PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu : penyediaan
informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Akuntansi sektor publik
merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat
informasi bagi publik. Bagi pemerintah, informasi akuntansi digunakan dalam
proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan strategik, pembuatan
program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja. Akuntabilitas
sektor publik berhubungan dengan praktik transparansi dan pemberian informasi
kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Pengawasan adalah salah
satu dari tiga aspek Good Corporate Governance yang menjadi salah satu agenda
reformasi sektor publik di Indonesia. Setelah adanya perubahan asas yang dianut
oleh Indonesia dari dekonsentrasi menjadi desentralisasi (otonomi daerah)
membuat wewenang yang dimiliki oleh pemerintah daerah menjadi lebih luas dari
sebelumnya. Luasnya wewenang dari pemerintah daerah ini sangat mungkin
menimbulkan salah guna wewenang apabila tidak diawasi. Oleh karena itu, peran
dari badan pemeriksa baik internal maupun eksternal menjadi lebih besar dalam
mencegah terjadinya kecurangan oleh pemerintah daerah.
Pemerintah Indonesia memiliki beberapa bentuk pengawasan, salah
satunya adalah pengawasan oleh auditor. Terdapat pemisahan fungsi auditor yaitu
auditor internal dan eksternal. Di Indonesia, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
sebagai lembaga pemegang peran auditor eksternal yang bertugas memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Kegiatan yang diawasi oleh
BPK adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain
yang mengelola keuangan negara.
Pemegang peran auditor internal pemerintah atau biasa disebut dengan
APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) yaitu BPKP (Badan Pengawasan
evaluasi,
pemantauan,
dan
kegiatan
pengawasan
lain
terhadap
hasil
analisis
yang
objektif,
penilaian-penilaian,
rekomendasi-
Menteri
Negara
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
dan
kompetensi
lainnya
yang
diperlukan
untuk
pelanggaran yang dilakukan klien. Selain itu AAA Financial Accounting Committe
(2000) dalam Christiawan (2003:83) menyatakan bahwa Kualitas audit
ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan independensi. Selanjutnya menurut
Hidayat (2011) selain kompetensi dan independensi kualitas auditor juga
dipengaruhi oleh profesionalisme.
Kompetensi dan independensi merupakan standar yang harus dipenuhi
oleh seorang auditor untuk dapat melakukan audit dengan baik, namun belum
tentu auditor yang memiliki kedua hal tersebut akan memiliki komitmen untuk
melakukan audit dengan baik. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung,
profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai
tanggungjawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan objektivitas
mereka (Nugrahaningsih, 2005).
Namun pada saat ini keberadaan auditor internal dirasa kurang berfungsi
secara optimal karena masih banyak ditemukan hasil pemeriksaan, pengawasan
dan pembinaan yang dilakukan auditor internal yang kurang mendapatkan respon
baik dari pemerintah daerah. Independensi dari auditor internal masih sangat
terganggu dari sistem tata pemerintahan sebagai akibat instansi pengawasan
seperti Inspektorat di daerah dimana pimpinannya masih merupakan satuan kerja
pemerintah daerah. Dampak dari terganggunya independensi auditor internal juga
berpengaruh kepada kompetensi dari auditor sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pokok
bahasan dalam makalah ini bagaimana Kompetensi dan Independensi Auditor
Internal
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui Kompetensi
a. Manfaat Akademisi
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah literature serta
memberi acuan bagi rekan-rekan mahasiswa lain tentang Kompetensi dan
Independensi Auditor Internal
b. Manfaat Praktis
Melalui penulisan makalah ini, diharapkan menjadi sumber informasi yang
bermanfaat bagi pengambil kebijakan tentang Kompetensi dan Independensi
Auditor Internal
BAB II
PEMBAHASAN
Kompetensi dan independensi merupakan standar yang harus dipenuhi
oleh seorang auditor untuk dapat melakukan audit dengan baik. APIP sebagai
pengawas intern pemerintah merupakan salah satu unsur manajemen pemerintah
yang penting dalam rangka mewujudkan good governance dan clean government.
Peran APIP ini dapat terwujud jika didukung dengan auditor yang profesional dan
kompeten dengan hasil audit yang intern yang semakin berkualitas.
2.1. Kompetensi
2.1.1. Definisi Kompetensi
Menurut Websters Ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam Sri
lastanti (2005) secara harfiah mendefinisikan kompetensi sebagai ketrampilan dari
seorang ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat
ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang
diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Adapaun pengertian kompetensi
menurut pandangan beberapa ahli adalah sebagai berikut:
objektif.
Bedard (1986) dalam Sri lastanti (2005) mengartikan keahlian atau
kompetensi
sebagai
seseorang
yang
memiliki
pengetahuan
dan
Dalam standar audit APIP disebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh
orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Dengan
demikian, auditor belum memenuhi persyaratan jika ia tidak memiliki pendidikan
dan pengalaman yang memadai dalam bidang audit. Dalam audit pemerintahan,
auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan atau keahlian
bukan hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal yang
menyangkut pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan
pemerintah.
Berkenaan dengan hal tersebut Bedard (1986) dalam Lastanti (2005:88)
mengartikan kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan
ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.
Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam
bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan
formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktek audit (SPAP,2011).
Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis maupun pendidikan umum.
Dengan demikian auditor harus memiliki kompetensi dalam pelaksanaan
pengauditan agar dapat menghasilkan audit yang berkualitas.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh
seseorang, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Auditor intern pemerintah menerapkan
pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta pengalaman yang diperlukan dalam
pelaksanaan layanan pengawasan intern.
Untuk menerapkan prinsip Kompetensi, auditor intern pemerintah wajib:
a. Memberikan layanan yang dapat diselesaikan sepanjang memiliki
pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta pengalaman yang
diperlukan;
b. Melakukan pengawasan sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia; dan
c. Terus-menerus meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas
pelaksanaan tugasnya, baik yang diperoleh dari pendidikan formal,
pelatihan, sertifikasi, maupun pengalaman kerja.
Kompetensi
Umum
Dorongan untuk
berprestasi
Pemikiran Analitis
Orientasi
Pengguna
Mampu memenuhi
permintaan pengguna
dan memastikan
apakah jasa/pelayan
yang diberikan
tersebut telah sesuai
dengan yang
dibutuhkan pengguna
Mampu memenuhi
standar prestasi atau
target yang telah
ditetapkan oleh
manajemen/ pimpinan
Mampu membuat
suatu perubahan
spesifik dalam sistem
atau metode kerja
untuk meningkatkan
presatsi kerja
Mampu membuat
situasi atau ide yang
kompleks menjadi
jelas, sederhana, dan
mudah dimengerti
dengan menyusun
suatu penjelasan yang
berarti. Mampu
menyampaikan
observasi atau
pengetahuan yag ada
dengan sederhana.
Mampu memadukan
ide-ide dan informasi
dan membuat
ganbaran yang lebih
besar menjadi lebih
lengkap dan jelas
Mempunyai inisiatif
untuk mencari tahu
kebutuhan
jasa/pelayanan apa
yang diinginkan dan
bisa menyesuaikan
jasa/pelayanan
tersebut dengan
Kerja sama
Manajemen stres
Komitmen
organisasi
Mampu bekerjasama
dengan orang lain
serta peduli dengan
tugas dan
permasalahan orang
lain dengan cara
memberikan saran,
masukan, bahan
pertimbangan, atau
solusi
Mampu bekerja dalam
situasi yang penuh
tekanan dan
keterbatasan dengan
menerapkan metode
bekerja sesuai standar
Memiliki kemampuan
dan kemauan untuk
menyelaraskan
perilaku
pribadi
dengan
kebutuhan,
prioritas, dan sasaran
organisasi
kebutuhan pengguna
Memiliki rasa
tanggung jawab
terhadap tigas,
permasalaahan dan
kemajuan kelompok
serta mengajak orang
lain untuk terlibat
didalam kegiatan
kelompok
Mampu menangani
pekerjaan sehari-hari
dengan percaya diri,
mudah beradaptasi
terhadap perubahan
dan kebutuhan.
Mampu menunjukkan
kelenturan pada
waktu dihadapkan
pada tugas yang sulit
atau berbeda pada
saat yang bersamaan.
Mampu menunjukkan
kinerja dalam situasi
yang mendesak
(darurat, periode
yang sangat
sibuk,tenggat waktu)
Memiliki
kemampuan
dan
kemauan
untuk
mendukung
organisasi
secara
aktif serta berusaha
menjaga
dan
menampilkan
citra
organisasi yang baik.
mencerminkan
profesionalismenya,
baik
pada
saat
sedang
3) Kompetensi kumulatif
Artinya kompetensi pada tingkat atau jenjang jabatan Auditor yang lebih
tinggi merupakan kumulatif dari kompetensi pada tingkat atau jenjang
jabatan Auditor di bawahnya ditambah dengan kompetensi spesifik di
jabatannya.
Peran APIP yang efektif dapat terwujud jika didukung dengan Auditor
yang profesional dan kompeten dengan hasil audit intern yang semakin
berkualitas. Dalam rangka mewujudkan hasil audit intern yang berkualitas
diperlukan suatu ukuran mutu yang sesuai dengan mandat penugasan masingmasing APIP. Oleh karena itu setiap APIP wajib mempertahankan kompetensi nya
melalui pendidikan dan pelatihan profesional yang berkelanjutan guna menjamin
kompetensi
yang
dimiliki
sesuai
dengan
kebutuhan
pengawasan
dan
persyaratan
administrasi
lainnya
seperti
kepangkatan
dan
selama proses tersebut. Auditor tidak menganggap bahwa manajemen adalah tidak
jujur, namun juga tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak
dipertanyakan lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, auditor tidak
harus puas dengan bukti yang kurang persuasif karena keyakinannya bahwa
manajemen adalah jujur.
Selanjutnya dalam pernyataan standar umum pertama dalam SPKN
menyatakan bahwa Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan
profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. Dengan
Pernyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi pemeriksa bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para
pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi
pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan
berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa
dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai.
Dalam lampiran 2 SPKN disebutkan bahwa: Pemeriksa yang ditugasi
untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus secara
kolektif memiliki: Pengetahuan tentang Standar Pemeriksaan yang dapat
diterapkan terhadap jenis pemeriksaan yang ditugaskan serta memiliki latar
belakang pendidikan, keahlian dan pengalaman untuk menerapkan pengetahuan
tersebut dalam pemeriksaan yang dilaksanakan; Pengetahuan umum tentang
lingkungan entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan)
(paragraf 10) dan Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus
memiliki keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip
akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang diperiksa
(paragraf 11).
Kompetensi yang diperlukan dalam proses audit tidak hanya berupa
penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan
terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses
dalam
melaksanakan
pemeriksaan.
Untuk
mempertahankan
sikap
mental
independen
seringkali
dapat
APIP
bertanggung
jawab
kepada
pimpinan
Pimpinan
APIP
harus
melaporkan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah
ke
Daerah
tingkat
yang
Pimpinan
memungkinkan
melaporkan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah
kepada
Daerah.
Contoh
Pimpinan
pelaporan
b) Objektivitas Auditor
Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta
menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, dan
melaporkan penugasan yang dilakukannya.
pribadi.
Persaingan
kepentingan
tersebut
dapat
atau
ketidakpatutan.
Konflik
kepentingan
dapat
mengakibatkan
pemeriksa
membatasi
lingkup
pertanyaan
dan
pemeriksanya
apabila
memiliki
gangguan
pribadi
terhadap
diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa, dalam posisi
yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan terhadap entitas
atau program yang diperiksa.
b. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak
langsung pada entitas atau program yang diperiksa.
c. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang
diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
d. Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang
diperiksa.
e. Terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan obyek
pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi, pengembangan
sistem, menyusun dan/atau mereviu laporan keuangan entitas atau program
yang diperiksa.
f. Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan
suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi
berat sebelah
2.2.4. Tantangan dalam menjaga Independensi
Selain gangguan Auditor internal juga menghadapi tantangan dalam
menjaga independensi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Auditor internal memiliki konflik peran yang melekat (inherent conflict).
Konflik peran meliputi kontradiksi potensial antara peran audit dan peran
jasa konsultasi manajemen, perbedaan potensial antara arahan organisasi
profesional mereka, dan tuntutan manajemen organisasi. Konflik peran
dapat
terjadi
antara
auditor
yang
cenderung
mempertahankan
tidak nyaman dalam bekerja dan bisa menurunkan motivasi kerja. Hal ini
berdampak negatif terhadap perilaku individu seperti timbulnya ketegangan
kerja, banyaknya terjadi perpindahan, penurunan kepuasan kerja sehingga
bisa menurunkan kinerja auditor secara keseluruhan (Fanani et al. 2008).
b. Peningkatan kemungkinan terjadinya ambiguitas (ketidakjelasan) peran.
Hal ini dipacu oleh adanya kondisi yang kompleks dan perubahan dalam
lingkungan operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan
perubahan peraturan dan teknologi. Ambiguitas peran tersebut dapat
menciptakan ketegangan kerja yang dapat melemahkan kemampuan auditor
internal untuk mempertahankan komitmen independensi profesionalnya
(Ahmad dan Taylor 2009). Ambiguitas peran mengurangi tingkat kepastian
apakah informasi yang diperoleh dalam pemeriksaan telah obyektif dan
relevan. Ketidakjelasan informasi terkait dengan peran dapat meyebabkan
ambiguitas peran (Yung-Tai dan Chen-Hua 2010). Rizzo et al. (1970)
menyatakan bahwa ambiguitas peran menunjukkan ambivalensi saat apa
yang diharapkan tidak jelas karena kekurangan informasi mengenai suatu
peran dan apa yang dibutuhkan dalam suatu tugas.
Pernyataan standar umum kedua dalam SPKN adalah: Dalam semua hal
yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi,
ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Dengan
pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya
bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian
rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak
oleh pihak manapun.
2.3.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai independensi sudah cukup banyak dilakukan baik itu
dalam negeri maupun luar negeri dengan menggunakan berbagai ukuran. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Lauw Tjun Tjun, Elyzabet Indrawati Marpaung
Kompetensi dan Independensi Internal Auditor
dan Santy Setiawan (2012), dengan judul penelitian nya Pengaruh Kompetensi
dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit, kompetensi dapat dilihat
melalui berbagai sudut pandang, namun dalam penelitian ini menggunakan
kompetensi dari sudut pandang auditor individual, hal ini dikarenakan auditor
adalah subyek yang melakukan audit secara langsung dan berhubungan langsung
dalam proses audit sehingga diperlukan kompetensi yang baik untuk
menghasilkan
audit
yang
konstruk yang
dikemukakan oleh De Angelo (1981), kompetensi diproksikan dalam dua hal yaitu
pengetahuan dan pengalaman, dan independensi diukur dengan cara menanyakan
lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor dan
pemberian jasa non audit. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa secara parsial
kompetensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit
sedangkan Independensi Auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit. Secara simultan Kompetensi dan Independensi Auditor
berpengaruh terhadap kualitas audit.
Penelitian empiris yang dilakukan oleh Sourour Hazami - Ammar, PhD
(2015) dengan judul Critical Analysis of Internal Audit Independence :
International Literature menjelaskan tentang konsep independensi auditor
internal dengan membandingkan antara independensi yang dibangun dari sudut
pandang sosial dengan independensi yang dianggap sebagai sebuah mitos dan
seberapa besar peran komite audit dalam membangun independensi auditor
internal. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa independensi auditor internal
dibangun berdasarkan konteks yang diberikan, ada ataupun tidak adanya komite
audit, auditor internal harus independen dan berkompeten. Auditor internal harus
mampu mengatasi masalah dalam berbagai situasi. Dalam hasil penelitian nya
disebutkan bahwa The independence of internal audit is a myth in the sense that
the internal auditor is in a dependent position toward management. Pernyataan
ini mendukung konsep independensi yang menyatakan bahwa internal auditor
hanya dapat melaksanakan independensi dalam menjalankan aktivitasnya yaitu
hanya independence in fact, hal ini dikarenakan internal auditor terpengaruh oleh
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1) Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama
semakin strategis dan bergerak mengikuti kebutuhan zaman. APIP
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arens, A.A. dan Loebbecke. 2008. Auditing Pendekatan Terpadu. Salemba Empat.
Jakarta.
Amin Widjaja Tunggal. 2008. Memahami Internal Auditing. Jakarta: Harvarindo.
Budi, Sasongko. Basuki dan Hendaryanto. 2004. Internal Auditor Da Dilema
Etika. SNA VII.