Anda di halaman 1dari 20

Perkembangan dan Tantangan

Industri TIK di INDONESIA


DAFTAR ISI
• Evolusi Teknologi TIK
• ERA BROADBAND
– OTT (Over the Top)
– KONTEN LOKAL
– Kebutuhan Broadband
– Target pembangunan Broadband
– Kebutuhan spektrum Frekuensi
SEKILAS PERKEMBANGAN
TELEKOMUNIKASI/IT
◆ Sebelum Tahun 1970an
▪ Komputer hanya dikenal di Pusat Penelitian Teknologi, Kampus, Pusat
Penelitian milik Pemerintah
◆ Pertengahan Tahun 1970an
▪ PC mulai menjadi kebutuhan rumah tangga
▪ Terjual 90 ribu unit Apple dan Commodore
◆ Tahun 1977 an
▪ Diperkenalkan Modem Hayes untuk saling berkomunikasi antar PC
◆ Akhir Tahun 1970
▪ Sekitar 90 Ribuan PC yang memerlukan jaringan Telekomunikasi
◆ Tahun 2014
▪ Terjual sekitar 2 Milyar komputer
▪ Belum termasuk gadged atau smartphone
▪ Semua memerlukan jaringan komunikasi
Dunia IT sekarang
• 2 Milyar PC dan 1 Milyar SmartPhone (±)
• Aplikasi yang mutakhir tidak hanya pengolah
teks tetapi juga pengolah gambar hidup
• Memerlukan kanal telekomunikasi untuk
dapat berkomunikasi kapan saja dan dimana
saja (Ubiquitous)
Berdasarkan sifat bawaan dapat dikatakan bahwa Internet adalah jaringan netral
yang “memperbolehkan” semua orang untuk mengaksesnya dalam rangka mengirim
maupun menerima informasi.
Semua Jenis lalu lintas yang lewat Internet adalah masuk dalam katagori KONTEN/APLIKASI
Social Media Community transporter

Jaringan Jaringan
pitalebar pitalebar

Amateur Radio
WinLink 2000, EchoLink,
IRLP, D-Star, e-QSO
Tren Pengembangan S/W aplikasi di
Indonesia (**)
• Jumlah unduhan apps memang relatif kecil dibanding
negara lain.
• Tapi angka pertumbuhan 1,7 tertinggi bersama Brasil
2.0
• Angka petumbuhan tinggi ini disebabkan oleh
gelaran intensif jaringan 3G (bahkan akhir 2015
jaringan 4G-LTE akan tergelar di Indoensia), serta
harga smartphone semakin murah
• Sayangnya masih belum banyak melibatkan
pengembang lokal

(**)Grafik perbandingan jumlah unduhan aplikasi Android dan iOS di kuartal tiga 2013
dan 2014 menurut firma analitik App Annie.
Industri Digital Lokal Perlu Akselerasi
Dari Arah Kampus

Industri digital masih


mempunyai porsi yang
kecil dalam ranah
ekonomi kreatif
Kendala Pengembangan
Industri Digital
• Minat konsumen masih pada produk impor
(menurut *MIKTI sekitar 80% produk impor)
• Terkendala kompetisi harga, biaya produksi yang
tinggi, lemahnya promosi, dan minimnya SDM.
• Lulusan Pendidikan bidang Industri Digital kerap
tak terhubung dengan industri.
• Kurangnya Rumah Inkubator Bisnis dengan
infrastruktur digital yang memadai (Internet, Data
Center, S/W developer, dll)
*MIKTI : Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi
Dunia Telekomunikasi Indonesia
• Awal tahun 2000
– Era Availability, mulai penggelaran infrastruktur yang masif
– Akhir dari era monopoli telekomunikasi menuju era yang
terbuka (kompetisi)
• Tahun 2007 an
– Era affordability
– Kompetisi dimulai, harga layanan turun → semua orang
bisa menelpon. Affordability,
Akhir monopoli, awal kompetisi ketat,
Ditetapkan UU pembangunan penurunan harga 2014
36/1999 jaringan
2007
2000 ERA Pitalebar
1999
Fenomena
Data OVER
Load on Mobile
Networks

Perlu
pitalebar

DITJEN SDPPI - 2014 10


Kebutuhan Broadband
• Saat ini kebutuhan teleponi dasar bergeser
menjadi kebutuhan akan Broadband
(Pitalebar)
• Diperlukan pemerataan dan percepatan
layanan broadband
SASARAN KECEPATAN AKSES PITA LEBAR BERDASARKAN
RENCANA PITALEBAR INDONESIA(*)
Jaringan akses 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Perkotaan
Rumah 3Mbps 3Mbps 3Mbps 5Mbps 10Mbps 20Mbps
Gedung 100Mbps 384Mbps 512Mbps 1Gbps 1GBPS 1 Gbps
Akses 512Kbps 512Kbps 1Mbps 1Mbps 1MBps 1Mbps
bergerak
Perdesaan
Akses tetap
Rumah 1Mbps 2Mbps 2Mbps 3Mbps 5Mbps 10Mbps
Akses 128Kbps 256Kbps 512Kbps 512Kbps 1Mbps 1Mbps
bergerak

(*) Buku Rencana Pitalebar Indonesia 2014 – 2019 oleh BAPPENAS


Implementasi RPI
(Rencana Pitalebar Indonesia)
• Pemanfaatan dan refarming infrastruktur
teknologi seluler yang ada agar efisien
• Perlu tambahan bandwidth pita frekuensi
– Jaringan kabel sudah tidak dikembangkan (karena
mahal)
– Tidak akan ada penggelaran FTTH (fibre to the home)
yang masif (karena mahal)
– Jaringan nirkabel LTE bisa difungsikan sebagai gateway
daerah perumahan
• Perangkat “pintar” menuntut pemakaian
frekuensi lebih intensif
Kebutuhan Frekuensi
• Prediksi krisis spektrum
– International Telecommunication Union (ITU),
memprediksi perlu tambahan 1280 sampai 1700
MHz bandwidth sampai tahun 2020.
– Amerika dan UK : perlu tambahan 500 MHz
bandwidth sampai tahun 2020
– Australia: perlu tambahan 150 MHz sampai tahun
2015, dan 150 MHz tambahan lagi sampai 2020.
Saat ini bandwidth 800 MHz
– Indonesia saat ini baru mempunyai 425 MHz
bandwidth efektif.
Kebutuhan Kecepatan Data
• Pengguna menuntut kecepatan akses data yang tinggi
• Operator perlu meningkatkan kapasitas infrastruktur,
butuh pembiayaan
• Peningkatan kapasitas tidak disertai peningkatan
pendapatan karena kompetisi yang kurang sehat
seperti banting harga
• Peningkatan kapasitas ditempuh dengan
– Menambah bandwidth spektrum
– Meningkatkan spektrum efisiensi dengan upgrade
teknologi
– Memperkecil luas sel layanan dengan menambah tower
• Efisiensi dengan cara infrastruktur sharing baik
infrastruktur pasif maupun aktif, namun masih
terhambat rezim regulasi UU telekomunikasi No.36
tahun 1999
Spectral Efficiency (Jumlah bit data
dalam setiap Hz Sinyal)

Teknologi
semakin
tinggi maka
semakin
efisien

16
Sumber : Spectrum Demand in Indonesia
Tantangan Pengembangan Broadband
• Prediksi pemerintah Tambahan 2x45MHz spektrum pada 2016
akan menghemat pembangunan infrastruktur BTS hingga
Rp. 147 Trilyun
• Pembebasan spektrum masih banyak hambatan, yang
merupakan PR bagi dunia IT
• Peningkatan trafik data tidak serta merta meningkatkan
pendapatan, karena tarif per satuan data sangat kompetitif,
disisi lain perlu investasi untuk peningkatan kapasitas lazim
disebut Effek gunting (Scissor effect)
Tantangan Efek Gunting (scissor effect)
• Layanan aplikasi OTT (Over the Top) global seperti WhatsApp,
Skype, dll memangkas pendapatan operator dari SLJJ, SLI,
Roaming, interkoneksi dsb.
• Tarif layanan data yang flat, dibanding layanan panggilan
suara yang dihitung per satuan waktu.
• Posisi OTT semakin lama semakin kuat, kreatifitas yang tinggi
yang terus berinovasi menciptakan layanan nilai tambah
“ Saat ini yang ingin mereka (OTT) lakukan adalah melewatkan trafik
digitalnya melalui jaringan kami dengan gratis, kami tidak akan
membolehkannya karena untuk itu kami harus menghabiskan modal untuk
bangun jaringan dan kami berpikir bagaimana mengembalikannya, karena itu
harus ada suatu mekanisme bagi hasil (CEO AT&T, 2005)”
• Jaringan netral tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini,
karena tidak bisa mengabaikan konten yang dilewatkan
Tantangan OTT
• Pemain kunci dalam dunia telekomunikasi adalah produsen
CPE(Customer-Premise Equipment) dan Server yang
dikuasai OTT global
• Operator jaringan sebagai pemain pasif tidak mendapat
bagian dalam bisnis OTT
• Operator harus menjadi “SMART PIPE” yang mampu
mengendalikan konten melalui gerbang-gerbang
QOS(Quality of Services)
• Perlu adanya aliansi strategis operator dengan produsen
CPE atau OTT global dengan saling menghormat dan saling
menguntungkan
• Perlu adanya kekompakan untuk meredam faham netralitas
jaringan
• Perlu OTT domestik yang bergandengan erat operator
jaringan
Kesimpulan
Adalah tanggung jawab dunia pendidikan untuk
menghasilkan tenaga-tenaga inovatif yang mampu
menciptakan aplikasi-aplikasi digital lokal namun
berkualitas global, sedangkan PEMERINTAH akan
membuat regulasi-regulasi telekomunikasi yang
mendorong tergelarnya jaringan pita lebar lebih
luas. Dengan demikian diharapkan aplikasi-aplikasi
bernilai tambah buatan lokal bisa lebih teruji
terlebih dahulu sebelum bersaing dipasar global.

Anda mungkin juga menyukai