Anda di halaman 1dari 10

2.1.

Strukur
2.1.1. Pengertian struktur
2.1.2. Desain Sruktur
2.2. Pengertian beton betulang
Beton adalah bahan campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, dan
air, dengan bahan atau tanpa bahan tambahan membentuk masa padat. Fungsi utama
beton adalah menahan gaya haya tekan dan mentup baja tulangan agar tidak berkarat.
Campuran antara semen dan air akan membentuk pasta semen sebagai bahan
pengikat, sedangkan pasir dan kerikil merupakan bahan agregat yang berfungsi
sebagai bahan pengikat, dan sekaligus sebagai bahan yang diikat oleh pasta semen.
Nilai kuat tekan beton relative tinggi dibandingkat dengan kuat tariknya. Nilai kuat
tariknya hanya berkisar 9%-15% saja kuat tekannya, (Istimawan D, 1996).
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan
yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang
dan direncankan berdasarkan bahwa asumsi kedua material berkeja bersama-sama
dalam menahan gaya yang bekerja. Fungsi utama dali baja tulangan adalah menahan
gaya tarik (meskipun juga kuat dalam menahan gaya tekan), mencegah retak beton
agar tidak melebar
2.2.1. Kekuatan beton
a. Kuat tekan beton. Karena sifat utama dari beton adalah sangat kuat jika
menerima beban tekan, maka mutu beton pada umumnya hanya ditinjau
terhadap kuat tekan beton tersebut. Menurut peraturan beton di Indonesia
(PB-1971, diperbaiki dengan SK SNI T-15-1991-03 dan SNI 03-2847-
2002), kuat tekan beton diberi notasi fc’, yaitu kuat tekan silinder beton
disyaratkan pada waktu berumur 28 hari. Mutu beton dibedakan atas 3
macam menurut kuat tekannya, yaitu :
1. Mutu beton dengan fc’ kurang dari 10 Mpa, digunakan untuk beton
non struktur (misalnya pada kolom praktis, balok praktis).
2. Mutu beton dengan fc’ antara 10 Mpa sampai 20 Mpa, digunakan
untuk beton struktur (misalnya pada balok, kolom, pelat maupun
pondasi).
3. Mutu beton dengan fc’ sebesar 20 Mpa ke atas, digunakan untuk
struktur beton yang direncanakan tahan gempa.
Ketika dalam melakukan pengujjian kuat tekan beton dengan
benda uji berupa silinder beton dengan ketinggian tertentu sampai runtuk,
akan mengakibatkan ada beban tekan (P), berlanjut terjadi tegangan pada
beton (σc) sehingga dirumuskan : σc = P/A
Beban (P) tersebut juga mengakibatkan bentuk sifat silinder beton
berubah menjadi lebih pendek, sehingga timbul regangan tekan pada
beton (ε c) sebesar perpendekan beton (∆ L) dibagi denga tinggi awal
silinder (L0) ditulis dengan rumus: ε c = ∆ L/¿ L0
b. Kuat tarik beton. Perilaku beton pada saat diberikan beban aksial tarik
agak sedikit berbeda dengan perilakunya pada saat diberikan beban tekan.
Menurut pasal 13.4.2.2 SNI 03-2847-2002, hubungan antara kuat tarik
langsung (fcr) terhadap kuat tekan beton f c’) dinyatakan dengan rumus
berikut:
fcr = 0,33 x √ f c ’
Kuat tarik beton (fct) jauh lebih kecil daripada kuat tekannyan, yaitu:
fct ≈ 10% fc’.
c. Modulus elastisitas beton, merupakan tangens dari sudut α tesebut.
Menurut pasal 10.5 Sni 03-2847-2002, modulus elastisitas beton E c dapat
ditentukan berdasarkan berat beton normal (Wc) dan kuat tekan beton fc’
dengan rumus:
Ec = (Wc)1,5 x 0,043 x √ f c ’ dengan Wc = 1500 2500 kg/m3
Untuk beton normal, nilai Ec boleh diambil berikut: Ec = 4700 x √ f c ’
2.2.2. Kekuatan baja tulangana
a. Jenis baja tulangan. Menurut SNI 03-2847-2002, tulangan yang dapat
digunakan pada elemen beton bertulang dibatasi hanya pada baja tulangan dan
kawat baja saja. Baja tulangan yang tersedia di pasaran ada 2 jenis, yaitu baja
tulangan polos (BJTP) dan baja tulangan ulir atau deform (BJTD).
1. Tulangan polos pada umumnya digunakan untuk tulangan
geser/begel/sengkang, dan mempunyai tegangan leleh (fy) minimal sebesar
240 Mpa (disebut BJTP-24), dengan ukuran
∅ 6 , ∅ 8 , ∅ 10 , ∅ 12 , ∅ 14 , dan ∅ 16 (∅ adalah simbol yang menyatakan
diameter tulangan polos).
2. Tulangan ulir/deform) digunakan untuk tulangan longitudinal/tulangan
memanjang, dan mempunyai tegangan leeh (fy) minimal 300 Mpa (disebut
BJTD-30). Ukuran diameter nominal tulangan ulir yang umunya tersedia
dipasaran dapat dilihat pada tabel berikut :
Jenis tulangan Diameter nominal (mm) Berat/m (kg)
D10 10 0,617
D13 13 1,042
D16 16 1,578
D19 19 2,226
D22 22 2,984
D25 25 3,853
D29 29 5,185
D32 32 6,313
D36 36 7,990

b. Kuat tarik baja tulangan


`Meskipun baja tulangan juga mempunyai sifat tahn terhadap beban tekan,
tetapi karena harganya cukup mahal, maka baja tulangan ini hanya diutamakan
untuk menahan beban tarik pada struktur beton bertulang, sedangkan beton
tekan yang bekerja cukup ditahan oleh betonnya.
c. Modulus elastisitas baja tulangan, merupakan tangens dari sudut α tersebut.
Menurut pasal 10.5.2 SNI 03-2847-2002, modulus elastisitas baja tulangan
non pratekan Es dapat diambil 200000 Mpa.
2.3. Kekuatan beton bertulang
Menurut SNI 03-2847-2002, pada perhitungan struktur beton bertulang, ada
beberapa istilah untuk menyatakan kekuatan suatu penampang sebagai berikut:
1 Kuat nominal (Ra)
Diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang
dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum
dikalikan dengan nilai factor reduksi kekuatan yang sesuai. Nilai kuat nominal
tergantung pada dimensi penampang, jumlah dan letak tulangan, serta mutu beton
dan baja tulangan. Pada dasarnya kuta nominal adalah hasil hitungan yang
sebenarnya dari keadaan struktur beton beton bertulang dalam keadaan normal.

2 Kuat rencana (Rr)


Diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang
diperoleh dari hasil perkalian antara kuat nominal dan factor reduksi kekuatan (ᴓ)
3 Kuat perlu (Ru)
Diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang
diperlukan untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam yang
berkaitan dengan beban tersebut dalam suatu kombinasi beban (U).
Karena pada dasarnya kuat rencana (Rr) merupakan kekuatan gaya dalam
(berada dalam struktur), sedangkan kuat perlu (Ru) merupakan gaya luar (diluar
struktur) yang bekerja pada struktur, maka agar perencanaan struktur dapa dijamin,
harus memenuhi syarat berikut :
Kuat rencana (Rr) ≥ Kuat perlu (Ru).
2.4. Kententuan umum pembebanan
2.4.1. Beban mati
2.4.2. Beban hidup
2.4.3. Beban gempa
2.4.4. Beban angin
2.4.5. Beban khusus
2.5. Faktor keamanan
Agar dapat terjamin bahwa suatu struktur yang direncanakan mampu menahan
beban yang bekerja, maka pada perencanaan struktur digunakan faktor keamanan
tertentu, diantaranya:
2.5.1. Faktor beban
Faktor beban merupakan faktor keamanan yang berkaitan dengan
beban luar yang bekerja pada suatu struktur. Besar faktor yang diberikan untuk
masing-masing beban yang bekerja pada suatu penampang struktur akan
berbeda-beda tergantung dari jenis beban kombinasi terkait. Menurut pasal
11.2 SNI 03-2847-2002, agar supaya struktur dan komponen struktur
memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap bermacam-macam
kombinasi beban, maka harus memenuhi ketentuan dari kombinasi-kombinasi
beban berfaktor sebagai berikut:

1. Jika struktur/komponen struktur hanya menahan beban mati D saja, maka


dirumuskan:
U = 1,4 x D
2. Jika berupa kombinasi beban mati (D) dan beban hidup (L), maka
dirumuskan : U = 1.2 x D + 1,6 x L + 0,5x(A atau R)
3. Jika berupa kombinasi beban mati (D), beban hidup (L), dan beban angin
(W), maka diambil pengaruh yang besar dari dua macam rumus berikut :
U = 1.2 x D + 1,0 x L ± 1,6 x W + 0,5x(A atau R).
U = 0,9 x D ± 1,6 x W
4. Jika pengaruh beban gempa E diperhitungkan, maka diambil yang besar
dari dua macam rumus berikut:
U = 1.2 x D + 1,0 x L ± 1,6 x E
U = 0,9 x D ± 1,6 x E
2.5.2. Faktor reduksi kekuatan
Faktor reduksi kekuatan merupakan faktor keamanan yang berkaitan
dengan kekuatan struktur (gaya dalam). Ketidakpastian kekuatan bahan
terhadap pembebanan pada komponen struktur dianggap sebagai faktor
reduksi kekuatan (∅ ¿, yang nilainya ditentukan menurut pasal 11.3 SNI 03-
2847-2002 sebagai berikut:
1. Struktur lentur tanpa beban aksial (misalnya balok), maka ∅ = 0,80
2. Beban aksial dan beban aksial dengan lentur:
a. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur, maka ∅ = 0,80
b. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur:
1. Komponen struktur dengan tulangan sprial atau sengkang ikat,
maka ∅ = 0,70
2. Komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa, maka ∅
= 0,65
3. Geser dan torsi, maka ∅ = 0,75
4. Tumpuan pada beton, maka ∅ = 0,65
2.6. Balok
2.6.1. Pengertian balok
2.6.2. Jenis-jenis balok

2.6.3. Tinggi penampang minimal balok


Dalam hal mendukung beban lentur, jika ukuran balok terlalu kecil
maka akan terjadi lendutan yang sangat berbahaya bagi keamanan stuktur
balok., bahkan akan timbul retak yang lebar sehingga dapat meruntuhkan
balok.
Jika persyaratan lendutan tidak diperhitungkan secara detail, maka SNI
beton 2002 memberikan tinggi penampang (h) minimal pada balok meaupun
pelat seperti tercantum pada table III.I, tanpa melaksanakan pengecekan
terhadap lendutan.
Tinggi minimal, h
Data tumpuan 1 ujung menerus Keadaan ujung menerus kontilever
Komponen
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi
struktur
atau konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar
Pelat solid L/20 L/24 L/28 L/10
satu arah
Balok atau
pelat jalur L/16 L/18,5 L/21 L/8
satu arah

2.6.4. Bentang teoritis balok


2.6.5. Distribusi regangan-tegangan balok
Balok dengan tulangan tunggal ini sering disebut dengan balok
bertulangan sebelah atau balok dengan tulangan saja. Untuk keperluan
hitungan balok persegi panjang dengan tulangan tunggal, berikut ini
dilukiskan bentuk penmpang balok yang dilengkapi dengan distribusi
regangan dan tegangan beton serta notasinya, seperti terlihat pada gambar
berikut:
Keterangan notasi pada gambar
a = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen = β 1.c (mm)
As = luas tulangan tarik (mm)
b = lebar penampang balok (mm)
c = jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan (mm)
Cc = gaya tekan beton (kN)
d = tinggi efektif penampang balok (mm)
ds = jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik (mm)
fc’ = tegangan tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari (MPa)
Es = modulus elastisitas baja tulangan, diambil sebesar 200.000 MPa
fs = tegangan tarik baja tulangan = εs.Es (MPa)
fy = tegangan tarik baja tulangan pada saat leleh (MPa)
h = tinggi penampang balok (mm)
Mn = momen nominal actual (kNm)
Ts = gaya tarik baja tulangan (kN)
β1 = faktor pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang
bergantung pada mutu beton (fc’) sebagai berikut (pasal 12.2.7.3 SNI 03-2847-
2002):
Untuk fc’ ≤ 30 MPa maka β1 = 0,85
0,05 x (f c ' −30)
Untuk fc’ > 30 MPa maka β1 = 0,85 –
7
Tetapi β1 ≥ 0,65
εc’ = regangan tekan beton εc’ maksimal (εcu’) = 0,003
εs = regangan tarik baja tulangan
εy = regangan tarik baja tulangan pada saat leleh = fy/Es = fy/200000

2.6.6. Asumi dasar perhitungan lentur


Menurut peraturan beton di Indonesia (SNI 03-2847-2002), pada
perencanaan beton bertulang yang berkaitan dengan lentur diberikan beberapa
asumsi sebagai berikut:
5. Penampang tegak lurus sumbu lentur yang berupa bidang datar sebelum
lentur, akan tetap berupa bidang datar setelah lentur (pasal 12.2.2).
6. Tidak terjadi slip antara beton dan baja tulangan (pada level yang sama,
regangan pada beton adalah sama dengan regangan pada baja) (pasal
12.2.2).
7. Beton diasumsikan runtuh pada saat regangan tekannya (ε c’) mencapai
regangan batas tekan (ε cu’) (pasal 12.2.3).
8. Tegangan pada beton dan baja tulangan dapat dihitung dari regangan
dengan menggunakan hubungan antara tegangan-regangan beton dan baja
(pasal 12.2.4)
9. Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan
(pasal 12.2.5)
10. Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi,
trapezium, para-bola, atau lainnya (12.2.6)
Berdasarkan asumsi (c) atau pasal 12.2.3 SNI 03-2874-2002, regangan
batas beton tekan ε cu’ dapat diambil sebesar 0,003 . asumsi (f) yang ditegaskan
pada pasal 12.2.6 SNI 03-2847-2002 membolehkan penggunaaan berbagai
bentuk hubungan tegangan-regangan beton, selama prediksi kekuatan yang
dihasilkan sesuai dengan hasil pengujian.
2.6.7. Tulangan longitudinal balok
Fungsi utama baja tulangan pada struktur beton bertulang yaitu untuk
menahan gaya tarik. Oleh karena itu pada struktur balok, pelat, fondasi,
maupun struktur lainnya dari bahan beton bertulang, selalu di upayakan agar
tulangan longitudinal (memanjang) dipasang pada serat – serat beton yang
mengalami tegangan tarik. (Ali Asroni 1987).
Keadaan ini terjadi terutama pada daerah yang menahan momen lentur
besar (umumnya di daerah lapangan/tengah bentang, atau di atas tumpuan,
sehingga sering mengakibatkan terjadinya retakan beton akibat tegangan
lentur tersebut. Tulangan longitudinal dipasang searah sumbu batang, berikut
contoh pemasangan tulangan longitudinal pada plat ataupun balok (Ali Asroni
1987).
Tulangan longitudinal pada balok, Tulangan longitudinal pada balok sederhana dengan
tumpuan sendi rol kantilever

Tulangan longitudinal pada balok


dengan 1 tumpuan Tulangan longitudinal pada pelat luifel

Gambar 2.1 Contoh pemasangan tulangan longitudinal pada balok dan pelat

2.6.8. Pemasangan tulangan geser


Agar balok dapat menahan gaya geser, maka diperlukan tulangan geser
yang dapat berupa tulangan miring/tulangan serong atau yang berupa
sengkang/begel. Jika sebagai penahan gaya geser hanya digunakan begel saja,
maka ada daerah dengan gaya geser besar (misalnya pada ujung balok yang
dekat tumpuan), dipasang dengan jarak yang kecil/rapat, sedangkan pada
daerah dengan gaya geser kecil (daerah lapangan/tengah bentang balok) dapat
dipasang begel dengan jarak yang lebih besar/renggang (Ali Asroni 1987).
Umumnya di Indonesia yang digunakan adalah begel/sengkang tegak,
sedangkan untuk tulangan miring tidak boleh digunakan untuk menahan gaya
geser bolak balik, (Ali Asroni 1987).
Keterangan gambar 2.2 :
1. Tulangan miring/tulangan serong
2. Tulangan memanjang/Longitudinal
3. Tulangan sengkang/begel

Gambar 2.2 pemasangan tulangan geser


balok (digambar disetengah bentang)

Anda mungkin juga menyukai