Anda di halaman 1dari 156

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN DASAR PADA NY. D DENGAN STROKE NON


HEMORAGIK DI PAVILIUN MARWAH ATAS RUMAH
SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
TANGGAL 07 - 09 MEI 2018

DISUSUN OLEH :
NAZARUDDIN
2015750029

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2018
ii
iii
iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan segala rahmat,
hidayahdan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada Rasaullah SAW yang telah di utus ke bumi sebagai lentera hati
manusia, Nabi yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju
zaman penuh dengan ilmu pengetahuan yang luar biasa seperti saat ini.

Penulis karya ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan RumahSakit Islma Jakarta
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Karya tulis
ilmiah ini yang penulis ajukan berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pada Ny. D Dengan Stroke Non Hemoragik Di
Paviliun Marwah Atas Rs. Islam Jakarta Cempaka Putih” pada tanggal 7 Mei
sampai dengan tanggal 9 Mei 2018.

Dalam penyusuanan karaya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan,arahan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak.Oleh karena itu dalam kesempatan
kali ini, pennulis dengan segala hormat dan kerendahan hati menyampaikan
terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Ns. Titin Sutini, Mkep., Sp.Kep.An selaku Ka Prodi D III Keperawatan


FIK-UMJ
2. Ns. Nuraenah, M.kep selaku Wali Akademik Angkatan 33 yang selalu
memberi support dan motivasi pada kami di tegah-tengah kesibukannya
3. Ns. Fitrian Rayasari, M.kep.,Sp.KMB. selaku pembimbing yang selalu
memberikan bantuan,arahan dan saran-saran yang berguna dalam
penusunan karya tulis ilmiah ini dengan penuh kesabaran dan ketulusan.
Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada beliau dan keluarga.
4. Bapak Ns. Ferri Fahmi.Skep selaku kepala ruangan Marwah Atas yang
baik hati karena membantu mahasiswa dalam mendapatkan data data
dalam melakukan asuhan keperawatan.
v

5. Seluruh dosen serta staff program D III keperawatan FIK-UMJ selaku


dosen pembimbing insitusi yang telah memberikan bekal ilmunnhya
kepada penulis selama penulis mengikuti proses perkuliahan
6. Kepala Ruangan dan Staff perawat di Pavilium Marwah Atas Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih.
7. Orang tua tercinta yang telah memberikan kasih sayang,dukungan dan
kerja keras untuk membiayai penulis selama menimba ilmu, dan tidak
ketinggal pula orang tua tercinta mendoaka dengan berjuta-juta do`a
kepada penulis.
8. Sahabat terbaik, yang selalu mendoakan,bersedia mendengarkan keluh
kesah penulis, memberikan keceriaan, dukungan dan turut membantu
dalam penulisan karya ilmiah ini.
9. Teman seperjuangan angkatan 33 program D III Keperawatan FIK-UMJ
yang telah memberikan banyak cerita indah seklama 3 tahun ini. Semoga
kita tetap selalu saling menyayangi lebaih baik lagi. Bismillah angkatan 33
SUKSES

Jakarta, 21 Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan penulisan .................................................................................. 4
1. Tujuan umum ................................................................................. 4
2. Tujuan khusus ................................................................................ 4
C. Ruang lingkup ...................................................................................... 5
D. Metode penulisan ................................................................................. 5
E. Sistematika penulisan ........................................................................... 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Konsep dasar ........................................................................................ 7
1. Pengertian ....................................................................................... 7
2. Klasifikasi ...................................................................................... 8
3. Etiologi ........................................................................................... 12
4. Pemenuhan kebutuhan dasar pada sistem stroke non hemoragik .. 16
5. Manifestasi klinis ........................................................................... 22
6. Komplikasi ..................................................................................... 28
7. Penatalaksanaan terapi ................................................................... 30
B. Konsep asuhan keperawatan pada klien dengan stroke ....................... 33
1. Pengkajian keperawatan ................................................................. 33
2. Diagnosa keperawatan ................................................................... 45
3. Perencanaan keperawatan .............................................................. 48
4. Pelaksanaan keperawatan ............................................................... 60
5. Evaluasi keperawatan ..................................................................... 60

iii
iv

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian keperawatan ....................................................................... 62
B. Diagnosa keperawatan ......................................................................... 79
C. Perencanaan keperawatan .................................................................... 82
D. Pelaksanaan keperawatan ..................................................................... 84
E. Evaluasi keperawatan ........................................................................... 91

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian keperawatan ....................................................................... 98
B. Diagnosa keperawatan ......................................................................... 102
C. Perencanaan keperawatan .................................................................... 104
D. Pelaksanaan keperawatan ..................................................................... 108
E. Evaluasi keperawatan ........................................................................... 109

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 110
B. Saran ..................................................................................................... 112

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan


perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah
ke bagian dari otak. Terdapat Dua jenis stroke yang utama adalah
iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan
oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan
karena thrombosis atau embolik ke bagian otak. Penyebab dari stroke
hemoragik adalah perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang
subarachnoid ( Black & Hawk, 2014).

Gejala stroke yang paling umum adalah kelemahan mendadak atau mati
rasa pada wajah, lengan atau tungkai, paling sering di satu sisi tubuh.
Gejala lainnya meliputi: kebingungan, kesulitan berbicara, kesulitan
melihat dengan satu atau kedua mata, kesulitan berjalan, pusing,
kehilangan keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala parah tanpa sebab
yang diketahui, pingsan atau tidak sadar (WHO, 2014).

Penyakit stroke yang berhubungan dengan pembuluh darah ke otak


merupakan penyebab kematian nomer tiga di Amerika Serikat dan menjadi
penyebab sekitar 150.000 kematian setiap tahunnya. Sekitar 550.000 orang
mengalami stroke setiap tahun. Ketika stroke yang kedua kalinya
dimasukan dalam kondisi tersebut, angka kejadian tersebut meningkat
menjadi 700.000 per tahun hanya untuk di Amerika Serikat sendiri. Stroke
merupakan penyebab utama dari kecacatan pada orang dewasa dan
merupakan diagnosis utama teratas dalam perawatan jangka panjang.
Lebih dari 4 juta penderita stroke yang bertahan hidup dengan tingkat
kecacatan yang bervariasi di Amerika Serikat. Sejalan dengan tingginya
tingkat kematian pada stroke, penyakit ini juga menyebabkan angka

1
2

kesakitan atau morbiditas yang signifikan pada orang orang yang biasa
bertahan dengan penyakit stroke. Sebesar 31% dari orang tersebut
membutuhkan bantuan untuk perawatan diri, 20% membutuhkan bantuan
untuk ambulasi, 71% memiliki beberapa gangguan dalam kemampuan
bekerja sampai tujuh tahun setelah menderita stroke, dan 16% dirawat di
rumah sakit (Black & Hawk, 2014).

Angka kejadian stroke di Indonesia berkisar 51.6 per 100.000 penduduk.


Sedangkan angka kematian akibat stroke di Indonesia berdasarkan usia
adalah 15.9% pada usia 45-55 tahun, 26.8% pada renang usia 55-64 tahun
, dan 23.5% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun serta merupakan
peringkat pertama (Sudoyo,Aru W, 2015).

Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan


sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala
sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰),
Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil (Riskesdas,
2013).
Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien yang mengalami
stroke, diantaranya resiko peningkatan tekanan intrakranial, perubahan
perfusi jaringan otak dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
mengakibatkan kebutuhan dasar oksigenasi terganggu yang diakibatkan
oleh stroke, lalu mengakibatkan hambatan mobilitas fisik yang
menunjukan bahwa kebutuhan aktivitasnya terganggu, akibat dari
hambatan mobilitas fisik pada pasien stroke akan membuat masalah baru
oleh karena itu muncul masalah resiko gangguan integritas kulit dan defisit
perawatan diri kebutuhan dasar yang terganggu adalah kebutuhan rasa
aman nyaman, kerusakan komunikasi verbal merupakan salah satu akibat
dari kurangnya kebutuhan dasar oksigenasi yang terganggu yang
mengakibatkan kurangnya oksigen ke pembuluh darah otak yang di
sebabkan oleh stroke (Muttaqin, 2011).
3

Jika masalah keperawatan tidak ditangani berpotensi terjadinya


komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami
stroke adalah Hipertensi/hipotensi, kejang, peningkatan tekanan
intrakranial, kontraktur, tonus otot abnormal, trombosis vena, malnutrisi,
aspirasi, inkontinesia urine, edema serebral, edema pulmonal neurogenik
setelah peningkatan TIK, Kejang Hidrosefalus (Tucker 2007; Corwin
2009).
Dengan tingginya angka kejadian stroke dan banyaknya masalah
keperawatan yang ditimbulkan beserta komplikasinya, maka diperlukan
peran perawat sebagai care giver dalam memberikan asuhan keperawatan.
Peran tersebut dilakukan dengan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Upaya promotif yang dilakukan adalah memberi pendidikan
kesehatan dengan upayanya diantara lain seperti memberi pengertian
stroke, peyebab stroke, tanda-tanda gejala stroke, komplikasi stroke,
pencegahan stroke, dan menjelaskan cara mobilisasi pada pasien stroke.
Upaya preventif merupakan upaya perawat dalam usaha pencegahan
dengan melakukan tindakan seperti memantau vaskularisasi secara
berkala, memonitor TTV dan keadaan umum serta memonitor status
neurologis. Tindakan seperti berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat diuretik osmotik, streroid, sedatif, antihipertensi, dan lain-
lain serta memantau efek samping obat, terapi okupasi atau terapi wicara
merupakan bagian dari upaya kuratif yang dapat dilakukan oleh perawat.
Sedangkan upaya rehabilitatif yang dapat dilakukan diantaranya dengan
melibatkan keluarga dalam membantu pasien melakukan latihan gerak
pasif pada ekstremitas yang sakit, membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, sebagai perwujudan peran serta perawat dalam
meningkatkan mutu derajat kesehatan melalui upaya preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif, penulis sebagai calon perawat ingin memperoleh
pengalaman nyata yang lebih dalam melakukan pemenuhan kebutuhan
dasar pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: stroke non
hemoragik.
4

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh wawasan serta menambah pengetahuan yang
secara langsung dalam rangka memberikan asuhan keperawatan
secara efektif dengan melalui proses pendekatan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan gangguan stroke hemoragik
dan non hemoragik.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menguraikan hasil pengkajian kebutuhan dasar pada
pasien dengan gangguan stroke hemoragik dan non
hemoragik.
b. Mampu menguraikan masalah kebutuhan dasar pasien
dengan gangguan gangguan stroke hemoragik dan non
hemoragik.
c. Mampu menguraikan rencana tindakan keperawatan
kebutuhan dasar pada pasien dengan gangguan stroke
hemoragik dan non hemoragik.
d. Mampu menguraikan tindakan keperawatan kebutuhan dasar
pasien dengan gangguan stroke hemoragik dan non
hemoragik.
e. Mampu menguraikan hasil kebutuhan dasar pasien dengan
gangguan stroke hemoragik dan non hemoragik.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara
teori dan kasus.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung,
penghambat serta dapat mencari solusi.
5

C. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis membatasi pada Asuhan
Keperawatanyang diberikan kepada pasien kelolaan selama 3x24 jam
dengan pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien Ny. D dengan gangguan
stroke hemoragik dan non hemoragik selama tiga hari dari tanggal 7
sampai 9 Mei 2018.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif
dan study kepustakaan.
1. Study kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari dari buku-buku catatan serta literatur
yang berkaitan dengan judul karya tulis ilmiah ini

2. Metode deskriptif
Yaitu dengan menjabarkan hasil asuhan keperawatan melalui
pengkajian, menentukan diagnosa, mencatat perencanaan,
pelaksanaan, dan melakukan evaluasi.
E. Sistematika Penulisan

Karya tulis ilmiah ini disusun dengan cara sistematika penulisan yang
terdiri dari 5 BAB antara lain:
BAB I Pendahuluan
Meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan yang
terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, ruang lingkup,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis
Terdiri dari konsep dasar gangguan sistem neurologi: stroke
dan konsep asuhan keperawatan pada pasien stroke. Konsep
dasar stroke meliputi pengertian, klasifikasi, etiologi,
gangguan pemenuhan kebutuhan dasar, manifestasi klinik,
komplikasi dan penatalaksanaan (penatalaksanan
6

keperawatan dan kolaboratif). Sedangkan asuhan


keperawatan pada pasien stroke meliputi pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
BAB III Tinjauan Kasus
Merupakan laporan hasil asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem neurologi: stroke hemoragik dan
non hemoragik selama 3 x 24 jam yang terdiri dari
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.
BAB IV Pembahasan
Merupakan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara
teori dan kasus dari mulai pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan serta
solusi-solusi untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan
yang terjadi.
BAB V Penutup
Meliputi kesimpulan dan saran.Kesimpulan menguraikan
ringkasan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem neurologi: stroke yang sebelumnya telah
dibahas pada bab IV. Sedangkan saran berisi tentang
harapan dan masukan dari penulis baik untuk Rumah Sakit
maupun pihak yang terkait guna meningkatkan mutu asuhan
keperawatan sesuai dengan kesimpulan dari hasil karya tulis
ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep dasar
1. Pengertian
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai
darah ke bagian otak (Black & Hawks, 2014). Definisi stroke menurut
Sudoyo,Aru W, 2015 yang menyebutkan bahwa Stroke adalah sindrom
klinis yang ditandai dengan adanya deficit neurologis serebral atau
global yang berkembang secara cepat dan berlangsung selama minimal
24 jam. Menyebabkan kematian yang semata mata disebabkan oleh
kejadian vascular, baik perdarahan spontan pada otak (stroke
perdarahan) maupun suplai darah yang inadekuat pada bagian otak
(stroke ischemic) sebagai akibat aliran darah yang rendah, thrombosis
atau emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri
dan vena), jantung, dan darah .

Muttaqin 2011 menyatakan definisi stroke adalah suatu penyakit


neurologis yang sering di jumpai dan harus ditangani secara cepat dan
tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang di sebabkan terjadinya gangguan peredaan darah ke otak dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke adalah penyakit yang
sering menyebabkan kecacatan seperti kelumpuhan anggota gerak ,
gangguan bicara , proses berpikir, daya ingat, dan bentuk bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.

Stroke disebabkan oleh terputusnya suplai darah ke otak, biasanya


karena semburan pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan. Ini
memotong suplai oksigen dan nutrisi, yang menyebabkan kerusakan
pada jaringan otak (WHO, 2014).

7
8

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah penyakit


sistem persyarafan yang terjadi akibat kurangnya suplai oksigen ke
otak secara mendadak yang dapat terjadi karena adanya sumbatan atau
pecahnya pembuluh darah ke otak yang dapat menimbulkan gejala-
gejala bahkan mengakibatkan kematian.
2. Klasifikasi
Stroke secara umum memiliki dua klasifikasi , dua klasifikasi tersebut
adalah stroke hemoragik dan stroke non hemoragik/iskemik.
a. Stroke Hemoragik
Black & hawks (2014); corwin (2009); Stroke hemoragik adalah
stroke yang di sebabkan oleh Perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ruang subarachnoid. Stroke hemoragik paling banyak di
sebabkan oleh adanya rupture arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah, yang bisa menyebabkan perdarahan ke dalam
jaringan otak. Stroke hemoragik dapat menyebabkan iskemia
(penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir. Secara significant
stroke hemoragik dapat meningkatkan tekana intracranial dalam
otak dan memperburuk cidera yang di alami otak akibat perdarahan
yang dialami oleh otak.
Stroke hemoragik menurut muttaqin (2011) di dalam bukunya
menyatakan bahwa stroke hemoragik adalah perdarahan serebri
dan mungkin perdarahan sub arachnoid. Disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
1) Perdarahan intra serebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
9

Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering di


jumpai di daerah putamen, thalamus , pons, dan serebellum.
2) Perdarahan subarakahnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya pembuluh aneurisma
berry atau AVM. Aneurisma ayng pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang cabang nya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993). Pecahnya arteri
dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan TIk
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebri yang mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala , penurunan kesadaran )
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik ,afasia ,dan
lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK secara mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula di jumpai kaku kuduk dan tanda tanda
rangsang selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang
mendadak juga mengakibat kan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid
dapat mengakibatkan vasopasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 kali setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke -
9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan
minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interakasi
antara bahan bahan yang berasal dari darah dan di lepaskan ke
dalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang
subarachnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik , afasia dan lainnya).
10

Otak dapat berfungsi jika kebutuhan o2 dan glukosa otak dapat


terpenuhi. Energy yang dihasilkan dalam sel saraf hamper
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan o2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20
mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glokosa
sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh , sehingga
bilas kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjai gejala
disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi o2 melalui proses metabolic anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah ke otak.
b. Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder, kesadaran umumnya baik.
Muttaqin(2011)mengungkapkan bahwa klasifikasi stroke non
hemoraghik dibedakan menurut perjalan penyakit atau stadiumnya
yaitu ada tiga sub tipe diantara tiga sub tipe tersebut adalah:
1) TIA (Transient ischemic attack)
TIA atau yang kepanjangannya adalah transient ischemic attack
adalah gangguan neurologis local yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
menghilang secara spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam pada saat setelah terjadinya stroke.
11

2) Stoke involusi (stroke progresif)


Stroke yang terjadi dan masih akan terus berkembang,
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah
buruk. Prosesnya dapat berlangsung 24 jam atau pun lebih ,
bahkan dapat terjadi sampai beberapa hari.
3) Stroke complete (stroke lengkap)
Stroke complete adalah gangguan neurologis yang timbul
sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke
complete dapat diawali oleh serangan Transient ischemic attack
yang terjadi secara berulang.
Sedangkan menurut LeMone (2016) stroke non hemoragik
dibedakan menjadi empat subtipe dasar berdasarkan penyebabnya.
Diantaranya ialah:
1) Stroke pembuluh darah besar (Stroke Trombosis)
Stroke trombosis disebabkan oleh oklusi pembuluh darah
serebral besar oleh trombus (bekuan darah). Stroke trombosis
paling sering terjadi pada lansia yang istirahat atau tidur.
Tekanan darah turun selama tidur, sehingga terdapat tekanan
yang kurang untuk mendorong darah melalui lumen arteri yang
sempit, dan iskemia dapat terjadi. Stroke ini biasanya mengenai
arteri serebral tunggal yang menyuplai korteks serebral,
menyebabkan afasia, sindrom pengabaian, dan atau defek
lapang penglihatan.
2) Stroke pembuluh darah kecil (Infark Lakunar)
Stroke trombotik mengenai pembuluh serebral terkecil yang
disebut lakunar, karena area mengalami infark diabaikan,
meninggalkan rongga kecil atau “danau” dijaringan otak. stroke
terjadi dibagian terdalam otak atau batang otak dari oklusi
cabang kecil arteri serebral besar. Paling sering terjadi di arteri
serebral tengah dan arteri serebral posterior. Manifestasinya
mencangkup hemiplegia motorik, hemiplegia sensorik, hingga
disatria.
12

3) Stroke Embolik Kardiogenik


Stroke embolik kardiogenik terjadi ketika bekuan darah dari
fibrilasi atrial, trombi ventrikrel, infark miokard, penyakit
jantung kongesti, atau plak arterosklerosis dan sumber sumber
lain yang masuk sistem sirkulasi dan menjadi tersumbat pada
pembuluh darah serebral terlalu sempit untuk memungkinkan
gerakan lebih lanjut. Pembuluh darah kemudian menjadi
oklusi. Tempat paling sering mengalami emboli serebral adalah
bifurkasi pembuluh, terutama pada arteri serebral tengah
(Hickey, 2009).
3. Etiologi
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan stroke, diantara
penyebabnya adalah sebagai berikut:
a. Thrombosis serebri
Black & Hawks (2014); Muttaqin (2011); thrombosis terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebakan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
sering kali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Terdapat beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya
thrombosis otak yaitu:
1) Aterosklerosis
Aterosklerosis sendiri adalah menegerasnya pembuluh darah
serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam
macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus,
13

kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan


dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
2) Hipekoagulasi dan polisitermia
Darah berambah kental, peningkatan viskositas/hematocrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
3) Arteritis (radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlebas dan menyumbat system
arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Terdapat beberapan keadaan yang dapat
meenimbulkan emboli, yaitu: katup katup jantung yang rusak
akibat penyakit jantung rematik, infark miokardium, fibrilasi, dan
keadaan aritmia yang menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan sewaktu
waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus embolus kecil.
Endocarditis oleh bakteri dan non bakteri, merupakan salah satu
penyebab gumpalan gumpalan pada endocardium.
c. Hemoragik
Perdarahan intracranial atai intraserebri meliputi perdarahan di
dalam ruang subarachnoid atau didalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah oak menyebabkan pembesaran darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,
sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga
terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab
perdarahan otak paling sering umum terjadi:
14

1) Aneruisma berry, biasnya defek kongenital


2) Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
3) Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4) Malformasi arteriovena, terjadi hubungan sambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
ke vena.
5) Rupture arteriole serebri akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia umum
Muttaqin (2011) mengungkapkan bahwa hipoksia umum dan
hipoksia setempat merupakan salah satu penyebab yang
mengakibatkan terjadinya stroke. Beberapa penyebab yang
berhubungan dengan hipoksia umum diantaranya adalah hipertensi
yang parah, henti jantung, henti jantung-paru dan curah jantung
turun akibat aritmia. Sedangkan hipoksia local terjadi disebabkan
oleh spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid,
dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan
aliran darah ke otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
menyempit. Spasme yang berdurasi pendek tidak selamanya
menyebabkan kerusakan otak.
Black & Hawks (2014); smeltzer & bare (2013) menyampaikan bahwa
ada beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan stroke jika tidak
dikenali dan tidak diobati lebih dini. Faktor resiko stroke dibagi
menjadi faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi.
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis
kelamin, etnik/ras, dan riwayat keluarga/keturunan. Resiko stroke
akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia dan akan
meningkat dua kali lipat setelah usia mencapai lebih dari 66 tahun
karena elastisitas pembuluh darah pada usia lanjut sudah
15

berkurang, tetapi stroke akan terjadi pada usia berapapun. Stroke


cenderung lebih tinggi terjadi pada laki-laki. Stroke juga lebih
sering terjadi pada Afrika Amerika dibandingkan orang kulit putih
atau amerika latin. Perbandingan ini mungkin terjadi karena
berhubungan dengan kejadian hipertensi dan diabetes mellitus pada
kelompok tersebut. Riwayat kejadian stroke pada keluarga juga
merupakan salah satu faktor risiko pada stroke.
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi bisa diturunkan atau
dihilangkan melalui perubahan gaya hidup. Faktor resiko yang
dapat di modififikasi diantaranya adalah :
1) Hipertensi adalah faktor resiko yang bisa dimodifikasi
terpenting baik untuk untuk stroke iskemik maupun stroke
hemoragik. Pengontrolan tekanan darah yang adekuat bagi
penderita hipertensi dapat menurunkan 38% kejadian stroke.
2) Penyakit kardiovaskular seperti atrial fibrilasi, miokardial
infark, kardiomyopati, katup jantung yang abnormal, dan
kerusakan jantung konginetal juga merupakan faktor resiko dari
stroke.
3) Diabetes mellitus dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke.
Mekanisme terjadinya kondisi tersebut disebabkan oleh
perubahan makrovaskular pada penderita diabetes.
4) Penyempitan pada karotis dan riwayat serangan iskemik
transien merupakan faktor resiko yang dapat dimodifikasi pada
stroke. Penurunan faktor-faktor resiko untuk stroke awal bisa
mencegah terjadinya stroke berulang. Pengenalan dini dan
pengobatan untuk penyempitan pembuluh karotis dan
pengobatan serangan iskemik transien dengan agen antiplatelet
bisa menurunkan resiko stroke.
5) Hiperlipidemia dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya lemak sehingga aliran darah lambat.
16

6) Merokok dapat menimbulkan plaque pada pembuluh darah


oleh nikotin sehingga mengakibatkan ateroskerosis.
7) Konsumsi alkohol berlebih dapat menimbulkan hipertensi,
penurunan aliran darah ke otak dan kardiak aritmia yang
merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
8) obesitas dapat mengalami hipertensi dan peningkatan kadar
kolesterol dalam darah.
9) Polisitemia atau anemia juga dapat menjadi faktor resiko
stroke. Polisitemia adalah kadar Hb yang tinggi melampaui
batas normal, sedangkan anemia adalah kadar Hb yang kurang
dari batas normal. Polisitemia maupun anemia menyebabkan
darah menjadi lebih kental sehingga aliran darah ke otak
menjadi lambat.
10) Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko
stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues (sifilis), leptospirosis,
dan infeksi cacing
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar pada sistem neurologi :
Stroke non hemoragik
a. Konsep kebutuhan dasar manusia
Aziz (2014), menguraikan bahwa kebutuhan dasar manusia
merupakan unsur unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar
manusia menurut Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhan
menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar,
yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan
aktualisasi diri.
Teori hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh
abraham maslow dapat dikembangkan untuk menjelaskan untuk
menjelaskan kebutuhan dasar manusia sebagai berikut.
1) Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu
kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan (minuman), nutrisi
17

(makanan), keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat


tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual.
2) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi
perlinungan fisik dan perlindungan psikologis.
a) Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman
terhadap tubuh atau hidup. ancaman tersebut dapat berupa
penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan
sebagainya.
b) Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman
dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya,
kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk sekolah
pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk
berinteraksi dengan orang lain, dan sebagainya.
3) Kebutuhan rasa cinta serta memiliki dan dimiliki, antara lain
memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan
keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial, dan
sebagainya.
4) Kebutuhan akan harga diri ataupun perasaan di hargai oleh
orang lain. Kebutuhan ini terkait dengan keingininan untuk
mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri, dan
kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga membutuhkan
pengakuan dari orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi
dalam hierarki maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi
pada orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri
sepenuhnya.
b. Pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien dengan gangguan sistem
neurologi : stroke non hemoragik diantaranya :
1) Kebutuhan Oksigenasi
Oksigenasi di perlukan untuk menopang kehidupan. Sistem
jantung dan sisterm pernafasan menyediakan kebutuhan
kebutuan oksigen tubuh. Darah teroksigenasi melalui
18

mekanisme ventilasi, perfusi, dan transportasi gas


respirasi.Pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: stroke
terjadinya masalah bersihan jalan dan perfusi jaringan otak
yang mengakibatkan sistem oksigenasi terganggu.
2) Keseimbangan Cairan Elektorolit dan asam-basa
Keseimbangan cairan adalah keseimbangan antara asupan dan
keluaran cairan. Cairan merupakan komponen terbesar yang
membentuk tubuh; 60% dari berat badan orang dewasa terdiri
atas cairan. Proporsi cairan rendah pada wanit, orang obesitas ,
dan orang tua. Cairan di dalam tubuh didistribusikan dalam
kompartemen yang berbeda, salah satunya adalah cairan intra
seluler dan yang lainya terdiri dari cairan ekstraseluler. Pada
pasien dengan ganguan sistem neurologi : stroke terjadinya
maslah inkontinensia yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan cairan.
3) Kebutuhan Rasa Aman Nyaman :
a) Tidur
Tidur adalah proses fisiologi yang berputar dan bergantian,
dengan periode jaga yang lebih lama .Siklus tidur- bangun,
memengaruhi an mengatur fungsi fiologi respon perilaku.
Teori ini menganjurkan bahwa tidur adalah suatu multi fase
yang aktif. Pusat yang utama adalah di hipotalums.
Hipotalamus mensekresi hipokreatinin (oreksin)yang
menyebab kan orang terjaga dan mengalami tidur rapid eye
movement. Pada pasien dengan gangguan sistem neurologi :
stroke dengan masalah peningkatan TIK
b) Nyeri
Nyeri merupakan gejala dari suatu penyakit tertentu, nyeri
bersifat subjektif dan personal. Stimulasi terhadap
timbulnya nyeri merupakan suatu yang bersifat fisil atau
mental yangterajdi secara alami. Pada pasien dengan
gangguan sistem neurologi stroke terjadinya masalah aman
19

nyaman : nyeri yang disebabkan karena terjadinya


peningkatan saraf Tingkatan Intra Kanial (TIK).
c) integritas kulit
Kulit memiliki dua lapis yaitu epidermis dan dermis. Dua
lapisan tersebut dibatasi oleh membran yang sering disebut
sebagai penghubung dermal-epidermal. Epidermis atau
lapisan paling atas, memiliki beberapa lapisan. Salah
satunya adalah stratum korneum merupakan lapisan paling
luar epiderms yang tipis, stratum korneum ini terdiri dari
atas sel datar, sel mati, dan sel yang mengandung
kreatinin.Pada pasien dengan gangguan sistem neurologi :
stroke, terjadinya masalah integritas kulit yang
berhubungan dengan tirah baring lama, sehingga
menyebabkan terjadinya kebutahan rasa aman nyaman :
integritas kulit.
d) gangguan sensorik
Penglihatan merupakan proses yang kompleks dan
dikontrol oleh beberapa bagian dalam otak. Stroke pada
lobus parietal atau temporal bisa mengganggu jaringan
penglihatan dari saluran optik ke korteks oksipital dan
mengganggu ketajaman penglihatan. Persepsi kedalaman
dan penglihatan pada garis horizontal, dan vertikal bisa
juga terganggu. Pada pasien dengan hemiplegia, dapat
menyebabkan masalah pada penampilan motorik dalam
cara berjalan dan berdiri.Jenis gangguan sensorik yang
paling umum adalah defisit sensorik, kehilangan sensorik,
dan berlebihannya beban sensorik. Yang dimaksud dengan
defisit sensorik adalah defisit pada penurunan fungsi
normal dari penerimaan panca indra dan persepsi.
Sedangkan kehilangan fungsi sensorik adalah sistem
aktivitas retikular pada batang otak memfasilitasi semua
stimuls sensorik menuju kortek serebral, sehingga meski
20

saat tidur dalam, pasien mampu menerima stimulus.Pada


pasien dengan gangguan sistem neurologi : stroke,
terjadinya masalah resiko tinggi terhadap cedera yang
berhubungan dengan penurunan luas pandang, sehingga
menyebabkan terjadinya kebutahan rasa aman nyaman :
Gangguan sensori.
4) Kebutuhan Nutrisi
Menelan adalah proses yang kompleks karena membutuhkan
beberapa fungsi dari saraf kranial. Selama aktivitas menelan,
lidah menggerakan gumpalan makanan ke arah orofaring.
Faring akan terangkat dan glotis menutup. Gerakan otot
faringeal akan mengirim makanan dari faring ke esofagus.
Kemudian dengan gerakan peristaltis mendorong makanan ke
dalam perut. Stroke yang terjadi di daerah vertebrobasilar
mengakibatkan terjadinya disfagia.Tubuh membutuhkan bahan
bakar untuk menyedikan energi untuk metabolisme dan
perbaikan sel, fungsi organ, pertumbuhan, serta pergerakan
tubuh. Laju metabolisme basal ( basal betamolic rate/ BMR)
adalah energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aktivitas kelangsungan hidup ( bernapas, sirkulasi, denyut
jantung, dan suhu ) pada priode waktu tertentu saat istrahat.
5) Kebutuhan aktivitas gerak: Mobilisasi dan immobilisasi
Pergerakan adalah proses yang kompleks yang membutuhkan
adanya koordinasi anatara sistem muskuluskeletal dan saraf.
Mekanisme tubuh adalah istilah yang diguanakan untuk
mendeskripsikan anatara sistem muskuluskeletal dengan sistem
persarafan. Pada pasien dengan gangguan sistem neurologi :
stroke, terjadinya masalah aktivitas gerak : mobilisasi di
akibatkan karena terjadinya kelemahan pada salah satu sisi
anggota gerak pasien.
21

6) Kebutuhan dasar eliminasi: inkontinensia urine


Stroke bisa menyebabkan disfungsi pada sistem pencernaan
dan perkemihan. Salah satu tipe neurologis perkemihan adalah
tidak dapat menahan kandung kemih, kadang terjadi setelah
stroke. Terkadang pasien dengan tipe neurologis pada
pencernaan mengalami kesulitan dalam buang air besar.
Penyebab lain dari inkontinensia bisa karena kehilangan
ingatan sementara, tidak ada perhatian, fakto-faktor emosional,
ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan pada mobilitas
fisik, dan infeksi. Durasi serta tingkat keparahan disfungsi
tersebut bergantung pada luas dan lokasi infark (Black&Hawk,
2014).Pada pasien dengan gangguan sistem neurologi : stroke,
terjadinya masalah gangguaneliminasi urin (inkontinensia
urine) yang berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas,
sehingga menyebabkan terjadinya kebutahan dasar eliminasi:
inkontinensia urine.
7) Kebutuhan Akan Harga diri
Perubahan peran dengan pasanagn sering terjadi. Cara
pasangan mengatasi hal tersebut akan menentukan bagaimana
hidup mereka akan terpuaskan setelah kejadian stroke.
Libatkan orang yang berarti bagi pasien dalam rencana
perawatan; biarkan mereka membantu merawat pasien jika
mereka menginginkan. Beri informasi yang mereka butuhkan
untuk memahami kondisi pasien. Beberapa diagnosa yang
muncul dengan kebutuhan akan harga diri berupa beberapa
diagnosa keperawatan jiwa yaitu: Gangguan proses keluarga,
aktivitas diversioanal berkurang, kecemasan, rasa takut,
ketidakberdayaan, harga diri rendah yang situasional, dan
isolasi sosial (Black&Hawk, 2014).
22

5. Manifestasi Klinik
Menurut Black & Hawks (2014), tanda dan gejala pada stroke akan
muncul sebagai peringatan dini atau peringatan awal, temuan secara
umum, dan gangguan khusus setelah stroke.
a. Peringatan dini atau peringatan awal
Beberapa jenis stroke mempunyai tanda-tanda peringatan dini yang
dikenal dengan sebutan serangan iskemik jangka pendek/TIA.
Manifestasi dari iskemik stroke yang akan terjadi termasuk
hemiparesis transien (tidak permanen), kehilangan kemampuan
berbicara, dan kehilangan sensori setengah/hemisensori.
Manifestasi-manifestasi dari stroke karena trombosis berkembang
dalam hitungan menit ke jam sampai hari. Serangan yang lambat
terjadi karena ukuran trombus terus meningkat. Pertama-tama
terjjadi sumbatan sebagian di pembuluh darah yang terkena
kemudian menjadi total. Kebalikan dari stroke trombotikm, yaitu
manifestasi dari stroke embolik terjadi tiba-tiba dan tanpa
peringatan awal.
Stroke hemoragik juga terjadi sangat cepat, dengan manifestasi
berkembang hanya dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
Menifestasi yang paling sering terjadi termasuk sakit kepala yang
berasal dari bagian belakang leher, vertigo atau kehilangan
kesadaran karena hipotensi (sinkop), parastesia, paralisis
sementara, epitaksis, dan perdarahan pada retina.
Manifestasi gangguan harus ada lebih dari 24 jam untuk bisa
didiagnosis sebagai stroke. TIA adalah gangguan neurologis yang
utama yang berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Temuan secara umum
Kebanyakan pasien yang menderita penyakit stroke tiba di runag
gawat darurat dengan kondisi hipertensi. Temuan secara umum
dari stroke yang tidak berhubungan dengan bagian pembuluh darah
yang khusus termasuk sakit kepala, muntah, kejang, perubahan
status mental, demam, dan perubahan pada status
23

elektrokargiogram (EKG). Perubahan pada EKG mungkin


termasuk kondisi atrial fibrilasi, yang bisa membantu
mengindikasikan penyebab dari stroke.
c. Gangguan khusus setelah stroke
Manifestasi stroke dapat berhubungan dengan penyebabnya yaitu
thrombosis, emboli, perdarahan dan bagian otak yang bagian
perfusinya terganggu. Arteri serebral bagian tengah dalah bagian
yang paling sering terjadi stroke iskemik. Gangguan yang terjadi
pada pasien juga bermacam-macam, bergantung pada apakah
bagian otak yang terkena adalah bagian dominan atau nondominan.
Tingkatan penurunan fungsi dapat juga bervariasi dari hanya
gangguan yang kecil sampai kehilangan fungsi tubuh yang serius.
Ada beberapa gangguan khusus setelah terjadinya stroke
diantaranya yaitu:
1) Hemiparesis dan hemiplegia
Hemiparesis (kelemahan) atau hemiplegia (paralisis) dari satu
bagian dari tubuh bisa terjadi setelah stroke. Penurunan
kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke arteri serebral
anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian
otak yang mengontrol gerakan (saraf motorik) dari korteks
bagian depan. Hemiplegia menyeluruh bisa terjadi pada
setengah bagian dari wajah dan lidah, juga pada lengan dan
tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama. Infark pada bagian
otak sebelah kanan akan menyebabkan hemiplegia bagian kiri
tubuh (sinistra) dan sebaliknya karena jaringan saraf berjalan
bersilangan dalam jalur piramid dari otak ke saraf spinal.
Stroke yang menyebabkan hemiparesis atau hemiplegia
biasanya memengaruhi bagian kortikal lain selain pada saraf
motorik. Sebagai akibatnya, hemiparesis atau hemiplegia
biasanya sering disertai oleh manifestasi manifestasi stroke
lainnya, seperti kehilangan sensori sebagian, kebutaan
sebagian, tidak bisa melakukan gerakan tertentu (apraksia),
24

tidak bisa merasakan atau mengenali sesuatu (agnosia), dan


gangguan komunikasi (afasia). Otot otot pada dada dan perut
biasanya tidak terpengaruh, karena otot tersebut di atur oleh
kedua bagian dari serebral.
2) Afasia
Afasia adalah penurunan kemampuan berkomunikasi. Afasia
bisa melibatkan beberapa atau seluruh aspek dari komunikasi
termasuk berbicara, membaca, menulis, dan memahami
pembicaraan. Pusat primer bahasa biasanya terletak di bagian
belahan otak kiri dan dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri
tengah arteri serebral. Ada beberapa tipe afasia yang biasanya
bisa terjadi. Disini ada beberapa tipe afasia yang sering terjadi
yaitu:
a) Afasia wernick (sensori atau penerima) mempengaruhi
pemahaman berbicara sebagi hasil dari infark pada lobus
temporal pada otak.
b) Afasia broca (ekspresi atau motorik) memengaruhi
produksi bicara sebagi hasil dari infark pada lobus frontal
pada otak.
c) Afasia global memengaruhi baik komprehensi bicara dan
produksi bicara.
3) Disatria
Diartria adalah kondisi artikulasi yang diucapkan tidak
sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Pasien
dengan disatria paham dengan bahasa yang diucapkan
seseorang tetapi mengalami kesulitan dalam melafalkan kata
dan tidak jelas dalam pengucapannya. Disartria disebabkan
oleh disfungsi saraf kranial karena stroke pada arteri
vertebrobasilar atau cabangnya. Hal ini bisa mengakibatkan
kelemahan atau kelumpuhan pada otot bibir, lidah, dan laring,
atau karena kehilangan sensasi. Selain gangguan berbicara,
25

pasien dengan disartria sering juga mengalami gangguan dalam


mengunyah dan menelan karena kontrol otot yang menurun.
4) Disfagia
Menelan adalah proses yang kompleks karena membutuhkan
beberapa fungsi dari saraf kranial. Selama aktivitas menelan,
lidah menggerakan gumpalan makanan ke arah orofaring.
Faring akan terangkat dan glotis menutup. Gerakan otot
faringeal akan mengirim makanan dari faring ke esofagus.
Kemudian dengan gerakan peristaltis mendorong makanan ke
dalam perut. Stroke yang terjadi di daerah vertebrobasilar
mengakibatkan terjadinya disfagia.
5) Apraksia
Apraksia adalah kondisi yang memengaruhi integritas motorik
kompleks. Hal ini bisa berakibat terjadinya stroke di beberapa
bagian otak. Pasien dengan apraksia tidak bisa melakukan
beberapa keterampilan seperti berpakaian walaupun mereka
tidak lumpuh. Pasien dengan apraksia mungkin bisa merasakan
atau mengonseptualisasikan isi pesan yang dik,irim ke otot.
Namun, pola atau skema motorik penting untuk mengantarkan
pesan impuls tidak dapat diperbaiki.
6) Perubahan penglihatan
Penglihatan merupakan proses yang kompleks dan dikontrol
oleh beberapa bagian dalam otak. Stroke pada lobus parietal
atau temporal bisa mengganggu jaringan penglihatan dari
saluran optik ke korteks oksipital dan mengganggu ketajaman
penglihatan. Persepsi kedalaman dan penglihatan pada garis
horizontal, dan vertikal bisa juga terganggu. Pada pasien
dengan hemiplegia, dapat menyebabkan masalah pada
penampilan motorik dalam cara berjalan dan berdiri.
7) Hemianopia Homonimus adalah kehilangan penglihatan pada
setengah bagian yang sama dari lapang pandang dari setiap
26

mata. Jadi, pasien hanya bisa melihat setengah dari penglihatan


normal.
8) Sindrom horner
Sindrom horner adalah paralisis pada saraf simpatik ke mata
yang menyebabkan tenggelamnya bola mata, ptosis ke bagian
atas kelopak mata, dibagian bawah kelopak mata sedikit
terangkat, pupil mengecil, dan air mata berkurang.
9) Agnosia
Agnosia adalah gangguan pada kemampuan mengenali benda
melalui indra. Tipe yang paling sering terjadi adalah agnosia
pada indra penglihatan dan pendengaran. Agnosia bisa terjadi
karena sumbatan pada arteri serebral tengah atau posterior yang
menyuplai lobus temporal atau oksipital.
Pasien dengan agnosia penglihatan bisa melihat benda tapi
tidak bisa mengenali benda tersebut. Disorientasi terjadi karena
keridakmampuan mengenali tanda-tanda dari lingkungan,
wajah yang familier, atau simbol-simbol.
Pasien dengan agnosia pendengaran tidak dapat memahami arti
bunyi karena kehilangan pendengaran atau penurunan tingkat
kesadaran.
10) Neglesi unilateral
Neglesi unilateral adalah ketidakmampuan seseorang untuk
merespons stimulus pada bagian kontralateral dari bagian
infark serebral. Pasien dengan cedera pada lobus
temporoparietal, lobus parietal inferior, lobus frontal lateral,
girus singulatum, talamus, dan striatum sebagai akibat dari
sumbatan pada arteri serebral bagian tengah beresiko men
galami negleksi.
11) Penurunan sensorik
Beberapa tipe dari perubahan sensoris dapat terjadi karena
stroke pada jalur parietal yang disuplai oleh arteri serebral
anterior atau bagian tengah. Penurunan ini terjadi pada bagian
27

sisi kontralateral tubuh dan biasanya disertai dengan


hemiplegia atau hemiparesis. Kondisi hemiparesis (kehilangan
sensasi pada bagian satu sisi tubuh) biasanya tidak lengkap dan
mungkin tidak dirasakan oleh pasien. Parastesia bisa
digambarkan sebagai rasa nyeri terbakar yang persisten;
perasaan keberatan, kebas, kesemutan atau rasa tertusuk; atau
rasa sensasi yang meningkat. Gangguan pada propriosepsi
(kemampuan untuk menerima hubungan antara bagian tubuh
dengan lingkungan luar) dan gangguan rasa bagian postural
bisa terjadi dengan kondisi penurunan pada sendi otot.
12) Perubahan perilaku
Otak dapat dikatakan sebagai pengontrol emosi. Ketika otak
tidak berfungssi sebagaimana mestinya, reaksi dan respons
emosi menghambat fungsi kontrol tersebut. Perubahan perilaku
setelah stroke adalah hal yang sering terjadi. Orang dengan
stroke pada bagian belahan otak serebral kiri, atau dominan,
biasanya lambat, waspada, dan tidak teratur. Orang dengan
stroke pada bagian belahan otak serebral kanan, atau
nondominan, biasanya implusif, estimasi terlalu tinggi pada
kemampuan mereka, dan memiliki penurunan rentang perhatian
yang akan meningkatkan terjadinya resiko cedera. Infark pada
lobus frontal yang terjadi dari stroke pada arteri serebral
anterior atau media dapat mengarah pada gangguan dalam
ingatan, penelitian, pemikiran abstrak, pemahaman,
kemampuan menahan diri, dan emosi. Pasien mungkin akan
memperlihatkan efek datar, penurunan spontanitas, selalu
terdistraksi, dan lupa. Pasien mungkin akan mengalami emosi
yang labil tiba-tiba menangis atau bisa juga tertawa tanpa ada
sebab, tapi hal ini jarang terjadi.
13) Inkontinensia
Stroke bisa menyebabkan disfungsi pada sistem pencernaan
dan perkemihan. Salah satu tipe neurologis perkemihan adalah
28

tidak dapat menahan kandung kemih, kadang terjadi setelah


stroke. Terkadang pasien dengan tipe neurologis pada
pencernaan mengalami kesulitan dalam buang air besar.
Penyebab lain dari inkontinensia bisa karena kehilangan
ingatan sementara, tidak ada perhatian, faktor faktor emosional,
ketidak mampuan berkomunikasi, gangguan pada mobilitas
fisik, dan infeksi. Durasi serta tingkat keparahan disfungsi
tersebut bergantung pada luas dan lokasi infark (Black&Hawk,
2014).
6. Komplikasi
Menurut corwin 2009; Tucker 2007; terdapat bebeapa komplikasi yang
mungkin terjadi pada pasien stroke, diantaranya:
a. Individu yang mengalami stroke mayor pada bagian otak
mengontrol respons pernapasan atau kardiovaskular dapat
meninggal. Dekstruksi area ekspresif atau reseptif pada otak akibat
hipoksia dapat menyebabkan kesulitan komunikasi. Hipoksia pada
area motorik otak dapat menyebabkan paresis. Kerusakan pada
korteks pada sistem limbik dapat membuat perubahan emosional.
b. Hematoma intraserebral dapat disebabkan oleh pecahnya
aneurisma atau stroke hemoragik, yang menyebabkan cedera otak
sekunder ketika tekanan intrakranial meningkat
c. Peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial adalah peningkatan terus menerus
(lebih dari 10mmHg) dalam rongga kranial disebabkan perdarahan
oleh stroke. Peningkatan tekanan intrakranial ditandai adanya
deficit neurologi seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri
kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan intracranial yang
tinggi dapat menyebabkan herniasi serebral yang dapat mengancam
kehidupan.
29

d. Hydrochepalus
Jika sejumlah darah sebagai akibat ruptur pembuluh darah meluas
ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid
bagian basal, darah tersebut akan memasuki foramen luschika dan
magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran
hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut.

e. Edema serebral (herniasi otak); baik edema sitotoksik maupun


vasogenik
Edema serebral merupakan respon fisiologis terhadap adanya
trauma jaringan. Edema terjadi jika pada area yang mengalami
hipoksia atau iskemik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah
pada lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan sehingga meningkatkan intertisial akan
berpindah ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.
f. Edema pulmonal neurogenik setelah peningkatan TIK
Edema paru dapat terjadi pada individu yang mengalami
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid. Edema paru
terjadi akibat kelainan susunan saraf pusat secara langsung melalui
sistem saraf otonom terutama mekanisme vagal. Pendapat lain
menyebutkan bahwa edema paru merupakan akibat pelepasan
simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi
pulmonal sehingga mengakibatkan peningkatan permeabilitas
vaskuler pada paru.
g. Kejang
Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan aktivitas listrik
otak.
h. Aspirasi
Pasien yang tidak sadar mengalami depresi pada atau yang tidak
ada refleks gag dan menelan beresiko tinggi mengalami aspirasi.
30

i. Pnemonia aspirasi
Pasien dengan stroke akan beresiko mengalami aspirasi
pneumonia. Aspirasi paling sering terjadi pada periode awal dan
dihubungkan dengan hilangnya sensari fari ngeal, hilangnya
kontrol motorik orofaringeal, dan penurunan tingkat kesadaran.
j. Inkontinensia
Stroke dapat mengakibatkan ketidakmampuan individu menahan
kandung kemih. Penyebab dari inkontinensia bisa karena
kehilangan ingatan sementara, tidak ada perhatian, fakto-faktor
emosional, ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan pada
mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi serta tingkat keparahan
disfungsi tersebut bergantung pada luas dan lokasi infark.
k. Disfungsi defekasi; konstipasi atau diare
Terkadang pasien dengan tipe neurologis pada pencernaan
mengalami kesulitan dalam buang air besar. Penyebab
disfungsinya defekasi bisa karena kehilangan ingatan sementara,
tidak ada perhatian, fakto-faktor emosional, ketidakmampuan
berkomunikasi, gangguan pada mobilitas fisik, dan infeksi.
l. Dekubitus
Dekubitus dapat terjadi karena tirah baring yang lama pada bagian-
bagian tertentu yangmengalami penekanan.
7. Penatalaksanaan dan Terapi
Menurut sudoyo (2015), penatalaksanaan stroke pada dasarnya sebagai
berikut:
a. Penatalaksanaan umum
1) Perawatan umum
Diarahkan untuk memberikan perawatan yang optimal pada
pasien, memberikan posisi yang tepat, alih baring untuk pasien
dengan kesadaran menurun, dan pemberian hidrasi yang cukup
merupakan beberapa aspek perawatan yang penting. Termasuk
disini adalah pengkajian gangguan menelan dan tatacara
pemberian nutrisi bila terdapat gangguan menelan. Seringkali
31

pemberian makanan per oral (aktif atau dengan sonde)


diberikan pada pasien yang berbaring.
2) Pengendalian Tekanan darah
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada stroke akut,
biasanya tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme
kompensasi, untuk kemudian kembali menjadi normal setelah
2-3 hari. Oleh karena itu, peningkatan tekanan darah pada hari-
hari pertama stroke tidak perlu dikoreksi, kecuali bila mencapai
nilai yang sangat tinggi (sistolik >220 mmHg/diastolik >130
mmHg) atau merupakan tekanan darah yang emergency. Pada
keadaan inipun penurunan tekanan darah harus secara perlahan,
tidak sampai normal.
Pada pasien usia lanjut kehati-hatian dalam menurunkan
tekanan darah tersebut sangat penting, karena pada pasien
sudah terjadi gangguan autoregulasi, artinya otak pasien seolah
menjadi terbiasa dengan keadaan tekanan darah yang meninggi
sehingga bila mendadak tekanan darah diturunkan, akan terjadi
gangguan metabolik otak yang sering justru memperburuk
keadaan. Pada hari-hari pertama ini penurunan tekanan darah
juga dibedakan apakah pasien memang hipertensi kronis, yang
penurunan tekanan darahnya sebaiknya 180/100-105 mmHg.
Apabila belum pernah menderita hipertensi maka sasaran
penurunan tekanan darah bisa sampai 160-180/90-100 mmHg.
Apabila direncanakan tindakan trombolisis, tekanan darah
sistolik tidak boleh melebihi 180 mmHg. Agar penurunan
darah bisa dilaksanakan secara titrasi maka dianjurkan
pemakaian obat labetalol/urapidil/nitroprusid atau nitrogliserin
intravena atau kaptopril oral. Penggunaan nifedipin oral atau
penurunan tekanan darah yang terlalu drastis perlu dihindari.
32

3) Tindakan Pengawasan Lanjutan (Follow –up)


Tindakan untuk mencegah stroke berulang dan upaya
rehabilitasi kronis harus terus dikerjakan. Hal ini sebaiknya
dilakukan oleh spesialis penyakit dalam yang mengetahui
penatalaksanaan berbagai faktor risiko terjadinya stroke
ulangan.
b. Penatalaksanaan kolaboratif
Ditunjukan untuk mencari beberapa keterangan, diantaranya
adalah:
1) Apakah pasien menderita stroke atau bukan.
2) Bila memang stroke, letak, jenis dan luas lesi. Untuk kedua
keadaan diatas, pemeriksaan baku emas adalah pemeriksaan
dengan pencitraan tomografi terkomputer (CT Scan), walaupun
pada beberapa keadaan, antara lain stroke di batang otak pada
hari-hari pertama sering kali tidak didapatkan abnormalitas,
sehingga harus diulang setelah 24 jam kemudian. Dengan MRI
(Magnetic Resonance Imaging = pencitraan dengan resonansi
magnetik) diagnosis letak dan jenis lesi dapat lebih diketahui
dengan pasti. Lesi kecil di batang otak yang tidak terlihat
dengan CT Scan tersebut, akan dapat terdeteksi dengan MRI.
3) Status pasien secara keseluruhan, termasuk disini adalah
tekanan darah, keadaan kardiorespirasi, keadaan hidrasi,
elektrolit, asam-basa, keadaan ginjal, dan lain-lain.
4) Terdapat beberapa sistem skor untuk mendiagnosis jenis, letak
dan besarnya lesi, antara lain skor Siriraj, skor Gajah Mada,
dan lain-lain, akan tetapi ketepatannya masih tidak bisa
diandalkan.
5) Rehabilitasi dini
Upaya rehabilitasi harus segera dikerjakan sedini mungkin
apabila keadaan pasien sudah stabil. Fisioterapi pasif perlu
diberikan bahkan saat pasien masih di ruang intensif yang
segera dilanjutkan dengan fisioterapi aktif bila memungkinkan.
33

Apabila terdapat gangguan bicara atau menelan, upaya terapi


wicara bisa diberikan. Setelah pasien bisa berjalan sendiri,
terapi fisis dan okupasi perlu diberikan agar pasien bisa
kembali mandiri. Pendekatan psikologis terutama berguna
untuk memulihkan kepercayaan diri pasien yang biasanya
sangat menurun setelah terjadinya stroke. Kalau perliu dapat
diberikan antidepresan ringan

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan suatu rentetan pemikiran dan pelaksanaan
kegiatan yang ditujukan untuk pengumpulan data/informasi, analisis
data, dan penentuan permasalahan/diagnosis keperawatan. Pengkajian
keperawatan merupakan fase pengumpulan data dari proses
keperawatan (Nurarif & Kusuma, 2015)
Menurut Muttaqin (2011), pengkajian keperawatan pada pasien stroke
terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi identitas
pasien, keluhan utama, riwayatpenyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1) Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis
medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama sering menjadi alasan pasien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
34

3) Riwayat penyakit saat ini


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat pasien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan pada intrakranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
4) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, riwayat
diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan pasien, seoerti pemakaian obat anti-hipertensi, anti-
lipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
5) Riawayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
6) Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis pasien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang
jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku pasien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga
35

penting untuk menilai respons emosi pasien terhadap penyakit


yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada pasien yaitu
timbul seperti ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan pasien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan
tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, pasien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola tatanilai dan kepercayaan, pasien biasanya jarang
melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak
stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena pasien harus menjalani rawat inap, makan apakah
keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi pasien
karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang
tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan
dapat memengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biaya
ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran pasien
dan keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap
fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang
akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan
dalam mengkaji terdiri atas dua maslah: keterbatasan yang
diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan
peran sosial pasien dan rencana pelayanan yang akan
36

mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem


dukungan individu.
b. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan pasien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan pasien.
1) Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang
mengalami gangguan bicara yang sulit dimengerti, kadang
tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan pasien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas
tambahan seperti ronkhi pada pasien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada pasien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada pasien dengan tingkat kesadaran komposmentis,
pengkajian inspeksi pernafasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terrjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
37

4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
a) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan
respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika pasien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran pasien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.
b) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
(1) Status Mental
Observasi penampilan dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara pasien, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
pasien.
38

(2) Fungsi Intelektual


Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa
kasus pasien mengalami brain damage yaitu kesulitan
untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
(3) Kemampuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada daerah posterior
dari girus temporalis superior (area Wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu pasien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan
lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Brocha) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu
pasien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan bicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika
pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
(4) Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus
frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini
dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi,
39

yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah


frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi
umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons
alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
bermusuhan,frustasi, dendam, dan kurang kerjasama.
(5) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparise sebelah
kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh
ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada styroke hemisfer
kiri, mengalami hemiparise kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
c) Pengkajian Saraf Kranial
Pengkajian saraf kranial ini dilakukan melalui pemeriksaan
saraf kranial dari saraf kranial I-XII.
(1) Saraf I
Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
(2) Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terjadi pada
pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
40

(3) Saraf III, IV, dan VI


Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
(4) Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke
sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
(5) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat.
(6) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
(7) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
(8) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
(9) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indera pengecapan normal.
d) Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol Volunter terhadap
gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
41

dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada


sisi berlawanan dari otak.

(1) Inspeksi umum


Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain.
(2) Fasikulasi
Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
(3) Tonus otot
Didapatkan meningkat.
(4) Kekuatan otot
Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan
otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
(5) Keseimbangan kordinasi
Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparise
dan hemiplegia.
e) Pengkajian refleks
Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refles
profunda dan pemeriksaan refleks patologis
(1) Pemeriksaan refleks profunda
Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat refleks pada respons normal.
(2) Pemeriksaan Refleks Patologis
Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
Gerakan involuter. Tidak ditemukan adanya tremir,
tic(kontraksi saraf berulang), dan distonia. Pada
keadaan tertentu, pasien biasanya mengalami kejang
42

umum, terutama pada anak dengan stroke disertai


peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka.
f) Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius.
5) B4 (Bladder)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
43

disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga


menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
7) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalh tanda yang lain. Pada kulit, jika pasien kekurangan O2
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk.selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena pasien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu
menegakkan diagnosis pasien stroken meliputi:
1) Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskular.
44

2) Lumbal Fungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3) CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4) Magnetic Imaging Resonance (MRI)
Magnetic Imaging Resonance atau yang biasa disebut MRI
adalah salah satu pemeriksaan diagnostik dengan menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar atau
luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
7) Pemeriksaan Laboratorium
a) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
45

perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal


(xantokhrom) sewaktu hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin.
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang singkat, tegas,
dan jelas tentang respons pasien terhadap masalah kesehatan/penyakit
tertentu yang aktual dan potensial karena ketidaktauan, ketidakmauan,
atau ketidakmampuan pasien mengatasinya sendiri, yang
membutuhkan tindakan keperawatan untuk mengatasinya (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Menurut Muttaqin (2011) diagnosa keperawatan pada pasien dengan
stroke, meliputi:
a. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya
meningkatnya volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan
edema serebri.
b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan
mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
d. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
hemiparise/hemplegia, kelemahan neuromuskular pada
ekstremitas.
e. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan penurunan luas
lapang pandang, penurunan sensasi rasa (panas, dingin).
f. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah
baring lama.
46

g. Defisist perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan


neuromuskular, menurunnya kekutatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol atau koordinasi otot.
h. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol
tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
i. Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
j. Risiko ketidakpatuhan penatalaksaanan regime pengobatan yag
berhubungan dengan kurangnya informasi, perubahan status
kognitif.
k. Gangguan konsep diri citra tubuh yang berhubungan dengan
perubahan persepsi.
l. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan penurunan
sensorik, penurunan penglihatan.
m. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan
imobilisasi, asupan cairan yang adekuat.
n. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) yang berhubungan
dengan lesi pada neuron motor atas.
o. Risiko infeksi yang berhubungan dengan sistem pertahanan primer
(cedera pada jaringan paru, penurunan aktivitas silia), malnutrisi,
tindakan invasif.
p. Risiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual yang berhubungan
dengan kelemahan neuromuskular pada ekstermitas.
q. Kecemasan yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit, dan
perubahan kesehatan.
r. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan ststus
sosial, ekonomi, dan harapan hidup.
47

Black & Hawks (2014); menambahkan beberapa diagnosa yang belum


tersampaikan di muttaqin (2011) diantaranya adalah:
a. Negleksi unilateral yang berhubungan dengan hemiplegia kiri dari
CVA, hemisfer kanan.
b. Koping inefektif yang berhubungan dengan krisis situasional,
kerentanan, perubahan persepsi kognitif.
c. Gangguan menelan yang berhubungan dengan neuromuskular atau
gangguan persepsi.
d. Risiko terjadinya kontraktur yang berhubungan dengan kelemahan
paralisis atau spastisitas.
e. Resiko hipertermia yang brhubungan dengan perdarahan atau
edema pada hipotalamus.
f. Risiko waktu perdarahan memanjang yang berhubungan dengan
agen trombolitik atau agen antikoagulan.
g. Risiko aspirasi yang berhubungan dengan gangguan menelan,
penekanan refleks batuk dan menelan, penurunan tingkat
kesadaran.
Dan smeltzer (2013) menambahkan beberapa diagnosa juga
diantaranya:
a. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan defisit neurologik
atau takut gagal.
48

3. Perencanaan Keperawatan
a. Risiko peningkatan TIK ysng berhubungan dengan peningkatan
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jamtidak terjadi peningkatan TIK pada
pasien.
Kriteria hasil: Pasien tidak gelisah, pasien tidak mengeluh nyeri
kepala, mual-mual dan muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat
papiledema. TTV dalam batas normal.
Rencana keperawatan diagnosa resiko peningkatan TIK yang
berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan
jaringan otak, dan edema serebral
Intervensi Rasional
1) Kaji faktor penyebab dari 1) Deteksi dini untuk
situasi/keadaan memprioritaskan intervensi,
individu/penyebab mengkaji status neurologi/tanda-
koma/penurunan perfusi tanda kegagalan untuk menentukan
jaringan dan penyebab perawatan kegawatan atau
peningkatan TIK. tindakan pembedahan.
2) Monitor TTV tiap 4 jam. 2) Suatu keadaan normal bila
sirkulasi serebral terpelihara
dengan baik atau fluktuasi ditandai
dengan tekan darah sistemik,
penurunan dari outoregulator
kebanyakan merupakan tanda
penurunan difusi lokal
valkularisasi darah serebral.
Dengan peningkatan tekan darah
(diastolik) maka dibarengi dengan
peningkatan tekan darah
intrakranial, adanya peningkatan
tensi, bradikardi, distrimia, dispnea
merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil. 3) Reaksi pupil dan pergerakan
kembali dari bola mata merupakan
tanda dari gangguan nervus/saraf
jika batang otak terkoyak.
Keseimbangan saraf antara
simpatis dan parasimpatis
merupakan respon reflek nervus
kranial.
4) Monitor temperatur dan 4) Panas merupakan reflex dari
pengaturan suhu lingkungan. hipotalamus, peningkatan
kebutuhan metabolisme dan O2
akan menunjang peningkatan TIK.
49

Intervensi Rasional
5) Pertahankan kepala/leher pada 5) Perubahan kepala pada suatu sisi
posisi yang netral, usahakan dapat menimbulkan penekanan
dengan sedikit bantal. Hindari pada vena jugularis dan
penggunaan bantal yang tinggi menghambat aliran darah otak
pada kepala. (menghambat drainase pada vena
serebral) untuk itu dapat
meningkaan tekanan intrakranial.
6) Berikan periode istirahat antara 6) Tindakan yang terus menerus
tindakan perawatan dan batasi dapat meningkatkan TIK oleh efek
lamanya prosedur. rangsangan komulatif
7) Kurangi rangsangan ekstra dan 7) Memberikan suasana yang tenang
berikan rasa nyaman seperti dapat mengurangi respon
masase punggung, lingkungan psikologis dan memberikan
yang tenang, sentuhan yang istirahat untuk mempertahankan
ramah dan TIK yang rendah.
suasana/pembicaraan yang
tidak gaduh.
8) Cegah/ hindari terjadinya 8) Mengurangi tekanan intratorakal
valsava maneuver. dan intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK.
9) Bantu pasien jika batuk, 9) Aktifitas ini dapat meningkatkan
muntah. intrathorak/tekanan dalam thorak
dan tekanan dalam abdomen
dimana aktifitas ini dapat
meningkatkan tekanan TIK.
10) Palpasi pada pembesaran/ 10) Dapat meningkatkan respon
pelebaran bllader, pertahankan automatik yang potensial
drainage urine secara paten jika menaikan TIK.
digunakan dan juga monitor
terdapatnya konstipasi.
11) Berikan penjelasan pada pasien 11) Meningkatkan kerja sama dalam
(jika sadar) dan keluarga meningkatkan perawatan pasien
tentang sebab akibat TIK dan mengurangi kecemasan.
meningkat.
12) Observasi tingkat kesadaran 12) Perubahan kesadaran menunjukan
dengan GCS. peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan
perkembangan penyakit.
13) Kolaborasi: pemberian O2 13) Mengurangi hipoksemia, dimana
sesuai kebutuhan. dapat meningkatkan vasodilatasi
serebral dan volume darah serta
menaikan TIK.
14) Kolaborasi: berikan cairan 14) Pemberian cairan mungkin
intravena sesuai dengan diinginkan untuk mengurangi
diindikasikan. edema serebral, peningkatan
minimum pada pembuluh darah,
tekanan darah dan TIK.
15) Kolaborasi: berikan obat 15) Diuretik mungkin digunakan pada
diuretik osmotik, contohnya pase akut untuk mengalirkan air
manitol, furosemid. dari brain cells mengurangi edema
serebral dan TIK.
50

Intervensi Rasional
16) Kolaborasi: berikan steroid 16) Untuk menurunkan inflamasi
contohnya dexamethasone, (radang) dan mengurangi edema
metil prednisolone. jaringan.
17) Kolaborasi: berikan anlgesik 17) Mungkin diindikasikan untuk
narkotik contohnya kodein. mengurangi nyeri dan obat ini
berefek negatif pada TIK tetapi
dapat digunakan dengan tujuan
untuk mencegah dan menurunkan
sensasi nyeri.
18) Kolaborasi: berikan sedatif 18) Mungkin digunakan untuk
contohnya diazepam, benadril. mengontrol kurangnya istirahat
dan agitasi.
19) Kolaborasi: berikan 19) Mengurangi/mengontrol hari dan
20) piretik contohnya pada metabolisme serebral/oksigen
aseptaminophen. yang diinginkan.
20) Digunakan pada hipertensi kronis,
21) Kolaborasi: antihipertensi. karena manajemen secara
berlebihan akan meningkatkan
perluasan kerusakan jaringan.
21) Digunakan umtuk meningkatkan
22) Kolaborasi: peripheral sirkulasi kolateral atau
vasodilator seperti cyclandilate, menurunkan vasopasme
papverin, isoxsuprine. 22) Digunakan pada kasus hemoragi,
23) Kolaborasi: berikan antibiotika umtuk mencegah lisis bekuan
seperti aminocaproic acid darah dan perdarahan kembali.
(amicar). 23) Membantu memberikan informasi
24) Kolaborasi: monitor hasil tentang efektifitas pemberian obat.
laboratorium sesuai dengan
indikasi seperti protrombin,
LED.
51

b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan


perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai
secara optimal.
Kriteria hasil: Pasien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual, dan kejang. GCS 4,5,6, pupil isokor, reflek cahaya (+),
tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-100 kali per menit,
suhu: 36-36,7°C, pernafasan 16-20 kali per menit).

Rencana keperawatan perubahan perfusi jaringan otak yang


berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak
Intervensi Rasional
1) Berikan penjelasan kepada 1) Keluarga lebih berpartisipasi
keluarga pasien tentang sebab dalam proses penyembuhan.
peningkatan TIK dan akibatnya.
2) Baringkan pasien (bed rest) 2) Perubahan pada tekanan
total dengan posisi tidur intrakranial akan dapat
terlentang tanpa bantal. menyebabkan risiko untuk
terjadinya herniasi otak.
3) Monitor tanda-tanda status 3) Dapat mengurangi kerusakan
neurologis dengan GCS. otak lebih lanjut.
4) Monitor tanda-tanda vital 4) Pada keadaan normal
seperti TD, nadi, suhu, autoregulasi mempertahankan
respirasi, dan hati-hati pada keadaan tekanan darah sistemik
hipertensi sistolik. berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan
vaskuler serebral yang dapat
dimanisfetasikan dengan
peningkatan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan
diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu dapat
menggabarkan perjalanan
infeksi.
5) Monitor input dan output. 5) Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan
meningkatkan resiko dehidrasi
terutama pada pasien yang tidak
sadar, nausea yang menurunkan
6) Bantu pasien untuk membatasi intake per oral.
muntah, batuk. Anjurkan pasien 6) Aktifitas ini dapat meningkatkan
untuk mengeluarkan napas tekanan intrakranial dan
apabila bergerak atau berbalik intraabdomen. Mengeluarkan
52

Intervensi Rasional
di tempat tidur. napas sewaktu bergerak atau
mengubah posisi dapat
melindungi melindungi diri dari
7) Anjurkan pasien untuk efek valsava.
menghindari batuk dan 7) Batuk dan mengejan dapat
mengenjam berlebihan. meningkatkan tekanan
intrakranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang.
8) Ciptakan lingkungan yang 8) Rasional: Rangsangan aktifitas
tenang dan batasi pengunjung. yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan
mungkin di perlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke
9) Kolaborasi: Berikan cairan hemoragik/perdarahan lainnya.
perinfus dengan perhatian ketat. 9) Rasional: Meminimalkan
fluktuasi pada beban vaskuler
dan tekanan intrakranial, retriksi
cairan dan cairan dapat
10) Kolaborasi: Monitor AGD bila menurunkan edema serebral
diperlukan pemberian oksigen. 10) Rasional: Adanya kemungkinan
asidosis disertai dengan dengan
pelepasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan
11) Kolaborasi: Berikan terapi terjadinya iskemik serebral.
sesuai intruksi dokter, seperti: 11) Rasional: Terapi yang di berikan
steroid, aminofel, antibiotika. bertujuan menurunkan
permeabilitas kapiler,
menurunkan edema serebri, dan
menurunkan metabolik
sel/konsumsi dan kejang.
53

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan jalan


nafas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan
ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam pasien mampu meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan
mencegah aspirasi.
Kriteria hasil: Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak
terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukan batuk yang
efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernafasan,
frekuensi nafas: 16-20 kali/menit.
Rencana keperawatan diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif
yang berhubungan dengan jalan nafas buatan pada trakea,
peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk
efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan
Intervensi Rasional
1) Kaji keadaan jalan nafas. 1) Obstruksi mungkin dapat
disebabkan oleh akumulasi
sekret, sisa cairan mukus,
perdarahan, bronkospasme,
dan/atau posisi dari
trakeostomi/selang endotrakeal
yang berubah.
2) Evaluasi pergerakan dada dan 2) Pergerakan dada yang simetris
auskultasi suara nafas pada dengan suara nafas yang keluar
kedua paru (bilateral). dari paru-paru menandakan jalan
nafas tidak terganggu. Saluran
nafas bagian bawah tersumbat
dapat terjadi pada
pneumonia/atelektasis akan
menimbulkan perubahan suara
nafas seperti ronkhi atau mengi
3) Lakukan pengisapan lendir jika 3) Pengisapan lendir tidak selama
diperlukan, batasi durasi dilakukan terus menerus, dan
pengisapan dengan 15 detik atau durasinyapun dapat dikurangi
lebih. untuk mencegah bahaya hipoksia.
Gunakan kateter pengisap yang Diameter kateter pengisap tidak
sesuai, cairan fisiologis steril. boleh lebih dari 50% diameter
Berikan oksigen 100% sebelum jalan nafas untuk mencegah
dilakukan pengisapan dengan hipoksia.
ambubag (hiperventilasi). Dengan membuat hiperventilasi
melalui pemberian oksigen 100%
4) Anjurkan pasien mengenai dapat mencegah terjadinya
54

Intervensi Rasional
teknik batuk selama pengisapan, atelektasis dan mengurangi
seperti waktu bernafas panjang, terjadinya hipoksia.
batuk kuat, bersin jika ada 4) Batuk yang efektif dapat
indikasi. mengeluarkan sekret dari saluran
5) Atur/ubah posisi secara teratur nafas.
(tiap 2 jam).

6) Berikan minum hangat jika 5) Mengatur pengeluaran sekret dan


keadaan memungkinkan. ventilasi segmen paru-paru,
mengurangi risiko atelektasis.
7) Jelaskan pasien tentang 6) Membantu pengenceran sekret,
kegunaan batuk yang efektif dan mempermudah pengeluaran
mengapa terdapat penumpukan sekret.
sekret di saluran pernafasan. 7) Pengetahuan yang diharapkan
8) Ajarkan pasien tentang metode akan membantu mengembangkan
yang tepat pengontrolan batuk. kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik.

9) Nafas dalam dan perlahan saat 8) Batuk yang tidak terkontrol


duduk setegak mungkin. adalah melelahkan dan tidak
10) Lakukan pernafasan diafragma efektif, menyebabkan frustasi.
9) Memungkinkan ekspansi paru
lebih luas.
11) Tahan nafas selama 3-5 detik 10) Pernafasan diafragma
kemudian secara perlahan-lahan, menurunkan frekuensi nafas dan
keluarkan sebanyak mungkin meningkatkan ventilasi alveolar
melalui mulut. 11) Meningkatkan volume udara
12) Lakukan nafas kedua, tahan, dan dalam paru, mempermudah
batukkan dari dada dengan pengeluaran sekresi sekret.
melakukan 2 batuk pedek dan
kuat. 12) Pengkajian ini membantu
13) Auskultasi paru sebelum dan mengevaluasi keefektifan upaya
sesudah pasien batuk. batuk pasien
13) Sekresi kental sulit untuk
14) Ajarkan pasien tindakan untuk diencerkan dan dapat
menurunkan viskositas sekresi: menyebabkan sumbatan mukus,
mempertahankan hidrasi yang yang mengarah pada atelektasis
adekuat; meningkatkan masukan 14) Untuk menghindari pengentalan
cairan 1.000 sampai 1.500 dari sekret atau mosa pada saluran
cc/hari bila tidak kontraindikasi. nafas bagian atas.
15) Dorong atau berikan perawatan
mulut yang baik setelah batuk
.
16) Lakukan fisioterapi dada sesuai 15) Hygiene mulut yang baik
indikasi, seperti postural meningkatkan rasa kesejahteraan
drainage, perkusi/penepukan. dan mencegah bau mulut.
17) Kolaborasi pemberian obat- 16) Mengatur ventilasi segmen paru-
obatan bronkodilator sesuai paru dan pengeluaran sekret.
indikasi, seperti aminophilin,
meta-proterenol sulfat (alupent), 17) Mengatur ventilasi dan
adoetharine hydrochloride melepaskan sekret karena
55

Intervensi Rasional
(bronkosol). relaksasi otot/bronchospasme.

d. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan


neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol otot/koordinasi.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam
perawatan diri.
Kriteria hasil: Pasien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup
untuk kebutuhan merawat diri, pasien mampu melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi
personal/masyarakat yang dapat membantu.
Rencana keperawatan diagnosa defisit perawatan diri yang
berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi
Intervensi Rasional
1) Kaji kemampuan dan tingkat 1) Membantu dalam mengantisipasi
penurunan dalam skala 0-4 dan merencanakan pertemuan
untuk melakukan ADL. kebutuhan individual.
2) Hindari apa yang tidak dapat 2) Pasien dalam keadaan cemas dan
dilakukan pasien dan bantu bila tergantung hal ini dilakukan
perlu. untuk mencegah frustasi dan
harga diri pasien.
3) Menyadarkan tingkah 3) Pasien memerlukan empati, tetapi
laku/sugesti tindakan pada perlu mengetahui perawatan yang
perlindungan kelemahan. konsisten dalam menangani
Pertahankan dukungan pola pasien. Sekaligus meningkatkan
pikir, izinkan pasien melakukan harga diri, memandirikan pasien,
tugas, beri umpan balik, positif dan menganjurkan pasien untuk
untuk usahanya. terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk 4) Pasien akan mampu melihat dan
defisit penglihatan seperti memakan makanan, akan mampu
tempatkan makanan dan melihat keluar masuknya orang
peralatan dalam suatu tempat, ke ruangan.
dekatkan tempat tidur ke
dinding.
5) Tempatkan perabotan ke 5) Menjaga keamanan pasien
dinding, jauhkan dari jalan. bergerak di sekitar tempat tidur
dan menurunkan risiko tertimpa
perabotan.
6) Beri kesempatan untuk 6) Mengurangi ketergantungan.
menolong diri seperti
menggunakan kombinasi pisau
garpu, sikat dengan pegangan 7) Ketidakmampuan berkomunikasi
56

Intervensi Rasional
panjang,n ekstensi untuk dengan perawat dapat
berpijak pada lantai atau ke menimbulkan masalah
toilet, kursi untuk mandi. pengosongan kandung kemih oleh
7) Kaji kemampuan komunikasi karena masalah neurogenik
untuk BAK. Kemampuan 8) Meningkatkan latihan dan
menggunakan urinal, pispot. membantu mencegah konstipasi
Antarkan ke kamar mandi bila
kondisi memungkinkan. 9) Pertolongan pertama terhadap
8) Identifikasi kebiasaan BAB. fungsi usus dan defekasi.
Anjurkan minum dan
meningkatkan aktifitas. 10) Untuk mengembangkan terapi
9) Kolaborasi: pemberian dan melengkapi kebutuhan
supositoria dan pelumas feses khusus.
atau pencahar.
10) Konsul ke dokter terapi okupasi.
57

e. Gangguan komunikasi verbal atau tulis yang berhubungan dengan


gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskular, kehilangan
kontrol tonus otot fasial atau oral dan kelemahan secara umum.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam pasien dapat menunjukkan
pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan
perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil: Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan
pasien dapat dipenuhi, pasien mampu merespons setiap
berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Rencana keperawatan diagnosa gangguan komunikasi verbal atau
tulis yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral,
gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau
oral dan kelemahan secara umum
Intervensi Rasional
1) Kaji tipe disfungsi, misalnya 1) Membantu menentukan
pasien tidak mengerti tentang kerusakan area pada otak dan
kata-kata atau masalah berbicara menentukan kesulitan pasien
atau tidak mengerti bahasa dengan sebagian atau seluruh
sendiri. proses komunikasi, pasien
mungkin mempunyai masalah
dalam mengartikan kata-kata
(afasia, Wernicke, area, dan
kerusakan pada area Broca)
2) Bedakan afasia dengan disartria. 2) Dapat menentukan pilihan
intervensi sesuai dengan tipe
gangguan.
3) Lakukan metode percakapan 3) Pasien dapat kehilangan
yang baik dan lengkap, beri kemampuan untuk memonitor
kesempatan pasien untuk ucapannya, komunikasinya
mengklarifikasi. secara tidak sadar, dengan
melengkapi dapat merealisasikan
pengertian pasien dan dapat
mengklarifikasi percakapan.
4) Katakan untuk mengikuti 4) Untuk menguji afasia reseptif.
perintah secara sederhana seperti
tutup matamu dan lihat ke pintu.
5) Perintahkan pasien untuk
menyebutkan nama suatu benda 5) Menguji afasia ekspresif,
yang diperlihatkan. misalnya pasien dapat mengenal
benda tersebut tetapi tidak
6) Perdengarkan bunyi yang mampu menyebutkan namanya.
sederhana seperti “sh....cat”. 6) Mengidentifikasi disartria
komponen berbicara (lidah,
gerakan bibir, kontrol pernafasan
58

Intervensi Rasional
dapat memenagruhi artikulasi
dan mungkin tidak terjadinya
7) Suruh pasien untuk menulis afasia ekspresif).
nama atau kalimat pendek, bila 7) Menguji ketidakmampuan
tidak mampu untuk menulis menulis (agrafia) dan defisit
suruh pasien untuk membaca membaca (alexia) yang juga
kalimat pendek. merupakn bagian dari afasia
8) Beri peringatan bahwa pasien di reseptif dan ekspresif.
ruang ini mengalami gangguan 8) Untuk kenyamanan berhubungan
berbicara, sediakan bel khusus dengan ketidakmampuan
bila perlu. berkomunikasi.
9) Pilih metode komunikasi
alternatif misalnya menulis pada 9) Memberikan komunikasi dasar
papan tulis, menggambar, dan sesuai dengan situasi individu.
mendemonstrasikan secara
fisual gerakan tangan.
10) Antisipasi dan bantu kebutuhan 10) Membantu menurunkan frustasi
pasien. karena ketergantungan atau
ketidakmampuan berkomunikasi.
11) Ucapkan langsung kepada 11) Mengurangi kebingungan atau
pasien berbicara pelan dan kecemasan terhadap banyaknya
tenang, gunakan pertanyaan informasi. Memajukan stimulasi
dengan jawaban „ya‟ atau „tidak‟ komunikasi ingatan dan kata-
dan perhatikan respon pasien. kata.
12) Berbicara dengan nada normal 12) Pasien tidak dipaksa untuk
dan hindari ucapan yang mendengar, tidak menyebabkan
terlalucepat. Berikan waktu pasien marah, dan tidak
pasien untuk berespon. menyebabkan rasa frustasi.
13) Anjurkan pengunjung untuk 13) Menurunkan isolasi sosial dan
berkomunikasi dengan pasien mengefektifkan komunikasi.
misalnya membaca surat, 14) Meningkatkan pengertian
membicarakan keluarga. percakapan dan kesempatan
14) Bicarakan topik-topik tentang untuk mempraktikkan
keluarga, pekerjaan, dan hobi. keterampilan praktis dalam
berkomunikasi.
15) Memungkinkan pasien dihargai
karena kemampuan
15) Perhatikan percakapan pasien intelektualnya masih baik.
dan hindari berbicara secara 16) Mengkaji kemampuan verbal
sepihak. individual dan sensori motorik
16) Kolaborasi: konsul ke ahli terapi dan fungsi kognitif untuk
bicara. mengidentifikasi defisit dan
kebutuhan terapi.
59

f. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah


baring lama.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam pasien mampu mempertahankan
keutuhan kulit.
Kriteria hasil: Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka,
mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-
tanda kemerahan atau luka.
Rencana keperawatan diagnosa resiko gangguan integritas kulit
yang berhubungan dengan tirah baring lama

Intervensi Rasional
1) Anjurkan untuk melakukan 1) Meningkatkan aliran darah ke
latihan ROM (Range Of semua daerah
Motion) dan mobilisasi jika
mungkin.
2) Ubah posisi tiap 2 jam. 2) Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah.
3) Gunkan bantal air atau 3) Menghindari tekanan yang
pengganjal yang lunak di bawah berlebih pada daerah yang
daerah-daerah yang menonjol. menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah
yang menonjol yang baru 4) Menghindari kerusakan kapiler.
mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi.
5) Observasi terhadap eritema dan
kepucatan, palpasi asera sekitar 5) Hangat dan pelunakan adalah
terhadap kehangatan dan tanda kerusakan jaringan.
pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi.
6) Jaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin hindari 6) Mempertahankan keutuhan kulit.
trauma, panas terhadap kulit.
60

4. Pelaksanaan Keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan langkah ke empat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai tindakan keperawatan
yang telah direncanakan dalam rencana tindakan. Menurut Smeltzer
(2013), pelaksanaan keperawatan pada pasien stroke terdiri dari:
a. Meningkatkan mobilitas dan mencegah deformitas
b. Menetapkan program olahraga
c. Mempersiapkan untuk ambulasi
d. Mencegah nyeri bahu
e. Meningkatkan perawatan diri
f. Menangani kesulitan persepsi sensori
g. Membantu pemberian nutrisi
h. Mendapatkan kontrol defekasi dan berkemih
i. Meningkatkan proses pikir
j. Meningkatkan komunikasi
k. Mempertahankan integritas kulit
l. Meningkatkan koping keluarga
m. Membantu pasien menghadapi disfungsi seksual
n. Meningkatkan asuhan di rumah dan di komunitas
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Menurut Smeltzer (2013) hasil akhir
yang diharapkan untuk pasien stroke, meliputi:
a. Mencapai mobilitas yang lebih baik.
b. Tidak mengalami keluhan nyeri.
c. Mencapai perawatan diri; melakukan perawatan hygiene;
menggunakan perlengkapan adaptif.
d. Mendemonstrasikan teknik untuk mengompensasi perubahan
resepsi sensori, seperti menolehkan kepala untuk melihat orang
atau benda.
e. Mendemonstrasikan menelan dengan aman.
61

f. Mencapai eliminasi usus (defekasi) dan eliminasi urine (berkemih)


yang normal.
g. Berpartisipasi dalam program peningkatan kognitif.
h. Menunjukkan peningkatan komunikasi.
i. Menjaga keutuhan kulit tanpa kerusakan.
j. Anggota keluarga mendemonstrasikan sikap positif dan mekanisme
koping.
k. Mengembangkan pendekatan alternatif terhadap ekspresi seksual
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pada BAB ini penulis akan menguraikan sebuah laporan kasus asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: stroke non
hemoragik di Paviliun Marwah Atas Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Proses pelaksanaan asuhan keperawatan selam tiga hari dari tanggal 7 sampai 9
Mei 2018. Dalam melengkapi data ini penulis mengadakan wawancara dengan
Pasien dan keluarga, tim perawat diruangan, selain itu juga memperoleh data-data
catatan medis dan catatan keperawatan serta didapatkan hasil observasi langsung
serta pemeriksaan fisik.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada pasien dilakukan pada tanggal 7 Mei 2018 di Paviliun
Marwah Atas Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.

1. Identitas

Pasien berinisial Ny. D berusia 67 tahun, berjenis kelamin perempuan


dengan status perkawinan sudah menikah, beragama Islam, suku Jawa,
pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan nomor
register 180505-0459 dan nomor rekam medis 00-99-54-73. Bahasa
yang digunakan Pasien sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Saat ini
Pasien sudah tidak bekerja dan bertempat tinggal Jl. Utan panjang II Rt
10 Rw 09 Kel Utan panjang Kec Kemayoran Kota Jakarta Pusat.
Informasi tersebut diperoleh dari keluarga Pasien, tim perawat di
ruangan dan status Pasien.

2. Resume kasus

Pasien masuk melalui IGD pada tanggal 5Mei 2018 pukul 11.00 WIB
dibawa oleh keluarga Pasien dengan kesadaran somnolen, GCS 15 (E4
M6 V5). Hasil TTV menunjukkan tekanan darah saat masuk IGD
180/80 mmHg, nadi 78 x/menit, pernafasan 20 x/menit dan suhu 36,5°
63

C. Keluarga Pasien mengatakan anggota gerak tubuh sebelah kiri atas


dan bawah tidak bisa digerakan, pusing dan mual.

Sebelum di bawa ke IGD Pasien mengeluh pusing, mual tapi tidak


muntah, Di UGD ditegakkan diagnosa gangguan perfusi jaringan otak
dengan tindakan keperawatan yang dilakukan adalah memonitor TTV
(TD, N, S, RR) dan status neurologis. Tindakan invasif yang dilakukan
meliputi pemasangan IV kateter dengan cairan infus asering.
Dilakukan juga tindakan kolaboratif pemberian terapi oksigen
menggunakan nasal kanul 3 liter. Kemudian dilakukan EKG dengan
hasil heart rate 78x/menit dan dengan sinus rythme. Dan dilakukan
CT-Scan Kepala dengan potongan axial slice 5 mm tanpa kontras
dengan kesan: MSCT Scan kepala dalam batas normal, tak tampak
massa/SOL maupun perdarahan maupun infark, Sinusitis maxilaris
kanan. Pemeriksaan lab dilakukan dengan hasil:

hasil pemeriksaan laboratorium darah tanggal 5 Mei 2018

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Hemoglobin 12.7 g/dl 11.7-15.5
Leukosit 8.50 ribu/µL 3.60-11.0
Hematokrit 37 % 35-47
Trombosit 226 ribu/µL 150-440
Eritrosit 4.15 10^6/ µL 3.80-5.20
MCV/VER 88 fL 80-100
MCH/HER 31 pg 26-34
MCHC/KHER 35 g/dL 32-36
Glukosa Darah Sewaktu 142 mg/dL 70-200
Kreatinin Darah 0.9 mg/DL < 1.4
Natrium Darah 140 mEq/L 135-147
Kalium Darah 3.2 L mEq/L 3.5-5.0
Klorida 100 mEq/L 94-111

Pasien dipindahkan ke ruangan rawat di Paviliun Marwah Atas kamar


5 bed 529 pada tanggal 5 Mei 2018 pukul 17.00 WIB dengan diagnosa
medis hemiparase sinistra. Kesadaran Pasien komposmentis, keadaan
umum sakit sedang, GCS 15 (E4M6V5). Dilakukan pemeriksaan TTV
64

dengan hasil TD 120/80 mmHg, N 78 x/menit, RR 20 x/menit, S 36.5°


C. Masalah keperawatan yang ditegakkan di ruangan adalah gangguan
perfusi jaringan serebral dan keterbatasan aktivitas. Untuk intervensi
gangguan perfusi jaringan serebral, perawat melakukan beberapa
intervensi, diantaranya mengkaji defisit neurologis, memonitor TTV/6
jam, dan monitor keadaan umum. Sedangkan pada diagnosa
keperawatan keterbatasan aktivitas perawat melakukan intervensi
mengkaji keadaan umum, menganjurkan istirahat, membantu ADL
Pasien, melakukan miring kanan-miring kiri, dan berkolaborasi dengan
fisioterapis untuk melakukan fisioterapi pasif. Selain itu, perawat
berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit dan diit yang
diberikan adalah diit bubur rendah kolestrol. Perawat juga
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan dan obat,
baik obat oral maupun injeksi. Terapi cairan yang diberikan adalah
cairan asering 20 tetes permenit. Obat oral yang diprogramkan dokter
adalah Aspilet 1x80mg, Amlodipin 1x10mg, candesartan 1x16mg,
KSR 2x600mg dan CPG 1x75mg. Sedangkan obat injeksi yang di
berikan adalah Citicoline 2x250 mg dan Ranitidine 2x50mg. Hasil
evaluasi pada tanggal 7 pukul 06.00 didapatkan gangguan perfusi
jaringan serebral dan keterbatasan aktivitas dengan masalah
keperawatan jaringan serebral dan keterbatasan aktivitas belum
teratasi.
3. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan
Saat di lakukan pengkajian merupakan rawatan hari ke 3. Keluhan
saat ini masih sama dengan keluhan masuk yakni anggota gerak
sebelah kiri atas dan bawah tidak bisa digerakkan, pusing di bagian
depan seperti berdenyut dan dengan skala nyeri 6 lamanya sekitar
5-10 menit. Aktivitas yang Pasien lakukan hanya ditempat tidur.
Untuk pemenuhan kebutuhan perawatan diri dan aktivitas lain,
Pasien tidak bisa melakukannya secara mandiri melainkan dibantu
oleh perawat dan keluarganya. Keluhan lain saat ini adalah pusing
65

di bagian depan seperti berdenyut dan dengan skala nyeri 6


lamanya sekitar 5-10 menit, Pasien mengalami pelo.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Menurut keluarga Pasien tidak mempunyai riwayat alergi dengan
makanan, tidak mempunyai alergi obat, binatang maupun
lingkungan. Pasien pernah jatuh dari motor pada usia 20 tahun
tetapi tidak mengalami cedera serius hanya lecet saja. Pasien
mempunyai riwayat penyakit hipertensi sudah sejak 10 tahun lalu
namun tidak pernah mau memeriksakan penyakitnya tersebut dan
tidak pernah rutin meminum obat dikarenakan Pasien menganggap
bahwa Pasien baik baik saja. Pasien sering mengkonsumsi
makanan yang asin dan bersantan sebelum dirawat dan Pasien juga
sering mengkonsumsi makanan yang bersantan. Pasien tidak
pernah mengontrol tekanan darah atau pun kolestrolnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Orangtua
Pasien sudah meninggal dunia. Ibu Pasien menderita hipertensi dan
terkena stroke yang mengakibatkan ibu Pasien meninggal. Pasien
menikah dengan Tn. F yang merupakan anak kedua dari 4
bersaudara. Dari pernikahannya Pasien dikaruniai empat orang
anak dengan jenis kelamin seorang anak laki-laki yang merupakan
anak pertamanya dan anak keduanya berjenis kelamin perempuan
dan anak ketiga nya berjenis kelamin laki-laki dan anak
keempatnya berjenis kelamin perempuan. Tn. B merupakan anak
pertama berusia 45 tahun, anak keduanya Ny. S 43 tahun, anak
ketiganya Tn.J berusia 39 tahun dan anak Ny. D yang keempat
yaitu Ny. K berusia 35 tahun. Saat ini Pasien tinggal bersama anak
ke empat Pasien dikarenakan suaminya sudah meninggal dunia.
66

Genogram Ny. D

Tn. F 73th HT
Ny. S 69th HT
jantung stroke

Tn. B 78th HT Tn. 63th HT

Ny. B 62th HT

Ny. H 63th HT

Ny. B 61th HT

Tn. F 53th HT

Ny. D 67th HT

Ny. K 35th

Tn.B 45th Ny. S 43th Tn.J 39th

HT HT HT
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Garis keturunan
: Tinggal serumah

d. Riwayat psikososial keluarga


Saat ini Pasien tinggal bersama anak terakhirnya di karena
suaminya sudah meninggal. Orang terdekat Pasien adalah anak
terakhirnya Ny. K Interaksi dalam keluarga baik. Ini ditunjukkan
dengan pola komunikasi yang baik. Jika terjadi suatu masalah,
keluarga selalu menyelesaikannya dengan bermusyawarah.
Pembuat keputusan dalam keluarga Ny.D adalah Ny. D dan Ny. K
67

sebagai anak perempuan yang dekat dengan Pasien. Pasien dan


keluarga mengikuti kegiatan kemasyarakatan walaupun hanya
beberapa kegiatan yang diikuti oleh keluarga terutama Ny. D
seblum sakit adalah mengikuti pengajian dan hanya dilakukan jika
ada yang mengajak untuk mengikuti sebuah pengajian di
lingkungan masyarakat. Sakitnya Ny. D mempunyai dampak
terhadap keluarganya, seperti dampak psikologis. Keluarga
mencemaskan penyakit yang diderita Pasien dan pengaruhnya
terhadap kegiatan sehari-hari, seperti kebutuhan Ny. D setelah
dirawat nanti siapa yang akan selalu mengantarnya kontrol ,
dikarenakan anak anak Ny. D sudah berkeluarga dan memiliki
tanggung jawab terhadap keluargnya masing masing. Keluarga
berharap Pasien dapat sembuh dan bisa beraktivitas walaupun tidak
seperti sedia kala. Tidak ada masalah yang dapat mempengaruhi
Pasien dan persepsi Pasien terhadap penyakitnya dikarenakan
Pasien tahu bahwa penyakit yang dideritanya mungkin terjadi
karena pola kebiasaan buruk dalam mengkonsumsi makanan, tidak
pernah rutin meminum obat, tidak pernah kontrol tekanan darah
dan juga tidak pernah mengontrol kolestrolnya. Sebelum sakit, jika
Pasien mempunyai masalah atau sedang stress Pasien biasanya
nonton tv dan jalan keluar rumah. Pasien dan keluarga tidak
mempunyai nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan.
Aktivitas agama/kepercayaan yang dilakukan saat ini hanyalah
berdoa dan shalat 5 waktu.
e. Pasien dan keluarga bertempat tinggal di Jl. Utan panjang II Rt 10
Rw 09 Kel Utan panjang Kec Kemayoran Kota Jakarta Pusat.
Pasien saat ini tinggal bersama anak terakhirnya. Dan Menurut
keluarga Pasien keadaan rumah rapi, bersih, penerangan cukup,
kamar tidur Pasien berada di bawah dekat dengan kamar mandi,
keadaan lantai tidak licin dan rumah tertata.
68

f. Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
a) Sebelum dirawat
Frekuensi makan Pasien 3x/hari dengan komposisi
makanan nasi yang dimakan bersama lauk pauk yang sering
di sediakan anak terakhir Ny. D setiap harinya. Pasien
menyukai semua makanan yang disediakan dan Pasien
paling suka kalau keluarga menyediakan makanan yang
asin asin dan bersantan santan.
b) Saat dirawat
Frekuensi makan Pasien 3x/hari dengan diit bubur rendah
kolestrol. Diit yang di habiskan adalah setengah porsi setiap
makan. Nafsu makan Pasien kurang karena merasa mual.
2) Pola eliminasi
a) Sebelum dirawat
Frekuensi BAK sebelum sakit 5x/hari dengan warna kuning
jernih. Tidak di ketemukan keluhan pada pola eliminasi
urine Pasien. Sedangkan frekuensi BAB Pasien sebelum
sakit dalah 1x/hari dengan konsistensi lembek dan warna
kuning pada pagi hari. Tidak di ketemukan keluhan pada
pola eliminasi BAB Pasien.
b) Saat dirawat
Selama di rawat di rumah sakit, Pasien BAK dengan
volume 600cc/8jam melalui selang kateter yang terpasang
pada Pasien. Pasien tidak bisa merasakan keinginan
berkemih. Dan juga Pasien tidak bisa melampiaskan hasrat
ingin BAB nya karena tidak ada rasa ingin buang air besar.
3) Pola Personal Hygiene
a) Sebelum dirawat
Untuk personal hygiene Pasien biasanya madni 2x/hari
setiap pagi hari dan sore hari dengan menggunaka sabun.
Pasien menggosok gigi kadang kadang saja, Pasien
69

menggosok gigi pada saat mulut Pasien terasa tidak enak


saja. Pasien jarang menggosok gigi karena Pasien tidak
mempunyai gigi lagi secara utuh, gigi Pasien hanya tinggal
tersisa tiga saja di karenakan Pasien sudah tua. Sedangkan
untuk mencuci rambut Pasien hanya mencucinya sebanyak
2 hari sekali.
b) Saat dirawat
Selama dirawat personal hygiene Pasien dibantu oleh
keluarga atau perawat. Pasien dimandikan 1x/hari setiap
sore dan di berikan minyak zaitun oleh keluarga pada kulit
Pasien agar tidak lecet. Untuk oral hygiene Ny. D tidak
melakukan nya sama sekali saat di ruang perawatan di
karenakan Pasien hanya mempunyai 3 pasang gigi saja.
Sedangkan saat ini Pasien belum pernah mencuci
rambutnya selama di ruang perawatan.
4) Pola istirahat dan tidur
a) Sebelum dirawat
Pasien hanya tidur 2-4 jam saja perharinya dan kadang tidur
siang selama satu jam saja. Pasien tidak memiliki kebiasaan
yang dilakukan sebelum tidur
b) Saat dirawat
Pasien saat ini tidur 5-6 jam perhari lebih dari biasnya tidur
yang di lakukan Pasien.
5) Pola aktivitas dan latihan
a) Sebelum dirawat
Pasien saat ini sudah tidak bekerja. Olah raga yang di
lakukan kien hanya jalan kaki mengelilingi rumah Pasien.
Pasien biasa melakukan nya setiap pagi dengan jarak yang
dekat. Pasien tidak mengeluh setelah olahraga.
b) Saat dirawat
Aktivitas Pasien terganggu karena adanya kelemahan pada
anggota badan sebelah kiri. Saat ini Pasien hanya biasa
70

beraktivitas di tempat tidur. Mobilisasi yang dapat


dilakukan oleh Pasien adalah menggerakan tangandan kaki
kiri secara spontan. Sedangkan untuk mobilisasi dan
aktivitas lainya, Pasien tidak bisa melakukan nya sendiri.
Sekarang setiap mobilisasi dan aktivitas Pasien dibantu
oleh keluarga atau perawat.
6) Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
a) Sebelum dirawat
Pasien merupakan seorang nenek yang tidak melakukan
kegiatan yang cukup berat. Di dalam keluarga anak terakhir
Pasien yang dimana Pasien tinggal Pasien selalu sering
meminta dibuatkan masakan yang asin dan bersantan
santan di setiap makanan yang di sediakan oleh keluarga
anak terakhir Pasien. Pasien tidak mengkonsumsi obat
obatan terlarang seperti NAPZA, Pasien tidak menghisap
rokok apapun selama hidupnya, begitupula dengan
mengkonsumsi minum minuman keras, Pasien tidak pernah
meminum menuman jenis apapun.
b) Saat dirawat
Setelah sakit Pasien berjanji tidak akan mengulangi
kebiasan nya lagi seperti dahulu yaitu memakan makanan
yang asin asin dan bersantan seperti dahulu.
4. Pengkajian fisik
a. Pengkajian fisik umum
Hasil TTV saat ini TD 120/80 mmHg, N 78x/menit, RR 20x/menit,
dan S 36,5° C. Dua bulan yang lalu berat badan Ny. D 54 kg dan tinggi
Ny. D 154 cm. Tidak di temukan adanya pembesaran kelenjar getah
bening.
b. Sistem penglihatan
Posisi mata Pasien simetris, kelopak mata normal, pergeraka bola
mata normal. Konjungtiva an anemis, sklera an ikterik. Pupil
isokor dengan ukuran 3mm dan reaktif terhadap cahaya. Tidak
71

ditemukan tanda tanda radang. Pergerakan bola mata juga tidak


ditemukan adanya kelainan. Dibuktikan dengan gerakan mata
kekiri dan kekanan secara spontan. Otot-otot mata normal.
c. Sistem pendengaran
Daun telinga Pasien normal dengan karakteristik serumen normal
dan kondisi telinga normal. Fungsi pendengaran normal, ini
ditandai dengan menolehnya Pasien ketika dipanggil namanya dan
Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Tidak merasa
penuh ditelinga, tidak ada tinnitus, tidak ada gangguan
keseimbangan.
d. Sistem wicara
Sistem wicara pasien terganggu. Pasien saat ini mengalami
Disatria/pelo. Ini dibuktikan dengan mengajak bicara Pasien
dengan penulis.
e. Sistem pernafasan
Jalan nafas bersih, pernafasan tidak sesak, tidak menggunakan alat
bantu nafas maupun otot bantu nafas, dengan frekuensi nafas
20x/menit, irama teratur. Jenis pernafasan Pasien spontan,
kedalaman nafas dalam, taktil premitus dapat terkaji, hasil perkusi
dada sonor, suara nafas vesikuler.
f. Sistem kardiovaskuler
1) Sirkulasi perifer
Nadi 78x/menit, irama teratur, denyutan kuat. TD
120/80mmHg, tidak terdapat distensi vena jugularis, temperatur
kulit hangat, warna kulit coklat, pengisian kapiler <2detik, dan
tidak terdapat edema.
2) Sirkulasi Jantung
Kecepatan denyut jantung apikal 80x/menit, irama teratur.
Tidak terdapat kelainan bunyi jantung seperti mur mur dan
gallop.
72

3) Sistem hematologi
Pada saaaat dilakukan pengkajian Pasien tidak ditemukan
ekimosi/kebiruan pada Pasien dan tidak terlihat pucat. Tidak
ditemukan perdarahan pada saluran cerna Pasien.
g. Sistem saraf pusat
Tingkat kesadaran komposmentis, GCS 15 (E4 M6 V5). tidak
terdapat tanda tanda peningkatan TIK. Terdapat gangguan sistem
persarafan kelumpuhan pada ekstermitas kiri atas bawah.
Dilakukan pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis. Reflek
patologis tidak ditemukan dan reflek fisiologis normal dengan
hasil:
1) Nervus olfaktorius/I
Tidak ditemukan polip atau sumbatan pada kedua hidung
Pasien. Untuk fungsi penciuman tidak terganggu di karenakan
pasien dapat mencium aroma terapi seperti minyak angin.
2) Nervus optikus/II
Tidak di temukan gangguan persepsi visual, dapat membaca
dengan baik.
3) Nervus okulomotorius, tochlearis, abducen/III, IV, VI
Pada pemeriksaan ini, penulis ditemukan pupil Pasien isokor,
kontraksi pupil terhadap cahaya positif, ukuran pupil kanan dan
kiri sama ± 3mm. pemeriksaan pergerakan bola mata otot otot
bola mata normal.
4) Nervus trigeminus/V
Pemeriksaan mototrik dan sensorik normal dibuktikan dengan
Pasien bisa melakukan pengunyahan makanan dan merasakan
benda halus atau kasar.
5) Nervus fasialis/VII
Ditemukan kelainan pada wajah Pasien dengan muka miring ke
arah kiri dibuktikan dengan bentuk wajah Pasien yang tidak
simetris.
73

6) Nervus Autikus/VIII
Fungsi pendengaran Pasien baik tidak ditemukan adanya
kelainan pada sistem pendengaran.
7) Nervus Glosofaringeal/IX
Tidak ditemukan kelainan dibuktikan dengan fungsi menelan
Pasien baik.
8) Nervus vagus/X
Tidak ditemukan pada nervus X, pernafasan normal, heart rate
normal, menelan pun juga normal.
9) Nervus aksesorius/XI
Tidak di temukan kelainan pada nervus XI, di buktikan dengan
Pasien bisa menggerakan bahu dan melawan tahanan pada saat
dilakuakan tahanan.
10) Nervus hipoglosal/XII
Mulut tidak simetris. Pasien bisa menjulurkan lidah dan
menggerakannya ke semua arah.
h. Sstem pencernaan
Tidak ditemukan stomatitis pada mulut Pasien, salifa normal dan
lidah agak kotor. Terdapat caries pada gigi Pasien. Hari ini Pasien
tidak muntah. Keluhan mual masih ada. Bising usus 10x/menit.
Keadaan abdomen lembek dan hepar tidak teraba.
i. Sistem endokrin
tidak ada keluhan pada sistem endokrin, dibuktikan dengan Tidak
ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.
j. Sistem urogenital
Intake cairan Pasien 2400 ml dengan intake dari terapi cairan
500ml x 3 shift yaitu 1500 dan ditambah minum pasien yang
kurang lebih nya dalam sehari dapat meminum hingga 900 ml dan
output cairan pasien 19500 ml perhari dengan menghitung
pengeluaran cairan urine pasien yang terpasang dower cateter yaitu
700ml pada shift malam,650 pada shift pagi, 500ml pada shift
74

siang. Pasien terpasang dower cateter sudah 3 hari dengan kondisi


bersih tidak ada tanda tanda infeksi, fiksasi baik. Urine berwarna
kuning jernih. Tidak ada Keluhan sakit pinggang dan nyeri
k. Sistem integumen
Turgor kulit Pasien baik, temperatur hangat, warna kulit coklat,
keadaan kulit baik. Kondisi kulit daerah pemasangan infus baik,
keadaan tekstur dan kebersihan rambut baik. Tidak ditemukan
kelainan kulit.
l. Sistem muskuloskeletal
Pasien mengalami kesulitan dalam pergerakan. Tonus otot
ekstremitas atas dan bawah sebelah kiri hipotoni sedangkan
ekstremitas bagian kanan baik.
Kekuatan otot
kanan kiri
5555 1111
5555 1111

5. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil pemeriksaan CT-scan
Pada tanggal 5 Mei 2018 jam 15.20 dilakukan pemeriksaan CT
Scan kepala tanpa kontras dengan potongan axial dengan irisan
5mm, dengan hasil sebagai berikut:
- Tak tampak lesi hipodens maupun hiperdens disubstansiaalba
dan gresia
- Ventrikel III, IV dan lateralis normal, tak tampak perifocal
odem
- Cysterna basal dan ganglia basal normal
- Garis midline tengah
- Sulsi dan giri serta fissura sylvii normal
- Batang otak & cerebellum normal
- Mastoid yang tervisualisasi baik
- SPN: Perselubungan sinus maxilaris kanan
75

- Kedua bola mata simetris, ruang retrobulbair normal


- Tulang tulang intak, tak tampak garis fraktur
Kesan : MSCT Scan kepala dalam batas normal, tak tampak
massa/SOL maupun perdarahan maupun infark, Sinusitis maxilaris
kanan.

b. Hasil pemeriksaan rongent Thorax


Hasil :
Cor : membesar, apex tertanam
Pulmo : Corakan vaskular agak meninggi
Hillus : Normal
Sinus , diagfragma, tulang : Normal
Kesan : cardio megali dengan kemungkinan bendungan paru
c. Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 12.7 g/dl 11.7-15.5
Leukosit 8.50 ribu/µL 3.60-11.0
Hematokrit 37 % 35-47
Trombosit 226 ribu/µL 150-440
Eritrosit 4.15 10^6/ µL 3.80-5.20
MCV/VER 88 fL 80-100
MCH/HER 31 pg 26-34
MCHC/KHER 35 g/dL 32-36
Glukosa Darah Sewaktu 142 mg/dL 70-200
Kreatinin Darah 0.9 mg/DL < 1.4
Natrium Darah 140 mEq/L 135-147
Kalium Darah 3.2 L mEq/L 3.5-5.0
Klorida 100 mEq/L 94-111

d. Penatalaksaanan
1) Therapi oral:
a) Aspilet 1x80mg jam 18.00
b) Amlodipin 1x10mg jam 22.00
c) candesartan 1x16mg jam 12.00
d) KSR 2x600mg jam 18.00 dan jam 06.00
e) CPG 1x75mg jam 12.00
2) Therapi injeksi:
a) Citicoline 2x250 mg jam 13.00 dan jam 01.00
76

b) Ranitidine 2x50mg jam 10.00 dan jam 22.00


3) Terapi cairan
Asserynge 8 jam 20 tetes/menit
4) Diit
Bubur rendah kolestrol
6. Data fokus
Data Subyektif Data Obyektif
- pusing di bagian depan - TD : 120/80 mmHg, N :
seperti berdenyut dan 78x/menit, S : 36.5 °C, P :
dengan skala nyeri 6 20x/menit
lamanya sekitar 5-10 - Tingkat kesadaran
menit komposmentis, , GCS 15
- Pasien berbicara pelo atau (E4 M6 V5).
cadel (disatria) - Hasil CT Scan tanggal 5
- Keluarga mengatakan Mei 2018: MSCT Scan
bahwa Anggota gerak kepala dalam batas
sebelah kiri Ny. D tidak normal, tak tampak
bisa digerakkan dan massa/SOL maupun
Aktivitas Ny. D hanya di perdarahan maupun
tempat tidur saja saat ini
infark, Sinusitis maxilaris
- Pasien mengatakan bahwa
duabulan yang lalu berat kanan.
badan Ny. D 54 kg dan - Nervus olfaktorius/I: Tidak
tinggi Ny. D sekitar ditemukan polip atau
154cm pada saat ini nafsu sumbatan pada kedua
makan kurang dan merasa hidung Pasien. Untuk
mual fungsi penciuman tidak
terganggu. Nervus
okulomotorius, tochlearis,
abducen/III, IV, VI: Pada
pemeriksaan ini, penulis
hanya dapat mengkaji pupil.
Pupil Pasien isokor,
kontraksi pupil terhadap
cahaya positif, ukuran pupil
kanan dan kiri sama ±
3mm. pemeriksaan
pergerakan bola mata otot
otot bola mata normal.
- Nervus Fasialis/VII
Ditemukan klainan pada
wajah dengan muka
mirring ke arah kiri
dibuktikan dengan
ditemukannya bentuk
wajah tidak simetris..
Nervus II, V, VIII, IX, X,
XI dan XII tidak kelainan
77

Data Subyektif Data Obyektif


atau kecacatan. Hasil
pemeriksaan refleks
fisiologis.
- Sistem wicara mengalami
gangguan : Disatria
- Pasien mengalami
kelumpuhan pada
ekstremitas kiri bagian
bawah dan atas/hemiparise
sinistra
- Pasien tampak kesulitan
dalam pergerakkan
khususnya dalam
menggerakkan ekstremitas
bagian kiri
- Keadaan tonus otot
ekstremitas sebelah kanan
baik, sebelah kiri hipotoni
- Aktivitas Pasien hanya di
tempat tidur
- Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111
- IMT 22,7 (BB dengan
resiko)
Hasil laboraturium tanggal
5 Mei 2018:
Hb: 12.7 g/dL
Ht: 37 %
GDS: 142 g/dL
Diet Rendah kolestrol

7. Analisa data
No. Data Masalah Etiologi
1. DS: Perubahan kurangnya
Keluarga mengatakan pasien perfusi jaringan suplai oksigen
pusing di bagian depan seperti serebral ke otak
berdenyut dan dengan skala nyeri
6 lamanya sekitar 5-10 menit
DO:
- TTV saat pengkajian:
TD : 120/80 mmHg
N : 78 x/menit
S : 36.5°C
P: 20 x/menit
- Tingkat kesadaran
komposmentis GCS 15
(E4 M6 V5)
- Pasien mengalami
78

No. Data Masalah Etiologi


kelumpuhan pada
ekstremitas kiri bagian
bawah dan
atas/hemiparise sinistra
- Nervus okulomotorius,
tochlearis, abducen/III,
IV, VI: Pada
pemeriksaan ini, penulis
hanya dapat mengkaji
pupil. Pupil Pasien
isokor, kontraksi pupil
terhadap cahaya positif,
ukuran pupil kanan dan
kiri sama ± 3mm.
pemeriksaan pergerakan
bola mata otot otot bola
mata normal.
- Hasil CT Scan tanggal 5
Mei 2018: MSCT Scan
kepala dalam batas
normal, tak tampak
massa/SOL maupun
perdarahan maupun
infark, Sinusitis
maxilaris kanan.

2. DS: Hambatan Kelemahan


Keluarga mengatakan bahwa mobilitas fisik neuromuskular
Anggota gerak sebelah kiri pada ekstremitas
Ny. D tidak bisa digerakkan
dan Aktivitas Ny. D hanya di
tempat tidur saja saat ini
DO:
- Pasien mengalami
kelumpuhan pada
ekstremitas kiri bagian
bawah dan
atas/hemiparise sinistra
- Pasien tampak kesulitan
dalam pergerakkan
khususnya dalam
menggerakkan
ekstremitas bagian kiri
- Keadaan tonus otot
ekstremitas sebelah kanan
baik, sebelah kiri hipotoni
- Aktivitas Pasien hanya di
tempat tidur
- Kekuatan otot
79

No. Data Masalah Etiologi


5555 1111
5555 1111
3. DS: Gangguan Kehilangan
Pasien berbicara pelo atau komunikasi kontrol tous otot
cadel (disatria) verbal
DO:
- Sistem wicara
mengalami gangguan :
Disatria
- Nervus Fasialis/VII
Ditemukan klainan
pada wajah dengan
muka mirring ke arah
kiri dibuktikan dengan
ditemukannya bentuk
wajah tidak simetris.
4. DS: Resiko nutrisi intake yang
Pasien mengatakan bahwa kurang dari tidak adekuat
duabulan yang lalu berat kebutuhan tubuh
badan Ny. D 54 kg dan
tinggi Ny. D sekitar 154cm
pada saat ini nafsu makan
kurang dan merasa mual.

DO:
- IMT 22,7 (BB dengan
resiko)
- Hasil laboraturium
tanggal 5 Mei 2018:
Hb: 12.7 g/dL
Ht: 37 %
GDS: 142 g/dL
- Diet Rendah kolestrol
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data diatas dapat dirumuskan beberapa diagnosa
keperawatan berdasarkan prioritas, yang meliputi:
No. Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Nama Jelas
Ditemukan Teratasi
1. Perubahan perfusi jaringan 7 Mei 2018 9 Mei 2018 Nazar
serebral berhubungan dengan
kurangnya suplai oksigen
ke otak otak ditandai dengan:
DS:
Keluarga mengatakan pasien
pusing di bagian depan seperti
berdenyut dan dengan skala
nyeri 6 lamanya sekitar 5-10
menit DO:
- TTV saat pengkajian:
80

No. Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Nama Jelas


Ditemukan Teratasi
TD : 120/80 mmHg
N : 78 x/menit
S : 36.5°C
P: 20 x/menit
- Tingkat kesadaran
komposmentis GCS
15 (E4 M6 V5)
- Pasien mengalami
kelumpuhan pada
ekstremitas kiri bagian
bawah dan
atas/hemiparise
sinistra
- Nervus
okulomotorius,
tochlearis,
abducen/III, IV, VI:
Pada pemeriksaan ini,
penulis hanya dapat
mengkaji pupil. Pupil
Pasien isokor,
kontraksi pupil
terhadap cahaya
positif, ukuran pupil
kanan dan kiri sama ±
3mm. pemeriksaan
pergerakan bola mata
otot otot bola mata
normal.
- Hasil CT Scan tanggal
5 Mei 2018: MSCT
Scan kepala dalam
batas normal, tak
tampak massa/SOL
maupun perdarahan
maupun infark,
Sinusitis maxilaris
kanan.
2. Hambatan mobilitas fisik 7 Mei 2018 9 Mei 2018 Nazar
berhubungan dengan
kelemahan neuromuskular
pada ekstremitas ditandai
dengan:
DS:
Keluarga mengatakan
bahwa Anggota gerak
sebelah kiri Ny. D tidak
bisa digerakkan dan
Aktivitas Ny. D hanya di
tempat tidur saja saat ini
81

No. Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Nama Jelas


Ditemukan Teratasi
DO:
- Pasien mengalami
kelumpuhan pada
ekstremitas kiri bagian
bawah dan
atas/hemiparise sinistra
- Pasien tampak
kesulitan dalam
pergerakkan
khususnya dalam
menggerakkan
ekstremitas bagian kiri
- Keadaan tonus otot
ekstremitas sebelah
kanan baik, sebelah
kiri hipotoni
- Aktivitas Pasien hanya
di tempat tidur
- Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111
3. Gangguan komunikasi verbal 7 Mei 2018 9 Mei 2018 Nazar
berhubungan dengan
Kehilangan kontrol tous otot
DS:
Pasien berbicara pelo atau
cadel (disatria)
DO:
- Sistem wicara
mengalami gangguan :
Disatria
Nervus Fasialis/VII
Ditemukan klainan
pada wajah dengan
muka mirring ke
arah kiri dibuktikan
dengan
ditemukannya
bentuk wajah tidak
simetris.

4. Resiko nutrisi kurang dari 7 Mei 2018 9 Mei 2018 Nazar


kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak
adekuat ditandai dengan:
DS:
Pasien mengatakan bahwa
duabulan yang lalu berat
badan Ny. D 54 kg dan
82

No. Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Nama Jelas


Ditemukan Teratasi
tinggi Ny. D sekitar
154cm pada saat ini nafsu
makan kurang dan merasa
mual.

DO:
- IMT 22,7 (BB dengan
resiko)
- Hasil laboraturium
tanggal 5 Mei 2018:
Hb: 12.7 g/dL
Ht: 37 %
GDS: 142 g/dL
Diet Rendah kolestrol

C. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan diatas, dirumuskan tujuan, kriteria
hasil dan perencanaan untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut
sebagai berikut:
a. Diagonosa 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
kurangnya suplai oksigen ke otak
Rencana keperawatan diagnosa Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otak
No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Dx
1. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor tanda-tanda status
keperawatan kepada Ny. D neurologis dengan GCS tiap
selama 3x24 jam diharapkan shift
perfusi jaringan otak dapat 2) Monitor TTV tiap shift
tercapai secara optimal dengan 3) Batasi pengunjung dan
kriteria hasi: anjurkan Pasien untuk
- Pasien tidak gelisah istirahat
- Tidak ada keluhan nyeri 4) Berikan cairan infus asering
kepala, mual, atau kejang 20 tpm/8 jam sesuai dosis
- GCS 15 (E4M6V5) 5) Berikan terapi oral CPG
- Pupil isokor, refleks cahaya 1x25mg (jam 12.00),
positif candesartan 1x8mg (jam
- TTV dalam batas normal 12.00), aspilet 1x80mg (jam
18.00), Amlodipin
1x10mg(jam 22.00),
Citicoline 2x250 mg (jam
13.00 dan jam 01.00)
83

b. Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


kelemahan neuromuskular pada ekstremitas
Rencana keperawatan diagnosa Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Dx
2. Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji mobilisasi pasien
keperawatan kepada Ny.D selama 2) Ubah posisi pasien setiap
3x24 jam diharapkan mobilitas 2 jam
fisik teratasi dengan kriteria hasil: 3) Inspeksi keadaan kulit
- Pasien dalam ikut serta dalam bagian distal terhadap
program latihan iritasi, kemerahan dan
- Meningkatnya kekuatan otot lecet
- Pasien menunjukkan 4) Lakukan latihan gerak
tindakan untuk meningkatkan pasif pada ekstremitas
mobilisasi yang sakit
5) Libatkan keluarga dalam
melakukan latihan gerak
pasif pada ekstremitas
yang sakit, ADL dan oral
hygen
6) Kolaborasi dengan
fisioterapi:mobilisasi
pasif duduk, chest
expansi dan endurance

c. Diagnosa 3: Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan


kehilangan kontrol tonus otot.
Rencana keperawatan diagnosa Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot.
No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Dx
3. Setelah dilakukan 1) Kaji kemampuan
tindakan keperawatan komunikasi
kepada Ny. D selama 2) Pertahankan kontak mata
3x24 jam diharapkan saat berkomunikasi
dapat menunjukkan 3) Bicara dengan perlahan
pengertian terhadap dan intonasi normal
masalah komunikasi 4) Batasi pengunjung
ditandai dengan: 5) Katakan untuk
- Terciptanya suatu mengikuti perintah
komunikasi sederhana
- Pasien mampu 6) Kolaborasi dengan
merespon fisioterapi untuk terapi
komunikasi baik wicara: oral facial
verbal maupun stimulasi, disfasia
isyarat exercise
84

d. Diagnosa : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat
Rencana keperawatan diagnosa Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Dx
4. Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji status nutrisi
keperawatan kepada Ny.D selama 2) Kaji tanda-tanda perdarahan
3x24 jam diharapkan nutrisi saluran cerna
teratasi dengan kriteria hasil: 3) Berikan makanan secara
- Tidak ada mual atau muntah perlahan
- Makanan yang dihabiskan 4) Berikan diit bubur rendah
sesuai porsi kolestrol
- Tidak terjadi penurunan BB 5) Berikan obat ranitidin injeksi
- Hasil laboratorium seperti 2x50mg sesuai program jam
Hb, Ht dalam batas normal (10.00 WIB dan 22.00 WIB)
(Hb (11.7-15.5 g/dL), Ht (35-
47%),

D. Pelaksanaan keperawatan
Dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
non haemoragik sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat,
maka penulis melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari dimulai dari
tanggal 7 Mei 2018 sampai dengan tanggal 9 Mei 2018, dan penulis
bekerjasama dengan tim keperawatan yang bertugas di paviliun Marwah
Atas Rumah Sakit Islam Jakarta.

Hari/ Tanggal Jam No. Dx Tindakan Keperawatan dan Hasil Paraf


12.00 1 Memberikan terapi oral CPG 25gr , Nazar
candesartan 8mg
DS:
DO: obat masuk cpg 25gr,
candesartan 8gr
Senin 13.00 1 Memonitor tanda-tanda status Nazar
7 Mei 2018 neurologi dengan GCS
DS: -
DO: Kesadaran komposmentis GCS 15
(E4 M6 V5)
85

13.00 1 Memonitor TTV tiap shift Nazar


DS: -
DO:
- TD: 120/80 mmHg
- N : 80x/menit
- S : 37°C
- P : 20x/menit
13.00 1 Memberikan terapi injeksi citicolin Nazar
250mg
DS:
DO: obat masuk 250mg
13:00 3 Mengkaji kemampuan komunikasi Nazar
DS:
DO: Pasien merespon dengan baik
tetapi Pasien tidak bisa mengucapkan
dengan benar karena pelo
13.00 4 Mengkaji status nutrisi Nazar
DS:
Keluarga mengatakan dua bulan
yang lalu berat badan ibu 54 kg
dan tingginya sekitar 154cmn dan
saat ini masih terasa mual
DO:
- IMT 22,7 (BB dengan resiko)
13.00 2 Mengkaji mobilisasi pasien Nazar
DS:
Keluarga mengatakan bahwa
Anggota gerak sebelah kiri Ny. D
tidak bisa digerakkan dan Aktivitas
Ny. D hanya di tempat tidur saja
saat ini
DO: Pasien mengalami kelumpuhan
pada ekstremitas kiri bagian
bawah dan atas/hemiparise
sinistra.
Pasien tampak kesulitan dalam
pergerakkan khususnya dalam
menggerakkan ekstremitas
bagian kiri Aktivitas Pasien
hanya di tempat tidur
13.00 2 Menginspeksi keadaan kulit terhadap Nazar
iritasi, kemerahan dan lecet
DS:
Keluarga mengatakan sudah
diberikan minyak zaitun
DO:
- Kulit punggung tampak
kemerahan
Tidak adalecet ataupun iritasi
pada kulit
- Terolesi minyak zaitun
86

13.00 2 Melakukan latihan gerak pasif pada Nazar


ekstremitas yang sakit
DS:
DO:
Tangan dan kaki kiri Pasien dilakukan
latihan gerak pasif selam 15 menit,
tidak ada keluhan saat dilakukan
latihan gerak pasif pada ekstermitas
yang sakit
17.00 2 Mengajarkan pada keluarga tentang Tim
cara perawatan diri seperti
memandikan yang benar
DS:
Keluarga mengatakan keluarga
dapat melaksanakan nya secara
mandiri nanti
DO:
- Keluarga tampak mengerti dan
menerima ajaran yang telah
diberikan
Keluarga mau melakukannya
17:30 2 Mengubah posisi pasien Tim
DS: -
DO:
Posisi Pasien diubah menjadi
miring kanan
18.00 1 Memberikan terapi oral aspilet 80mg Tim
DS: -
DO:
- Obat masuk kedalam tubuh
80mg
17.00 4 Memberikan diit bubur sesuai program Tim
DS: Pasien mengatakan mual,tidak
nafsu makan
DO:
Makanan yang masuk hanya
½ porsi
19.30 1 Memonitor TTV Tim
DS: -
DO:
- TD: 140/90 mmHg
- N : 86x/menit
- S : 36°C
P : 20x/menit
22.00 1 Memberikan cairan infus Asering /8 Tim
jam sesuai dosis
DS: -
DO:
- terpasang Cairan infus asering
500ml masuk melalui IV/infus
20 tpm Tetesan lancar Tetesan
lancar
87

22.00 1 Memberikan terapi oral amlodipin Tim


10mg
DS:
DO: obat masuk 10mg
22.00 4 Memberikan terapi injeksi ranitidine Tim
50mg
DS:
DO: obat masuk 50mg
Selasa 06.00 1 Memberikan cairan infus Asering /8 TIM
8 Mei 2018 jam melalui IV sesuai dosis
DS: -
DO:
- terpasang Cairan infus asering
500ml masuk melalui IV/infus
20 tpm Tetesan lancar Tetesan
lancar
06.15 4 Memberikan diit bubur dan lauk pauk TIM
Rendah kolestrol
DS: -
DO:
- Makanan yang masuk sesuai
program
- Habis ½ porsi
07.30 1 Memonitor tanda status neurologis Nazar
DS: -
DO:
- Kesadaran komposmentis GCS
(E4 M6 V5)
07.30 1 Memonitor TTV Nazar
DS: -
DO:
- TD: 130/80 mmHg
- N : 80x/menit
- S : 36.5 °C
- P : 18x/menit
07.30 4 Mengkaji warna kulit, kelembaban, Nazar
suhu dan pengisian kapiler
DS: -
DO:
- Warna kulit coklat
- Kelembaban baik
- Temperatur hangat
- Pengisian kapiler < 2 detik
07.30 3 Mengatakan untuk mengikuti perintah Nazar
sederhana
DS: - pasien mengatakan “selasa”
DO:
- Pasien melakukan sesuai
perintah perawat
88

09.10 2 Mengubah posisi pasien setiap 2 jam Nazar


DS: -
DO:
- Posisi Pasien diubah menjadi
miring kanan
09.45 2 Melibatkan keluarga dalam melakukan Nazar
latihan gerak aktif pada ekstremitas
yang tidak sakit
DS:
Keluarga mengatakan Ny. D bisa
menggerakkan kaki dan tangan
kananya sendiri
DO:
- Pasien dapat menggerakkan
kaki dan tangan kananya
secara spontan
09.50 2 Melakukan latihan gerak pasif pada Nazar
ekstremitas yang sakit
DS:
Keluarga mengatakan pasien juga
sudah dilakukan fisioterapi
DO:
- Tangan dan kaki kiri Pasien
dlakukan latihan gerak pasif
selam 15 menit, tidak ada
keluhan pada saat latihan
09.50 2 Melibatkan keluarga dalam melakukan Nazar
latihan gerak pasif pada ekstremitas
yang sakit
DS:
- Pasien sudah dilakukan
fisioterapi
DO:
- Keluarga melihat dan mencoba
melakukan gerakan-gerakan
pada latihan gerak pasif
- Keluarga tampak mengerti
10.00 4 Memberikan terapi injeksi ranitidine Nazar
50mg
DS:
DO: obat masuk 50mg
12.00 4 Memberikan diit bubur dan lauk pauk Nazar
rendah kolestrol
DS: keluarga mengatakan makan
hnaya habis ½ porsi Pasien merasa
masih mual
DO:Makan hanya di habiskan ½ porsi
12.20 1 Memberikan terapi oral CPG 25gr , Nazar
candesartan 8mg
DS:
DO: obat masuk CPG 25mg dan
Candesartan 8mg
89

13.00 1 Memberikan terapi injeksi citicolin Nazar


250mg
DS:
DO: obat masuk 250mg
13.30 1 Memonitor TTV Nazar
DS: -
DO:
- TD: 130/80 mmHg
- N : 90x/menit
- S : 36 °C
- P : 20x/menit

16.00 1 Memberikan cairan infus asering/8 jam TIM


sesuai dosis
DS: -
DO: terpasang Cairan infus asering
500ml masuk melalui IV/infus 20 tpm

18.00 1 Memberikan terapi oral aspilet 80mg TIM


DS: -
DO:
- Obat masuk 80mg

20.00 1 Memonitor TTV TIM


DS: -
DO:
- TD: 130/80 mmHg
- N : 80x/menit
- S : 36,5°C
- P : 20x/menit

22.00 4 Memberikan terapi injeksi ranitidine TIM


50mg
DS:
DO: obat masuk 50mg

24.00 1 Memberikan cairan infus Asering/8 TIM


jam 20 tpm
DS: -
DO: terpasang Cairan infus asering
500ml masuk melalui IV/infus 20 tpm

01.00 1 Memberikan terapi injeksi citicolin TIM


250mg
DS:
DO: obat masuk 250mg

08.00 1 Memonitor tanda status neurologis Nazar


DS: -
Rabu
DO:
9 Mei 2018
- Kesadaran komposmentis
- GCS(E4M6V5)
90

08.00 1 Memonitor TTV Nazar


DS:-
DO:
- TD: 120/80 mmHg
- N : 80x/menit
- S : 36,5°C
- P : 20x/menit
08.15 1 Memberikan cairan infus asering/8 jam Nazar
20 tpm
DS: -
DO:
- terpasang Cairan infus asering
500ml masuk melalui IV/infus
20 tpm Tetesan lancar
10.00 4 Memberikan terapi injeksi ranitidine Nazar
50mg
DS:
DO: obat masuk 50mg
10.30 3 Berbicara dengan perlahan dan Nazar
intonasi normal
DS: - Pasien mengatakan “ya bisa”
DO:
- Perawat berbicara secara
perlahan.
- Pasien dapat berbicara dengan
mudah dan dapat di mengerti
perawat
11.00 2 Melibatkan keluarga dalam melakukan Nazar
latihan gerak pasif pada ekstremitas
yang sakit
DS:
DO:
- Keluarga mencoba melakukan
gerakan-gerakan pada latihan
gerak pasif
11.00 2 Mengubah posisi pasien Nazar
DS: -
DO:
- Posisi Pasien diubah menjadi
miring kiri
12.00 4 Memberikan makanan secara perlahan Nazar
DS: - pasien mengatakan “ sudah tidak
mual lagi”
DO:
- Makanan diberikan secara
perlahan melalui mulut
- Habis 1 porsi
12.15 1 Memberikan terapi oral CPG 1x25gr , Nazar
candesartan 1x8mg
DS:
DO: obat masuk CPG 25mg
dan Candesartan 8mg
91

13.00 1 Memberikan terapi injeksi citicolin Nazar


2x250mg
DS:
DO: obat masuk 250mg
13.00 1 Memonitor TTV tiap shift Nazar
DS: -
DO:
- TD: 130/80 mmHg
- N : 85x/menit
- S : 37°C
- P : 18x/menit

E. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari pada Ny. D mulai
dari tanggal 7 Mei 2018 sampai dengan 9 Mei 2018, penulis menuliskan
evaluasi hasil yang akan dipaparkan sebagai berikut:
Evaluasi Keperawatan
No. Hari/ Jam Perkembangan Paraf
Dx Tanggal
1. Senin 7 13.00 Subyektif : Nazar
Mei 2018 Keluarga mengatakan bahwa Ny. D
sudah tidak pusing tetapi masih terasa
lemas di tangan dan kaki
Obyektif :
- Kesadaran komposmentis
- Pupil isokor, reflek cahaya positif
kanan-kiri, diameter pupil 3mm
- GCS (E4 M6 V5)
TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80x/menit
S : 37°C
P : 20 x/menit
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Monitor tanda-tanda status
neurologis dengan GCS
- Monitor TTV
- Berikan Therapi oral:
- Aspilet 1x80mg
- Amlodipin 1x10mg
- candesartan 1x16mg
- CPG 1x75mg
Therapi injeksi:
- Citicoline 2x250 mg
92

2 Senin 7 13.00 Subyektif : keluarga mengatakan masih Nazar


Mei 2018 terasa lemas di tangan dan kaki Ny. D
Obyektif :
- Pasien ikut serta dalam program
latihan
- Kekuatan otot
5555 1111
5555 3333
- Pasien tampak hanya bisa
menggerakan kaki pada ekstermitas
yang sakit
- Pasien tampak menggerakkan
ekstremitas kanan bagian bawah
maupun atas
Analisa :
Masalah belum teratasi
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji mobilisasi pasien
- Inspeksi kulit bagian distal
- Pantau kulit terhadap iritasi,
kemerahan dan lecet
- Lakukan latihan gerak pasif pada
ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan fisioterapi
3 Senin 7 13.00 Subyektif : Nazar
Mei 2018 pasien masih mengalami disatria (bicara
cadel atau pelo)
Obyektif :
- Wajah masih tampak miring ke arah
yang sakit
- Bicara masih disatria
Analisa :
Masalah belum teratasi
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji kemampuan komunikasi
- Bicara dengan perlahan dan intonasi
normal
93

4 Senin 7 13.00 Subyektif : Nazar


Mei 2018 Keluarga mengakatan bahwa makanan
masuk sedikit sedikit dan hanya habis ½
porsi karena dikarenakan mual yang
dialami
Obyektif :
- Pasien merasa mual
- Makanan yang dihabiskan ½ porsi
- Pemeriksaan lab tidak dilakukan
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji status nutrisi
- Kaji tanda-tanda perdarahan saluran
cerna
- Berikan makanan secara perlahan
- Berikan diit Rendah Kolestrol
Berikan obat injeksi ranitidin 2x50mg
94

No. Hari/ Jam Perkembangan Paraf


Dx Tanggal
1. Selasa 8 13.00 Subyektif : Nazar
Mei 2018 Keluarga mengatakan bahwa Ny. D
tidak merasakan pusing tetapi masih
terasa lemas di tangan dan kaki
Obyektif :
- Kesadaran komposmentis
- Pupil isokor, reflek cahaya positif
kanan-kiri, diameter pupil 3mm
- GCS (E4 M6 V5)
TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
S : 37°C
P : 20 x/menit
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Monitor tanda-tanda status
neurologis dengan GCS
- Monitor TTV
- Berikan Therapi oral:
- Aspilet 1x80mg
- Amlodipin 1x10mg
- candesartan 1x16mg
- CPG 1x75mg
Therapi injeksi:
- Citicoline 2x250 mg

2 Selasa 8 13.00 Subyektif : keluarga mengatakan masih Nazar


Mei 2018 terasa lemas di tangan dan kaki Ny. D
Obyektif :
- Pasien ikut serta dalam program
latihan
- Kekuatan otot
5555 1111
5555 3333
- Pasien tampak hanya bisa
menggerakan kaki pada ekstermitas
yang sakit
- Pasien tampak menggerakkan
ekstremitas kanan bagian bawah
maupun atas
Analisa :
Masalah belum teratasi
95

Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji mobilisasi pasien
- Inspeksi kulit bagian distal
- Pantau kulit terhadap iritasi,
kemerahan dan lecet
- Lakukan latihan gerak pasif pada
ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan fisioterapi
3 Selasa 8 13.00 Subyektif : Nazar
Mei 2018 pasien masih mengalami disatria (bicara
cadel atau pelo)
Obyektif :
- Wajah masih tampak miring ke arah
yang sakit
- Bicara masih disatria
Analisa :
Masalah belum teratasi
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji kemampuan komunikasi
- Bicara dengan perlahan dan intonasi
normal
4 Selasa 8 13.00 Subyektif : Nazar
Mei 2018 Keluarga mengatakan makanan sudah
masuk tetapi masih mual
Obyektif :
- Pasien merasa mual
- Makanan yang dihabiskan ½ porsi
- Pemeriksaan lab tidak dilakukan
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji status nutrisi
- Kaji tanda-tanda perdarahan saluran
cerna
- Berikan makanan secara perlahan
- Berikan diit Rendah Kolestrol
Berikan obat injeksi ranitidin 2x50mg

No. Hari/ Jam Perkembangan Paraf


Dx Tanggal
1. Rabu 9 Mei 13.00 Subyektif : Nazar
2018 Keluarga mengatakan tidak terasa
pusing lagi pada kepala
Obyektif :
- Kesadaran komposmentis
- Pupil isokor, reflek cahaya positif
kanan-kiri, diameter pupil 3mm
- GCS (E4 M6 V5)
TTV
TD : 120/80 mmHg
96

N : 80x/menit
S : 37°C
P : 20 x/menit
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Monitor tanda-tanda status
neurologis dengan GCS
- Monitor TTV
- Berikan Therapi oral:
- Aspilet 1x80mg
- Amlodipin 1x10mg
- candesartan 1x16mg
- CPG 1x75mg
Therapi injeksi:
- Citicoline 2x250 mg

2 Rabu 9 Mei 13.00 Obyektif : Nazar


2018 - Pasien ikut serta dalam program
latihan
- Kekuatan otot
5555 1111
5555 3333
- Pasien tampak hanya bisa
menggerakan kaki pada ekstermitas
yang sakit
- Pasien tampak menggerakkan
ekstremitas kanan bagian bawah
maupun atas
Analisa :
Masalah belum teratasi
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji mobilisasi pasien
- Inspeksi kulit bagian distal
- Pantau kulit terhadap iritasi,
kemerahan dan lecet
- Lakukan latihan gerak pasif pada
ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan fisioterapi
3 Rabu 9 Mei 13.00 Subyektif : Nazar
2018 pasien masih mengalami disatria (bicara
cadel atau pelo)
Obyektif :
- Wajah masih tampak miring ke arah
yang sakit
- Bicara masih disatria
97

Analisa :
Masalah belum teratasi
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji kemampuan komunikasi
- Bicara dengan perlahan dan intonasi
normal
4 Rabu 9 Mei 13.00 Subyektif : Nazar
2018 “makanan sudah masuk dan habis”
Obyektif :
- Pasien merasa mual
- Makanan yang dihabiskan 1 porsi
- Pemeriksaan lab tidak dilakukan
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi:
- Kaji status nutrisi
- Kaji tanda-tanda perdarahan saluran
cerna
- Berikan makanan secara perlahan
- Berikan diit Rendah Kolestrol
Berikan obat injeksi ranitidin 2x50mg
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis akan menguraikan kesenjangan antara tinjauan teoritis
yang terdapat dalam konsep dasar dengan hasil laporan kasus penelitian yang
telah dilakukan pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: stroke non
hemoragik di Paviliun Marwah Atas Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Pembahasan ini mengikuti tahap-tahap proses keperawatan mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi.

A. Pengkajian Keperawatan
Dalam tahap pengkajian penulis mengacu pada format yang telah
disediakan. Format ini tidak jauh berbeda dengan format yang terdapat
dalam tinjauan teoritis. Pada tahap pengkajian, penulis melakukan
pengumpulan data yang didapatkan dengan wawancara kepada keluarga,
perawat ruangan dan mengobservasi langsung keadaan klien yang
ditunjang dengan catatan keperawatan beserta hasil-hasil penunjang
lainnya.
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja.Ny. D mengalami non hemoragik ini
namun dari hasil MSCT tidak didapatkan kesan yang menunjukan bahwa
pasien mengalami stroke. Jika dilihat dari kondisi tersebut kemungkinan
merupakan stroke non hemoragik dengan jenis TIA. Dikarenakan
munculnya tanda dan gejala stroke dan juga riwayat pasien sebelumnya
yaitu hipertensi maka dokter sebagai petugas medis di rumah sakit
menyimpulkan bahwa pasien mengalami stroke non hemoragik.
Menururt teori, faktor resiko terjadinya stroke adalah usia, jenis kelamin,
etnik/ras, dan riwayat keluarga/keturunan stroke. Keempat faktor resiko
tersebut tidak dapat dimodifikasi. Dengan kata lain , sebagian besar
individu yang mempunyai keempat faktor resiko tersebut akan beresiko
99

stroke dikemudian hari. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodikasi


adalah hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyempitan
pada karotis, riwayat serangan iskemik transien, hiperlipidemia, merokok,
alkohol, obesitas dan polisitemia atau anemia. Stroke tidak akan dialami
jika faktor-faktor tersebut dapat di modifikasi atau di hilangkan melalui
perubahan gaya hidup.
Pada Ny. D terdapat beberapa kesamaan faktor resiko yang tidak dapat di
modifikasi, yaitu usia dan jenis kelamin. Pasien berjenis kelamin
perempuan yang berusia 67 tahun. Potensi terjadinya stroke karena
semakin bertambahnya usia pasien maka elastisitas pembuluh darah
semakin menurun. Elastisitas pembuluh darah akan semakin menurun
hingga dua kali lipat khususnya pada usia diatas 66 tahun ke atas.
Faktor resiko keturunan merupakan salah satu faktor resiko yang tidak
dapat di modifikasi atau di hilangkan melalui perubahan gaya hidup.
Pasien Ny. D memiliki faktor keturunan tersebut dengan riwayat keluarga
ibu pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi lalu meninggal karena
penyakit stroke. Ayah pasien pun memiliki riwayat penyakit hipertensi
namun ayah pasien meninggal karena serangan jantung. Keluarga pasien
yaitu saudara dan saudari pasien juga mempunyai penyakit keturunan yang
sama yaitu hipertensi seperti pada pasien dan kedua orang tua pasien.
Pada pasien Ny. D penulis menemukan beberapa faktor resiko yang dapat
di modifikasi bisa di turunkan atau dihilangkan melalui perubahan gaya
hidup, diantaranya ialah hipertensi dan gaya hidup tidak sehat yang
menyebabkan hiperlipidemia.
Penulis menemukan bahwa pada pasien Ny. D faktor resiko yang dapat di
modifikasi adalah hipertensi. Pasien telah menderita penyakit hipertensi
sudah sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu. Akan tetapi pasien tidak mau
mengontrol tekanan darah pasien secara rutin dengan berobat dikarenakan
pasien menganggap bahwa dirinya baik baik saja. Hipertensi merupakan
salah satu faktor risiko yang dapat di modifikasi pada pasien stroke non
hemoragik maupun pada pasien stroke hemoragik. Dikarenakan jika
penderita hipertensi melakukan pengontrolan tekanan darah yang rutin
100

bagi penderita hipertensi maka dapat menurunkan 38% resiko terjadinya


stroke. Hipertensi yang parah sangat berhubungan dengan salah satu
penyebab yang mengakibatkan terjadinya stroke yaitu hipoksia umum.
Hipoksia umum terjadi karena hipertensi secara terus menerus menambah
beban arteri secara perlahan-lahan, yang mengakibatkan penurunan
elastisitas pembuluh darah sehingga terjadinya aterosklerosis.
Aterosklerosis dapat menyebabkan berkurang nya aliran darah. Karena
berkurangnya aliran darah dapat mengakibatkan juga kurangnya suplai
oksigen ke otak di karenakan darah khususnya salah satu jenis darah yaitu
haemoglobin merupakan salah satu transport oksigen ke otak. Dari hasil
uraian tersebut maka seusai dengan definisi stroke itu sendiri. Stroke
adalah penyakit sistem persyarafan yang terjadi akibat kurangnya suplai
oksigen ke otak secara mendadak yang dapat terjadi karena adanya
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak yang dapat menimbulkan
gejala-gejala bahkan mengakibatkan kematian.
Faktor resiko lain yang ditemukan oleh penulis pada Ny. D adalah pola
makan (yang asin asin dan bersantan). Pola makan atau gaya hidup yang
tidak sehat dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan atau emboli. Selain
itu dapat menimbulkan plak arterosklerosis yang dapat menjadi sumber
trombus yang mengakibatkan iskemia jaringan otak dan edema kongesti di
sekitar area. Akibat dari timbulnya plak adalah arterosklerosis yang
merupakan salah satu faktor penyebab infark pada otak.
Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar yang terganggu pada klien Ny. D
salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan dasar oksigenasi khususnya
pada perfusi jaringan serebral, hal ini di buktikan dengan terjadi
munculnya peringatan awal kepala terasa pusing di bagian depan seperti
berdenyut dan dengan skala nyeri 6 lamanya sekitar 5-10 menit dan juga
muncul temuan secara umum yaitu pasien tiba di ruang gawat darurat
dengan kondisi hipertensi dengan tekanan darah yang mencapai 180/80
mmHg. Hipertensi yang parah sangat berhubungan dengan salah satu
penyebab yang mengakibatkan terjadinya stroke yaitu hipoksia umum.
Hipoksia umum terjadi karena hipertensi secara terus menerus menambah
101

beban arteri secara perlahan-lahan, yang mengakibatkan penurunan


elastisitas pembuluh darah sehingga terjadinya aterosklerosis.
Aterosklerosis dapat menyebabkan berkurang nya aliran darah. Karena
berkurangnya aliran darah dapat mengakibatkan juga kurangnya suplai
oksigen ke otak di karenakan darah khususnya salah satu jenis darah yaitu
haemoglobin merupakan salah satu transport oksigen ke otak.
Manifestasi klinis yang ditemukan oleh penulis saat melakukan pengkajian
pada Ny. D adalah kelemahan pada salah satu bagian tubuh dan penurunan
kemampuan berkomunikasi. Kelemahan yang ditemukan pada Ny. D
adalah Kelemahan pada bagian sisi tubuh sebelah kiri. Kelemahan tersebut
tersebut diakibatkan oleh kurangnya suplai darah ke bagian otak sebelah
kanan dan berakibat pada defisit neurologis yang mengakibatkan
hilangnya kontrol volunter sehingga terjadi kelemahan tersebut.
Sedangkan penurunan kemampuan komunikasi terjadi karena juga
kurangnya suplai darah ke otak dan menyebabkan disfungsi saraf kranial
ke VII yaitu saraf fasialis. Kurangnya suplai darah ke otak tersebut akan
menyebabkan defisit neurologis yang mengakibatkan disfungsi bahasa.
Terdapat beberapa kesenjangan yang penulis temukan pada manifestasi
klinis antara teori dan kasus yang ada. Pada kasus tidak ditemukan
masalah pada Persepsi Sensori dan gangguan pernafasan. Hal ini
disebabkan penulis tidak menemukan maslah tersebut pada saat
pengkajian dilakukan. Disamping itu, hal yang dialami pasien saat ini
tidak sampai mengenai saraf saraf lain, terutama saraf saraf yang mengatur
sistem pernafasan maupun saraf saraf yang mengatur sistem sensorik
lainnya.
Pada kasus Ny. D beberapa pemeriksaan diagnostik yang ada pada teori
tidak dilakukan, seperti pemeriksaan seperti pemeriksaan angiografi
serebral, MRI (Magnetic Imaging Resonance), USG doppler, EEG dan
lumbal fungsi. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanyalah
pemeriksaan kimia darah, dan pemeriksaan darah lengkap dan
pemeriksaan CT Scan yang menunjukkan hasil dengan batas normal, tidak
tampak massa/SOL, maupun perdarahan, maupun infark. Pemeriksaan lain
102

yang telah dilakukan adalah pemeriksaan ECG (Elektro Cardio Grafi) dan
rontgent thorax. Hasil rontgent thorax menunjukan Kardiomegali dengan
kemungkinan bendungan paru. Kardiomegali merupakan salah
satuperubahan otot jantung yang terjadi karena peningkatan tekanan darah
dalam jangka waktu yang lama. Dengan tanda dan gejala stroke dan juga
riwayat pasien sebelumnya yaitu hipertensi, maka dokter yang sedang
bertugas pada saat itu mendiagnosis pasien mengalami stroke non
hemoragik.
Penatalaksanaan farmakologi yang diberikan kepada pasien sesuai dengan
teori, seperti pemberian obat antitrombotik Aspilet 1x80mg dan CPG
1x75mg secara oral, antihipertensi Amlodipin 1x10mg dan candesartan
1x16mg secara oral, obat neuroprotektor Citicoline 2x250 mg secara
injeksi. diberikan KSR 2x600mg secara karena kekurangan kalium dalam
darah dan Ranitidine 2x50mg secara injeksi. Obat obat tersebut diberikan
sesuai dengan manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien.
Pada tahap pengkajian penulis menemukan faktor pendukung, seperti
tersedianya alat-alat pemeriksaan fisik yang cukup memadai, status klien
yang cukup lengkap sehingga memudahkan penulis dalam melakukan
pengumpulan data. Selain itu, terjalin kerjasama yang baik antara penulis
dengan keluarga pasien, tim perawat ruangan dan tim kesehatan yang lain.
Faktor pendukung lain yang ditemukan adalah tersedianya format
pengkajian yang lengkap dan sistematis, sehinga data yang terkumpul
mudah dikelompokan dan dianalisa oleh penulis.
B. Diagnosa keperawatan
Setelah pengkajian, tahap selanjutnya pada proses keperawatan adalah
merumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosa yang ditegakan penulis
pada Ny. D disesuaikan dengan kondisi klien dan disesuaikan dengan
diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori.
Diagnosa keperawatan yang ditegakan pada kasus tidak jauh berbeda
dengan diagnosa yang terdapat pada tinjauan teoritis. Diagnosa-diagnosa
tersebut diantaranya:
103

1. Perubahan pefusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya


suplai oksigen ke otak. Diagnosa ini ditegakkan karena Keluarga
mengatakan pasien pusing di bagian depan seperti berdenyut dan
dengan skala nyeri 6 lamanya sekitar 5-10 menit saat pengkajian tanda
tanda vital ditemukan dengan tekanan darah : 120/80 mmHg, N : 78
x/menit, S : 36.5°C, P: 20 x/menit, Dengan tingkat kesadaran
komposmentis GCS 15 (E4 M6 V5), Pasien mengalami kelumpuhan
pada ekstremitas kiri bagian bawah dan atas/hemiparise sinistra,
Nervus okulomotorius, tochlearis, abducen/III, IV, VI: Pada
pemeriksaan ini, penulis hanya dapat mengkaji pupil. Pupil Pasien
isokor, kontraksi pupil terhadap cahaya positif, ukuran pupil kanan dan
kiri sama ± 3mm. pemeriksaan pergerakan bola mata otot otot bola
mata normal. Penurunan perfusi jaringan serebral terjadi karena
kurangnya suplai oksigen ke otak.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular pada ekstermitas. Diagnosa ini ditegakkan karena
Keluarga mengatakan bahwa Anggota gerak sebelah kiri Ny. D tidak
bisa digerakkan dan Aktivitas Ny. D hanya di tempat tidur saja saat ini.
Pasien mengalami kelumpuhan pada ekstremitas kiri bagian bawah dan
atas/hemiparise sinistra, Pasien juga tampak kesulitan dalam
pergerakkan khususnya dalam menggerakkan ekstremitas bagian kiri.
Keadaan tonus otot ekstremitas sebelah kanan baik, sebelah kiri
hipotoni. Aktivitas Pasien hanya di tempat tidur. Kekuatan 5555 1111
otot 5555 1111

Jika diagnosa tidak ditegakkan akan terjadi kontraktur dan hilangnya


kekuatan otot pada anggota gerak sebelah kiri. Hambatan mobilitas
fisik terjadi karena kurangnya suplai oksigen ke otak bagian kanan
yang mengakibatkan hilangnya kontrol volunter sehingga terjadilah
hemiparase sinistra pada klien yang mengakibatkan hambatan pada
mobilisasi pasien.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
tonus otot, diagnosa ini ditegakkan karena pasien mengalami gangguan
104

sistem wicara Disatria. Gangguan komunikasi verbal terjadi karena


kurangnya suplai oksigen ke otak terutama pada bagian saraf kranial
yang terkena adalah sistem saraf otot wajah/Nervous fasialis yang
mengakibatkan terjadinya gangguan pada komunikasi verbal.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat. Diagnosa ini ditegakkan karena klien nafsu
makan berkurang, mual, dan pasien mengatakan dua bulan lalu berat
badan Ny. D 54 kg dan dengan tinggi badan 154 cm, hasil
laboratorium tanggal 5 Mei 2018: Hb: 12.7 g/dLHt: 37 %, GDS: 142
g/dL, IMT 22,7 (BB dengan resiko). Yang mengakibatkan penulis
menegakkan diagnosa resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Faktor pendukung yang penulis temukan saat merumuskan diagnosa


adalah terdapatnya data-data yang relevan yang memudahkan penulis
dalam merumuskan diagnosa keperawatan. Faktor pendukung lain seperti
adanya bimbingan dari pembimbing yang mendukung terkumpulnya data
mempermudah penulis mengangkat diagnosa.

Sedangkan faktor penghambat yang penulis temukan adalah perbedaan


penulis dengan tim perawat ruangan dalam menegakkan diagnosa. Tim
perawat ruangan hanya mengakkan dua diagnosa keperawatan dan penulis
menegakkan empat diagnosa keperawatan. Upaya yang dilakukan penulis
adalah menyampaikan kepada pembimbing lahan diagnosa yang
ditemukan penulis sesuai dengan tinjauan teoritis dan kondisi klien.

C. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan tahap ketiga dalam proses keperawatan
setelah diagnosa yang disusun berdasarkan prioritas masalah. Penyusunan
rencana keperawatan beserta rasionalnya disesuaikan dengan kondisi klien
dan fasilitas yang terdapat dalam ruangan.
Pada saat memprioritaskan masalah keperawatan terdapat persamaan
antara teori dan kasus. Masalah keperawatan prioritas yang penulis
tegakkan adalah perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
kurangnya suplai oksigen ke otak. Rencana keperawatannya yang pertama
105

ialah dengan memonitor tanda tanda status neurologis dengan GCS


dikarenakan penulis ingin dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
dengan cara memonitor tanda tanda status neurologis dengan GCS. Yang
kedua ialah dengan cara memonitor tanda tanda vital tiap shift dikarenakan
penulis hanya didapatkan kesempatan melakukan intervensi hanya 7 jam
saja atau satu shift jam kerja pada ruangan. Penulis membuat rencana
keperawatan yang ke dua dengan memonitor tanda tanda vital karena pada
pasien stroke mungkin terjadi perubahan tekanan darah secara fluktuasi.
Yang ketiga ialah Batasi pengunjung dan anjurkan Pasien untuk istirahat
agar menciptakan lingkungan yang tenang. Yang ke empat adalah Berikan
cairan infus asering 20 tpm/8 jam di karenakan untuk mengurangi resiku
dehidrasi dan menstabilkan tekanan darah setelah terjadinya stroke akut.
Berikan terapi oral CPG 1x25mg untuk mencegah penggumpalan darah
pada pasien yang terkena stroke non hemoragik di berikan pada jam 12.00
karena di minum setelah pasien mengkonsumsi makan siang, candesartan
1x8mg untuk menurunkan tekanan darah obat ini di berikan jam 12.00
dikarenakan obat diminum setelah pasien mengkonsumsi makan siang,
aspilet 1x80mg adalah obat untuk mencegak penggumpalan darah
diberikan pada jam 18.00 karena di minum setelah mengkonsumsi makan
sore, Amlodipin 1x10mg adalah obat penurun tekanan darah diberikan
pada jam 22.00 sebelum tidur untuk mencegah naiknya tekanan darah
apabila pasien terbangun di malam hari dan terjadinya stroke berulang
akibat dari tekanan darah tinggi, Citicoline 2x250 mg diberikan untuk
memperbaiki sirkulasi darah ke otak pada stroke non hemoragik
pemberian dilakukan pada jam 13.00 siang hari dan jam 01.00 dini hari
dikarenakan pad jam 01.00 dini hari waktu yang tepat untuk diberikan obat
citicolin karena waktu istirahat adalah waktu pemulihan bagi bagian tubuh
yang sakit.
Masalah keperawatan selanjutnya adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada ekstermitas. Rencana
keperawatan yang pertama pada hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan neuromuskular pada ekstermitas adalah kaji mobilisasi
106

pasien agar penulis bisa mengetahui sampai sejauh mana penurunan


kekuatan otot akibat dari kelemahan neuromuskular pada ekstermitas.
Rencena ke dua dari diagnosa hambatan mobilitas fisik adalah mengubah
posisi pasien setiap 2 jam, rencana ini di buat oleh penulis agar pasien
terhindar dari kerusakan kulit akibat tekanan terlalu lama dalam kondisi
yang sama. Rencana selanjutanya adalah rencana ke 3 yaitu inspeksi
keadaan kulit bagian distal terhadap iritasi, kemerahan dan lecet, rencana
tersebut penulis buat karena penulis ingin agar dapat menjaga keutuhan
kulit tanpa kerusakan. Rencana selanjutnya adalah rencana ke empat yaitu
lakukan latihan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit, rencana ini
dilakukan agar meningkatkan aktivitas dan mencegah deformitas. Rencana
yang kelima ialah libatkan keluarga dalam melakukan latihan gerak pasif
pada ekstermitas yang sakit, rencana ini di lakukan bersamaan dengan
latihan gerak pasif agar keluarga dapat melakukannya secara mandiri.
Rencana terakhir ialah rencana ke enam yaitu kolaborasi dengan
fisioterapi, hal ini di rencanakan oleh perawat agar pasien mendapatkan
tindakan profesional dari fisioterapis agar pasien dapat meningkatkan
mobilisasi.
Masalah keperawatan yang ketiga penulis buat adalah masalah ganguan
komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan tonnus otot. Penulis
membuat beberapa rencana pada pasien yaitu dengan rencana pertama
penulis adalah kaji kemampuan komunikasi, hal ini di lakukan oleh
penulis agar dapat mengetahui jenis gangguan wicara apa yang dialami
pasien. Rencana kedua penulis adalah mempertahankan kontak mata saat
berkomunikasi, hal ini dilakukan oleh penulis agar klien merasa percaya
diri dan merasa di hargai dalam berbicara. Rencana ketiganya ialah bicara
dengan intonasi normal, hal ini dilakukan oleh penulis agar pasien
mengerti apa yang di ucapkan oleh penulis. Rencana ke empat penulis
yaitu batasi pengunjung hal ini dilakukan agar pasien mendapat
ketenangan dalam perawatan. Rencana ke lima pnulis yaitu katakan untuk
perintah sederhana, hal ini bertujuan agar pasien dapat mengucapkan kata
kata sederhana. Rencana ke enam penulis adalah kolaborasi dengan
107

fisioterapi untuk terapi wicara, hal ini dilakukan penulis agar pasien
mendapatkan tindakan profesional dari seorang fisioterapis dan mampu
menciptakan suatu komunikasi yang baik.

Masaalah keparawatan yang terakhir adalah masalah keperawatan dengan


resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat. Masalah keperawatan ini penulis rencanakan dengan
resiko karena pasien belum mengalami gangguan, pasien baru mengalami
salah satu tanda dan gejala yang akan beresiko mengalami gangguan,
seperti mual dan tidak nafsu makan. Maka dari itu penulis membuat
rencana, rencana pertama penulis ialah kaji status nutrisi, hal ini penulis
rencanakan agar penulis tahu sampai sejauh mana status nutrisi pasien.
Rencana kedua penulis ialah kaji tanda tanda perdarahan saluran cerna hal
ini penulis rencanakan agar mengetahui adanya kerusakan di saluran cerna
yang menghambat metabolisme tubuh pasien. Rencana penulis yang ke
tiga ialah berikan makanan secara perlahan, hal ini direncakan oleh penulis
agar pasien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi nya dan tidak terjadi
aspirasi. Rencana ke empat penulis berikan diit bubur rendah kolestrol, hal
ini penulis rencanakan sesuai dengan kondisi pasien dan hasil lab pada saat
pasien dirawat. Rencana ke lima penulis adalah berikan obat ranitidin
injeksi 2x50mg sesuai program pada jam 10.00 WIB dan 22.00 WIB , hal
tersebut penulis lakukan karena penulis ingin mengurangi salah satu
keluhan pasien yaitu mual dan tidak nafsu makan.
Penetapan waktu, tujuan dan kriteria hasil pada kasus disesuaikan dengan
tinjauan teoritis. Sedangkan untuk perencanaan keperawatan penulis
menyusunnya tidak hanya sesuai dengan tinjauan teoritis saja tetapi
disesuaikan juga pada kondisi klien saat itu.
Tidak ditemukan kesenjangan antara kasus dengan teori yang ada. Adapun
faktor pendukung yang penulis temukan pada tahap ini adalah banyaknya
literatur yang didapatkan melalui studi kepustakaan sebagai bahan acuan
sehingga penulis tidak menemukan hambatan yang berarti dalam
menyusun keperawatan.
108

D. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat setelah perencanaan. Dalam tahap
ini penulis melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah ditetapkan atau ditentukan sebelumnya. Pelaksaan tindakan
keperawatan disesuaikan dengan memperhatikan keadaan atau kondisi
klien dan sarana yang tersedia di ruangan.
Pada tahap pelaksanaan penulis bekerja sama dengan tim perawatan di
ruangan untuk melaksanakan tindakan keperawatan yang mengacu pada
rencana tindakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. D
diantaranya memonitor tanda tanda status neurologis, memonitor tanda
tanda vital, mengkaji status nutrisi, mengkaji mobilisasi, mengkaji
keadaan kulit. Tindakan tindakan tersebut dilakukan sebagai upaya
mengidentifikasikan masalah yang ada dan menentukan perubahan-
perubahan yang terjadi pada klien. Dilakukan juga tindakan yang
melibatkan keluarga dalam melakukan gerak pasif. Tindakan tersebut
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan partisipasi keluarga
dalam merawat klien. Selain itu, keluarga sebagai sistem pendukung
pasien yang akan melanjutkan perawatannya setelah pualng dari rumah
sakit.
Selain itu penulis juga memberikan terapi terapi farmakologi seperti
pemberian obat oral maupun injeksi. Penulis memberikan obat oral pada
klien seperti candesartan 1x16mg jam 12.00, CPG 1x75mg jam 12.00,
dan dilaksana oleh tim dalam pemberian aspilet 1x80mg pada jam 18.00 .
Penulis memberikan dua jenis obat injeksi yang diberikan yaitu obat
injeksi citicoline 2x250 mg jam 13.00 . Sedangkan pada diagnosa resiko
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat penulis menuliskan planning yang meliputi kaji status
nutrisi, berikan makanan secara perlahan, berikan diit bubur rendah
kolestrol dan berikan obat injeksi ranitidine 2x50mg jam 10.00.
109

E. Evaluasi
Analisa diagnosa keperawatan dengan masalah belum teratasi terdapat
pada diagnosa hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
kelemahan neuromuskular pada ekstermitas dan gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot. Dari kedua
diagnosa tersebut tidak dapat teratasi dalam waktu singkat sehingga
penulis tidak dapat menyimpulkan bahwa diagnosa tersebut teratasi atau
pun teratasi sebagian.
Pada diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan kelemahan neuromuskular pada ekstermitas penulis menuliskan
planning untuk melanjutkan tindakan keperawatan yang meliputi kaji
mobilisasi pasien, inspeksi kulit bagian distal, pantau kulit terhadap iritasi,
kemerahan dan lecet, lakukan latihan gerak pasif pada ekstremitas yang
sakit, dan kolaborasi dengan fisioterapi sedangkan pada diagnosa
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
tonus otot planningnya meliputi kaji kemampuan komunikasi, bicara
dengan perlahan dan intonasi normal, katakan untuk mengikuti perintah
sederhana, kolaborasi dengan fisioterapi untuk terapi bicara.
Faktor pendukung dalam melakukan evaluasi adalah keluarga kooperatif
dan dapat menyampaikan harapan perawatan. Faktor penghambat yang
ditemukan adalah terbatasnya waktu penulis dalam memberikan asuhan
keperawatan pada Ny. D. Solusi yang penulis lakukan adalah
memanfaatkan waktu yang ada untuk melakukan asuhan keperawatan
secara optimal. Untuk masalah keperawatan yang belum teratasi
dilanjutkan oleh tim perawata ruangan.
BAB V

PENUTUP

Setelah penulis menguraikan tinjauan teoritis dan mengamati langsung hasil


tinjauan kasus pada klien dengan diagnosa stroke nonhemoragik, maka penulis
akan memberikan kesimpulan dan saran.

A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada Ny. D dengan gangguan sistem neurologi: stroke
non hemoragik melalui proses pengkajian dengan menggunakan format
pengkajian, pemeriksaan fisik, observasi, dan wawancara ini dapat dilakukan
dengan baik. Ini disebabkan karena kooperatifnya keluarga dan dukungan
yang baik dari petugas ruangan dan sarana prasarana yang ada.
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem neurologi: stroke non
hemoragik dilakukan secara bio, psiko, sosio, spiritual. Pada tahap ini
penulis mengkaji riwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan masa lalu,
pola kebiasaan sehari-hari dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik klien
secara menyeluruh.
Ny. D di diagnosa Stroke. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke yang
dialami oleh Ny. D adalah stroke non hemoragik. Dikarenakan hasil
MSCT Scan tidak di dapatkan kesan yang menunjukan pasien mengalami
stroke, tetapi munculnya tanda dan gejala stroke dan juga riwayat pasien
sebelumnya yang membuat dokter sebagai petugas medis menyimpulkan
bahwa pasien mengalami stroke non hemoragik.
Faktor resiko yang ditemukan pada kasus Ny. D adalah usia. Dengan
bertambahnya usia elastisitas pembuluh darah semakin menurun. Faktor
resiko lain yang ditemukan adalah pola makan yang asin asin dan
bersantan santan. Faktor resiko selanjutnya adalah hipertensi faktor faktor
resiko tersebut dapat menyebabkan aterosklerosis yang mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah otak, dan plak dari aterosklerosis dapat menjadi
111

sumber trombus yang mengakibatkan iskemia jaringan otak dan edema


otak.
Manifestasi klinis yang muncul pada Ny. D adalah kelemahan pada satu
bagian dari tubuh dan penurunan kemampuan berkomunikasi. Manifestasi
klinis tersebut terjadi karena kurangnya supai oksigen pada bagian otak
yang menyebabkan terjadinya defisit neurologis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang terdapat pada Ny. D meliputi Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke
otak, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular pada ekstermitas, Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot dan Resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat. Keempat diagnosa tersebut sesuai dengan kondisi yang
ditemukan pada klien.
3. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan keperawatan, penulis mengacu pada tinjauan
teoritis yang terdapat dalam buku sumber/literatur dan menyesuaikannya
dengan kondisi yang ada pada klien.
4. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan penulis mengacu pada rencana tindakan yang telah
di tentukan pada perencanaan keperawatan sebelumnya. Selain itu, peran
serta keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan sangat penting
karena tindak lanjut untuk perawatan klien dirumah menjadi tanggung
jawab klien sendiri dan keluarga.
5. Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan stroke non hemoragik bertujuan untuk
mengetahui keefektifan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh penulis
selama 3 hari. Pada evaluasi ini, didapatkan analisa masalah keperawatan
dengan hasil masalah teratasi/tidak terjadi, teratasi sebagian dan belum
teratasi. Masalah-masalah keperawatan yang belum teratasi dan teratasi
sebagian memerlukan tindak lanjut yang harus dilakukan dalam waktu
112

yang lama.Masalah-masalah tersebut tidak dapat teratasi dengan waktu


yang singkat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari seluruh proses asuhan keperawatan yang tertera
diatas, maka penulis ingin menyampaikan saran-saran untuk memperbaiki
serta meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem neurologi: stroke non hemoragik. Saran tersebut adalah
bahwa pendokumentasian merupakan hal penting terutama sebagai bukti dan
aspek legal pada pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengkajian yang lengkap
telah terdokumentasi dengan baik, namun untuk diagnosa keperawatan hanya
didokumentasikan beberapa saja, sehingga tidak terlihat masalah keperawatan
secara komprehensif. Diharapkan seluruh diagnosa yang ditemukan pada
klien di dokumentasikan dengan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Black, M. J. & Hawk H. J. (2014). Keperawatan medikal bedah: manajemen


klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8. Buku 3. Singapore: Elsiever .
Corwin, Elizabet. J. (2009). Handbook of pathophysilogy, 3Ed. Alih bahasa:
Yudha,dkk. Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. (2013). Pokok-pokok hasil riskesdas provinsi DKI jakarta 2013.
Jakarta: kementrian kesehatan RI.
Mutaqin, Arif. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarfan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurairf, Amin H. (2015). Aplikasi asuhankeperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA Nic-Noc. Edisi Revisi jilid 3. Yogyakarta: Medication
Jogja.
Smeltzer, Susan C. (2013). Hand book for brunner & suddarth`s text book of
medical surgical nursing. 12 Ed. Alih bahasa: Yulianti, dkk. Jakarta: EGC.
Sudyo, Aru w., dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 jilid 1.
Jakarta: Internal Publishing.
LeMone, Priscilla. (2016). Buku ajar keperawatan medikal bedah : gangguan
neurologi. 5 Ed. Alih bahasa: Praptiani, dkk. Jakarta: EGC.
Tucker, Susan M. (2007). Standar perawatan pasien : Perencanaan kolaboratif &
intervensi keperawatan. 7 Ed. Alih bahasa: Yudha, dkk. Jakarta: EGC.
Hidayat. A. Alimul Aziz dan Uliyah Musrifatul (2014). Pengantar kebutuhan
dasar manusia. Edisi 2 buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
World Health Organization. (2014). Stroke, Cerebrovascular accident.
http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/. 17 Febuari 2018.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nazaruddin

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Januari 1997

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

NIM : 2015750029

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jurusan : DIII Keperawatan

Alamat : Permata Hijau Permai Blok AR6 No.15


RT.009/RW.017 Kelurahan Kaliabang Tengah
Kecamatan Bekasi Utara

Riwayat Pendidikan :

1. Taman kanak-kanak widya duta : 2002-2003


2. Sekolah Dasar Negeri Perwira IV : 2003-2009
3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 21 : 2009-2012
4. Sekolah Menengah Atas Negeri 10 : 2012-2015
5. Masuk Universitas Muhammadiyah Jakarata Tahun : 2015
SATUAN ACARA PENYULUHAN STROKE

Disusun oleh:

Nazaruddin (2015750029)

D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYYAH JAKARTA

Kampus C UMJ Jl. Cempaka Putih Tengah I No.1 Cempaka Putih Jakarta Pusat
10510

Tahun ajaran 2017/2018


3
4

SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Topik / masalah : Stroke dan ROM (Mobilisasi)

2. Tempat : Marwah Atas

3. Hari/Tanggal : Selasa, 7 Mei 2018

4. Waktu : Menyesuaikan kondisi ruangan

5. Sasaran : Keluarga pasien yang menderita Stroke

A. Tujuan

1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan penyuluhan selama 1 x 45 menit, diharapkan keluarga


mampu memahami tentang penyakit Stroke.

2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah dilakukan penyuluhan melaui pemberian materi dan demonstrasi


diharapkan keluarga mampu :

a. Menyebutkan Pengertian Stroke


b. Menyebutkan Penyebab Penyakit Stroke
c. Menyebutkan tanda dan gejala stroke
d. Menyebutkan komplikasi stroke
e. Menyebutkan pencegahan stroke
f. Menjelaskan mobilisasi pada pasien stroke
5

B. Materi
a. Pengertian Stroke
b. Penyebab Strok
c. Tanda dan gejala stroke
d. Komplikasi stroke
e. Penceghan stroke
f. Mobilisasi pasien stroke

E. Metode
a. Ceramah
b. Diskusi dan tanya jawab
c. demonstrasi

F. Media dan Alat


a. Lembar balik
b. Leaflet

G. Materi : Terlampir

H. Kegiatan Penyuluhan

No. Waktu Kegiatan pengajar Kegiatan peserta

Pembukaan
a. Memperhatikan
a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri b. Memperhatikan

c. Menjelaskan tujuan c. Memperhatikan


1. 5 menit
d. menjelaskan topic penyuluhan

e. Membuat kontrak waktu dan meminta d. Memperhatikan


kerja sama dengan audiens .
f. Menggali pengetahuan peserta tentang e. Memperhatikan
6

pengertian penyakit stroke


Pelaksanaan

a. Menjelaskan pengertian penyakit a. memperhatikan


stroke
b. Menggali pengetahuan peserta tentang b. Menjelaskan
penyebab stroke
c. Memberi reinforcement positif pada c. Memperhatikan
peserta yang menjelaskan
d. Menjelaskan penyebab penyakit stroke d. Memperhatikan
e. Menggali pengetahuan peserta tentang e. menjelaskan
tanda dan gejala stroke
f. Memberi reinforcement positif pada f. Memperhatikan
peserta yang menjelaskan
2. g. Menjelaskan tanda dan gejala stroke g. Memperhatikan
30 menit h. Menjelaskan komplikasi dari Stroke h. Memperhatikan
i. Menjelaskan Pencegahan Stroke i. Memperhatikan
j. Menjelaskan dan mendemonstrasikan j. Memperhatikan
ROM
k. Memberi kesempatan pada peserta k. Mengajukan pertranyaan
untuk bertanya
l. Memberikan reinforment positif pada l. Memperhatikan
peserta yang bertanya
m. Melengkapi jawaban peserta m. Memperhatikan

Penutup

a. Mengevaluasi atau menanyakan a. Menjawab


kembali materi yang telah pertanyaan
pada peserta
b. Menyimpulkan kembali materi b. Menjawab
3. 5 menit c. Membeikan motivasi pada keluarga c. Menjawab
agar selalu optimis dalam merawat
anggota keluaganya yang menderita
stroke
d. Melakukan kontrak untuk pertemuan d. Memperhatikan dan
selanjutnya mengajukan pendapat
e. Memberi salam penutup e. Menjawab salam
7

K. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur

a. Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana


b. Mahasiswa berada pada posisi yang sudah direncanakan
c. Tempat dan media serta alat sesuai rencana
d. Mahasiswa dan sasaran menghadiri penyuluhan

2. Evaluasi Proses

a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan


b. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
c. Waktu yang direncanakan sesuai pelaksanaan
d. Sasaran penyuluhan dan mahasiswa mengikuti kegiatan penyuluhan
sampai selesai
e. Sasaran penyuluhan dan mahasiswa berperan aktif selama kegiatan
berjalan

3. Evaluasi Hasil
Peserta mampu :
a. Menyebutkan pengertian stroke
b. Menyebutkan penyebab penyakit stroke yang dapat dikontrol dan yang
tidak dapat dikontrol
c. Menyebutkan tanda dan gejala stroke
d. Menyebutkan komplikasi stroke
e. Menyebutkan pencegahan stroke
f. Menjelaskan tentang mobilisasi pasien stroke
g. Menyebutkan cara pencegahan stroke berulang
8

4. Evaluasi Hasil
Peserta mampu :
a. Menyebutkan pengertian stroke
b. Menyebutkan penyebab penyakit stroke yang dapat dikontrol dan yang
tidak dapat dikontrol
c. Menyebutkan tanda dan gejala stroke
d. Menyebutkan komplikasi stroke
e. Menyebutkan pencegahan stroke
f. Menjelaskan tentang mobilisasi pasien stroke
g. Menyebutkan cara pencegahan stroke berulang
9
10

DAFTAR PUSTAKA

Purwanti dan Arina. 2008. Rehabilitasi Klien Pasca Stroke. Kartasura:FIK UMS

Smeltzer, Suzanne.(2001). Keperawatan Medikal Bedah.. Jakarta : EGC STIKES

Potter, Patricia A dan Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses Dan Praktek. Jakarta: EGC

Priscillaa Le Mone, Karen (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bedah;
Gangguan Neorologi. Jakarta : EGC
11
12

LAMPIRAN

MATERI

A. Pengertian Stroke

Stroke adalah gangguan fungsi otak akibat aliran darah otak mengalami
gangguan (berkurang), akibatnya nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan otak tidak
terpenuhidengan baik.

Menurut kriteria WHO stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan


fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis
baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran
darah otak. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan, atau pecahnya
pembuluh darah di otak (Smeltzer, 2001).

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.( Batticaca,
Fransisca B.2008hlm:56)
Stroke (cedera vaskuler serebral, atau serangan otak), adalah kondisi
kedaruratan ketika terjadi deficit neurologis akibta dari penurunan tiba-tiba
aliran darah ke otak yang terlokalisasi. Stroke dapat iskemik (ketika suplai darah
ke bagian otak tiba-tiba terganggu oleh thrombus, embolus, stenosis pembuluh
darah), atau hemorogik ketika pembuluh darah mengalami rupture, darah
meluber dalam ruang di sekitar neuron. Deficit neurologis di sebabkan oleh
iskemi dan menghasilkan nekrosis sel dalam otak beragam tergantung pada area
otak yang terlibat, ukuran area yng terkena, dan lama waktu aliran darah
menurun atau berhenti. Kehilangan suplai darah yang hebat ke otak dapat
memyebabkan disabilitas berat atau kematian. Ketika durasi aliran darah
menurun singkat dan are anatomis yang terlibat kecil, orang mungkin tidak
menyadari kerusakan yang telah terjadi.
13

B. Penyebab Stroke
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):

1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada
48 jam setelah trombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:

a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria,
basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-
macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran


darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )


d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:

1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease


(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
14

4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya


gumpalan-gumpalan pada endocardium.

2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat
terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:

a. Hipertensi yang parah.


b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia

4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.


b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

Secara garis besar, faktor resiko stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor tidak
terkendali atau faktor yang bersifat menetap dan faktor yang dapat dikendalikan
atau faktor tidak tetap.

1. Faktor tidak terkendali


Yang dimaksud faktor tidak terkendali adalah faktor yang tidak dapat diubah,
terdiri atas faktor genetik (ras), usia, gender, serta riwayat penyakit yang
dialami oleh orangtua atau saudara sekandung.

 Faktor Genetik
Gen tertentu memiliki kecenderungan yang tinggi terhadap stroke. Sifat
genetik yang terbawa oleh bangsa berkulit hitam beresiko tinggi
terhadap stroke. Penyakit-penyakit yang terkait dengan gen resesif yang
rawan mereka alami menjadi faktor kuat yang menyebabkan merekan
rentan terhadap stroke. Penyakit yang dimaksud antara lain anmemia sel
bulan sabit , hipertensi, kadar asam urat tinggi (hiperurisemia), diabetes
tipe-1, dan sejumlah penyakit lainnya yang secara tidak langsung
berpotensi memicu stroke darah kental, laju aterosklerosis yang tinggi,
15

hipertensi, serta meningkatnya tingkat peradangan di tingkat sel di dalam


tubuh mereka.

Terlepas dari faktor gen yang berperan sebagai faktor resiko tunggal,
pola hidup suatu bangsa yang tidak sehat turut memengaruhi tingginya
resiko stroke dalam diri mereka. Kebiasaan hidup tak sehat di usia muda
menyebabkan resiko stroke meningkat ketika usia beranjak tua.

Pola diet dan gaya hidup yang menjadi kebiasaan sehari-hari turut
memengaruhi tingginya kerentanan mereka terhadap stroke. Salah satu
pemicu tingginya insiden stroke di Asia terkait dengan hipertensi dan
kebiasaan mengonsumsi alkohol yang menjadi tradisi suatu bangsa.
Kebiasaan merokok diduga kuat turut mendongkrak tingginya insiden
stroke di kalangan bangsa Asia. Selain itu, tingkat stres yang tinggi
terutama yang dialami masyarakat pekerja sibuk juga menjadi penyebab
tingginya prevalensi stroke bangsa Asia yang hidup dalam komunitas
modern.

 Cacat Bawaan
Seseorang yang memiliki cacat pada pembuluh darahnya (cadasil)
beresiko tinggi terhadap stroke. Jika seseorang mengalami kondisi
seperti ini, maka mereka umumnya akan mengalami stroke pada usia
yang terbilang muda. Stroke di usia mudabanyak penyebabnya, namun
cacat bawaan membuat seseorang lebih beresiko terhadap stroke
dibanding individu lain yang normal.

 Usia
Pertambahan usia meningkatkan resiko terhadap stroke. Hal ini
disebabkan melemahnya fungsi tubuh secara menyeluruh terutama
terkait dengan fleksibilitas pembuluh darah. Sekitar dua pertiga
penderita stroke adalah mereka yang berusia diatas 65 tahun. Proses
penuaan sel sejalan dengan pertambahan usia dan penyakit yang dialami
orangtua memperbesar resiko stroke di masa tua. Memasuki usia 50
tahun, resiko stroke menjadi berlipat ganda setiap usia bertambah 10
tahun. Pada wanita, ketika memasuki masa menopause resiko stroke
meningkat karena esterogen yang semula berperan sebagai pelindung
mengalami penurunan. Itu pula yang menjadi jawaban pertanyaan stroke
lebih banyak dialami oleh wanita tua daripada pria tua.

Kaum muda tidak luput dari stroke. Berdasarkan usia penderita, para ahli
mengelompokkan stroke kelompok kaum muda menjadi dua——
kelompok yang pertama dialami oleh mereka yang berusia dibawah 15
tahun, adapun kelompok kedua dialami oleh mereka yang berusia 15-44
tahun. Stroke pada kaum muda umumnya merupakan stroke hemoragik
dan jarang yang merupakan stroke iskemik.

 Gender
16

Pria lebih beresiko terhadap stroke dibanding wanita. Sejumlah faktor


turut memengaruhi mengapa hal tersebut dapat terjadi. Kebiasaan
merokok yang lebih banyak dilakukan oleh kaum pria menjadi slah satu
pemicu stroke pada sebagian besar kaum pria. Resiko hipertensi,
hiperurisemia, dan hipertrigliseridemia yang tinggi pada kaum pria juga
turut mendongkrak tingginya resiko stroke pada kaum adam. Pola hidup
tidak teratur yang umumnya dilakukan oleh kaum pria tampaknya
merupakan sebuah alasan mengapa kaum pria lebih beresiko terhadap
stroke dibanding kaum wanita.

Secara umum, resiko stroke yang dialami kaum pria satu seperempat kali
lebih tinggi dibanding kaum wanita. Meskipun demikian, kaum wanita
tidak bisa begitu saja merasa aman—— faktanya, angka kematian akibat
stroke pada kaum wanita jauh lebih tinggi dibanding yang terjadi pada
kaum pria. Dengan kata lain, harapan hidup yang dimiliki pasien stroke
pria jauh lebih besar dibanding kaum wanita. Semua itu terjadi karena
kerentanan tubuh kaum wanita tua tidak sanggup mengatasi komplikasi
akibat stroke. Faktor lain yang diduga kuat menyebabkan wanita
cenderung mengalami stroke parah karena wanita cenderung mengalami
stres dan depresi. Kondisi neurologis buruk inilah yang memperburuk
kondisi kesehatannya.

Kaum wanita tidak boleh bersenang hati dahulu karena memiliki resiko
stroke yang lebih rendah dibanding kaum pria. Wanita juga memiliki
resiko yang cukup tinggi terhadap stroke jika mereka merupakan
pengguna pil KB yang memiliki kandungan esterogen tinggi, menjalani
terapi sulih hormon (hormon replacement therapy) pasca menopause,
serta kehamilan dan persalinan. Pengaruh pil KB dan terapi sulih
hormon dapat diminimalisir dengan pengaturan kadar hormon yang
tepat. Adapun kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa yang perlu
mendapat perhatian lebih serius. Perlu diketahui bahwa resiko stroke
relatif tinggi 6 minggu pasca persalinan (post partum). Diduga kuat
perubahan hormon reproduksi yang terjadi pada wanita yang
bersangkutan merupakan faktor pemicunya.

 Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Resiko terhadap stroke juga terkait dengan garis keturunan. Para ahli
menyatakan adanya gen resesif yang memengaruhinya. Gen tersebut
terkait dengan penyakit-penyakit yang merupakan faktor resiko pemicu
stroke. Penyakit terkait dengan gen tersebut antara lain diabetes,
hipertensi, hiperurisemia, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, dan
kelainan pada pembuluh darah yang bersifat menurun.

Faktor penting yang sering luput dari pengamatan adalah gaya hidup
yang terbentuk dalam sebuah keluarga. Pola diet dan kebiasaan-
kebiasaan hidup sehari-hari yang menjadi tradisi dalam sebuah keluarga
yang dijalani sejak masih kecil ternyata patut dijadikan sebagai suatu
17

peringatan untuk mempertimbangan resiko stroke pada diri seseorang.


Kebiasaan diet yang tidak sehat yang diajarkan orangtua, kebiasaan jajan
makanan yang tidak sehat, dan hidup bermalas-malasan merupakan
faktror stroke yang perlu diwaspadai. Faktor-faktor yang sesungguhnya
dapat dikendalikan tersebut dapat dianggap sebagai faktor tidak
terkendali jika telah merekat erat dalam kehidupan seseorang. Kebiasaan
buruk inilah yang dalam pandangan ilmu nutrigenomik (ilmu yang
mengaitkan status kesehatan dengan kebiasaan hidup terutama pola diet)
dianggap turut bertanggung jawab memicu terbentuknya gen resesif——
gen yang rentan terhadap stroke. Dengan merebaknya insiden stroke di
abad modern seperti saat ini, para ahli sepakat untuk mengungkap fakta
bahwa evolusi pola hidup yang tidak sehat merupakan pendorong
terbentuknya gen yang rentan terhadap sejumlah faktor resiko pemicu
stroke.

2. Faktor yang dapat Dikendalikan


Sebagian insiden stroke terjadi karena faktor yang sesungguhnya dapat
dikendalikan. Dengan kata lain, jika faktor-faktor tersebut dieliminasi maka
resiko stroke menjadi rendah atau bahkan dapat ditiadakan. Faktor-faktor
yang bisa dikendalikan ini terdiri atas gaya hidup yang tidak sehat yang
memicu terjadinya penyakit-penyakit tertentu yang mendorong serangan
otak. Mengeliminasi faktor resiko stroke yang dapat dikendalikan tentu
sangat bermakna untuk meminimalisir kemungkinan terkena stroke.

Berikut faktor resiko yang dapat dicegah :

1. Kegemukan (obesitas)

2. Hiperlipidemia

3. Hiperurisemia

4. Penyakit jantung

5. Kebiasaan merokok

6. Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol

7. Malas berolahraga

10. Konsumsi obat bebas dan obat-obatan golongan psikotropika

11. Cidera pada kepala dan leher

12. Kontrasepsi berbasis hormon

13. Stres
18

C. Tanda dan gejala

Manifestasi stroke beragam berdasarkan pada arteri serebral yang terkena dan
area otak yang terkena. Wanita yang mengalami stroke lebih cenderrung
melaporkan manifestasi nontradisional (khususnya disorientasi, konfusi, atau
kehilangan kesadaran) daripada pria (interntional stroke conference, 2009).
Manifestasi selalu tiba-tiba dalam hal awutan, fokal dan biasanya satu sisi.
Berbagai defisiti yang berkaitan dengan keterlibatan arteri serebral yang spesifik
secara kolektif dikenal sebagai syndrome stroke, meskipun deficit ssering kali
tumpang tindih.

1. Arteri carotid internal


 Paralysis kontralateral pada lengan, tuanopia homonimus
 Defisit sensori kontralateral pada lengan, tungkai, dan wajah Jika
hemisfer dominan yang terkena: afsia
 Jika hemisfer nondominan yang terkena: apraksia, agnosiapengabaian
unilateral

2. Arteri serebral tengah


 Mengantuk, stupor, koma
 Hemiplegia kontrangkai, dan wajah
 Defisit sensori kontralateral pada lengan, tungkai, dan wajah
 Afasia global (jika hemisfer dominan terkena)
 Hemianophia homonimus

3. Arteri serebral anterior


 kelemahan atau paralysis kontralateral pada kaki dan tungkai
 Kehilangan sensori kontralateral pada jari kaki, kaki, dan tungkai
 Kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan atau bertindak secara
volunteer
 Inkontinensia urine

4. Arteri serebral
 Nyeri pada wajah, hidung, atau ,mata
 Kebas dan kelemahan pada wajah disisi yang terkena
 Masalah dengan gaya berjalan
19

 diafagia

D. Komplikasi
Komplikasi khas mencakup deficit sensori persepsual, perubahan kognitif dan
perilaku, gangguan komunikasi, deficit motoric, dan gangguan eliminasi. Hal ini
dapat sementara atau permanen, bergantung pada derajat iskemia dan nekrosis
dan juga waktu terapi. Sebagai akibat deficit neurologis, pasien yang mengalami
stroke mengalami komplikasi yang melibatkan banyak system tubuh berbeda
disabilitas akibat stroke sering kali menyebabkan perubahan serius pada stastus
kesehatan fungsional.

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,


komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah


tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus.
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

E. Pencegahan
Stroke merupakan penyakit pemicu kematian yang serius, namun
sebenarnya dapat dicegah. Perubahan gaya hidup perlu ditingkatkan guna
mengurangi risiko stroke. Berikut beberapa perubahan gaya hidup yang dapat
dilakukan :

a. Konsumsi makanan sehat


Konsumsi makanan dengan tinggi serat. Makanan tinggi serat akan
membantu dalam pencegahan penyakit stroke ini dan juga turut andil
mengendalikan lemak dalam darah. Kurangi kolesterol "jahat" sehingga dapat
meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi risiko stroke.

b. Kurangi konsumsi garam


20

Mengurangi konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah sehingga


mengurangi risiko stroke.

c. Hindari Kebiasaan buruk seperti : merokok dan minum alkohol


Perokok memiliki risiko stroke dua kali lipat. Merokok dapat merusak
pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah, serta mempercepat
penyumbatan di pembuluh darah. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan
atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah) dan membuat darah
menjadi mudah untuk menggumpal dan darah menggumpal akan
meningkatkan resiko penyakit stroke ini.

d. Hidup aktif dan olahraga yang teratur

Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki risiko yang lebih
besar memiliki kadar kolesterol tinggi, hipertensi, diabetes, dan stroke.
Olahraga dapat mengurangi berat badan sehingga mengurangi risiko
penyakit-penyakit tersebut. Melakukan aktivitas fisik secara teratur dengan
berolahraga termasuk dalam salah satu tips dan cara dalam membantu
menurunkan tensi darah dan menciptakan keseimbangan lemak yang sehat
dalam darah.

e. Perbanyak konsumsi serat dan banyak minum air putih

Para peneliti menemukan risiko stroke bisa berkurang sampai 7 persen


untuk setiap 7 gram penambahan serat yang dikonsumsi setiap hari.
Dengan kata lain mereka yang paling rajin mengonsumsi serat risikonya
paling rendah terkena stroke.

F. Mobilisasi Pada Pasien Stroke

Mobilisasi adalah jalan untuk melatih hampir semua otot tubuh untuk
meningkatkan fleksibilitas sendi atau mencegah terjadinya kekakuan pada
sendi.

1. Pelaksanaan mobilisasi dini posisi tidur


Berbaring telentang
21

- Posisi kepala, leher, dan punggung harus lurus.


- Letakkan bantal dibawah lengan yang lemah/lumpuh secara berhati-
hati, sehingga bahu terangkat keatas dengan lengan agak ditinggikan
dan memutar kearah luar, siku dan pergelangan tangan agak
ditinggikan.
- Letakkan pula bantal di bawah paha yang lemah/lumpuh, dengan posisi
agak memutar ke arah dalam, dan lutut agak ditekuk.

Miring kesisi yang sehat

- Bahu yang lumpuh harus menghadap kedepan


- Lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan siku diluruskan
- Kaki yang lumpuh diletakkan didepan
- Dibawah paha dan tungkai diganjal bantal
- Lutut diteku

Miring kesisi yang lumpuh/lemah

- Lengan yang lumpuh menghadap kedepan, pastikan bahu pasien tidak


memutar secara berlebihan
- Tungkai agak ditekuk, tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai
yang lumpuh/lemah dengan diganjal bantal
22

G. Latihan Gerak Sendi (Range of Motion)

Latihan gerak sendi ini bertujuan untuk mengurangi kekakuan pada sendi
dan kelemahan pada otot yang dapat dilakukan aktif maupun pasif
tergantung dengan keadaan pasien.

Gerakan-Gerakan dalam latihan gerak sendi ini adalah sebagai


berikut:

a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan


Cara :

- Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku
menekuk dengan lengan.
- Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien.
- Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

Gambar 1. Latihan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

b. Fleksi dan Ekstensi Siku


Cara :
23

- Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak
mengarah ke tubuhnya.
- Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya mendekat
bahu.
- Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
24

Gambar 2. Latihan fleksi dan ekstensi siku

c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah


Cara :

- Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku


menekuk.
- Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya.
- Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
- Kembalikan ke posisi semula.
- Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap
ke arahnya.
- Kembalikan ke posisi semula.

Gambar 3. Latihan pronasi dan supinasi lengan bawah

d. Pronasi Fleksi
Bahu Cara :

- Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.


25

- Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
- Angkat lengan pasien pada posisi semula.

e. Abduksi dan Adduksi


Bahu Cara :

- Atur posisi lengan pasien di samping badannya.


- Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
- Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat
(Abduksi).
- Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)
- Kembalikan ke posisi semula.
26

f. RotasiBahu
Cara :
- Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk.
- Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan
pegang tangan pasien dengan tangan yang lain.
- Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah.
- Kembalikan posisi lengan ke posisi semula.
- Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas.
- Kembalikan lengan ke posisi semula.
27

g. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari


Cara :

- Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tang lain
memegang kaki.
- Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
- Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
- Kembalikan ke posisi semula.

Gambar 7. Latihan fleksi ekstensi jari

h. Infersi dan efersi


kaki Cara :

- Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya.
- Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki
lainnya.
- Kembalikan ke posisi semula
28

Gambar 8. Latihan infersi dan efersi kaki

i. Fleksi dan ekstensi pergelangan


Kaki Cara :

- Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rilek.
- Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
- Kembalikan ke posisi semula.
- Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
29

Gambar 9. Latihan fleksi dan ekstensi kaki

j. Fleksi dan Ekstensi


lutut. Cara :

- Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.
- Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
- Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
- Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke
atas.
- Kembali ke posisi semula.

k. Fleksi dan Ekstensi


lutut. Cara :

- Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.

- Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.


- Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
30

- Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke


atas.
- Kembali ke posisi semula.

l. Abduksi dan Adduksi pangkal paha.


Cara :

- Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit.
- Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari
tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien.
- Gerakkan kaki mendekati badan pasien.
- Kembalikan ke posisi semula.
31
32
33
34
111

Anda mungkin juga menyukai