Anda di halaman 1dari 14

Lanjut ke konten

ALMUBAYYIN
DAKWAH IS MY LIFESTYLE
MENU

MACAM-MACAM AIR DALAM FIQIH ISLAM

Pada artikel yang saya tulis di bawah ini akan membahas Bab Air, sehubungan air
adalah alat untuk melakukan Thoharoh (bersuci) di dalam Islam. Air jenis apa saja
yang bisa digunakan untuk bersuci, dan air jenis apa yg tidak bisa digunakan untuk
bersuci.
Ada perbedaan pendapat di dalamnya, oleh karena itu akan saya kupas semua
perbedaan pendapat yang ada.
Tujuannya adalah agar kita bisa saling memahami dan memaklumi adanya perbedaan
pendapat tersebut, yang pada akhirnya bisa tetap menjaga ukhwah antar sesame
muslim dan mebuang segala bentuk sinisme serta permusuhan yang bisa
mengakibatkan hilangnya rasa persaudaraan kita.
Keep ukhuwah, kick permusuhan antar sesama muslim..
Macam-macam air :
I. Air Mutlak.
Adalah air yang suci, tidak tercampur apapun di dalamnya, sehingga bisa digunakan
untuk mensucikan. Seluruh ulama sepakat, bahwa air mutlak bisa digunakan untuk
bersuci. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Apa saja yang disebut
air mutlak ini..?
a. Air hujan, salju atau es, dan air embun, berdasarkan firman Allah Taala:
‫س َما ِء َما ًء لِيُطَ ِّه َر ُك ْم بِ ِه‬
َّ ‫َويُنَ ِّز ُل َعلَ ْي ُك ْم ِمنَ ال‬
Dan diturunkan-Nya padamu hujan dari langit buat menyucikanmu.(Al-Anfal: 11)
Dan firman-Nya:
‫س َما ِء َما ًء طَ ُهو ًرا‬ َّ ‫َوأَ ْن َز ْلنَا ِمنَ ال‬
Dan Kami turunkan dan langit air yang suci lagi mensucikan. (Al-Furqan:48)
Juga berdasarkan hadits Abu Hurairah katanya:
‫ يا رسول هللا! بأبي أنت وأمي؛‬:‫ فقلت‬.‫سلَّ َم إذا كبَّر في الصالة؛ سكتَ ُهنَيَّة قبل أن يقرأ‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫كان رسول هللا‬
‫ ” أقول‬:‫أرأيت سكوتك بين التكبير والقراءة؛ ما تقول؟ قال‬:
Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah membaca takbir di dalam sholat
diam sejenak sebelum membaca Al-Fatihah, maka saya tanyakan: Demi kedua
orangtuaku wahai Rasulullah! Apakah kiranya yang Anda baca ketika berdiamkan diri
di antara takbir dengan membaca Al-Fatihah? Rasulullah pun menjawab:
َ‫ض ِمن‬ ُ َ‫ب األَ ْبي‬ ُ ‫الخطَايَا َك َما يُنَقَّى الثَّ ْو‬َ َ‫ اللَّ ُه َّم نَقِّنِي ِمن‬،‫ب‬
ِ ‫ق َوال َم ْغ ِر‬ ْ ‫ َك َما َبا َعدْتَ بَيْنَ ال َم‬،‫ي‬
ِ ‫ش ِر‬ َ ‫للَّ ُه َّم بَا ِع ْد َب ْينِي َوبَيْنَ َخ‬
َ ‫طايَا‬
‫ج َوالبَ َر ِد‬ ِ ‫ي بِا ْل َما ِء َوالثَّ ْل‬
َ ‫س ْل َخطَايَا‬ ِ ‫ اللَّ ُه َّم ا ْغ‬،‫س‬
ِ َ‫ال َّدن‬
Saya membaca: Ya Allah, jauhkanlah daku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau
inenjauhkan Timur dan Barat. Ya Allah bersihkanlah daku sebagaimana
dibersihkannya kain yang putih dan kotoran. Ya Allah, sucikanlah daku dan
kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun. (HR. Al-Bukhari no. 744 dan
Muslim no. 1353)
b. Air laut, berdasarkan hadits Abu Hurairah katanya:
‫سأل رجل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال يا رسول هللا إنا نركب البحر وتحمل معنا القليل من الماء أفنتوضأ بماء‬
‫البحر فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
Seorang laki-laki menanyakan kepada Rasulullah, katanya: Ya Rasulullah, kami biasa
berlayar di lautan dan hanya membawa air sedikit. Jika kami pakai air itu untuk
berwudhuk, akibatnya kami akan kehausan, maka bolehkah. kami berwudhuk dengan
air laut? Berkatalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
ُ‫ ا ْل ِح ُّل َم ْيتَتُه‬،ُ‫ه َُو الطَّ ُه ْو ُر َما ُؤه‬
Laut itu airnya suci lagi mensucikan, dan bangkainya halal dimakan. (Diriwayatkan
Malik dalam Al-Muwatho’ (1/22) Syafi’i dalam Al-Umm (1/16) Ahmad (2/237,361, 392)
Abu Daud (83) Tirmidzi (69) Nasa’i (59) Ibnu Majah (386) Darimi (735) Ibnu
Huzaimah (111) Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo’ (43) Al-Hakim dalam Al-Mustadrok
(505))
Berkata Turmudzi: Hadits ini hasan lagi shahih, dan ketika kutanyakan kepada
Muhammad bin Ismail al-Bukhari tentang hadits ini, jawabnya ialah: Hadits itu
shahih.
c. Air telaga, sumur dan sejenisnya karena apa yang diriwayatkan dan Ali : Artinya:
َ ‫ضأ‬ َّ ‫ش ِر َب ِم ْنهُ َوت ََو‬ َ َ‫س ِج ٍّل ِمنْ َما ِء َز ْمزَ َم ف‬ ِ ِ‫سلَّ َم َدعَا ب‬ َ ‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ِ‫سو َل هللا‬ ُ ‫إِنَّ َر‬
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta seember penuh dan air
zamzam, lalu diminumnya sedikit dan dipakainya buat berwudhuk. (HR Imam Ahmad
dalam Musnadnya (I/76))
Atau hadits :
ِ َ‫ض َولَ ْح ُم ا ْل ِكال‬
ُ‫ب َوالنَّ ْتن‬ ُ َ‫ضا َع ٍة َو ِه َي بِ ْئ ُر يُ ْط َر ُح فِ ْي َها ا ْل ِحي‬ َ ُ‫ضأ ُ ِمنْ بِ ْئ ِر ب‬
َّ ‫س ْو ِل هللاِ أَنَتَ َو‬
ُ ‫ي أَنَّهُ قِ ْي َل لِ َر‬ َ ‫عَنْ أَبِ ْي‬
ِّ ‫س ِع ْي ٍد ا ْل ُخ ْد ِر‬
Dari Abu Said Al-Khudry berkata: Rosululloh pernah ditanya: Bolehkan kita bewudhu
dari air Budho’ah yaitu sumur yang padanya terdapat kain darah haidh, kotoran dan
daging anjing?
‫سهُ ش َْي ٌء‬ ُ ‫ط ُهو ٌر اَل يُنَ ِّج‬َ ‫فَقَا َل ا ْل َما ُء‬
Maka bersabdalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : Air itu suci lagi mensucikan, tak
satu pun yang akan menajisinya. (Ahmad dalam Musnadnya (3/15, 31, 86) Abu Daud
(96) Tirmidzi (66) Nasa’i (324) Daruqutni (1/30-32)).
Hadits tersebut disebut hadits Bi’ru Bidho’ah (Telaga Bidho’ah).
d. Air yang berobah disebabkan lama tergenang atau tidak mengalir, atau disebabkan
bercampur dengan apa yang menurut ghalibnya tak terpisah dari air seperti kiambang
dan daun-daun kayu, maka menurut kesepakatan ulama, air itu tetap termasuk air
mutlak. Alasan mengenai air semacam ini ialah bahwa setiap air yang dapat disebut air
secara mutlak tanpa kait, boleh dipakai untuk bersuci. Firman Allah Taala:
َ ‫فَلَ ْم ت َِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
‫ص ِعيدًا طَيِّبًا‬
lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); (Al-Maidah: 6)
II. Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang sudah dipakai/digunakan. Perbedaan pendapat
(khilafiyah) di kalangan ulama terjadi saat menentukan apakah air musta’mal itu suci
dan mensucikan ataukah suci tetapi tidak mensucikan (muthohhir).
Dan perbedaan ini terjadi dikarenakan sudut pandang yang berbeda mengenai dalil
yang ada, dan dalil tersebut juga sama2 shahih. Jadi, tidak perlu diperdebatkan dan
diperuncing masalah perbedaan yang ada, yang penting sekarang adalah, menyikapi
perbedaan yang ada dengan sikap yang arif, seperti para Imam Madzhab yg muktabar
terdahulu menyikapi perbedaan pendapat di antara mereka.
Perbedaan pendapat (khilafiyah) yang ada mengenai “Air Musta’mal” adalah sebagai
berikut :
a. Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah suci Tetapi Tidak Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :
‫ض ِل ا ْل َم ْرأَ ِة َو ْليَ ْغتَ ِرفَا َج ِمي ًعا‬
ْ َ‫ض ِل ال َّر ُج ِل أَ ْو ال َّر ُج ُل بِف‬
ْ َ‫سلَّ َم أَنْ تَ ْغت َِس َل ا ْل َم ْرأَةُ بِف‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ُ ‫نَ َهى َر‬
Dari seorang sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita (istri) mandi dengan air bekas mandi
laki-laki (suami), atau laki-laki (suami) mandi dengan air bekas mandi wanita (istri),
dan hendaknya mereka berdua menciduk air bersama-sama.” (Dikeluarkan oleh Abu
Dawud, An Nasa-i, dan sanad-sanadnya shahih)
Dalil di atas dengan jelas menggambarkan bahwa air bekas digunakan dilarang untuk
digunakan bersuci.
‫ب‬ٌ ُ‫اَل يَ ْغت َِس ْل أَ َح ُد ُك ْم فِي ا ْل َما ِء الدَّائِ ِم َوه َُو ُجن‬
“Janganlah seseorang dari kalian mandi di air yang diam (tidak mengalir), sedang ia
dalam keadaan junub.”(HR. Muslim no. 283).
Ketika orang2 menanyakan : “Wahai Abu Hurairoh, lantas bagaimana ia harus
berbuat,”. Beliau menjawab : “Dengan menciduk”.
Dari hadits di atas dapat diambil pengertian, bahwa mandi mencebur dalam air dapat
menghilangkan sifat mensucikannya air itu sendiri.
b. Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah Suci dan Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :
ِ ‫ض ِل َم ْي ُمونَةَ َر‬
‫ض َي هَّللا ُ َع ْن َها‬ ْ َ‫س ُل بِف‬
ِ َ‫سلَّ َم َكانَ َي ْغت‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ‫أَنَّ النَّبِ َّي‬
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mandi dengan air bekas mandinya Maimunah radiyallahu ‘anha. (HR. Muslim no.
323).
َ ‫ضأ‬
َّ ‫ لِيَت ََو‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ فِى َج ْفنَ ٍة فَ َجا َء النَّبِ ُّى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اج النَّبِ ِّى‬ ِ ‫ض أَ ْز َو‬
ُ ‫س َل بَ ْع‬َ َ‫س قَا َل ا ْغت‬ٍ ‫َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬
‫ب‬ ُ ُ‫ « إِنَّ ا ْل َما َء الَ يَ ْجن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬.‫سو َل هَّللا ِ إِنِّى ُك ْنتُ ُجنُبًا‬ ُ ‫س َل – فَقَالَتْ لَهُ يَا َر‬ ِ َ‫» ِم ْن َها – أَ ْو يَ ْغت‬.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mandi di satu wadah besar. Lalu datang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau
mengambil air dari sisa mandi istrinya, atau beliau berkeinginan untuk mandi. Maka
salah satu istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tadi junub (dan itu sisa mandiku,
pen). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: Sesungguhnya air itu
tidak terpengaruh oleh junub.” (HR. Abu Daud no. 68, Tirmidzi no. 65, dan Ibnu
Majah no. 370)
‫سو ِل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – َج ِمي ًعا‬ ُ ‫ان َر‬ ِ ‫ضئُونَ فِى َز َم‬ َ ِّ‫َكانَ ال ِّر َجا ُل َوالن‬
َّ ‫سا ُء يَتَ َو‬
“Dulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam laki-laki dan perempuan,
mereka semua pernah menggunakan bekas wudhu mereka satu sama lain.” (HR.
Bukhari no. 193)
Hadits-hadits tersebut menerangkan tentang bolehnya menggunakan air musta’mal
untuk bersuci. Bagaimana hubungannya dengan hadits larangan mandi di air yang
tidak mengalir dan hadits larangan mandi air bekas mandi sebelumnya..?!
Untuk melakukan kompromi atas hadits-hadits tersebut di atas, maka ulama yang
mendukung pendapat air musta’mal bisa digunakan untuk bersuci mengatakan bahwa
“larangan” pada hadits yg berbicara tentang larangan mandi menggunakan air bekas
mandi di atas adalah larangan tanzih (makruh), tidak sampai hukum “haram”. Karena
hadits-hadits di atas mengenai larangan dan kebolehannya untuk bersuci sama-sama
shahih, maka harus dikompromikan.
Berarti mandi dengan air bekas mandi sebaiknya tidak dilakukan jika masih bisa
ditemukan air yang jauh lebih bersih. Tetapi, jika kondisi tidak memungkinkan, maka
air bekas boleh digunakan untuk bersuci dan bisa mensucikan. Menurut ilmu
kedokteran/kesehatan pun hal ini dilarang.
Selain itu larangan tersebut juga mengandung hikmah di dalamnya, yaitu kebersihan
lebih diutamakan dalam melakukan thoharoh (bersuci).
Hadits-hadits lain yang dianggap mendukung pendapat “air musta’mal” bisa
digunakan untuk bersuci” adalah sebagai berikut :
ِ ‫س َح بِ َر ْأ‬
ْ َ‫س ِه ِمنْ ف‬
‫ض ِل َما ٍء َكانَ فِى يَ ِد ِه‬ َ ‫ َم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫أَنَّ النَّبِ َّى‬.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengusap kepalanya dengan bekas air
wudhu yang berada di tangannya.”( HR. Abu Daud no. 130, hadits hasan, yang
menerangkan tentang cara wudhu’ Rasulullah)
Abu Juhaifah menceritakan:
ْ‫ص ْب ِم ْنهُ أَ َخ َذ ِمن‬
ِ ُ‫س َح بِ ِه َو َمنْ لَ ْم ي‬ َ ُ‫اب ِم ْنه‬
َّ ‫ش ْيئًا تَ َم‬ َ ‫ص‬َ َ‫ضو َء فَ َمنْ أ‬ َ َّ‫ضو ًءا فَ َرأَيْتُ الن‬
ُ ‫اس يَ ْبتَ ِدرُونَ َذلِ َك ا ْل َو‬ ُ ‫َو َرأَيْتُ بِاَل اًل أَ ْخ َر َج َو‬
‫احبِ ِه‬
ِ ‫ص‬ َ ‫َبلَ ِل َي ِد‬
“Aku melihat Bilal mengeluarkan air wudhu’, lalu aku melihat orang-orang bersegera
mendatangi air wudhu’ tersebut. Maka siapa yang mendapat sedikit darinya, ia pun
berwudhu’ dengannya, dan sesiapa yang tidak mendapatnya maka mereka mengambil
air tersebut dari basahan tangan sahabatnya yang lain.” (Hadis Riwayat Muslim no.
778)
Dari Abu Hudzaifah, beliau berkata,
‫ضوئِ ِه‬ ُ ‫ض ِل َو‬ ْ َ‫اس يَأْ ُخ ُذونَ ِمنْ ف‬
ُ َّ‫ فَ َج َع َل الن‬، َ ‫ضأ‬ ُ ‫ فَأُتِ َى بِ َو‬، ‫سو ُل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – بِا ْل َها ِج َر ِة‬
َّ ‫ضو ٍء فَت ََو‬ ُ ‫َخ َر َج َعلَ ْينَا َر‬
‫س ُحونَ ِب ِه‬َّ ‫فَيَتَ َم‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami di al Hajiroh,
lalu beliau didatangkan air wudhu untuk berwudhu. Kemudian para sahabat
mengambil bekas air wudhu beliau. Mereka pun menggunakannya untuk mengusap
(anggota wudhu).” (HR. Bukhari no. 187)
Imam Ibnu al-Mundzir rahimahullah ulama dari madzhab Asy-Syafi’i menyatakan:
‫وروى عن علي وابن عمر وأبي امامه وعطاء والحسن ومكحول والنخعي انهم قالوا فيمن نسى مسح رأسه فوجد في‬
‫ قال ابن المنذر وهذا يدل على أنهم يرون المستعمل مطهرا قال وبه أقول‬:‫لحيته بلال يكفيه مسحه بذلك البلل‬
Diriwayatkan daripada ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah, ‘Atha’, al-Hasan, Makhul,
dan an-Nakha’i, bahawasannya mereka berkata:
“Sesiapa yang lupa membasuh kepalanya (ketika berwudhu’) kemudian ia mendapati
ada air yang membasahi janggutnya, maka cukuplah ia membasuh kepalanya dengan
air tersebut.” Beliau (Ibnu al-Mundzir) berkata lagi:
“Ini menunjukkan bahwa mereka menetapkan air musta’mal itu adalah menyucikan.
Dan dengan pendapat inilah aku berpegang.” (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab,
1/153)
Sebagai tambahan tentang air musta’mal bisa disimak dari hadits tentang adab-adab
wudhu yang diajarkan Utsman bin Affan, dari Humran maula Ustman bahwa dia
melihat Utsman meminta air wudhu:
‫سلَ ُه َما‬ َ ‫ فَ َغ‬, ‫ فَأ َ ْف َر َغ َعلَى يَ َد ْي ِه ِمنْ إنَائِ ِه‬, ‫ضو ٍء‬ ُ ‫ أَنَّهُ َرأَى ُع ْث َمانَ َدعَا بِ َو‬: ‫عَنْ ُح ْم َرانَ َم ْولَى ُع ْث َمانَ ْب ِن َعفَّانَ رضي هللاُ عنهما‬
‫ َويَ َد ْي ِه إلَى ا ْل ِم ْرفَقَ ْي ِن‬, ً ‫س َل َو ْج َههُ ثَالثا‬ َ ‫ ثُ َّم َغ‬، ‫ستَ ْنثَ َر‬
ْ ‫ق َوا‬ َ ‫ستَ ْن‬
َ ‫ش‬ ْ ‫ض َوا‬
َ ‫ض َم‬ ُ ‫ ثُ َّم أَد َْخ َل َي ِمينَهُ فِي ا ْل َو‬، ‫ت‬
ْ ‫ ثُ َّم تَ َم‬, ‫ضو ِء‬ َ َ‫ث‬
ٍ ‫الث َم َّرا‬
، ‫ضوئِي َه َذا‬ ُ ‫ضأ ُ نَ ْح َو ُو‬ َّ ‫ َرأَيْتُ النَّبِ َّي صلى هللا عليه وسلم يَتَ َو‬: ‫ ثُ َّم قَا َل‬, ‫س َل ِك ْلتَا ِر ْجلَ ْي ِه ثَالثًا‬ َ ‫ ثُ َّم َغ‬, ‫س ِه‬ِ ‫س َح بِ َر ْأ‬َ ‫ ثُ َّم َم‬, ‫ثَالثًا‬
‫سهُ ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِمنْ َذ ْنبِ ِه‬ َ ‫ِّث ِفي ِه َما نَ ْف‬
ُ ‫ ال يُ َحد‬, ‫صلَّى َر ْك َعتَ ْي ِن‬ َ ‫ ثُم‬, ‫ضوئِي َه َذا‬ ُ ‫ضأ َ نَ ْح َو ُو‬
ّ ‫ َمنْ تَ َو‬: ‫َوقَا َل‬
Lalu dia menuangkan air dari bejana ke kedua telapak tangannya lalu mencuci
keduanya sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangan kanannya ke dalam
air wudhu lalu berkumur-kumur, istinsyaq (menghirup air ke hidung) dan istintsar
(mengeluarkannya). Kemudian dia mencuci wajahnya tiga kali lalu kedua tangan
sampai ke siku sebanyak tiga kali. Kemudian dia mengusap kepalanya lalu mencuci
kedua kakinya sebanyak tiga kali. Kemudian setelah selesai dia (Utsman) berkata,
“Saya melihat Nabi -shallallahu alaihi wasallam- berwudhu seperti wudhu yang saya
lakukan ini.” (Bukhori no.159,Muslim no.423).
Menurut hadits di atas, cara wudhu Rasulullah adalah memasukkan tangan ke dalam
bejana, yang menurut keterangan isi bejana tersebut 1 mud saja, kemungkinan besar
air bekas wudhu beliau masuk ke dalam bejana tersebut mengikuti tangan beliau yang
masuk lagi ke dalam bejana. Bukan dengan cara air dialirkan, tetapi tangan beliau
masuk lagi ke dalam bejana.
Karena saat memasukkan tangan itu air bekas wudhu bisa lagi masuk ke dalam bejana,
maka air dalam bejana tersebut bisa disebut air musta’mal. Ternyata air tersebut bisa
digunakan untuk berwudhu.
III. Air Yang Bercampur Dengan Barang Yang Suci
Hukumnya suci dan bisa digunakan untuk bersuci, berdasarkan dalil :
ْ‫سا أَ ْو أَ ْكثَ َر ِمنْ َذلِكَ إِن‬
ً ‫س ْلنَ َها ثَالَثًا أَ ْو َخ ْم‬
ِ ‫س ْو ُل هللاِ ِحيْنَ تُ ُوفِّيَتْ اِ ْبنَتُهُ فَقَا َل ا ْغ‬ َ ‫عَنْ أُ ِّم َع ِطيَّةَ األَ ْن‬
ُ ‫صا ِريَّ ِة قَالَتْ د ََخ َل َعلَ ْينَا َر‬
َ ‫اج َع ْلنَ فِ ْي اآل ِخ َر ِة َكافُ ْو ًرا أَ ْو‬
‫ش ْيئًا ِمنْ َكافُ ْو ٍر‬ ِ ‫َرأَ ْيتُنَّ َذلِ َك ِب َما ٍء َو‬
ْ ‫س ْد ٍر َو‬
Dari Ummu ‘Athiyyah Al-‘Anshoriyyah berkata: Rosululloh pernah masuk pada kami
ketika putrinya meninggal dunia seraya bersabda: Bersihkanlah tiga kali atau lima kali
atau lebih bila kalian memandang perlu dengan air dan daun bidara. Dan campurlah
basuhan terakhir dengan kafur (minyak wangi). (HR. Bukhori no.1258 dan
Muslimno.939).
‫ص َع ٍة فِ ْي َها أَثَ ُر ا ْل َع ِج ْي ِن‬ ِ ‫س َل ُه َو َو َم ْي ُم ْونَةُ ِمنْ إِنَا ٍء َو‬
ْ َ‫اح ٍد فِ ْي ق‬ ُ ‫عَنْ أُ َّم هَانِ ٍئ قَالَتْ َرأَيْتُ َر‬
َ َ‫س ْو َل هللاِ ا ْغت‬
Dari Ummu Hani’ berkata: “Saya melihat rasululloh pernah mandi bersama
Maimunah dari satu bejana yang tercampur tepung. (HR. Ibnu Khuzaimah (240),
Nasa’i (240), Ibnu Majah (378) Ibnu Hibban (227-Mawarid) dan Ahmad (6/342)
 

IV. Air Yang Bercampur Najis


Ada dua pendapat sehubungan dengan air yang bercampur dengan najis ini.
1.Pendapat yang mengatakan bahwa : air menjadi najis karena tercampuri najis jika
air itu sedikit, walaupun tidak merubah bau, rasa, atau warna air tersebut. Pendapat
ini dipegang oleh Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Hambali.
Masalah jumlah air yang sedikit tersebut, berapa batasannya..?! ada dua pendapat
juga mengenai batasan jumlah air tersebut.
Sedikitnya air menurut Abu Hanifah adalah air yang jika digerakkan di satu ujung
wadahnya, maka ujung lainnya juga ikut bergerak.
Adapun sedikitnya air menurut madzhab Syafi’i dan Ahmad (Hanabilah) adalah air
yang kurang dua kullah. Ini sesuai hadits :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫إِ َذا بَلَ َغ ا ْل َما ُء قُلَّتَ ْي ِن لَ ْم يَ ْح ِم ِل ا ْل َخبَ َث‬
“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran
(najis).” (HR. Ad Daruquthni)
Dalam riwayat lain disebutkan,
‫سهُ ش َْى ٌء‬ ْ ‫إِ َذا بَلَ َغ ا ْل َما ُء قُلَّتَ ْي ِن لَ ْم يُنَ ِّج‬
“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak ada sesuatupun yang menajiskannya.
” (HR. Ibnu Majah” dan Ad Darimi)
Hadits tersebut memang ada yang memandang hadits mudhthorib (simpang
siur/kacau) dari sisi sanad (perawi) maupun matan (materi). Tetapi ada pula yang
mengatakan shahih. Diantara ulama yang menshahihkan hadits ini adalah Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnu Mandzah, At Thohawi, An Nawawi, Adz Dzahabi, Ibnu
Hajar, Asy Suyuthi, Ahmad Syakir, dll.
2. Pendapat yang mengatakan bahwa : jika air tidak merubah bau, rasa, atau
warnanya, maka air tersebut tidak najis (suci).
Ini adalah pula pendapat dan Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Hasan Basri, Ibnul
Musaiyab, Ikrimah, Ibnu Abi Laila, Tsauri, Daud Azh-Zhahiri, Nakhai, Malik dan lain-
lain.
Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi :
َ ‫ضى بَ ْولَهُ أَ َم َر النَّبِ ُّي‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬ َ َ‫سلَّ َم فَلَ َّما ق‬ َ ‫اس فَنَ َها ُه ْم النَّبِ ُّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ َّ‫س ِج ِد فَ َز َج َرهُ الن‬ َ ‫َجا َء أَ ْع َرابِ ٌّي فَبَا َل فِي‬
ْ ‫طائِفَ ِة ا ْل َم‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ب ِمنْ َما ٍء؛ فَأ ُ ْه ِري‬ ٍ ‫سلَّ َم ِب َذنُو‬َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
“Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang
menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia
telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan
setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu.” (HR. Bukhari no. 221 dan
Muslim no. 284)
Dari hadits di atas, bisa diambil kesimpulan, bahwa air yang sedikit tetapi bisa
menghilangkan bau, rasa dan warnanya, maka air tersebut bisa mensucikan.
Atau hadits :
‫ُث فِي ِه‬ ُ ‫س ٍة ت َْحد‬ َ ‫يحهُ أَ ْو طَ ْع ُمهُ أَ ْو لَ ْونُهُ بِنَ َجا‬ ُ ‫َولِ ْلبَ ْي َهقِ ِّي ا ْل َما ُء طَ ُهو ٌر إاَّل إنْ تَ َغيَّ َر ِر‬
Dalam riwayat Al Baihaqi, “Air itu thohur (suci dan mensucikan) kecuali jika air
tersebut berubah bau, rasa, atau warna oleh najis yang terkena padanya.” (Baihaqi
dalam Sunan Kubro (1/260) Daruqutni dalam Sunannya (1/28-29))
‫َي ٌء إاَّل َما َغلَ َب‬ ْ ‫سهُ ش‬ ُ ‫سلَّ َم إنَّ ا ْل َما َء اَل يُنَ ِّج‬َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬ِ ‫َوعَنْ أَبِي أُ َما َمةَ ا ْلبَا ِهلِ ِّي َر‬
‫ض َّعفَهُ أَبُو َحاتِ ٍم‬ َ ‫اج ْه َو‬َ ‫َعلَى ِري ِح ِه َوطَ ْع ِم ِه َولَ ْونِ ِه أَ ْخ َر َجهُ ابْنُ َم‬
Dari Abu Umamah al-Bahily Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang dapat
menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat merubah bau, rasa atau warnanya.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan dianggap lemah oleh Ibnu Hatim.
Bagian pertama hadits adalah shahih, sedangkan bagian akhirnya adalah dho’if.
Ungkapan “Sesungguhnya air tidak ada sesuatupun yang menajiskannya” telah ada
dasarnya di hadits bi’ru bidho’ah.
Dalil-dalil tersebut menerangkan yang menjadikannya najis adalah jika air telah
berubah bau, rasa atau warnanya oleh najis. jika tidak merubahnya maka air tersebut
tetap suci.
________________________________________________________________
Setelah kita mengetahui jalan pengambilan pendapat (istinbath) para ulama di atas,
maka kita akan mengetahui bahwa perbedaan yang ada itu muncul dari perbedaan
sudut pandang para Imam Madzhab atas dalil yang ada. Selama dalil tersebut adalah
shahih, maka tidak masalah perbedaan itu terjadi. Dan di atas telah disajikan
bagaimana perbedaan yang ada ternyata masing-masing pihak juga sama-sama
mengambil dari dalil yang shahih.
Jadi, jangan lagi kita mempermasalahkan perbedaan (khilafiyah) yang ada. Tetapi
marilah kita mulai memperbaiki cara pandang kita terhadap perbedaan yang ada.
Dari cara pandang yang sinis dan tidak suka terhadap pendapat yang berbeda dengan
kita, menjadi cara pandang yang bijaksana yang diliputi kasih sayang dan kecintaan
terhadap sesama muslim.
Keep Ukhuwah, Kick Permusuhan…
Iklan

LAPORKAN IKLAN INI

SHARE THIS:

 Facebook

 Twitter

 Cetak

 Surat elektronik

 WhatsApp

16 RESPONS UNTUK ‘MACAM-MACAM AIR DALAM FIQIH
ISLAM’
1. GUS NOVAL 

Januari 7, 2015 at 7:20 am


BALAS
siiipp……bersama,emang tidak selalu harus sama

Suka
2. MOBIL DATSUN BANDUNG 

Mei 27, 2015 at 3:37 am


BALAS

terimakasih ustadz untuk postingannya..

Suka
3. AISYAH AYU E 

November 24, 2015 at 8:47 am


BALAS

makasihh atas infonya kakak

Suka
4. IIS NOVITA 

Februari 29, 2016 at 12:44 am


BALAS

Syukron, sangat membantu,

Suka
5. NURHIKMA ABIDIN 
Maret 21, 2016 at 8:43 am
BALAS

air ap semua yang tdak bisa dipakai bersuci

Suka
o BAYANAANG 
November 26, 2018 at 1:56 am
BALAS

air yang sudah berubah sifatnya dari air yang suci, semisal bercampur dengan najis
sehingga merubah rasa, warna dan baunya..
air musta’mal ada perbedaan pendapat tentangnya, ada yang mengatakan tidak boleh
digunakan bersuci dan ada yang mengatakan tetap bisa digunakan bersuci..
Semua keterangan saya sudah saya paparkan di dalam tulisan secara lengkap diserati
dalil2nya..

Suka
6. ABDULLAH SYAHRUL 

Juli 28, 2016 at 1:00 pm


BALAS

Sangat membantu, Jazaakumullah khairan

Suka
o ALMUBAYYIN 
Juli 29, 2016 at 12:41 am
BALAS

wa iyyakum jazakumulloh khairan..


Suka
7. SALI 

Desember 19, 2016 at 1:24 am


BALAS

Matur suwun semoga bermanfaat bagi saya amiin

Suka
8. TERIMAKASIH 

Januari 22, 2017 at 12:57 pm


BALAS

Kalo air yang ada ikan(di dalam kullah), apakah itu suci dan mensucikan?? Walaupun tidak
bau berasa dan berwarna saya masih ragu.

Suka
o BAYANAANG 
Januari 23, 2017 at 12:47 am
BALAS

masih suci dan mensucikan karena tidak merubah sifat dari air tersebut..

Suka
9. REA 

Juli 24, 2017 at 11:21 am


BALAS

siplah
Suka
10. JANUAR ALDYY HERBIYANTO

Agustus 5, 2017 at 1:53 pm


BALAS

bagus lahh

Suka
11. FAISAL 

Desember 15, 2017 at 2:42 pm


BALAS

Artikelnya sangat membantu, lanjutkan bos apload yang labih banyak lagi supaya kami bisa
menambah ilmu pengetahuan kami…

Disukai oleh 1 orang


12. RAHMATFIRDAUS 

Desember 19, 2017 at 5:42 pm


BALAS

sangat berguna trmksh

Suka
13. PUTRI 

Oktober 5, 2018 at 4:08 am


BALAS
Sngat brgna bgi sya
trmksh

Suka
TINGGALKAN BALASAN
Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan.Ruas yang wajib ditandai *
Komentar 

Nama * 
Email * 
Situs Web 

 Beri tahu saya komentar baru melalui email.


 Beritahu saya pos-pos baru lewat surat elektronik.

Cari untuk:

ARSIP

 Agustus 2019
 Juli 2019
 Juni 2019
 Januari 2019
 November 2018
 Mei 2018
 April 2018
 Maret 2018
 Februari 2018
 November 2017
 Oktober 2017
 September 2017
 Juli 2017
 Juni 2017
 Mei 2017
 April 2017
 Maret 2017
 Oktober 2016
 September 2016
 Agustus 2016
 Juli 2016
 Juni 2016
 Mei 2016
 April 2016
 Maret 2016
 Februari 2016
 Januari 2016
 Desember 2015
 November 2015
 Juli 2015
 Juni 2015
 Mei 2015
 April 2015
 Maret 2015
 Februari 2015
 Januari 2015
 Desember 2014
 November 2013
 Oktober 2013
 Januari 2013
 Desember 2012
 September 2011
 Juli 2011
 Juni 2011
 April 2011
KATEGORI

 Uncategorized
BLOG DI WORDPRESS.COM.

Anda mungkin juga menyukai