Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“HIV / AIDS ”

Kelompok : 3 (Tiga)
Dewi Suciani (14220190085)
Hasriani (14220190116)
Indri Aprilia Riski (14220190083)
Lili Cahyani (14220190091)
Maharuni Nurqadriasti Djuddawi (14220190081)
Runi Septianti Ode Murhum (14220190120)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................
C. TUJUAN............................................................................................................
1. Tujuan Umum............................................................................................
2. Tujuan Khusus...........................................................................................
D. MANFAAT........................................................................................................
..........................................................................................................
1. Manfaat Teoritis ........................................................................................
2. Manfaat Aplikatif.......................................................................................
3. Manfaat Metodologi...................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................


A. Perbedaan HIV DAN AIDS ............................................................................
B. Epdemilogi Kasus HIV Di Indonesia, Sultra,
Sulsel .................................................................................................................
C. Patofisiologi HIV AIDS....................................................................................
D. Penularan HIV AIDS........................................................................................
E. Pemeriksaan HIV..............................................................................................
F. Window Period HIV.........................................................................................

BAB V PENUTUP.........................................................................................................
..........................................................................................................
A. KESIMPULAN.................................................................................................
B. SARAN...............................................................................................................
.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
derajat hidup masyarakat , maka semua negara berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya . Pelayanan
kesehatan ini berarti upaya yang di selenggarakan sendiri atau bersama
-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan mencega dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan , kelompok ataupun masyarakat.
HIV AIDS merupakan salah satu topik yang sangat diperlulan
dalam bidang kesehatan dalam suatu masyarakat serta merupakan kajian
studi yang sangat menarik untuk di pelajari dalam dunia pendidikan.
Adanya perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks
komersial homo seksual dan penggunaan narkoba suntik yang saling
bergantian sangat memengarihimeningkatnya penyebaran HIV AIDS.
Adanya pola transmisi yang berlembang selain hanya trasmisiseksual
transmisi non selsualmelalui mekanisme transmisi parenteral dan
transmisi transplasenta(dari ibu kepada janin ) menjadi ancaman baru
yang melahirkan korban yang tidak berdosa.
Pada saat ini indonesia tengah menghadapi memburuknya situasi
epidemi HIV AIDS Sejak 1999 di beberapa tempat telah menjadi
concentrated level ofepidemic. Bahkan dibeberapaprovensiseperti DKI
,papua, riau, bali, jabar, dan jatim adalah tempat epidemi penduduk yang
berperilaku resiko tinggi tertular HIV secara seksual atau NAPZA suntik.
B. Rumusan masalah
1. Apa Perbedaan Antara HIV Dan AIDS
2. Bagaimana Epidemologi Kasus Hivaids Diindonesia Sulawesi
Tenggara , Sulawesi Selatan
3. Bagaimana Patofisiologihivaids
4. Bagaimana Penularan HIVAIDS
5. Bagaimana Pemeriksaan HIV
6. Apa Yang Dimaksud Windo HIV
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
D. MANFAAT
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat aplikatif

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perbedaan HIV dan AIDS

HIV adalah jenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh,


dengan kepanjangan Human Immunodeficiency Virus. Di dalam tubuh, HIV
secara spesifik menghancurkan sel CD4 (sel T). Sel CD4 adalah bagian
dari sistem imun yang spesifik bertugas melawan infeksi. Infeksi HIV
menyebabkan jumlah sel CD4 turun sangat drastis sehingga sistem imun
tidak kuat untuk melawan infeksi. Akibatnya, jumlah viralload HIV (jumlah
virus HIV dalam darah) tinggi. Itu artinya sistem kekebalan tubuh sudah
gagalbekerja melawan HIV dengan baik.

Sementara itu,  AIDS adalah singkatan  dari AcquiredImmune


Deficiency Syndrome  dan dianggap sebagai tahap akhir dari infeksi HIV
jangka panjang. AIDS adalah sekumpulan gejala yang muncul ketika
infeksi HIV sudah dalam stadium sangat parah. Pengidap HIV bisa
dikatakan sudah terkena AIDS apabila jumlah sel CD4 dalam tubuhnya
turun hingga kurang dari 200 sel per 1 ml atau 1 cc darah.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa perbedaan paling utama


antara keduanya adalah AIDS merupakan penyakit kronis sebagai wujud
dari infeksi HIV yang melemahkan daya tahan tubuh. Orang dengan HIV
dan AIDS memiliki sistem imun yang sangat lemah sehingga sangat rentan
terhadap risiko infeksi oportunis yang muncul bersamaan dengan infeksi
HIV, seperti tuberkulosis, dan pneumonia.(http:// repository.unimus.ac.id.)

B. Epidemimiologi Kasus HIV di Indonesia, Sulawesi Tenggara, dan Selawesi


Selatan
1. Epidemiologi HIV/AIDS di Indonesia
Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali,
tahun 1987. HIV/AIDS telah menyebar hampir di seluruh Indonesia.
Dalam jangka 5 tahun (2009-2014), infeksi HIV paling banyak terjadi
pada kelompok usia produktif 25-49 tahun, dengan jumlah pria terinfeksi
lebih banyak dari perempuan. Berdasarkan faktor risiko infeksi HIV,
penyakit ini dominan ditemukan pada kaum hetero seksual, penggu
narkoba suntik, kemudian diikuti oleh lelaki suka lelaki (LSL).
Sejaktahun 1987-2014, maka 10 propinsi dengan angka kejadian
HIV/AIDS tertinggiadalah DKI Jakarta, JawaTimur, Papua, Jawa Barat,
Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau,
dan Sulawesi Selatan.Sementara secara kumulatif sejak 1 Januari 1987
sampai dengan 30 September 2014 telah terjadi kasus HIV sebanyak
150.296 dan kasus AIDS sebanyak 55.799. Dari bulan Juli sampai dengan
September 2014 jumlah infeksi HIV yang baru dilaporkan sebanyak 7.335
kasus. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur
25-49 tahun sebesar 69,1%, diikuti kelompok umur 20-24 tahun
sebesar17,2%, dan kelompok umur diatas 50 tahun sebesar 5,5%. Rasio
HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1berbanding1. Persentase
faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada
heteroseksual sebesar 57%, LSL (Lelaki Seks Lelaki) sebesar 15%, dan
penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (pengguna narkoba
suntik) sebesar 4% Berbagai upaya penanggulangan sudah dilakukan oleh
Pemerintah bekerja sama dengan berbagai lembaga di dalam negeri dan
luar negeri.Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu
dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di
masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan
Voluntary, Counseling, and Testing (VCT), sero survey, dan Survei
Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP).
Berdasarkan estimasi WHO sebanyak 660.000 orang di Indonesia
terinfeksi HIV pada tahun 2014 yang meningkat sebesar 43%.
Merupakan orang dewasa (≥ 15 tahun) sebesar 0,5 %., homoseks sebesar
8,5%, pengguna narkoba injeksi 36,4%, dan pekerja seks komersial 9%.
Pada tahun 1999 di Indonesia terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus baru
AIDS. Mulai tahun 2000-2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS
secara signifikan di Indonesia.Pada Tahun 2015 terjadi penurunan yaitu
menjadi 24.791 kasus dengan jumlah kumulatif infeksi HIV sebanyak
184.929. Sementarajumlah AIDS yang dilaporkan tahun 2015 adalah 3127
dengan Jumlah kumulatif AIDS sebanyak 65.197 orang. dijumpai Setelah
3 tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil, perkembangan jumlah
kasus baru HIV positif pada tahun 2013 dan 2014 kembali mengalami
peningkatan secara signifikan.
Insidensi adanya kecenderungan peningkatan penemuan kasus baru
sampai tahun 2013. Namun pada tahun 2015 terjadi penurunan kasus
AIDS menjadi sebesar 3.127 kasus. Diperkirakan hal tersebut terjadi
karena jumlah pelaporan kasus AIDS dari daerah masih rendah. Secara
kumulatif, kasus AIDS sampai dengan tahun 2015 sebesar 68. 197 kasus.
Terdiri dari 4600 kasus adalah anak-anak.
Pemetaan epidemi HIV di Indonesia dibagi menjadi lima kategori,
yaitu <90 kasus, 90-206 kasus, 207-323 kasus, 324-440 kasus, dan >440
kasus.Berdasarkan gambar di atas, sebanyak 15 provinsi di Indonesia
memiliki jumlah kasus HIV > 440, meliputi seluruh provinsi di Pulau
Jawa, Bali dan Pulau Papua serta beberapa provinsi di Sumatera
(Sumatera Utara dan Riau), Kalimantan (Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur), dan satu provinsi di Sulawesi yaitu Sulawesi
Selatan. Jumlah kasus HIV di lima belas provinsi tersebut menyumbang
hampir 90% dari seluruh jumlah kasus HIV di Indonesia. Provinsi dengan
jumlah HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta (38.464), Jawa Timur (24.104),
dan Jawa Barat(17.075), Bali (1.824). Sebanyak empat provinsi memiliki
jumlah kasus HIV kurang dari 90 kasus yaitu Gorontalo, Sulawesi Barat,
Aceh, dan Maluku Utara.
Bedasarkan data WHO populasi terbanyak pada daerah perkotaan.
Angka kejadian kasus AIDS atau AIDS Case Rate adalah jumlah kasus
AIDS per 100.000 penduduk dalam kurun waktu tertentu. AIDS Case Rate
di Indonesia yang tertinggi adalah Jawa Timur ( 13.043), Provinsi Papua
(12.117 kasus), diikuti DKI Jakarta (8.007kasus),Bali (4.813 kasus), dan
Jawa Tengah (5.042 kasus). Pada provinsi Papua dan Papuan Barat,
terutama disebabkan oleh hubungan seksual yang tidak aman terutama
pada rentang usia antara 15-49 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, persentase kasus baru AIDS tahun
2015 pada kelompok laki-laki 1,75 kali lebih besar dibandingkan pada
kelompok perempuan Penderita AIDS pada laki-laki sebesar 54% dan
pada perempuan sebesar 31%. Sebesar 4% penderita AIDS tidak diketahui
jenis kelaminnya. Beberapa kasus baru AIDS dari Provinsi DKI Jakarta
dan Papua Barat tidak dilaporkan jenis kelaminnya.Pada penelitian
berdasarkan jenis kelamin memiliki pola yang hampir sama dalam 7 tahun
terakhir.
Gambaran kasus baru AIDS menurut kelompok umur
menunjukkan bahwa Infeksi HIV terbanyak ditemukan pada kelompok
usia produktif 25-49 tahun pada 5 tahun terakhir. Usia muda merupakan
populasi dengan faktor resiko yang tinggi. Usia dewasa muda yaitu pada
usia 20-29 tahun sebesar 32% pada populasi yang terinfeksi HIV , 30-39
tahun sebesar 29,4%, dan 40-49 tahun sebesar 11,8 %. Kelompok umur
tersebut masuk ke dalam kelompok usia produktif yang aktif secara
seksual dan termasuk kelompok umur yang menggunakan NAPZA suntik.
Kelompok usia muda yang sedikit berdasarkan tidak lazimnya seks
sebelum pernikahan yang dilarang adat istiadat di Indonesia. Berdasarkan
data Behaviour Surveillance Surveys (BSS) pada 2004-2005 sebanyak
1% pelajar di Jakarta dan Surabaya memakai narkoba suntik, 23% pelajar
di Jakarta dan 9% pelajar di Surabaya pernah mencoba menggunakan
narkoba suntik dengan jaarum suntik bergantian, sehingga meningkatkan
angka penularan HIV. Sebanyak 40% pengguna narkoba suntik pada usia
15-24 tahun. Pada kota Jakarta dan Surabayadidapati pekerja seks
komersial dengan usia muda dibanding kota lain.
HIV/AIDS dapat ditularkan melalui beberapa cara penularan, yaitu
hubungan seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis
homoseksual/biseksual, penggunaan alat suntik (penasun)/pengguna
narkoba injeksi (IDU) secara bergantian, transfusi darah, dan penularan
dari ibu ke anak (perinatal). Kasus baru infeksi HIV di Indonesia terutama
pada golongan yangberesiko, yaitu injecting drug users (IDUs), female
sexworkers (FSWs) dan klien, men who have sex with men. Berdasarkan
data Kemenkes tahun 2015 hubungan heteroseksual merupakan cara
penularan dengan persentase tertinggi pada kasus AIDS yaitu sebesar
64,5%, diikuti oleh penasun sebesar 12,4%, penularan melalui perinatal
sebesar 3,5%, , homoseksual sebesar(2,7%). Sedangkan penasun yang
biasanya cara penularan tertinggi kedua, pada tahun 2014 turun secara
signifikan menjadi 3,3% dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 9,3% .
Prevalensi dari kebiasaan penyuntikan yang tidak aman jumlahnya lebih
kecil dibandingkan kebiasaan seks yang tidak aman, tetapi tidak
menggambarkan prevalensi dari penguna narkoba suntik terjadi penurunan
jumlah penggunaan jarum suntik bersama, dilaporkan sebanyak 87%
pengguna narkoba suntik tidak menggunakan jarum suntik bersama.
Program Locations of Needle and Syringe Program (NSP) dan
Methadone Maintenance Therapy (MMT) yang dilakukan pemerintah
meningkatkan dari 120 dan11 pada 2006 menjadi 194 and 74 pada 2011.
Pasangan yang multipel, hubungan seksual yang terlalu sering, kebutuhan
kondom, rendahnya angka penggunaan kondom secara bersamaan
meningkatkan resiko transmisi dari HIV tidak hanya populasi beresiko,
tetapi juga pada tetapijuga wanita sebagia partner seksual atau pekerja
seks komersial atau pengguna narkoba. Bersamaan dengan peningkatan
angka penularan melalui seks bebas maka dilakukan penyuluhan tentang
perilaku seks sehat dengan menggunakan kondom, tetapi terhambat oleh
pandangan agama tertentu pada daerah epidemi.
Penyakit AIDS dilaporkan bersamaan dengan penyakit penyerta.
Pada tahun 2015 penyakit tuberkulosis, diikkuti kandidiasis dan diare
merupakan penyakit penyerta AIDS tertinggi masing-masing sebesar 275
kasus, 191 kasus, dan 187 kasus.
Menurut jenis pekerjaan pada tahun 2015, penderita AIDS
kumulatif di Indonesia paling banyak yang diketahui berasal dari
kelompok ibu rumah tangga (sebesar 9.096 orang) diikui tenaga non-
profesional (8.267 orang), dan wiraswasta (8.037 kasus). Sementara
sebanyak 21.434 orang tidak diketahui jenis pekerjaannya.
Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) adalah jumlah
kematian (dalam persen) dibandingkan jumlah kasus dalam suatu penyakit
tertentu. CFR AIDS di Indonesia pada tahun 2001 menunjukan penurunan
yang signifikan kemudian naik kembali sampai tahun 2004, selanjutnya
sampai tahun 2015 menunjukkan kecenderungan menurun. Pada tahun
2015 CFR AIDS di Indonesia sebesar 0,67%. Sebanyak 22.000 orang
meninggal disebabkan oleh tuberkulosis.
Diagnosis HIV melalui beberapa test. Berdasarkan data geografis
WHO tahun 2015 di Indonesia menggunakan 3-rapid test algorithm yang
diprioritaskan pad populasi yang memiliki faktor resiko, wanita hamil dan
pasien yang telah memiliki simptom. Tetapi hanya 6% dari wanita hamil
di Indonesia yang teah melakukan tes HIV. Pada tahun 2014 sebanyak
14.000 wanita hamil di Indonesia terinfeksi HIV dengan <10% dari
populasi tersebut sudah mendapat ARV sebagai pencegahan/Prevention
Mother to Children TransmissionI (PMTCT)Sementara untuk tes viral
load di rekomendasikan 6 bulan dan tiap tahun setelah diagnosis. Di
Indonesia fasilitas pelayanan kesehatan pelaporan Voluntary Counseling
and Testing(VCT) meningkat 4 kali dari 156 di 27 provinsi pada tahun
2009 menjadi 500 di 33 provinsi pada tahun 2011.
Jumlah Orang dengan HIV AID (ODHA) yang masih menerima
ARV sampai dengan bulan September 2014 adalah 60.263 orang (sebesar
31% kasus HIV yang telah terdiagnosis). Pemakain rejimennya adalah
96,68% (58.262 orang) menggunakan lini 1 dan 3,32% (2.001) orang
menggunakan lini 2.
2. Epidemiologi HIV/AIDS di Sulawesi Tenggara
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara,
kabupaten/kota dengan prevalensi kejadian HIV dan AIDS tertinggi periode
Januari – Oktober 2016 adalah Kota Kendari (43.2%), Muna (14.4%), Bau-
bau (33.1%), Buton (4.2%), Buton Tengah (2.5%), Buton Selatan (1.7%),
danButon Utara (0.9%). Sedangkan data HIV/AIDS berdasarkan faktor
risiko di Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Perinatal (4.2%), Pelanggan
Pekerja Seks (65.3%), Pasangan RisikoTinggi (23.7%), dan Wanita Pekerja
Seks (6.8%) 5 . Dinas Kesehatan Kota Kendari mencatat sepanjang tahun
2013, kasus HIV dan AIDS 24 penderita, tahun 2014 sebanyak 61 penderita,
tahun 2015 sebanyak 68 penderita dan pada tahun 2016 Januari-Oktober
terdapat 51 penderita HIV dan AIDS . Homo seksual dalam hal ini LSL
adalah kelompok dengan persentase kedua tertinggi (10.5%), yang
berhubungan seks dengan banyak pasangan dan beresiko tertular
HIV/AIDS.
3. Epidemiologi HIV/AIDS di Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan termasuk Provinsi yang memiliki Penularan
HIV/AIDS yang tinggi. Pada tahun 2008 menempati peringkat ke-16 secara
nasional dengan 143 kasus AIDS dan meningkat di Tahun 2010 dengan
menempati posisi ke-8 dengan jumlah penderita sebanyak 591 kasus (Ditjen
PPM & PL Depkes RI, 2010). Jumlah infeksi HIV dan AIDS yang
dilaporkan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan sampai dengan
september 2013 sebanyak 3,563 kasus HIV dan 1.660 kasus AIDS, 1.365
kasus hidup dengan AIDS, 295 kasus meninggal karena AIDS dengan case
rate 16,7 per 100.000 penduduk melebihi AIDS Case Rate Nasional 15,4 per
100.000 penduduk (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan data rekapitulasi kasus HIV-AIDS tahun 2005-2015
Kab/Kota Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar menduduki urutan pertama
dengan 6.428 kasus HIV-AIDS, kedua Pare-Pare dengan 424 kasus, ketiga
Bulu kumba dengan 113 kasusdiikutiJeneponto 93 kasus, Sidrap 81 kasus,
Palopo 73 Kasus dan Pinrang 64 Kasus (KPA Sul-Sel, 2015).Kabupaten
Sidrap menduduki posisi 5 besar dalam jumlah kasus HIV-AIDS dan
merupakan kabupaten dengan jumlah kasus tertinggi ketiga HIV-AIDS di
Provinsi Sulawesi Selatan. Sejak 2010 sampai 2015, jumlah penderita HIV-
AIDS di Kabupaten Sidrap meningkat menjadi 94 orang, lakilaki 59 orang
dan perempuan 35 orang. Factor risikoantara lain WPS 7 orang, waria 9
orang, LSL 1 orang, IDU’S 13 orang, WBP 1 orang, pasanganresikotinggi
28 orang, pelanggan 25 orang, dan lain-lain 8 orang.

C. Patofisiologi HIV AIDS


Virus masuk ke dalam tubuh melalui perantara darah, semen dan sekret
vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual.
Cara seksual melalui heteroseksual maupun homoseksual sedangkan non
seksual melalui transfusi darah, pemakaian jarum suntik bersama atau secara
vertikal dari ibu positif HIV kepada bayinya baik saat hamil, melahirkan atau
saat laktasi.
Human Immunodeficiency Virus cenderung untuk menyerang jenis sel
tertentu, terutama sekali limfosit T4 (CD4) yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Selain limfosit
T4 virus juga dapat menginfeksi sel monosit, makrofag dan langerhans pada
kulit, sel dendritik folikuler pada kelenjar limfe, sel makrofag pada alveoli
paru, sel retina, sel serviks uteri, sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke
dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga akhirnya
menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.
Human Immunodeficiency Virus tergolong retrovirus yang mempunyai
materi generik RNA. Bilamana virus masuk ke dalam tubuh penderita (sel
hospes), maka RNA virus diubah menjadi Deoxyribonucleic acid (DNA) oleh
ensim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV, DNA pro-virus tersebut
selanjutnya diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan
untuk membentuk gen virus.
Proses infeksi dimulai dengan pengikatan (attachment and binding)
gp120 dengan molekul reseptor pada pemukaan sel target (kemokin CCR5 /
CXCR4 pada CD4).16 Selanjutnya inti virus masuk ke dalam sel dan terjadi
fusi membran sel dengan envelope virus. RNA virus mengalami transkripsi
balik menjadi DNA oleh ensim RTase, disebut complimentary DNA (DNA
untai tunggal), berlanjut menjadi DNA untai ganda (double stranded DNA /
dsDNA) kemudian dsDNA dibawa ke inti sel. Di inti akan terjadi integrasi
dsDNA virus dengan kromosom DNA sel, dimediasi ensim integrase.
DNA integrasi akan mencetak mRNA dengan bantuan ensim
polymerase. Selanjutnya mRNA akan ditranslasi menjadi komponen virus baru
di dalam sitoplasma sel yang terinfeksi virus. Komponen-komponen virus akan
ditransportasi ke membran plasma dan disinilah akan terjadi perakitan menjadi
virus HIV baru yang masih immature, budding dan selanjutnya mengalami
proteolisis oleh protease menjadi virus HIV matur.
Human Immunodeficiency Virus juga mempunyai sejumlah gen yang
dapat mengatur replikasi maupun pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen
tersebut ialah tat yang dapat mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya
sehingga terjadi penghancuran limfosit T4 secara besar-besaran yang akhirnya
menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan sistem
kekebalan tubuh ini mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik
dan keganasan yang merupakan gejala-gejala klinis AIDS.

PATHWAY PATOFISIOLOGI HIV/AIDS

Transmisi HIV ke dalam tubuh melalui


darah, ASI / cairan tubuh ibu yg
infeksius
Pengikatan gp120 HIV dengan reseptor
membran T Helper + CD4
D. Penularan HIV AIDS
Menurut martono (2006) virus dapat ditularkan melalui beberapa
cara yaitu:
a. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita hiv aids baik berhubungan seksual secara
vagina , oral maupun anal pada umumnya hiv terdapat pada darah, sperma
, dan cairan vagina . Ini adalah cara penulran yang paling umum terjadi.
Sekitar 70 – 80 % total kasus hivaids didunia ( hetero seksual 70% dan
homo seksual 10 % ) disumbangkan melalui penularan seksual meskipun
resiko terkena hivaids untuk sekali terpapar kecil yakni o, 1-1,0%.
b. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung hiv secara otomatis akan mencemari darah
penerima bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi HIV,
resikomenularan sekali terpapar 90% . Tranfusibdarah menyumbang
kasus Hivaids sebesar 3-5 dari total kasus didunia.
c. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat tercemar HIV
Jarum suntik , alat tindik jarum tatto atau pisau cukur yang sebelumnya
digunaakan oleh oranhhiv (+) dapat sebagai media penularan . Resiko
penularan 0,5- 1,1% dan menyumbanhkan kasus hivaids sebesar 5-10%
total seluruh kasus dunia.
d. Ibu hamil yang menderita HIV (+)
Kepada janin yang dikandungnya dengan resiko penularan 30% dan
berkontribusi terhadap total kasuasedunoa sebesar 5-10%.
BKKN (2007) Menegaskan bahwa hovaods tidak dapat menular melalui
aktigitas seperti:
a) Berjabat tangan
b) Makan bersama
c) Menhgunakan telepon
d) Bergantian pakaoan
e) Tinggal serumah dengan ODHA
f) Mandi bersama dikolam renang
g) Gigitan nyamak
h) Batuk / bersin
i) Ciuman
j) Duduk bersama .

E. Pemeriksaan HIV
Tes HIV harus mengikuti prinsip berupa komponen dasar yang
telah disepakati secara global yaitu SC informed consent, confideniialitu,
counseling, correct test results, connections to care, treatment and prevention
services). Prinsip SC harus diterapkan pada semua model layanan
testing dan konseling (TK) HIV. Ketersediaan rujukan efektif ke
fasyankes yang menyediakan terapi ARV (connections to care, treatment and
prevention services) merupakan komponen yang sangat penting setelah
diagnosis HIV. Pada studi observasi populasi kunci di 4 kota
Indonesia menunjukkan bahwa kemungkinan memulai terapi ARV lebih
besar jika tes dilakukan pada tempat yang juga menyediakan layanan
pencegahan serta perawatan, dukungan, dan pengobatan(PDP). Suatu
tinjauan pustaka sistematis mengenai pelaksanaan tes dan konseling atas
inisiatif petugas kesehatan juga menunjukkan bahwa dukungan sistem
kesehatan merupakan komponen penting untuk kelangsungan penanganan
ODHA.
Diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan menggunakan 2
metode pemeriksaan, yaitu pemeriksaan serologis dan virologis.
a. Metode pemeriksaan serologis
Antibodi dan antigen dapat dideteksi melalui pemeriksaan serologis.
Adapun metode pemeriksaan serologis yang sering digunakan adalah
1) rapid immunochromato graphytest (tes cepat)
2) EIA ( enzyme immunoassay)
Secara umum tujuan pemeriksaan tes cepat dan EIA
adalah sama, yaitu mendeteksi antibodi saja (geerasi
pertama) atau antigen dan antibodi (generasi ketiga dan
keempat). Metode westernblot sudah tidak digunakan sebagai
standar konfirmasi diagnosis HIV lagi di Indonesia.
b. Metode Pemeriksaan Virologis
Pemeriksaan virologis dilakukan dengan pemeriksaan DNA
HIV dan RNA HIV. Saat ini pemeriksaan DNA HIV secara kualitatif di
Indonesia lebih banyak digunakan untuk diagnosis HIV pada bayi. Pada
daerah yang tidak memiliki sarana pemeriksaan DNA HIV, untuk
menegakkan diagnosis dapat menggunakan pemeriksaan RNAHIV
yang bersifat kuantitatif atau merujuk ke tempat yang mempunyai sarana
pemeriksaan DNA HIV dengan menggunakan tetes darah kering (dried
blood spot (DBS).
Pemeriksaan virologis digunakan untuk mendiagnosis HIV
pada:
1) bayi berusia dibawah 18 bulan.
2) infeksi HIV primer.
3) kasus terminal dengan hasil pemeriksaan antibodi negatif namun
gejala klinis sangat mendukung ke arah AIDS.
4) konfirmasi hasil inkonklusif atau konfirmasi untuk dua hasil
laboratorium yang berbeda.
Hasil pemeriksaan HIV dikatakan positif apabila:
1) tiga hasil pemeriksaan serologis dengan tiga metode a tau reagen
berbeda menunjukan hasil reaktif.
2) pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif terdeteksi HIV.
Strategi pemeriksaan yang digunakan diasumsikan mempunyai
sensitivitas minimal 99% (batas bawah IK 95%) dan spesifisitas
minimal 98% (batas bawah IK 95%), sehingga menghasilkan nilai
duga positif sebesar 99% atau lebih. Strategi pemeriksaan
yang dilakukan di laboratorium atau di komunitas harus
memberikan hasil yang sama. Strategi ini dapat diaplikasikan pada
semua format tes serologis. Semua personel yang terlibat, baik
tenaga laboratorium maupun pekerja kesehatan yang telah
dilatih, dalam melakukan tes, termasuk pengambilan spesimen,
prosedur pemeriksaan, pelaporan status HIV harus berpedoman
pada strategi tes ini. Kombinasi tes cepat atau kombinasi tes cepat
dan EIA dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan kombinasi EIA / westemblot.

F. Window Period HIV


1. Perjalanan infeksi HIV dapat dibagi dalam tiga stadium yaitu:
a. Fase I: masa jendela (window periode) dimana tubuh telaah terinfeksi
HIV, tetapi pada pemeriksaan darahnya belum ditemukan antibodi HIV.
Masa jendela biasanya berlangsung sekitar dua minggu sampai tiga bulan
sejak infeksi awal. Pendwerita sangat mudah menularkan HIV kepada
orang lain, 30-50% akan mengalami gejala infeksi akut berupa demam,
nyeri tenggorokan, pembesaran kelenjar getah bening, ruam kulit, nyeri
sendi, sakit kepala, bisa disertai batuk seperti gejala flu, yang akan reda
dan sembuh tanpa pengobatan. Fase flu like syndrom ini terjadi akibat
serekonvensi dalam darah, saat replikasi virus terjadi sangat hebat padaa
infeksi primer HIV.
b. Fase II: masa laten yang bisa tanpa gejala / tanda (asimtomatik) hingga
gejala ringan. Tes darah terhadap HIV menunjukkan hasil yang positif,
walaupun gejala penyakit belum timbul. Penderita pada fase ini tetap
menularkan HIV kepada oraang lain. Masa tanpa gejala rata-rata
berlangsung selama 2-3 tahun, sedangkan masa dengan gejala ringan
dapat berlangsung selama 5-8 tahun, di tandai dengan berbagai radang
kulit seperti ketombe, folikulitis, yang hilang timbul walaupun diobati.
2. Cara mengetahui seseorang mengidap HIV
Sejak tertular sampai dengan mendapat infeksi opurtunistik, tidak
mudah menyatakan seseorang mengidap HIV hanya dengan melihat secara
fisik. Penyakit ini secara dini hanya bisa diketahui jika di lakukan dengan
pengujian laboratorium. Pengujian dilakukan dengan mengukur adanya zat
anti (antibodi) dalam darah penderita.
Seseorang yang tertular HIV melampaui tahapan (atau stadium)
sebagi berikut:
a. Stadium inkubasi
Virus menginfeksi tubuh dan bersembunyi dalam sel darah putih.
Umumnya, belum ada gejala apa-apa. Sebagian orang mungkin merasa
lelah, kehilangan selera makan, sedikit pembengkakan, pada kelenjar
getah bening (di ketiak,leher dan paha). pada masa ini, HIV dalam darah
belum dapat di tentukan. Namun, penderita sudah bisa menularkan HIV
ke orang lain.
b. Stadium awal (window period) sesudah 3-6 bulan, baru pemeriksaan
darah tersebut akan menunjukkan tanda HIV positif atau disebut
seropositif. Artinya, dalam tubuh orang tersebut telah terbentuk zat anti
(antibodi) terhadap virus HIV. Seseorang yang seropositif HIV
kemungkinan akan tetap sehat atau hanya menderita tanda atau gejala
sakit biasa. Penderita kadang hanya mengalami pembengkakan kelenjar
getah bening, penurunan berat badan, berkeringat,diare dan beberapa
infeksi ringan.
c. Stadium tenang
Masa ini umumnya berjalan sekitar 2-10 tahun (rata-rata 5 tahun). Pada
masa ini, penderita secara fisik mungkin kelihatan normal atau hanya
sakit ringan yang umum. Namn, secara perlahan, HIV akan
menghancurkan sistem kekebalannya.
d. Stadium AIDS (full blown)
Pada masa ini, virus akan menghancurkan sebagian besar atau seluruh
sitem kekebalan tubuh sehingga mulai tampak adanya infeksi
opurtunistik. Contohnya adalah radang paru-paru, kanker kulit, TBC,
penyakit saraf, penyakit saluran penceranaan, dan berbagai kanker lainya.
Penyakit-penyakit ini sulit disembuhkan. Umumnya, jika keadaan
penderita semakin memburuk, penyakit tersebut bisa menyebabkan
kematian. (http:// repository.unimus.ac.id.)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
HIV adalah jenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh,
dengan kepanjangan Human Immunodeficiency Virus. Di dalam tubuh,
HIV secara spesifik menghancurkan sel CD4 (sel T). Sel CD4 adalah
bagian dari sistem imun yang spesifik bertugas melawan infeksi. Infeksi
HIV menyebabkan jumlah sel CD4 turun sangat drastis sehingga sistem
imun tidak kuat untuk melawan infeksi. HIV dapatt menular menular
melalui hubungan seksual, transfusi darah yang tercemar HIV, tertusuk
atau tubuh tergores alat yang tercemar HIV, ibu hamil yang menderita
HIV (+), dan pemeriksaan HIV.
B. SARAN
sebagai tenaga kesehatan kita harus memberikan penyuluhan
terutamakepada remaja tentang HIV/AIDSdan menghimbau agar tidak
melakukan seks bebas, sehingga kesadaran individuterhadap bahaya seks
bebas diluar nikah yang dapat menyebabkan penyakit menular seksual dan
harusadanya peran orang tua dalam mengontrol anaknyaagar tidak
melakukan pergaulan bebas.

DAFTAR PUSTAKA
Dinkes Kota Kendari2016,JumlahKasus HIV dan AIDS. Kendari: DinasKesehatan
Kota Kendari.

Dinkes Prov. Sultra.2016,ProfilKesehatan Sulawesi Tenggara. Sulawesi


Tenggara: DinasKesehatanProvinsi Sulawesi Tenggara

Dinkes Sulawesi Selatan.2013,Overview Epidemi HIV dan IMS di Sulawesi


Selatan. Makassar: DinasKesehatan Sulawesi Selatan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Laporan Perkembangan


HIV-AIDS Triwulan IV Tahun 2014. Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Laporan Perkembangan HIV-


AIDS Triwulan III Tahun 2015. Komisi Penanggulangan AIDS: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Profil Kesehatan Indonesia


2014. Pusat Data dan Informasi: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Martono, 2006, Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba


Berbasis Sekolah, Balai Pustaka, Jakarta

(http:// repository.unimus.ac.id.)

Anda mungkin juga menyukai