ALMUBAYYIN
DAKWAH IS MY LIFESTYLE
MENU
Pada artikel yang saya tulis di bawah ini akan membahas Bab Air, sehubungan air
adalah alat untuk melakukan Thoharoh (bersuci) di dalam Islam. Air jenis apa saja
yang bisa digunakan untuk bersuci, dan air jenis apa yg tidak bisa digunakan untuk
bersuci.
Ada perbedaan pendapat di dalamnya, oleh karena itu akan saya kupas semua
perbedaan pendapat yang ada.
Tujuannya adalah agar kita bisa saling memahami dan memaklumi adanya perbedaan
pendapat tersebut, yang pada akhirnya bisa tetap menjaga ukhwah antar sesame
muslim dan mebuang segala bentuk sinisme serta permusuhan yang bisa
mengakibatkan hilangnya rasa persaudaraan kita.
Keep ukhuwah, kick permusuhan antar sesama muslim..
Macam-macam air :
I. Air Mutlak.
Adalah air yang suci, tidak tercampur apapun di dalamnya, sehingga bisa digunakan
untuk mensucikan. Seluruh ulama sepakat, bahwa air mutlak bisa digunakan untuk
bersuci. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Apa saja yang disebut
air mutlak ini..?
a. Air hujan, salju atau es, dan air embun, berdasarkan firman Allah Taala:
س َما ِء َما ًء لِيُطَ ِّه َر ُك ْم بِ ِه
َّ َويُنَ ِّز ُل َعلَ ْي ُك ْم ِمنَ ال
Dan diturunkan-Nya padamu hujan dari langit buat menyucikanmu.(Al-Anfal: 11)
Dan firman-Nya:
س َما ِء َما ًء طَ ُهو ًرا َّ َوأَ ْن َز ْلنَا ِمنَ ال
Dan Kami turunkan dan langit air yang suci lagi mensucikan. (Al-Furqan:48)
Juga berdasarkan hadits Abu Hurairah katanya:
يا رسول هللا! بأبي أنت وأمي؛: فقلت.سلَّ َم إذا كبَّر في الصالة؛ سكتَ ُهنَيَّة قبل أن يقرأ
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
َ كان رسول هللا
” أقول:أرأيت سكوتك بين التكبير والقراءة؛ ما تقول؟ قال:
Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah membaca takbir di dalam sholat
diam sejenak sebelum membaca Al-Fatihah, maka saya tanyakan: Demi kedua
orangtuaku wahai Rasulullah! Apakah kiranya yang Anda baca ketika berdiamkan diri
di antara takbir dengan membaca Al-Fatihah? Rasulullah pun menjawab:
َض ِمن ُ َب األَ ْبي ُ الخطَايَا َك َما يُنَقَّى الثَّ ْوَ َ اللَّ ُه َّم نَقِّنِي ِمن،ب
ِ ق َوال َم ْغ ِر ْ َك َما َبا َعدْتَ بَيْنَ ال َم،ي
ِ ش ِر َ للَّ ُه َّم بَا ِع ْد َب ْينِي َوبَيْنَ َخ
َ طايَا
ج َوالبَ َر ِد ِ ي بِا ْل َما ِء َوالثَّ ْل
َ س ْل َخطَايَا ِ اللَّ ُه َّم ا ْغ،س
ِ َال َّدن
Saya membaca: Ya Allah, jauhkanlah daku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau
inenjauhkan Timur dan Barat. Ya Allah bersihkanlah daku sebagaimana
dibersihkannya kain yang putih dan kotoran. Ya Allah, sucikanlah daku dan
kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun. (HR. Al-Bukhari no. 744 dan
Muslim no. 1353)
b. Air laut, berdasarkan hadits Abu Hurairah katanya:
سأل رجل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال يا رسول هللا إنا نركب البحر وتحمل معنا القليل من الماء أفنتوضأ بماء
البحر فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
Seorang laki-laki menanyakan kepada Rasulullah, katanya: Ya Rasulullah, kami biasa
berlayar di lautan dan hanya membawa air sedikit. Jika kami pakai air itu untuk
berwudhuk, akibatnya kami akan kehausan, maka bolehkah. kami berwudhuk dengan
air laut? Berkatalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
ُ ا ْل ِح ُّل َم ْيتَتُه،ُه َُو الطَّ ُه ْو ُر َما ُؤه
Laut itu airnya suci lagi mensucikan, dan bangkainya halal dimakan. (Diriwayatkan
Malik dalam Al-Muwatho’ (1/22) Syafi’i dalam Al-Umm (1/16) Ahmad (2/237,361, 392)
Abu Daud (83) Tirmidzi (69) Nasa’i (59) Ibnu Majah (386) Darimi (735) Ibnu
Huzaimah (111) Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo’ (43) Al-Hakim dalam Al-Mustadrok
(505))
Berkata Turmudzi: Hadits ini hasan lagi shahih, dan ketika kutanyakan kepada
Muhammad bin Ismail al-Bukhari tentang hadits ini, jawabnya ialah: Hadits itu
shahih.
c. Air telaga, sumur dan sejenisnya karena apa yang diriwayatkan dan Ali : Artinya:
َ ضأ َّ ش ِر َب ِم ْنهُ َوت ََو َ َس ِج ٍّل ِمنْ َما ِء َز ْمزَ َم ف ِ ِسلَّ َم َدعَا ب َ صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َوَ ِسو َل هللا ُ إِنَّ َر
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta seember penuh dan air
zamzam, lalu diminumnya sedikit dan dipakainya buat berwudhuk. (HR Imam Ahmad
dalam Musnadnya (I/76))
Atau hadits :
ِ َض َولَ ْح ُم ا ْل ِكال
ُب َوالنَّ ْتن ُ َضا َع ٍة َو ِه َي بِ ْئ ُر يُ ْط َر ُح فِ ْي َها ا ْل ِحي َ ُضأ ُ ِمنْ بِ ْئ ِر ب
َّ س ْو ِل هللاِ أَنَتَ َو
ُ ي أَنَّهُ قِ ْي َل لِ َر َ عَنْ أَبِ ْي
ِّ س ِع ْي ٍد ا ْل ُخ ْد ِر
Dari Abu Said Al-Khudry berkata: Rosululloh pernah ditanya: Bolehkan kita bewudhu
dari air Budho’ah yaitu sumur yang padanya terdapat kain darah haidh, kotoran dan
daging anjing?
سهُ ش َْي ٌء ُ ط ُهو ٌر اَل يُنَ ِّجَ فَقَا َل ا ْل َما ُء
Maka bersabdalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : Air itu suci lagi mensucikan, tak
satu pun yang akan menajisinya. (Ahmad dalam Musnadnya (3/15, 31, 86) Abu Daud
(96) Tirmidzi (66) Nasa’i (324) Daruqutni (1/30-32)).
Hadits tersebut disebut hadits Bi’ru Bidho’ah (Telaga Bidho’ah).
d. Air yang berobah disebabkan lama tergenang atau tidak mengalir, atau disebabkan
bercampur dengan apa yang menurut ghalibnya tak terpisah dari air seperti kiambang
dan daun-daun kayu, maka menurut kesepakatan ulama, air itu tetap termasuk air
mutlak. Alasan mengenai air semacam ini ialah bahwa setiap air yang dapat disebut air
secara mutlak tanpa kait, boleh dipakai untuk bersuci. Firman Allah Taala:
َ فَلَ ْم ت َِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا
ص ِعيدًا طَيِّبًا
lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); (Al-Maidah: 6)
II. Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang sudah dipakai/digunakan. Perbedaan pendapat
(khilafiyah) di kalangan ulama terjadi saat menentukan apakah air musta’mal itu suci
dan mensucikan ataukah suci tetapi tidak mensucikan (muthohhir).
Dan perbedaan ini terjadi dikarenakan sudut pandang yang berbeda mengenai dalil
yang ada, dan dalil tersebut juga sama2 shahih. Jadi, tidak perlu diperdebatkan dan
diperuncing masalah perbedaan yang ada, yang penting sekarang adalah, menyikapi
perbedaan yang ada dengan sikap yang arif, seperti para Imam Madzhab yg muktabar
terdahulu menyikapi perbedaan pendapat di antara mereka.
Perbedaan pendapat (khilafiyah) yang ada mengenai “Air Musta’mal” adalah sebagai
berikut :
a. Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah suci Tetapi Tidak Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :
ض ِل ا ْل َم ْرأَ ِة َو ْليَ ْغتَ ِرفَا َج ِمي ًعا
ْ َض ِل ال َّر ُج ِل أَ ْو ال َّر ُج ُل بِف
ْ َسلَّ َم أَنْ تَ ْغت َِس َل ا ْل َم ْرأَةُ بِف
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِ سو ُل هَّللا
ُ نَ َهى َر
Dari seorang sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita (istri) mandi dengan air bekas mandi
laki-laki (suami), atau laki-laki (suami) mandi dengan air bekas mandi wanita (istri),
dan hendaknya mereka berdua menciduk air bersama-sama.” (Dikeluarkan oleh Abu
Dawud, An Nasa-i, dan sanad-sanadnya shahih)
Dalil di atas dengan jelas menggambarkan bahwa air bekas digunakan dilarang untuk
digunakan bersuci.
بٌ ُاَل يَ ْغت َِس ْل أَ َح ُد ُك ْم فِي ا ْل َما ِء الدَّائِ ِم َوه َُو ُجن
“Janganlah seseorang dari kalian mandi di air yang diam (tidak mengalir), sedang ia
dalam keadaan junub.”(HR. Muslim no. 283).
Ketika orang2 menanyakan : “Wahai Abu Hurairoh, lantas bagaimana ia harus
berbuat,”. Beliau menjawab : “Dengan menciduk”.
Dari hadits di atas dapat diambil pengertian, bahwa mandi mencebur dalam air dapat
menghilangkan sifat mensucikannya air itu sendiri.
b. Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah Suci dan Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :
ِ ض ِل َم ْي ُمونَةَ َر
ض َي هَّللا ُ َع ْن َها ْ َس ُل بِف
ِ َسلَّ َم َكانَ َي ْغت
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َوَ أَنَّ النَّبِ َّي
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mandi dengan air bekas mandinya Maimunah radiyallahu ‘anha. (HR. Muslim no.
323).
َ ضأ
َّ لِيَت ََو-صلى هللا عليه وسلم- فِى َج ْفنَ ٍة فَ َجا َء النَّبِ ُّى-صلى هللا عليه وسلم- اج النَّبِ ِّى ِ ض أَ ْز َو
ُ س َل بَ ْعَ َس قَا َل ا ْغتٍ َع ِن ا ْب ِن َعبَّا
ب ُ ُ « إِنَّ ا ْل َما َء الَ يَ ْجن-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو ُل هَّللا ُ فَقَا َل َر.سو َل هَّللا ِ إِنِّى ُك ْنتُ ُجنُبًا ُ س َل – فَقَالَتْ لَهُ يَا َر ِ َ» ِم ْن َها – أَ ْو يَ ْغت.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mandi di satu wadah besar. Lalu datang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau
mengambil air dari sisa mandi istrinya, atau beliau berkeinginan untuk mandi. Maka
salah satu istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tadi junub (dan itu sisa mandiku,
pen). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: Sesungguhnya air itu
tidak terpengaruh oleh junub.” (HR. Abu Daud no. 68, Tirmidzi no. 65, dan Ibnu
Majah no. 370)
سو ِل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – َج ِمي ًعا ُ ان َر ِ ضئُونَ فِى َز َم َ َِّكانَ ال ِّر َجا ُل َوالن
َّ سا ُء يَتَ َو
“Dulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam laki-laki dan perempuan,
mereka semua pernah menggunakan bekas wudhu mereka satu sama lain.” (HR.
Bukhari no. 193)
Hadits-hadits tersebut menerangkan tentang bolehnya menggunakan air musta’mal
untuk bersuci. Bagaimana hubungannya dengan hadits larangan mandi di air yang
tidak mengalir dan hadits larangan mandi air bekas mandi sebelumnya..?!
Untuk melakukan kompromi atas hadits-hadits tersebut di atas, maka ulama yang
mendukung pendapat air musta’mal bisa digunakan untuk bersuci mengatakan bahwa
“larangan” pada hadits yg berbicara tentang larangan mandi menggunakan air bekas
mandi di atas adalah larangan tanzih (makruh), tidak sampai hukum “haram”. Karena
hadits-hadits di atas mengenai larangan dan kebolehannya untuk bersuci sama-sama
shahih, maka harus dikompromikan.
Berarti mandi dengan air bekas mandi sebaiknya tidak dilakukan jika masih bisa
ditemukan air yang jauh lebih bersih. Tetapi, jika kondisi tidak memungkinkan, maka
air bekas boleh digunakan untuk bersuci dan bisa mensucikan. Menurut ilmu
kedokteran/kesehatan pun hal ini dilarang.
Selain itu larangan tersebut juga mengandung hikmah di dalamnya, yaitu kebersihan
lebih diutamakan dalam melakukan thoharoh (bersuci).
Hadits-hadits lain yang dianggap mendukung pendapat “air musta’mal” bisa
digunakan untuk bersuci” adalah sebagai berikut :
ِ س َح بِ َر ْأ
ْ َس ِه ِمنْ ف
ض ِل َما ٍء َكانَ فِى يَ ِد ِه َ َم-صلى هللا عليه وسلم- أَنَّ النَّبِ َّى.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengusap kepalanya dengan bekas air
wudhu yang berada di tangannya.”( HR. Abu Daud no. 130, hadits hasan, yang
menerangkan tentang cara wudhu’ Rasulullah)
Abu Juhaifah menceritakan:
ْص ْب ِم ْنهُ أَ َخ َذ ِمن
ِ ُس َح بِ ِه َو َمنْ لَ ْم ي َ ُاب ِم ْنه
َّ ش ْيئًا تَ َم َ صَ َضو َء فَ َمنْ أ َ َّضو ًءا فَ َرأَيْتُ الن
ُ اس يَ ْبتَ ِدرُونَ َذلِ َك ا ْل َو ُ َو َرأَيْتُ بِاَل اًل أَ ْخ َر َج َو
احبِ ِه
ِ ص َ َبلَ ِل َي ِد
“Aku melihat Bilal mengeluarkan air wudhu’, lalu aku melihat orang-orang bersegera
mendatangi air wudhu’ tersebut. Maka siapa yang mendapat sedikit darinya, ia pun
berwudhu’ dengannya, dan sesiapa yang tidak mendapatnya maka mereka mengambil
air tersebut dari basahan tangan sahabatnya yang lain.” (Hadis Riwayat Muslim no.
778)
Dari Abu Hudzaifah, beliau berkata,
ضوئِ ِه ُ ض ِل َو ْ َاس يَأْ ُخ ُذونَ ِمنْ ف
ُ َّ فَ َج َع َل الن، َ ضأ ُ فَأُتِ َى بِ َو، سو ُل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – بِا ْل َها ِج َر ِة
َّ ضو ٍء فَت ََو ُ َخ َر َج َعلَ ْينَا َر
س ُحونَ ِب ِهَّ فَيَتَ َم
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami di al Hajiroh,
lalu beliau didatangkan air wudhu untuk berwudhu. Kemudian para sahabat
mengambil bekas air wudhu beliau. Mereka pun menggunakannya untuk mengusap
(anggota wudhu).” (HR. Bukhari no. 187)
Imam Ibnu al-Mundzir rahimahullah ulama dari madzhab Asy-Syafi’i menyatakan:
وروى عن علي وابن عمر وأبي امامه وعطاء والحسن ومكحول والنخعي انهم قالوا فيمن نسى مسح رأسه فوجد في
قال ابن المنذر وهذا يدل على أنهم يرون المستعمل مطهرا قال وبه أقول:لحيته بلال يكفيه مسحه بذلك البلل
Diriwayatkan daripada ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah, ‘Atha’, al-Hasan, Makhul,
dan an-Nakha’i, bahawasannya mereka berkata:
“Sesiapa yang lupa membasuh kepalanya (ketika berwudhu’) kemudian ia mendapati
ada air yang membasahi janggutnya, maka cukuplah ia membasuh kepalanya dengan
air tersebut.” Beliau (Ibnu al-Mundzir) berkata lagi:
“Ini menunjukkan bahwa mereka menetapkan air musta’mal itu adalah menyucikan.
Dan dengan pendapat inilah aku berpegang.” (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab,
1/153)
Sebagai tambahan tentang air musta’mal bisa disimak dari hadits tentang adab-adab
wudhu yang diajarkan Utsman bin Affan, dari Humran maula Ustman bahwa dia
melihat Utsman meminta air wudhu:
سلَ ُه َما َ فَ َغ, فَأ َ ْف َر َغ َعلَى يَ َد ْي ِه ِمنْ إنَائِ ِه, ضو ٍء ُ أَنَّهُ َرأَى ُع ْث َمانَ َدعَا بِ َو: عَنْ ُح ْم َرانَ َم ْولَى ُع ْث َمانَ ْب ِن َعفَّانَ رضي هللاُ عنهما
َويَ َد ْي ِه إلَى ا ْل ِم ْرفَقَ ْي ِن, ً س َل َو ْج َههُ ثَالثا َ ثُ َّم َغ، ستَ ْنثَ َر
ْ ق َوا َ ستَ ْن
َ ش ْ ض َوا
َ ض َم ُ ثُ َّم أَد َْخ َل َي ِمينَهُ فِي ا ْل َو، ت
ْ ثُ َّم تَ َم, ضو ِء َ َث
ٍ الث َم َّرا
، ضوئِي َه َذا ُ ضأ ُ نَ ْح َو ُو َّ َرأَيْتُ النَّبِ َّي صلى هللا عليه وسلم يَتَ َو: ثُ َّم قَا َل, س َل ِك ْلتَا ِر ْجلَ ْي ِه ثَالثًا َ ثُ َّم َغ, س ِهِ س َح بِ َر ْأَ ثُ َّم َم, ثَالثًا
سهُ ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِمنْ َذ ْنبِ ِه َ ِّث ِفي ِه َما نَ ْف
ُ ال يُ َحد, صلَّى َر ْك َعتَ ْي ِن َ ثُم, ضوئِي َه َذا ُ ضأ َ نَ ْح َو ُو
ّ َمنْ تَ َو: َوقَا َل
Lalu dia menuangkan air dari bejana ke kedua telapak tangannya lalu mencuci
keduanya sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangan kanannya ke dalam
air wudhu lalu berkumur-kumur, istinsyaq (menghirup air ke hidung) dan istintsar
(mengeluarkannya). Kemudian dia mencuci wajahnya tiga kali lalu kedua tangan
sampai ke siku sebanyak tiga kali. Kemudian dia mengusap kepalanya lalu mencuci
kedua kakinya sebanyak tiga kali. Kemudian setelah selesai dia (Utsman) berkata,
“Saya melihat Nabi -shallallahu alaihi wasallam- berwudhu seperti wudhu yang saya
lakukan ini.” (Bukhori no.159,Muslim no.423).
Menurut hadits di atas, cara wudhu Rasulullah adalah memasukkan tangan ke dalam
bejana, yang menurut keterangan isi bejana tersebut 1 mud saja, kemungkinan besar
air bekas wudhu beliau masuk ke dalam bejana tersebut mengikuti tangan beliau yang
masuk lagi ke dalam bejana. Bukan dengan cara air dialirkan, tetapi tangan beliau
masuk lagi ke dalam bejana.
Karena saat memasukkan tangan itu air bekas wudhu bisa lagi masuk ke dalam bejana,
maka air dalam bejana tersebut bisa disebut air musta’mal. Ternyata air tersebut bisa
digunakan untuk berwudhu.
III. Air Yang Bercampur Dengan Barang Yang Suci
Hukumnya suci dan bisa digunakan untuk bersuci, berdasarkan dalil :
ْسا أَ ْو أَ ْكثَ َر ِمنْ َذلِكَ إِن
ً س ْلنَ َها ثَالَثًا أَ ْو َخ ْم
ِ س ْو ُل هللاِ ِحيْنَ تُ ُوفِّيَتْ اِ ْبنَتُهُ فَقَا َل ا ْغ َ عَنْ أُ ِّم َع ِطيَّةَ األَ ْن
ُ صا ِريَّ ِة قَالَتْ د ََخ َل َعلَ ْينَا َر
َ اج َع ْلنَ فِ ْي اآل ِخ َر ِة َكافُ ْو ًرا أَ ْو
ش ْيئًا ِمنْ َكافُ ْو ٍر ِ َرأَ ْيتُنَّ َذلِ َك ِب َما ٍء َو
ْ س ْد ٍر َو
Dari Ummu ‘Athiyyah Al-‘Anshoriyyah berkata: Rosululloh pernah masuk pada kami
ketika putrinya meninggal dunia seraya bersabda: Bersihkanlah tiga kali atau lima kali
atau lebih bila kalian memandang perlu dengan air dan daun bidara. Dan campurlah
basuhan terakhir dengan kafur (minyak wangi). (HR. Bukhori no.1258 dan
Muslimno.939).
ص َع ٍة فِ ْي َها أَثَ ُر ا ْل َع ِج ْي ِن ِ س َل ُه َو َو َم ْي ُم ْونَةُ ِمنْ إِنَا ٍء َو
ْ َاح ٍد فِ ْي ق ُ عَنْ أُ َّم هَانِ ٍئ قَالَتْ َرأَيْتُ َر
َ َس ْو َل هللاِ ا ْغت
Dari Ummu Hani’ berkata: “Saya melihat rasululloh pernah mandi bersama
Maimunah dari satu bejana yang tercampur tepung. (HR. Ibnu Khuzaimah (240),
Nasa’i (240), Ibnu Majah (378) Ibnu Hibban (227-Mawarid) dan Ahmad (6/342)
SHARE THIS:
Cetak
Surat elektronik
WhatsApp
16 RESPONS UNTUK ‘MACAM-MACAM AIR DALAM FIQIH
ISLAM’
1. GUS NOVAL
Suka
2. MOBIL DATSUN BANDUNG
Suka
3. AISYAH AYU E
Suka
4. IIS NOVITA
Suka
5. NURHIKMA ABIDIN
Maret 21, 2016 at 8:43 am
BALAS
Suka
o BAYANAANG
November 26, 2018 at 1:56 am
BALAS
air yang sudah berubah sifatnya dari air yang suci, semisal bercampur dengan najis
sehingga merubah rasa, warna dan baunya..
air musta’mal ada perbedaan pendapat tentangnya, ada yang mengatakan tidak boleh
digunakan bersuci dan ada yang mengatakan tetap bisa digunakan bersuci..
Semua keterangan saya sudah saya paparkan di dalam tulisan secara lengkap diserati
dalil2nya..
Suka
6. ABDULLAH SYAHRUL
Suka
o ALMUBAYYIN
Juli 29, 2016 at 12:41 am
BALAS
Suka
8. TERIMAKASIH
Kalo air yang ada ikan(di dalam kullah), apakah itu suci dan mensucikan?? Walaupun tidak
bau berasa dan berwarna saya masih ragu.
Suka
o BAYANAANG
Januari 23, 2017 at 12:47 am
BALAS
masih suci dan mensucikan karena tidak merubah sifat dari air tersebut..
Suka
9. REA
siplah
Suka
10. JANUAR ALDYY HERBIYANTO
bagus lahh
Suka
11. FAISAL
Artikelnya sangat membantu, lanjutkan bos apload yang labih banyak lagi supaya kami bisa
menambah ilmu pengetahuan kami…
Suka
13. PUTRI
Suka
TINGGALKAN BALASAN
Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan.Ruas yang wajib ditandai *
Komentar
Nama *
Email *
Situs Web
Cari untuk:
ARSIP
Agustus 2019
Juli 2019
Juni 2019
Januari 2019
November 2018
Mei 2018
April 2018
Maret 2018
Februari 2018
November 2017
Oktober 2017
September 2017
Juli 2017
Juni 2017
Mei 2017
April 2017
Maret 2017
Oktober 2016
September 2016
Agustus 2016
Juli 2016
Juni 2016
Mei 2016
April 2016
Maret 2016
Februari 2016
Januari 2016
Desember 2015
November 2015
Juli 2015
Juni 2015
Mei 2015
April 2015
Maret 2015
Februari 2015
Januari 2015
Desember 2014
November 2013
Oktober 2013
Januari 2013
Desember 2012
September 2011
Juli 2011
Juni 2011
April 2011
KATEGORI
Uncategorized
BLOG DI WORDPRESS.COM.