial
Kondisi batas
Pada kondisi batas dalam
o Constant wellbore pressure (Pwf = konstan)
P(rw, t) = konstan
o Constant flow rate
p(rw , t)
r = konstan ................................................................... (2-13)
r
o variable wellbore pressure
P(rw, t) = f1 (t) .............................................................................. (2-14)
untuk mencapai regim aliran steady state maka sistem harus didukung dalam
term influx atau tekanan konstan aquifer
Incompresible
Mempunyai densitas konstan
Slightly compressible
Mempunyai perubahan densitas terukur terhadap tekanan
Compressible
Mempunyai perubahan densitas terhadap tekanan sangat besar
Compressible
Slightly compresible
o
Incompressible
Gambar 2.4.
Tipe-tipe Fluida
o ec ( P Po )
................................................................................ (2-22)
dimana: c = compressibility
Po = tekanan @ datum
P = tekanan @ sembarang
c=0
c 0
o ec ( P Po )
dimana:
x2 x3
ex 1 x ... ................................................................ (2-23)
2! 3!
ec( P Po )
1 c(P Po )
o 1 c(P Po )
o o c( P )
persamaan aliran muti fasa adalah persamaan differensial parsial yang non-
linier yang mana tidak dapat diintegrasikan secara analitis.
Permeabilitas Relatif
Pada batuan yang disaturasi oleh lebih dari satu fluida, kemampuan dari
masing-masing fluida untuk mengalir di bawah gradien tekanan tertentu
merupakan fungsi dari permeabilitas relatif dari fasa tersebut.
ko
k ro .................................................................................... (2-25)
k abs
1,0 1,0
kro krw
0 0
0 Swirr Sw Soc 1
Gambar 2.5.
Kurva Permeabilitas Relatif
Pendekatan ini baik untuk proses drainage yaitu gas drive dimana saturasi
fasa wetting berkurang.
2. Pendekatan Naar-Henderson
3
2
(1 2S)
ko 1 ........................................................................ (2-28)
2
2 (1 2S)
kD = S4
dimana:
SD Swc
S ................................................................................ (2-29)
1 Swc
Pendekatan ini baik untuk proses imbibisi yaitu water drive dimana saturasi dari
fase wetting bertambah.
Persamaan umum:
ko = (1 - S)n
Proses drainage
koD = Sk (2 - S)
dan
(1 2S) m
k P
2 (1 2S)
Proses imbibisi
koD = Sq
dimana:
n, k, m, p, dan q adalah eksponen yang dapat ditentukan dengan proses trial
dan error. Proses ini akan dicari lebih jauh dalam history matching bila kurva
permeabilitas relatif yang dicari di match dengan performance reservoar.
krg = f(Sg)
krw = f(Sw)
kr kr
krow
krg
krw
krog
Sg
Sw
Gas
kro = 0,1
Gas
0,4
0,7
Gambar 2.8.
Kurva Komposisi Tiga Fasa
Aliran fluida pada media berpori merupakan suatu fenomena yang sangat
kompleks, yang tidak dapat dideskripsikan secara eksplisit, sebagaimana halnya
aliran fluida pada pipa ataupun media dengan bidang batas yang jelas lainnya.
Mempelajari aliran fluida dalam media berpori dibutuhkan pemahaman mengenai
beberapa sistem persamaan matematik yang berpengaruh terhadap kelakuan
fluida.
Penurunan Persamaan
Menurut H.B. Crichlow (1977), prinsip dasar yang digunakan dalam penurunan
persamaan pada simulasi terdiri dari:
Kesetimbangan Massa
Besarnya massa fluida yang terakumulasi pada suatu sistem harus sebanding
dengan selisih antara massa fluida yang memasuki dan massa fluida yang
keluar dari sistem tersebut.
Kesetimbangan Energi
Besarnya peningkatan energi pada suatu sistem harus sama dengan selisih
antara besarnya energi yang memasuki dan energi yang keluar dari sistem
tersebut.
Hukum Darcy
Persamaan yang menggambarkan pergerakan fluida memasuki ataupun
keluar dari elemen reservoar.
Persamaan Keadaan
Persamaan yang menunjukkan karakteristik tekanan, volume dan temperatur
(PVT) dari fraksi aliran fluida pada elemen reservoar.
Persamaan pada sistem satu fasa terdiri dari prinsip kesetimbangan massa,
persamaan aliran dan persamaan keadaan.
x
y
z
Min M out
M accum
z
y
x
Gambar 2.9.
Differential Volumetric Balance Satu Fasa
Berdasarkan pada Gambar 2.9. di atas, besarnya laju massa yang memasuki
sistem merupakan fungsi dari kecepatan fluida (v), densitas fluida ( ), serta
luasan penampang dari sistem, yaitu sebagai berikut:
t t
Maccum x y z .................................................................... (2-35)
t
Sesuai dengan prinsip kesetimbangan massa, maka akan diperoleh hubungan
antara Persamaan (2-33), (2-34) dan (2-35) sebagai berikut:
t t
vx . x . y z - vx x . x x . y z = x y z ...................... (2-36)
t
Sehingga menghasilkan:
(v )
......................................................................................... (2-39)
x t
Persamaan (2-39) di atas merupakan prinsip kesetimbangan massa yang juga
disebut sebagai Persamaan Kontinyuitas (continuity equation). Dengan cara
yang sama, penurunan rumus seperti di atas juga diterapkan pada persamaan
kesetimbangan energi.
Dengan cara yang sama diperoleh:
(v )
....................................................................................... (2-40)
g t
(v )
....................................................................................... (2-41)
z t
selanjutnya untuk aliran tiga fasa:
(v ) (v ) (v )
.............................................................. (2-42)
x y z t
k P
x P
................................................................................... (2-44)
x t
Persamaan Keadaan
o e c(P Po )
........................................................................................... (2-45)
dimana:
1 dV
c ....................................................................................... (2-46)
V dP T
Persamaan (2-44) dapat ditulis sebagai berikut dengan mengabaikan ruas kiri:
2
k P k P
x2 x x t
P
x P x
dan
P
t P t
jadi
2
k P k P P P
...................................................... (2-47)
x2 x x P P t
2 2
k P k P P
..................................................... (2-48)
x2 P x P t
2
P
dengan mengabaikan karena dianggap gradient tekanan kecil,
x
Persamaan (2-47) dengan mengalikan (-1) menjadi:
1
c ................................................................................................ (2-51)
P
ρ c
Gambar 2.10.
ρ versus P
2
k P P
c ........................................................................................ (2-52)
x2 t
k
selanjutnya dianggap tidak tergantung dengan dimensi spasional sehingga:
2
P c P
........................................................................................ (2-53)
x2 k t
k
Bila mempunyai fungsi dimensi spasional, selanjutnya:
k P
x P
c .................................................................................... (2-54)
x t
Aliran radial
2
P 1 P c P
2
............................................................................. (2-55)
r r r k t
Dua dimensi
2 2
P P c P
.............................................................................. (2-56)
x2 y2 k t
Tiga dimensi
2 2 2
P P P c P
..................................................................... (2-57)
x2 y2 z2 k t
Gambar 2.11.
Sistem Radial, Areal, dan Tiga Dimensi
in out
Gambar 2.12.
Kesetimbangan Massa Minyak dalam Elemen
jadi
n 1 n
So So
ko P ko P Bo Bo
A A V .............. (2-58)
o Bo x x o Bo x x x
t
dimana
A = ∆y∆z
V = ∆x ∆y ∆z
ko P So
.................................................................... (2-59)
x o Bo x t Bo
1 ko P So
r ................................................................. (2-60)
r r o Bo r t Bo
Tiap sumber gas yang diindikasikan pada (Gambar 3.13) digabungkan dalam
term laju massa. Jadi:
kg R so k o R sw k w P kg R so k o R sw k w P
A A
g Bg o Bo w Bw x g Bg o Bo w Bw x
x x x
n 1 n
S g R so S o R sw S w S g R so S o R sw S w
Bg Bo Bw Bg Bo Bw
V .......................... (2-61)
t
Gambar 2.13.
Keseimbangan Massa Gas pada Elemen
dalam batasan menjadi:
kg R so k o R sw k w P Sg R so R sw
.................. (2-62)
x g Bg o Bo w Bw x t Bg Bo Bw
1 kg R so k o R sw k w P Sg R so S o R sw K w
r ........... (2-63)
r r g Bg o Bo w Bw r t Bg Bo Bw
Air: fasa air pada dasarnya sama dengan fasa minyak. Untuk sistem linier:
kw P Sw
................................................................... (2-64)
x w Bw x t Bw
1 kw P Sw
r ................................................................ (2-65)
r r w Bw r t Bw
Penyamaan persamaan aliran multi fasa untuk aliran unsteady state pada
minyak, gas dan air pada media berpori dikembangkan dengan
mengkombinasikan tiga persaman aliran single fasa ke dalam persamaan dasar.
Untuk melakukannya, penelitian lain dilakukan. Pertama, untuk semua fasa
persamaannya:
So + Sg + Sw = 1 .................................................................................... (2-66)
jadi
So Sg Sw 0 .............................................................................. (2-67)
t
0 ............................................................................................... (2-68)
t
2
Bo k P P 1 Bo P 1 ko P
r o r
r o Bo r2 r Bo2 P r r o Bo r
1 So So Bo P
Bo ................................................................ (2-69)
Bo t Bo2 P t
jadi
2 2
ko P ko Bo P 1 ko P So S Bo P
........................ (2-70)
o r2 o Bo P r r o r t Bo P t
2
P
diabaikan, Persamaan (2-37) menjadi
r
2
ko P 1 ko P So So Bo P
................................................. (2-71)
o r2 r o r t Bo P t
dimana
1 P ko So So Bo P
.......................................................... (2-72)
r r r o t Bo P t
2
Bg Rso k o Rsw k w kg P P k o 1 Rso P Rso Bo P
r 2
r
r o Bo w Bw g Bg r r o Bo P r B22 P r
kw 1 Rsw P Rsw Bw P kg 1 Bg P
w Bw P r Bw2 P r g Bg2 P r
1 Sg S g Bg P
........................................................................ (2-73)
Bg t Bg2 P t
pengumpulan term:
2 2 2
k o Rso Bg k w Rsw B g kg P k o B g Rso P k w Bg Rsw P
o Bo w Bw g r2 o Bo P r w Bw P r
2 2 2
k o Rso Bo P k w B g Bw P k g 1 Bg P
2 2
o Bo P r w Bw P r g Bg P r
S w Bg Rsw Rsw S w Bg Bw S g Bg P
Bw P Bw2 P Bg P t
Bg Rso S o Rsw Bg S w Sg
......................................................... (2-74)
Bo t Bw t t
2
P
diabaikan:
r
2
k o Rso B g k w Rsw B g kg P 1 P S o B g Rs Rso S o B g Bo
2
o Bo w Bw g r r r Bo P Bo2 P
S w Bg Rsw Rsw S w Bg Bw S g Bg P
Bw P Bw2 P Bg P t
Rso Bg S o Rsw Bg S w Sg
......................................................... (2-75)
Bo t Bw t t
2
kw P kw P 1 Sw S w Bw P
2
............................................... (2-76)
w r w r r t Bw P t
2
ko kw P 1 P So Sw S o Bo P S w Bw P
2
(2-77)
o w r r r t t Bo P t Bw P t
2
P 1 P ko kw kg k o Rso B g k w Rsw B g
2
r r r o w g o Bo w Bw
Sw So Sg S o Bo Rs B g S o B g Rs
1
t t t Bo P Bwo Bo P
S w Rw Rsw Bg S w Bg Rsw S g Bg P
1
Bw P Bw Bw P Bg P t
Rso Bg S o Rsw Bg S w
...................................................................... (2-78)
Bo t Bw t
1 P ko kw kg Rso B g So S o Bo P
r
r r r o w g Bo t Bo P t
Rsw B g Sw S w Bw P S o Bo S o B g Rso
-
Bw t Bw P t Bo P Bo P
S w Bw S w Bg Rsw S g Bg P Rso Bg S o Bo P
Bw P Bw P Bg P t Bo Bo P t
S w Bw R sw Bg P Rso Bg S o Rsw Bg S w
......................................... (2-80)
Bw P Bw t Bo t Bw t
S o Bo S o Bg Rso S w Bw S w Bg Rsw S g Bg
ct ...................... (2-81)
Bo P Bo P Bw P Bw P Bg P
S w Bw R sw Bg P Rso Bg S o Rsw Bg S w
.......................................... (2-82)
Bw P Bw t Bo t Bw t
k ko kw kg
dimana mobilitas total.
t o w g
1 P k P
r ct ........................................................................ (2-83)
r r r t
t
Akhirnya
1 P ct P
r .......................................................................... (2-84)
r r r k/ t t
Ekspansi dalam bentuk satu dimensi: memberikan persamaan untuk setiap fasa
fluida dalam sistem satu dimensi:
ko o So
Ax qo VR ...................................................... (2-85)
x o Bo x t Bo
kw o Sw
Ax qw VR .................................................... (2-86)
x w Bw x t Bw
kg g Rso k o o Rsw k w w
Ax qg
x g Bg x o Bo x w Bw x
Sg Rso S o Rsw S w
VR .............................................................. (2-87)
t Bg Bo Bw
o Po po gh ........................................................................................ (2-88)
g Pg p g gh ....................................................................................... (2-89)
w Pw p w gh ...................................................................................... (2-90)
Tekanan kapiler:
Po Pcg Pcw p g gh
Ax λr Ax λr λ Ax λg
x x x x x x x
po gh p w gh Po
λo λw β1 β2 ............................................... (2-93)
x x t
Q well
δx
Rate of accumulation =
t
( So o Co u o Sg g Cg u g Sw w C w u w ) δx .............................................. (2-96)
Hukum Darcy:
k p
u ............................................................................................. (2-97)
x
ko o po kg g pg kw w pw
C oj C gj Cwj
x o x g x w x
= [ (S o o C oj Sg g C gj Sw w C wj ) ] .................................................... (2-98)
t
So Sg Sw
Po Pg Pw
Dimana j = 1, ...N
So + Sw + Sg = 1
N
C oj 1
j 1
N
C gj 1
j 1
N
C wj 1
j 1
Kuantitas Coj, Cgj dan Cwj berhubungan dengan kesetimbangan fasa juga
tergantung pada tekanan dan temperatur.
C gj
K jgo (T, p o , p g , C, gj C oj )
C oj
C gj
K jgw (T, p w , p g , C, gj C wj )
C wj
b. Thermal Simulation
Simulasi ini banyak digunakan untuk studi aliran fluida, perpindahan
panas maupun reaksi kimia. Simulasi ini banyak digunakan untuk studi
injeksi uap panas dan pada proses perolehan minyak tahap lanjut (in situ
combustion).
c. Compositional Simulation
Simulasi ini digunakan jika komposisi cairan atau gas diperhitungkan
terhadap perubahan tekanan. Simulasi jenis ini banyak digunakan untuk
studi perilaku reservoar yang berisi volatile-oil dan gas condensate.
Spatial domain dipecahkan ke dalam sejumlah cells, grids, atau blocks serta
menentukan tipe grid yang digunakan. Grid ini pada umumnya berbentuk
rectangular tapi tidak harus selalu demikian. Time domain juga dipisahkan
menjadi timesteps. Ukuran selang waktu tersebut tergantung persoalan yang
akan dipecahkan, pada umumnya semakin kecil selang waktu maka solusi yang
diperoleh akan semakin akurat. Contoh dari time discretization adalah Gambar
2.14. berikut.
P(t)
Gambar 2.14.
Time Discretization
Finite Difference
Persamaan differensial parsial dapat digantikan dengan finite difference.
Persamaan finite diffence dapat diperoleh dengan membuat deret Taylor, seperti
berikut:
1 2 1 3
Px x P( x) xP( x) x P' ' ( X ) x P' ' ' ( x) .............................. (2-99)
2 6
1 2 1 3
Px x P( x) xP( x) x P' ' ( X ) x P' ' ' ( x) ........................... (2-100)
2 6
2
P P
dimana: P' P' '
x x2
Derivative Pertama
Persamaan (2-99) dan (2-100) dapat diselesaikan dengan derivative pertama
atau kedua sesuai kebutuhan, contoh:
Forward Difference:
P P( x x) P( x)
.................................................................. (2-101)
x x
Backward Difference:
P P( x) P( x x)
.................................................................. (2-102)
x x
Central Difference:
P P( x x) P( x x)
…………………………... ...................... (2-103)
x x
X- x x x+ x
Gambar 2.15.
Derivative Pertama
Derivative Kedua
Untuk P' ' ( x) :
P( x x) 2( x) P( x x)
P' ' ( x) 0 x 2 ……………................... (2-104)
x2
X- x x x+ x
Gambar 2.16.
Derivative Kedua
Formulasi Eksplisit
Pada formulasi eksplisit, solusi ditentukan secara langsung untuk satu titik yang
tidak diketahui pada suatu waktu tertentu dengan menggunakan harga dari titik-
titik dari waktu sebelumnya Gambar 2.17.
Gambar 2.17.
Skema Penyelesaian dengan Metode Eksplisit
Pi,nj 1 Pi,nj
= ........................................................................................... (2-105)
Δt
dimana:
i, j = lokasi sel dalam grid
n = tingkatan waktu lama
n+1 = tingkatan waktu baru
Gambar 2.18.
Pengaturan Sel pada 2 Dimensi untuk Metode Eksplisit
Formulasi Implisit
Metode implisit memerlukan penyelesaian secara simultan.
Gambar 2.19.
Skema Penyelesaian dengan Metode Implisit
Δx 2 n 1 Δx 2 n
Pin 11 2 Pi Pin 11 P ............................................... (2-109)
Δt Δt i
Sel dengan nomor 0 dan n+1 biasanya adalah sel fiktif, sel tersebut tidak
termasuk dalam model dan dapat dihilangkan dengan menggunakan kondisi
batas.
Solusi dari persamaan di atas didapat dengan menggunakan notasi matrik,
sebagai berikut:
AP=d
dimana bentuk matriksnya:
a1 b1 c1 P1 d1 ........................................................... (2-111)
Sistem ini dapat diselesaikan untuk tekanan tekanan yang tak diketahui
menggunakan algoritma Thomas yang merupakan modifikasi eleminasi Gauss.
Contoh penggunaan persamaan diferensial parsial 2 dimensi sebagai berikut:
2 2
P P P
2 2
.................................................................................... (2-112)
x y t
maka persamaan finite difference fully implicit dalam grid dapat dituliskan:
Pi,nj 11 Pi,nj 1 Pi,nj 11 Pin 1,1j Pi,nj 1 Pin 1,1j Pi,nj 1 Pi,nj
................................. (2-113)
Δx 2 Δy 2 Δt
Mengingat semua tekanan pada saat time level baru dan merupakan variabel
yang tak diketahui, persamaan sekarang memiliki lima variabel yang tak
diketahui. Dan persamaan umum menjadi (diasumsikan x = y):
ei Pi,nj 11 a i Pin 1,1j bi Pi,nj 1 ci Pin1,1j f i Pi,nj 11 d i .......................................... (2-114)
c
b P d ..................................... (2-116)
a
Pengertian Consistency
Pendekatan finite difference dikatakan konsisten bila truncation error
mendekati 0 (nol).
Hubungan antara persamaan differensial dengan formulasi diskrit disebut
consistency.
Pengertian Convergency
Kesalahan antara solusi eksak dari persamaan finite difference-nya
disebut discritization error.
Formulasi finite difference disebut convergent bila discritization mendekati
0 (nol)
unstable
ΔPk
stable
0
1 k
Gambar 2.20.
Kriteria Stabilitas Simulasi
Metode Matrik
Pada umumnya, metode matrik melibatkan kesalahan karena penggunaan
aljabar matrik. Pada kenyataannya, proses dimulai dengan mendefinisikan
kesalahan yang berhubungan dengan solusi dari sistem persamaan linier yang
simultan dan menghubungkan dengan kesalahan tadi untuk melanjutkan
perkalian dari koefisien matrik A yang diberikan:
en+1 = Aen = A(A en-1) .......................................................................... (2-117)
Jadi
en+1 = An+1 e0 ....................................................................................... (2-118)
Kemudian matrik A harus memiliki property tertentu untuk kesalahan e n+1 untuk
mempertahankan batas. Perilaku dari matrik A dianalisa dalam harga dan
verktor. Hal ini dimungkinkan karena definisi dari harga untuk tiap verktor V:
AV = V ............................................................................................... (2-119)
Jadi kesalahan Persamaan (2-118) dapat ditulis:
en+1 = An+1 e0 = n+1
e0 ........................................................................ (2-120)
Jadi untuk kestabilan en+1 0 sebagai pertambahan n + 1:
≤ 1 ................................................................................................ (2-121)
u b
Sistem matrik dinormalisasi dengan mengacu pada tiap elemen diagonal a ii.
Kemudian A dapat disederhanakan menjadi segitiga matrik yang lebih rendah
atau lebih tinggi sebagai berikut:
(I – H – K)u = b ..................................................................................... (2-124)
dimana
0 0
0 0
H . , K .
. .
0 0
1
1
I .
.
1
Persamaan (2-124) dapat ditulis:
Iu = u = (H + K)u + b
kemudian
u* = (H + K)u* + b ................................................................................. (2-125)
dimana * menandakan harga sebenarnya.
Seperti ditunjukan sebelumnya, skema LSOR (the line successive over
relaxation) dapat digunakan untuk menyelesaikan Persamaan (2-122). Untuk
skema LSOR skema umum finite-difference yang digunakan dalam model dapat
dinyatakan dalam bentuk berikut:
Aun+1 = Bun + Cun+1 + b ......................................................................... (2-126)
Dimana:
A , B
0
0
C dan b dikenal sebagai vector kolom
Potensial aliran:
minyak : = Po + ogh
gas : = Pg + ggh
air : = Pw + wgh
Tekanan kapiler:
air/minyak: Pcw = Po - Pw
gas/minyak: Pcg = Pg – Po
Po Pcg Pcw
Ax λT Ax λg λw
x x x x x
ρg h ρo h ρw h P0
Ax λg λo λw B1 B2 ...................... (2-133)
x x x x t
ki
λ .............................................................................................. (2-134)
μiBi
Gambar 2.21.
Skema Penyelesaian dengan Metode IMPES
Metode ini juga disebut metode Fully Implicit, pada metode ini ketiga persamaan
aliran (gas, minyak dan air) diselesaikan secara simultan, tanpa terlebih dahulu
mengurangi jumlah persamaan. Setiap sel terdapat tiga variable yang harus
dihitung; Po, Pw, dan Pg, sehingga akan menghasilkan sistem persamaan yang
komplek, demikian pula dengan koefisien matriks dari persamaan tersebut.
Metode ini selain komplek juga memerlukan waktu komputer yang lama.
Pada metode ini persamaan diferensial parsial satu dimensi untuk setiap fasa
akan menggambarkan aliran fluida untuk masing masing fasa fluida yang
mengalir dalam reservoar, seperti berikut ini terdapat dua fasa imcompressible
1D:
k o Φo So
φ ......................................................................... (2-138)
x μo x t
kw Φw Sw
φ ........................................................................... (2-139)
x μw x t
dimana:
= P + gh = potensial aliran
g = percepatan gravitasi
kemudian:
= Po + ogh
= Pw + wgh
Selain itu perlu diingat bahwa dikarenakan ada dua fluida yaitu: minyak dan air
maka berlaku:
So + Sw = 1
So = 1- Sw
Kemudian tekanan kapiler pada setiap titik juga harus didefinisikan secara
matematik sebagai:
Pc = Po - Pw
S Sn 1
Sn
................................................................................ (2-140)
Pc Φ on 1
Φ nw
Sehingga:
S Pc
S' ............................................................................ (2-141)
t t
ko o
φS ' o w
...................................... (2-142)
x o x t t
ko w
φS ' o w
...................................... (2-143)
x o x t t
n 1 n 1 n 1 n 1
1 ko ot 1 ot ko ot ot 1
x o i 1/ 2
x o i 1/ 2
x
S' n 1 n n 1 n
ot ot wt wt ....................................................... (2-144)
t
n 1 n 1 n 1 n 1
1 kw wt 1 wt kw wt wt 1
x w i 1/ 2
x w i 1/ 2
x
S' n 1 n n 1 n
= ot ot wt wt ........................................................ (2-145)
t
Gambar 2.22.
Skema Penyelesaian dengan Metode Simultan