Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi diarahkan untuk membawa rakyat pada


peningkatan kesejahteraan yang lebih baik, dan hal ini bukanlah merupakan suatu
pekerjaan yang mudah. Pembangunan ekonomi adalah salah satu pilar penting
untuk mencapaipeningkatan kesejahteraan rakyat (Harmadi, 2007).
Ekonomisendiri bicara mengenai 3 konsep penting yang saling terkait, yaitu
keterbatasan sumberdaya, pilihan, dan pengambilan keputusan ekonomi, yang
dapat menghantarkan kita pada tercapainya kesejahteraan rakyat yang optimal.
Seperti kita ketahui pembangunan menjadikan rakyat sebagai subjek sekaligus
juga sebagai objek dari pembangunan itu sendiri. Pembangunan tidak akan ada
artinya tanpa rakyat karena tidak mungkin dilaksanakan tanpa rakyat. Di samping
itu pembangunan memang ditujukan untuk rakyat.
Sudah jelas bahwa manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan.
Kini proses pembangunan suatu bangsa tidak lagidapat dipahami secara terbatas
pada pertumbuhan ekonomisemata, namun harus pula memuat di dalamnya proses
pembangunan manusia yang mencakup tiga aspek: pendidikan, kesehatan dan
ekonomi.
Ukuran yang dipergunakan dalam mengevaluasi perkembangan
pembangunan manusia suatu bangsa ialah kemiskinan. Jika pembangunan
manusia dipahami sebagai kumpulan berbagai upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia, maka kemiskinan justru dipahami harus diturunkan.
Salah satu tujuan dari Rencana Pembangunan Indonesia adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan sendiri diukur dari seberapa
banyak rakyat yang dapat hidup layak. Mereka yang tidak dapat hidup layak akan
masuk ke dalam kemiskinan. Secara absolut, penduduk dikatakan miskin ketika
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya (basicneeds) seperti pangan,
sandang, papan dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengakses berbagai
pelayanan dasar seperti air bersih, sanitasi, transportasi umum, fasilitas kesehatan,
dan pendidikan. Ketidakmampuan yang menjerumuskan penduduk ke dalam
kemiskinan tersebut disebabkan oleh kemampuan daya beli yang tidak memadai.
Secara ekonomi, daya beli penduduk sangat tergantung pada keterlibatan
secara aktif penduduk di pasar kerja. Penduduk yang aktif bekerja memproduksi
barang/jasa akan memperoleh timbal balik dari perusahaan tempatnya bekerja
berupa upah/gaji. Sebaliknya mereka yang tidak aktif bekerja dalam angkatan
kerja akan menjadi pengangguran yang akan menjadi beban bagi diri dan
keluarganya.
Salah satu tantangan besar bangsa ini adalah menciptakan lapangan kerja
atau usaha yang layak (decent work) bagi angkatan kerja yang besar dan
cenderung terus meningkat karena perubahan struktur umur penduduk. Tantangan
tersebut mencakup dua hal sekaligus, yaitu penciptaan lapangan pekerjaan baru
bagi angkatan kerja yang belum bekerja dan peningkatan produktivitas kerja bagi
mereka yang sudah bekerja sehingga memperoleh imbalan kerja yang memadai
untuk dapat hidup layak (decent living).
Tantangan itu sangat besar untuk dihadapi oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Walaupun demikian, peran yang dimainkan pihak pemerintah
dapat sangat menentukan melalui pembangunan yang secara sadar dan konsisten
dirancang berbasis ketenagakerjaan, serta dalam menciptakan iklim yang kondusif
bagi investasi.Pengangguran dapat dilihat sebagai akibat dari tidak bekerjanya
pasar tenaga kerja dengan baik. Dari sisi penawaran,secara umum di Indonesa
mengalami masalah labor market missmatch. Sedangkan dari sisi permintaan, ada
keterbatasan daya serap pasar tenaga kerja.
Pengangguran senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk usia kerja. Tingginya angka pengangguran tidak hanya
menimbulkan masalah-masalah dibidang ekonomi saja, melainkan juga
menimbulkan berbagai masalah dibidang sosial seperti kemiskinan dan kerawanan
sosial.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) Menurut Umur

TPAK atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah salah satu ukuran
ketenegakerjaan yang banyak digunakan. Pengukuran TPAK dilakukan dengan
cara menghitung jumlah absolut seluruh angkatan kerja dibagi dengan seluruh
tenaga kerja atau penduduk usia kerja kemudian dikalikan 100. Jika TPAK 75
persen, artinya terdapat 75 orang angkatan kerja, yaitu mereka yang bekerja dan
sedang mencari pekerjaan, setiap 100 orang tenaga kerja. Berdasarkan TPAK kita
dapat melakukan perkiraan, berapa besar penduduk usia kerja yang berpartisipasi
dalam aktivitas ekonomi.
Gambaran dalam Grafik 2.1 memperlihatkan, ternyata TPAK di pedesaan
jauh lebih tinggi dalam semua tingkatan umur. Keadaan seperti itu, paling tidak
telah terjadi sejak lebih dari tigapuluh tahun yang lalu (Secha dan Trisilo, 1990).
Hal ini merupakan bukti, tentang lebih banyaknya penduduk usia kerja di
pedesaan yang memasuki dunia kerja dibandingkan dengan yang bersekolah, atau
yang hanya mengurus rumah tangga serta kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya
bukan kerja dan mencari pekerjaan.
Lebih tingginya TPAK pedesaan dibandingkan dengan perkotaan, paling
tidak dapat ditafsirkan dari dua sisi. Pertama, dilihat dari etos kerja, mungkin
masyarakat desa lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk perkotaan, sehingga
mereka kebanyakan bergiat dalam aktivitas ekonomi. Kedua, bisa pula mereka
masuk ke dunia kerja karena terpaksa, akibat adanya himpitan kehidupan yang
begitu kuat, sehingga mau tidak mau mereka harus bekerja agar dapat bertahan
hidup.
Grafik 1. TPAK Menurut Kelompok Umur di Pedesaan dan Perkotaan Indonesia,
2004

Sumber: BPS (2005), hasil Sakernas 2004

Alasan yang terakhir sepertinya lebih masuk akal, sebab kalau di lihat
berdasarkan struktur umur, ternyata TPAK di pedesaan lebih tinggi pada semua
kelompok umur. Hal ini berarti, ada “pengerahan” tenaga kerja mulai dari pekerja
yang masih muda, sudah dewasa, sampai yang telah tua, untuk selalu melakukan
berbagai aktivitas ekonomi dengan cara melakukan pekerjaan dan mencari
pekrjaan apa saja, yang penting dapat menghidupi dirinya serta keluarganya.
Tersirat pula adanya kecenderungan yang berbeda antara di pedesaan dan
di perkotaan. Di Pedesaan walaupun umur sudah beranjak tua, mereka harus tetap
bekerja. Hal ini terlihat engan makin merenggangnya garis TPAK antara di
pedesaan dan perkotaan, yang mulai terjadi pada kelompok umur 35-39 tahun ke
atas (Grafik 1). Mungkin hal ini berkaitan dengan tanggung jawab dari mereka
yang sudah memiliki keluarga dan punya anak, sehingga pada umur ini harus
bekerja ekstra guna membiayai sekolah anak-anaknya.
2.2. TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) Menurut Tingkat
Pendidikan

Seperti halnya TPAK yang didasarkan pada kelompok umur, pola TPAK yang
didasarkan pada pengelompokkan tingkat pendidikan pun, seperti nampak pada Grafik
2.2, juga merupakan gambaran umum di Indonesia, dan telah terjadi sejak beberapa tahun
ke belakang (Setiawan, 2002). Ternyata pada semua jenjang pendidikan, TPAK di
pedesaan lebih tinggi dari perkotaan.
Informasi baik yang diperoleh dari Grafik 4.2 adalah rendahnya TPAK dari
kelompok yang tidak sekolah, jika dibandingkan dengan kelompok tingkat pendidikan
lainnya. Kondisi seperti itu, selain terjadi di pedesaan, terjadi pula di daerah perkotaan.
Rendahnya TPAK di sini, jika kembali melihat pembahasan terdahulu, sebagai akibat
sedikitnya angkatan kerja yang tidak sekolah, yang diperkirakan berasal dari angkatan
kerja generasi tua.
Pada segmen pendidikan SLTP ada kecenderungan yang sama antara pedesaan
dan perkotaan, yaitu memiliki TPAK yang rendah, bahkan yang terendah diantara
kelompok yang pernah menamatkan pendidikan formalnya. Sementara pada pendidikan
yang lebih rendah, yaitu tidak tamat SD, dan tamat SD, TPAK-nya malah lebih tinggi.
Grafik 2. TPAK Menurut Tingkat Pendidikan di Pedesaan dan Perkotaan
Indonesia, 2004

Sumber: BPS (2005), hasil Sakernas 2004,

Pertanyaan yang muncul adalah, apakah lebih tingginya TPAK pada


pendidikan SD disebabkan masih banyaknya yang drop out dari SD, serta sebab
lebih banyaknya lulusan SD yang tidak melanjutkan ke SLTP, atau karena sudah
lebih banyak lulusan SLTP yang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
tinggi, sehingga banyak tenaga kerja SLTP yang tidak bisa lagi digolongkan
sebagai angkatan kerja. Harapannya tentu saja jatuh pada kemungkinan yang
kedua, atau lebih banyak lulusan SLTP yang melanjutkan ke SLTA, bukannya
disebabkan lebih banyaknya anak SD yang tidak menamatkan pendidikannnya,
atau lulus SD tetapi tidak melanjutkan sekolah.
Hasil penelusuran Setiawan (2005), terhadap struktur penganggur dan
tingkat pengangguran memperlihatkan, bahwa tingkat pengangguran di pedesaan
lebih rendah dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Hal tersebut berarti,
secara relative angkatan kerja di desa lebih banyak yang bekerja dibandingkan
dengan angkatan kerja yang ada di perkotaan. Jadi TPAK di desa tinggi, karena
banyak disumbang oleh mereka yang telah kerja dibandingkan yang masih
mencari pekerjaan.
2.3. Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun
yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang
sedang aktif mencari pekerjaan. Angkatan kerja dikelompokkan menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Mereka yang bekerja penuh adalah angkatan kerja yang aktif
menyumbangkan tenaganya dalam kegiatan produksi.
2. Pengangguran terbuka atau open unemployment adalah mereka yang sama
sekali tidak bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan (sewaktu-waktu siap
bekerja).
3. Setengah menganggur atau under unemployment adalah mereka yang
bekerja tidak sesuai dengan pendidikan/keahliannya atau tidak menggunakan
sepenuh tenaganya karena kekurangan lapangan perkerjaan. Contoh : Seorang
sarjana bekerja tidak sesuai dengan pendidikannya.
4. Pengangguran tersembunyi/tersamar atau disebut disguise employment,
artinya suatu pekerjaan dikerjakan oleh pekerja yang berlebihan sehingga mereka
tidak bekerja maksimal.

2.4. Karakteristik Tenaga Kerja Indonesia

Indonesia sebagai Negara yang besar tentunya memiliki angkatan kerja


yang sangat besar. Lalu, struktur pasar tenaga kerja di Indonesia pun berubah
relatif cepat. Berikut Pembahasan mengenai keadaan pasar kerja Indonesia dan
karakteristik pekerja Indonesia.
Bagaimana keadaan pasar kerja di Indonesia?
Secara umum pasar kerja Indonesia ditandai oleh lapangan kerja yang
dualistik yaitu lapangan kerja formal dan informal; tingkat pengangguran yang
tinggi dan kualitas tenaga kerja yang rendah.
Bagaimana karakteristik tenaga kerja yang ada di Indonesia?
Dalam table 1, Anda bisa melihat karakteristik dasar tenaga kerja
Indonesia sejak tahun 1997 hingga 2010.
Table 1. Karakteristik Dasar Ketenagakerjaan Indonesia (1997 - 2010)
Populasi & Angkatan Kerja 1997 2001 2004 2007 2010
Pendudukan ≥ 15 Thn (jutaan) 135,07 144,03 153,92 164,12 172,07
Angkatan Kerja (jutaan) 89,60 98,81 103,97 109,94 116,53
Tingkat Partisipasi Angkatan
66,3% 68,6% 67,6% 67% 67,7%
Kerja (TPAK)
Bekerja   (jutaan) 85,41 90,81 93,72 99,93 108,21
Tingkat Partisipasi Kerja (TPK) 95,3% 91,9% 90,1% 90,9% 92,9%
Pengangguran Terbuka (jutaan) 4,19 8,00 10,25 10,01 8,32
Tingkat Pengangguran Terbuka
4.70% 8.10% 9.90% 9.10% 7.10%
(TPT)
Setengah Pengangguran (Jutaan) - - - - -
(0* Jam/Minggu) 1,69 2,48 2,27 2,35 2,49
( 1 - 14 Jam/Minggu) 5,95 4,28 4,24 5,22 5,78
(15 - 24 Jam/Minggu) 11,34 10,05 9,80 9,98 12,48
(24 - 34 Jam/Minggu) 14,65 13,40 13,91 14,17 15,01

Angkatan kerja Indonesia selama 1997 - 2010 tumbuh sebesar 26,13%


dengan rata-rata pertumbuhan 2,01% /tahun. Tingkat partisipasi angkatan kerja
juga mengalami sedikit kenaikan, dari 66,3% tahun 1997 menjadi 67,7% tahun
2010. Kenaikan jumlah angkatan kerja dan tingkat partisipasi angkatan kerja ini
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk. Sedang pertumbuhan penduduk yang
bekerja selama periode tersebut mencapai sekitar 23,2% dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 1,78% /tahunnya.
Bagaimana perbandingan tingkat partisipasi kerja dan tingkat
pengangguran di Indonesia?
Tingkat partisipasi kerja tahun 1996, setahun sebelum krisis ekonomi
mencapai 94,9%, sedang tingkat pengangguran mencapai 5,1%. Saat krisis
ekonomi berlangsung, tingkat partisipasi kerja terus mengalami penurunan hingga
mencapai 88,8%, sebaliknya tingkat penggangguran terbuka meningkat mencapai
11,2% tahun 2005. Untuk lebih jelasnya, kita bisa melihat table dibawah ini.
Table 2. Trend Pengangguran 2000 - 2010 (juta)

Secara perlahan tingkat partisipasi kerja kemudian kembali meningkat


hingga mencapai 92,86% seiring menurunnya tingkat pengangguran terbuka yang
mencapai 7,1% pada tahun 2010.
Pengertian tingkat partisipasi kerja sebesar 92,86% disini menunjukkan
bahwa setiap 100 orang yang aktif di pasar kerja, 93 di antaranya bekerja,
sementara 7 sisanya merupakan pencari kerja alias (menganggur). Situasi ini
menyebabkan pengangguran selalu ditemukan dalam pasar kerja.

2.5. Pengangguran

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama
seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang
layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau
para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang
mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan
masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan
dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran
konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per
kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal
istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa
dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

2.6. Akibat pengangguran

Bagi perekonomian negara


1. Penurunan pendapatan perkapita.
2. Penurunan pendapatan pemerintah yang berasal dari sektor pajak.
3. Meningkatnya biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.
Bagi masyarakat
1. Pengangguran merupakan beban psikologis dan psikis.
2. Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan, karena tidak
digunakan apabila tidak bekerja.
3. Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengkajian dan hasil analisis terhadap kondisi ketenagakerjaan dan


tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Indonesia, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
1. Tenaga kerja yang bermukim di pedesaan jumlahnya lebih banyak dibandingkan
dengan di perkotaan. Pada umumnya mereka berumur muda, yaitu antara 15-39
tahun, baik di daerah pedesaan maupun diperkotaan. Namun jika dilihat dari
pendidikannya, tenaga kerja di pedesaan memiliki tingkat yang lebih rendah
dibandingkan dengan perkotaan.
2. Selain tenaga kerja, angkatan kerja pedesaan pun jumlahnya lebih banyak
dibandingkan perkotaan. Struktur umur dari angkatan kerja sedikit lebih tua (20-
44 tahun) dibandingkan dengan tenaga kerja, kondisi tersebut hampir sama antara
pedesaan dan perkotaan. Struktur pendidikan angkatan kerja pedesaan
mengelompok pada tingkatan SLTP ke bawah, sementara di kota berpendidikan
antara SD dan SLTA.
3. Walaupun dari segi pendidikan angkatan kerja pedesaan kualitasnya di bawah
perkotaan, namun kalau di lihat dari aspek partisipasi angkatan kerja, ternyata
memiliki TPAK yang lebih tinggi dari perkotaan Lebih tingginya TPAK.
4. Alm
3.2. Saran

Kepada pemerintah daerah, sebaiknya pembangunan di meratakan sampai


ke pelosok desa, dan membuka lapangan kerja baru guna mengurangi begitu
banyaknya pengangguran di Indonesia. Buat para pembaca, kami ucapkan mohon
maaf apabila terdapat banyak kekurangan dalam tulisan ini, untuk itu saran dan
kritik yang sifatnya membangun kami harapkan untuk kesepurnaan penulisan
lainnya.
Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2003. Data dan Informasi kemiskinan.


Badan Pusat Statistik. 2005. Keadaan Angkatan Kerja.
Manning, Chris. 1987. “Penyerapan Tenaga Kerja di Pedesaan Jawa: Pelajaran
Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak, dan Prospeknya di Masa Depan”,
Seminar Strategi Pembangunan Pedesaan.
Ratri, 2012. Angkatan Kerja Dan Pengguran.
Setiawan, Nugraha. 1998. Profil Kependudukan Propinsi Jawa Barat 1997.
Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan.
Setiawan, Nugraha. 2000. “Desentralisasi Perencanaan Tenaga Kerja: Masalah
Pemahaman Konsep, Data dasar, dan Pembuatan Asumsi”, Jurnal
Kependudukan,
Setiawan, Nugraha. 2005. Struktur Umur serta Tingkat Pendidikan Penganggur
Baru dan Tingkat Pengangguran di Indonesia. Bandung: Pusat Penelitian
Kependudukan dan SDM Unpad.
Ekonomi Sumber Daya Manusia

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Oleh :
Kelompok III
Much. Miftah Arif E 321 10 186
Alfin Susanto E 321 10 189
Nurhilal Lapodo E 321 11
Jein Susana Arumpone E 321 11
Desi Astriani E 321 11
Lilis Andiani E 321 11
Wesly Ade P. E 321 11
Nur Syafa’ah E 321 11

Program Studi Agribisnis


Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako
2013

Anda mungkin juga menyukai