Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi keuangan yang

bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik

oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut IFRS, ada empat

karakteristik terpenting yang harus ada dalam laporan keuangan yakni dapat

dipahami, relevan (relevance), keandalan dan dapat diperbandingkan. Keempat

karakteristik tersebut sangatlah sulit untuk diukur, sehingga para pemakai

informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor independen untuk

memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut memang relevan dan dapat

diandalkan serta dapat meningkatkan kepercayaan semua pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Singgih dan Bawono, 2010). Auditor

independen juga sering disebut sebagai akuntan publik.

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Guna

menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka dalam melaksanakan

tugas auditnya, auditor harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yakni standar umum, standar pekerjaan

lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan

kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan

auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam

melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar


2

pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya

yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk

menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara

keseluruhan (Elfarini, 2007).

Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel harus disikapi dengan

serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran

eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki komitmen bersama untuk

menegakkan good governance dan clean government.

Beberapa hal yang terkait dengan kebijakan untuk mewujudkan good

governance pada sektor publik antara lain meliputi penetapan standar etika dan

perilaku aparatur pemerintah, penetapan struktur organisasi dan proses

pengorganisasian yang secara jelas mengatur tentang peran dan tanggung jawab

serta akuntabilitas organisasi kepada publik, pengaturan sistem pengendalian

organisasi yang memadai, dan pelaporan eksternal yang disusun berdasarkan

sistem akuntansi yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar,

karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya pengelolaan (bad governance) dan

buruknya birokrasi (Sunarsip, 2001).

Menurut Mardiasmo (2005), terdapat tiga aspek utama yang mendukung

terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan,


3

pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control)

adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem

dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi

dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi

professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan

standar yang ditetapkan.

Salah satu unit yang melakukan audit/pemeriksaan terhadap pemerintah

daerah adalah inspektorat daerah. Menurut Falah (2005), inspektorat daerah

mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah

daerah dan tugas lain yang diberikan kepala daerah, sehingga dalam tugasnya

inspektorat sama dengan auditor internal.

Audit internal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang

merupakan bagian dari organisasi yang diawasi (Mardiasmo, 2005). Menurut

Boynton (dalam Rohman, 2007), fungsi auditor internal adalah melaksanakan

fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang

independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan

organisasi yang dilakukan. Selain itu, auditor internal diharapkan pula dapat lebih

memberikan sumbangan bagi perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam rangka

peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian auditor internal pemerintah


4

daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya

akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

Peran dan fungsi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota secara umum

diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007. Dalam

pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan

pemerintahan, Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai

berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan

dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan

penilaian tugas pengawasan.

Berkaitan dengan peran dan fungsi tersebut, Inspektorat Kabupaten Ogan

Ilir sebagaimana yang diatur mempunyai tugas pokok membantu Kepala Daerah

dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah di bidang pengawasan. Tugas pokok

tersebut adalah untuk: pertama, merumuskan kebijaksanaan teknis di bidang

pengawasan; kedua, menyusun rencana dan program di bidang pengawasan;

ketiga, melaksanakan pengendalian teknis operasional pengawasan; dan keempat,

melaksanakan koordinasi pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan.

Struktur organisasi Inspektorat Kota terdiri dari Inspektur, Sekretariat,

Inspektur Pembantu Wilayah (Irban), dan kelompok jabatan fungsional. Namun

demikian, saat ini struktur kelompok jabatan fungsional belum sepenuhnya terisi

karena masih minimnya jumlah pegawai pada Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir.

Dengan demikian, kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat

Kabupaten Ogan Ilir saat ini masih menjadi sorotan, karena masih banyaknya

temuan audit yang tidak terdeteksi oleh aparat inspektorat sebagai auditor internal,
5

akan tetapi ditemukan oleh auditor eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK).

Audit pemerintahan merupakan salah satu elemen penting dalam

penegakan good government. Namun demikian, praktiknya sering jauh dari yang

diharapkan. Mardiasmo (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan

dalam audit pemerintahan di Indonesia, di antaranya tidak tersedianya indikator

kinerja yang memadai sebagai dasar pengukur kinerja pemerintahan baik

pemerintah pusat maupun daerah dan hal tersebut umum dialami oleh organisasi

publik karena output yang dihasilkan yang berupa pelayanan publik tidak mudah

diukur. Dengan kata lain, ukuran kualitas audit masih menjadi perdebatan.

Kualitas audit menurut De Angelo yang dikutip Alim dkk. (2007) adalah

sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran

pada sistem akuntansi klien. Probabilitas untuk menemukan pelanggaran

tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan

pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Dengan kata lain, kompetensi

dan independensi dapat mempengaruhi kualitas audit.

Selain keahlian audit, seorang auditor juga harus memiliki independensi

dalam melakukan audit agar dapat memberikan pendapat atau kesimpulan yang

apa adanya tanpa ada pengaruh dari pihak yang berkepentingan (BPKP, 1998).

Pernyataan standar umum kedua SPKN adalah: “Dalam semua hal yang berkaitan

dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas

dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi

yang dapat mempengaruhi independensinya”


6

Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan

para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan

independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan

atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan

dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Kompetensi merupakan standar

yang harus dipenuhi oleh seorang auditor untuk dapat melakukan audit dengan

baik.

Namun, belum tentu auditor yang memiliki kompetensi akan memiliki

komitmen untuk melakukan audit dengan baik. Sebagaimana dikatakan oleh

Goleman (2001), hanya dengan adanya motivasi maka seseorang akan

mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi

standar yang ada. Dengan kata lain, motivasi akan mendorong seseorang,

termasuk auditor, untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki

inisiatif dan optimisme yang tinggi.

Berangkat dari kondisi tersebut, maka dijadikan dasar untuk melaksanakan

penelitian tentang Kualitas Audit dengan judul : “Pengaruh Kompetensi Terhadap

Kualitas Audit Dengan Motivasi Auditor pada Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dari

penelitian ini adalah:

1. Apakah kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit

pada Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir?


7

2. Apakah kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit

dengan motivasi audit sebagai variabel intervening pada Inspektorat Kabupaten

Ogan Ilir?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit pada

Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir.

2. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit

dengan motivasi audit sebagai variabel intervening pada Inspektorat

Kabupaten Ogan Ilir.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak

sebagai berikut:

1. Bagi penulis

Penelitian ini merupakan aplikasi teori yang selama ini diperoleh dalam

perkuliahan dan agar dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kualitas audit pada Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir.


8

2. Bagi perusahaan

Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi yang bermanfaat

sebagai masukan dan pertimbangan pemerintah untuk mengetahui arti

pentingnya kompetensi dan motivasi terhadap kualitas audit.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi

pihak-pihak yang berkepentingan terutama dalam teori tentang kompetensi dan

motivasi terhadap kualitas audit.

1.5 Ruang Lingkup

Untuk lebih terarahnya penelitian ini dan tidak menyimpang dari

permasalahan yang ada, maka penulis hanya membatasi pada lingkup sebagai

berikut :

1. Kompetensi meliputi indikator-indikator berikut ini :

a. Penguasaan Standar Akuntansi dan Auditing

b. Wawasan Tentang Pemerintahan

c. Peningkatan Keahlian

d. Pengalaman

2. Indikator dari variabel motivasi adalah sebagai berikut :

a. Ketangguhan

b. Keuletan

c. Konsistensi
9

3. Kualitas Audit Aparat Inspektorat terdiri dari indikator – indikator

sebagai berikut :

a. Keakuratan temuan audit

b. Kejelasan manfaat laporan audit

c. Tindak lanjut hasil audit


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Muh. Taufiq Efendy pada ahun 2010, yang berjudul

“PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, DAN MOTIVASI

TERHADAP KUALITAS AUDIT APARAT INSPEKTORAT DALAM

PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Kota

Gorontalo). Yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompetensi,

independensi, dan motivasi aparat Inspektorat Kota Gorontalo terhadap kualitas

audit. Adapun kesimpulan yang dikemukakan yaitu :

1. Kompetensi, independensi, dan motivasi secara simultan berpengaruh

terhadap kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat Kota

Gorontalo.

2. Kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sehingga semakin

baik tingkat kompetensi, maka akan semakin baik kualitas audit yang

dilakukannya.

3. Independensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit,

sehingga independensi yang dimiliki aparat inspektorat tidak menjamin

apakah yang bersangkutan akan melakukan audit secara berkualistas.

4. Motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sehingga semakin baik

tingkat motivasi, maka akan semakin baik kualitas audit yang dilakukannya.
11

Penelitian kedua yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Lauw Tjun Tjun, S.E., M.Si. pada tahun 2012 yang berjudul

“PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP

KUALITAS AUDIT” Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh

kesimpulan penelitian yaitu, Kompetensi Auditor berpengaruh secara signifikan

terhadap kualitas audit. Sedangkan Independensi Auditor tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kualitas audit. Namun secara keseluruhan Kompetensi

dan Independensi Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit

Tabel 2.1
Penelitian yang Relevan

Nama (Tahun) Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian


Teguh Pengaruh keahlian Analisis Regresi Keahlian dan
Harhinto (2004) dan independensi linear Berganda independensi
terhadap kualitas berpengaruh
audit
signifikan
terhadap kualitas
audit.

Muh. Taufiq Pengaruh Analisis Regresi Kompetensi


Efendy (2010) independensi, linear Berganda berpengaruh positif
kompetensi, dan terhadap kualitas
motivasi terhadap
audit.
kualitas audit aparat
inspektorat dalam Independensi tidak
pengawasan berpengaruh secara
keuangan daerah. signifikan terhadap
kualitas audit.
Motivasi
berpengaruh positif
terhadap kualitas
audit.
12

Lauw Tjun Tjun Pengaruh Analisis Regresi Kompetensi


(2012) kompetensi dan linear Berganda Auditor
independensi auditor berpengaruh secara
terhadap kualitas signifikan terhadap
audit kualitas audit.
Sedangkan
Independensi
Auditor tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
kualitas audit.

1.1 Landasan Teori

1.1.1 Kualitas Audit

Pengertian audit menurut Arens et al. (2008 : 4) adalah sebagai

berikut:

“Auditing is accumulation and evaluation of evidence about information


to determine andreport on the degree of correspondence between the
information and established criteria. Auditing should be done by a
competent, independent person”
Pengertian audit menurut Mulyadi (2002 : 9) adalah suatu proses

sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi,

dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-

pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta

penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan

menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan


13

keuangan. Para penggguna laporan keuangan terutama para pemegang

saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah

dibuat oleh auditor mengenai pengesahan laporan keuangan suatu

perusahaan. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam

pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu, kualitas

audit merupakan hal penting harus dipertahankan oleh para auditor dalam

proses pengauditan.

Goldman dan Barlev (1974) dalam Meutia (2004) menyatakan

bahwa laporan auditor mengandung kepentingan tiga kelompok, yaitu : (1)

manajer perusahaan yang diaudit, (2) pemegang saham perusahaan, (3)

pihak ketiga atau pihak luar seperti calon investor, kreditor dan supplier.

Masing-masing kepentingan ini merupakan sumber gangguan yang akan

memberikan tekanan pada auditor untuk menghasilkan laporan yang

mungkin tidak sesuai dengan standar profesi. Lebih lanjut hal ini akan

mengganggu kualitas audit.

AAA Financial Accounting Standard Committee (2000) dalam

Christiawan (2002) menyatakan bahwa : “kualitas audit ditentukan oleh 2

hal, yaitu kompetensi (keahlian) dan independensi, kedua hal tersebut

berpengaruh langsung terhadap kualitas dan secara potensial saling

mempengaruhi. Lebih lanjut, persepsi pengguna laporan keuangan atas

kualitas audit merupakan fungsi dari persepsi mereka atas independensi

dan keahlian auditor”.


14

De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

kualitas audit sebagai kemungkinan bahwa auditor akan menemukan dan

melaporkan pelanggaran dalam sistem akuntansi dengan pengetahuan dan

keahlian auditor. Sedangkan pelaporan pelanggaran tergantung kepada

dorongan auditor untuk mengungkapkan pelanggaran tersebut. Dorongan

ini akan tergantung pada independensi yang dimiliki oleh auditor tersebut.

Dari pengertian tentang kualitas audit di atas bahwa auditor

dituntut oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk

memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang

disajikan oleh manajemen perusahaan untuk dapat menjalankan

kewajibannya ada tiga komponen yang harus dimiliki auditor yaitu

kompetensi (keahlian), independensi, dan due professional care. Tetapi

dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik

kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin

hasil operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yang tergambar

dengan data yang lebih tinggi dengan maksud untuk mendapatkan

penghargaan (misalkan bonus). Untuk mencapai tujuan tersebut tidak

jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan kepada auidtor sehingga

laporan keuangan auditan yang dihasilkan itu sesai dengan keinginan klien

(Media Akuntansi,1997).

Berdasarkan uraian diatas, maka auditor memiliki posisi yang

strategis baik di mata manajemen maupun di mata pemakai laporan

keuangan. Selain itu pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan


15

yang besar terhadap hasil pekerjaan auditor dalam mengaudit laporan

keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keungan auditan

dan jasa yang diberikan auditor mengharuskan auditor memperhatikan

kualitas audit yang dilakukannya.

Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor

dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada

kode etik akuntan, standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang

berlaku di Indonesia. Setiap audit harus mempertahankan integritas dan

objektivitas dalam melaksanakan tugasnya dengan bertindak jujur, tegas,

tanpa pretensi sehingga dia dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi atau

permintaan pihak tertentu untuk memenuhi kepentingan pribadinya

(Khomsiyah dan Indriantoro,1988).

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan

tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora

(2002) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu :

1. Tanggung jawab profesi.

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional

dalam semua kegiatan yang dilakukannya.Kepentingan publik

2. Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka

pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan

menunjukkan komitmen atas profesionalisme


16

3. Integritas

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan

intregitas setinggi mungkin

4. Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan

kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya

5. Kompetensi dan kehati-hatian professional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,

kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk

mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional

6. Kerahasiaan.

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh

selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau

mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan

7. Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi

yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi

8. Standar Teknis.

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar

teknis dan standar profesional yang relevan

Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar

Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI), dalam hal ini adalah standar auditing


17

2.2.2 Standar Auditing

Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mengharuskan

auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada,

menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam

penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan

prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya (IAI, 2001:110.1).

Arens (2008 : 42) menyatakan bahwa standar auditing merupakan

pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab

profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup

pertimbangan mengenai kualitas professional seperti kompetensi dan

independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti.

Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan

Indonesia adalah sebagai berikut (IAI, 2001: 150.1) :

2.2.2.1 Standar Umum

1. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama


18

2.2.2.2 Standar Pekerjaan Lapangan

1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten

harus disupervisi dengan semestinya

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk

merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian

yang akan dilakukan.

3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit

2.2.2.2 Standar Pelaporan

1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia

2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,

ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansidalam penyusunan laporan

keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip

akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya

3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor

4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan

demikian tidak dapat diberikan.


19

2.2.3 Kompetensi

Pernyataan standar umum pertama dalam SPKN adalah: “Pemeriksa

secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk

melaksanakan tugas pemeriksaan”. Dengan Pernyataan Standar Pemeriksaan ini

semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap

pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki

pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan

tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur

rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas

pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan

pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai.

Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam Sri Lastanti

(2005) mendefinisikan kompetensi sebagai ketrampilan dari seorang ahli. Dimana

ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu

atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan

dan pengalaman. Sedangkan Trotter (1986) dalam Saifuddin (2004)

mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang yang dengan

ketrampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat

jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.

Lee dan Stone (1995), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang

cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara

objektif. Adapun Bedard (1986) dalam Sri lastanti (2005) mengartikan keahlian
20

atau kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan

prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi

auditor adalah pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan auditor

untuk dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Hayes-Roth

mendefinisikan keahlian sebagai pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu,

pemahaman terhadap masalah yang timbul dari lingkungan tersebut, dan

keterampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut (Mayangsari, 2003).

Dalam standar audit APIP disebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh

orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Dengan

demikian, auditor belum memenuhi persyaratan jika ia tidak memiliki pendidikan

dan pengalaman yang memadai dalam bidang audit. Dalam audit pemerintahan,

auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan atau keahlian

bukan hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal yang

menyangkut pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan

pemerintah.

Dalam lampiran 2 SPKN disebutkan bahwa: “Pemeriksa yang ditugasi

untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus secara

kolektif memiliki: Pengetahuan tentang Standar Pemeriksaan yang dapat

diterapkan terhadap jenis pemeriksaan yang ditugaskan serta memiliki latar

belakang pendidikan, keahlian dan pengalaman untuk menerapkan pengetahuan

tersebut dalam pemeriksaan yang dilaksanakan; Pengetahuan umum tentang

lingkungan entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan)”


21

(paragraf 10) dan “Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus

memiliki keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip

akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang diperiksa”

(paragraf 11).

Kompetensi yang diperlukan dalam proses audit tidak hanya berupa

penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan

terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses

peningkatan keahlian dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat

kompetensi auditor.

2.2.3.1 Motivasi Auditor

Terry (dalam Moekijat, 2002) mendefinisikan motivasi sebagai keinginan

di dalam seorang individu yang mendorong ia untuk bertindak. Sedangkan

menurut Panitia Istilah Manajemen Lembaga Pendidikan dan Pembinaan

Manajemen, motivasi adalah proses atau faktor yang mendorong orang untuk

bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu; yang prosesnya mencakup:

pengenalan dan penilaian kebutuhan yang belum dipuaskan, penentuan tujuan

yang akan memuaskan kebutuhan, dan penentuan tindakan yang diperlukan untuk

memuaskan kebutuhan.

Dari berbagai jenis teori motivasi, teori yang sekarang banyak dianut

adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada

hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Ahli yang mencoba

merumuskan kebutuhan manusia, di antaranya adalah Abraham Maslow.


22

Maslow telah menyusun “tingkatan kebutuhan manusia”, yang pada

pokoknya didasarkan pada prinsip, bahwa (Wahjosumidjo, 1987):

1. Manusia adalah “ binatang yang berkeinginan

2. Segera setelah salah satu kebutuhannya terpenuhi, kebutuhan lainnya

akan muncul

3. Kebutuhan-kebutuhan manusia nampak diorganisir ke dalam

kebutuhan yang bertingkat-tingkat

4. Segera setelah kebutuhan itu terpenuhi, maka mereka tidak

mempunyai pengaruh yang dominan, dan kebutuhan lain yang lebih

meningkat mulai mendominasi

Maslow merumuskan lima jenjang kebutuhan manusia, sebagaimana

dijelaskan sebagai berikut (Wahjosumidjo, 1987):

1. Kebutuhan mempertahankan hidup (Physiological Needs). Manifestasi

kebutuhan ini tampak pada tiga hal yaitu sandang, pangan, dan papan.

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi

kebutuhan psikologis dan biologis

2. Kebutuhan rasa aman (Safety Needs). Manifestasi kebutuhan ini antara

lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, di mana manusia berada,

kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun, dan jaminan

hari tua.

3. Kebutuhan social (Social Needs). Manifestasi kebutuhan ini antara lain

tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense
23

of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of

achievement), kekuatan ikut serta (sense of participation)

4. Kebutuhan akan penghargaan/prestise (esteem needs), semakin tinggi

status, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status ini

dimanifestasikan dalam banyak hal, misalnya mobil mercy, kamar

kerja yang full AC, dan lain-lain.

5. Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization),

kebutuhan ini bermanifestasi pada keinginan mengembangkan

kapasitas mental dan kerja melalui seminar, konferensi, pendidikan

akademis, dan lain-lain.

Menurut Suwandi (2005), dalam konteks organisasi, motivasi adalah

pemaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan personil. Hal ini akan

mencegah terjadinya ketegangan / konflik sehingga akan membawa pada

pencapaian tujuan organisasi secara efektif.

Sehubungan dengan audit pemerintah, terdapat penelitian mandiri

mengenai pengaruh rewards instrumentalities dan environmental risk factors

terhadap motivasi partner auditor independen untuk melaksanakan audit

pemerintah. Penghargaan (rewards) yang diterima auditor independen pada saat

melakukan audit pemerintah dikelompokkan ke dalam dua bagian penghargaan,

yaitu penghargaan intrinsik (kenikmatan pribadi dan kesempatan membantu orang

lain) dan penghargaan ekstrinsik (peningkatan karir dan status). Sedangkan faktor

risiko lingkungan (environmental risk factors) terdiri dari iklim politik dan

perubahan kewenangan.
24

2.3 Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Hubungan Variabel Kompetensi Terhadap Kualitas

Kualitas audit merupakan kemungkinan auditor menemukan serta

melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi pemerintah dengan berpedoman

pada standar akuntansi dan standar audit yang telah ditetapkan. Definisi kualitas

audit menurut De Angelo (1981) adalah sebagai probabilitas bahwa auditor akan

menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien.

Kompetensi auditor adalah kemampuan auditor untuk mengaplikasikan

pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam melakukan audit sehingga

auditor dapat melakukan audit dengan teliti, cermat, intuitif, dan obyektif. Oleh

karena itu, dapat dipahami bahwa audit harus dilaksanakan oleh orang yang

memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Dalam audit

pemerintahan, auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan

atau keahlian bukan hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal

yang menyangkut pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan

pemerintah.

Harhinto (2004) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh

kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit, Penelitian tersebut

menggunakan responden 120 auditor dari 19 KAP di Surabaya, Malang dan

Jember. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Kompetensi auditor

berpengaruh terhadap kualitas audit. Dengan demikian, dapat dikemukakan

hipotesis sebagai berikut:


25

H1: kompetensi berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit

aparat Inspektorat.

2.3.2 Hubungan Variabel Kompetensi Terhadap Kualitas Audit yang

Dimediasi oleh Variabel Motivasi

Sebagaimana dikatakan oleh Goleman (2001), hanya motivasi yang akan

membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan

dan memenuhi standar yang ada. Jika Kompetensi yang cukup telah dimiliki oleh

auditor, harus dijadikan sebagai dorongan atau motivasi dalam memenuhi kualitas

audit. Dengan kata lain, motivasi akan mendorong seseorang, termasuk auditor

yang kompeten, untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki

inisiatif dan optimisme yang tinggi. Respon atau tindak lanjut yang tidak tepat

terhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat menurunkan

motivasi aparat untuk menjaga kualitas audit. Dengan demikian, dapat

dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

H2: Kompetensi berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit

aparat Inspektorat yang di mediasi oleh motivasi

2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kompetens
i

Motivasi Kualitas
Audit
26

2.5 Hipotesis

Pengetian hipotesis menurut Sugiyono (2002) adalah jawaban sementara

terhadap rumusan penelitian di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan

dalam bentuk kalimat pernyataan. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang

mungkin benar dan mungkin salah, sedangkan penolakan atau penerimaan suatu

hipotesis tersebut tergantung dari hasil penellitian terhadap faktor-faktor yang

dikumpulkan, kemudian diambil suatu kesimpulan.

Berdasarkan pembahasan pada penelitian terdahulu dan landasan teori,

maka dapat dikemukakan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

H1 = kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kualitas Audit.

Didukung oleh Muh. Taufiq Efendy (2010) dan Lauw Tjun Tjun, S.E.,

M.Si (2012)

H2 = Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kualitas Audit

dengan Motivasi sebagai variabel intervening. Didukung oleh Goleman (2001).


27

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu kegiatan yang menggunakan metode yang

sistematis untuk memperoleh data yang meliputi pengumpulan data, pengolahan

data, dan analisis data

3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir.

Pemilihan Kabupaten Ogan Ilir sebagai lokasi penelitian didasarkan pada

pertimbangan bahwa masih diperlukannya upaya peningkatan kualitas

audit Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk

peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang

menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai

sebuah semesta penelitian (Ferdinand, 2006). Adapaun Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh aparat Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir yang

ikut dalam tugas pemeriksaan, yaitu sebanyak 38 orang. Alasan pemilihan

inspektorat Kabupaten Ogan Ilir sebagai lokasi penelitian adalah karena

kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat Kabupaten Ogan

Ilir saat ini masih menjadi sorotan masyarakat.


28

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut ( Sugiyono, 2002 ). Karena jumlah populasi

kurang dari 100 responden, maka metode pemilihan sampel yang

digunakan adalah metode sensus, yaitu penyebaran kuesioner dilakukan

pada semua populasi, yaitu berjumlah 28 kuesioner

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data

kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari Inspektorat dalam bentuk

informasi yang bukan dalam bentuk angka-angka. Data kualitatif ini

seperti sejarah berdirinya dan struktur organisasi.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

sumber aslinya. Data primer secara khusus dikumpulkan untuk

menjawab pertanyaan penelitian. Data primer biasanya diperoleh dari

survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data

ordinal (Sugiyono, 2002). Dalam penelitian ini digunakan kuisioner

(angket).
29

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan secara tidak

langsung dari sumbernya. Data sekunder biasanya telah

dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan

kepada masyarakat pengguna data (Sugiyono, 2002). Data

penelitian ini data sekunder yang diperoleh dari jurnal, skripsi, dan

buku-buku referensi.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Terdapat dua cara untuk mengumpulkan data yang akan diperlukan

untuk melakukan analisis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data primer yang

digunakan dalam penelitian ini.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data yang diberikan oleh perusahaan,

seperti struktur organisasi dan sejarah perusahaan dengan cara

dokumentasi.
30

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.

Menurut Imam Ghozali ( 2005 ), skala Likert adalah skala yang berisi

5 tingkat preferensi jawaban dengan pilihan sebagai berikut :

1 = Sangat tidak setuju

2 = Tidak setuju

3 = Kurang setuju

4 = Setuju

5 = Sangat setuju

3.5 Metode Analisis

Dalam suatu penelitian, jenis data dan hipotesis sangat menentukan

dalam ketepatan pemilihan metode analisis. Untuk menguji hipotesis

dalam penelitian ini maka digunakan beberapa metode analisis data

sebagai berikut :

3.5.1 Uji Instrumen

Instrumen penelitian merupakan media dalam pengumpulan data.

Kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban responden konsisten saat

diajukan pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda. Untuk

menguji kualitas data yang diperoleh dari penerapan instrumen, maka

diperlukan uji validitas, dan uji reliabilitas dengan penjelasan sebagai

berikut
31

3.5.2 Uji Validitas

Uji validitas adalah untuk mengetahui sah tidaknya instrumen

kuisioner yang digunakan dalam pengumpulan data. Uji validitas ini

dilakukan untuk mengetahui apakah item-item yang tersaji dalam

kuesioner benar-benar mampu mengungkapkan dengan pasti apa yang

akan diteliti (Ghozali, 2006).

Sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2008), Masrun menjelaskan

bahwa dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, item

yang mempunyai korelasi positif dengan skor total menunjukkan bahwa

item tersebut mempunyai validitas yang tinggi. Uji validitas dilakukan

dengan uji korelasi Pearson Moment antara masing-masing skor

indikator dengan total skor konstruk. Suatu butir pertanyaan dikatakan

valid jika nilai korelasi item butir dengan skor total signifikan pada

tingkat signifikansi 0,01 dan 0,02.

3.5.3 Uji Reliabilitas

Suatu kuesioner dikatakan handal atau reliabel jika jawaban

seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

waktu. Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk menguji konsistensi kuesioner

dalam mengukur suatu konstruk yang sama atau stabilitas kuesioner jika

digunakan dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Uji reliabilitas

dilakukan dengan metode internal consistency

Kriteria yang digunakan dalam uji ini adalah One Shot, artinya satu

kali pengukuran saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan


32

pertanyaan lainnya atau dengan kata lain mengukur korelasi antar

jawaban pertanyaan. Statistical Product and Service Solution (SPSS)

memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik

Cronbach Alpha (α). Jika nilai koefisien alpha lebih besar dari 0,60 maka

disimpulkan bahwa intrumen penelitian tersebut handal atau reliabel

(Nunnaly dalam Ghozali, 2006).

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Uji Asumsi Klasik

Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi

berganda, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari:

uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas.

3.6.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel dependen dan independen keduanya mempunyai distribusi normal

atau tidak (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah memiliki

distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas data tersebut

dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu menggunakan Uji Kolmogorof-

Smirnov (Uji K-S), grafik histogram dan kurva penyebaran P-Plot. Untuk

Uji K-S yakni jika nilai hasil Uji K-S > dibandingkan taraf signifikansi

0,05 maka sebaran data tidak menyimpang dari kurva normalnya itu uji

normalitas. Sedangkan melalui pola penyebaran P. Plot dan grafik

histogram, yakni jika pola penyebaran memiliki garis normal maka dapat

dikatakan data berdistribusi normal.


33

3.6.1.2 Uji Multikolinieritas

Uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara

variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain.

Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi di antara

variabel independen. Uji Multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2 cara

yaitu dengan melihat VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai

tolerance. Jika VIF > 10 dan nilai tolerance < 0,10 maka terjadi gejala

Multikolinieritas (Ghozali, 2006).

3.6.1.3 Uji Heteroskedastistas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamataan ke

pengamatan yang lain tetap, atau disebut homoskedastisitas. Model regresi

yang baik adalah yang homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas.

Heteroskedastisitas ditandai dengan adanya pola tertentu pada grafik

scatterplot. Jika titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang

teratur (bergelombang), maka terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada

pola yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada

sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Selain itu, heteroskedastisitas dapat diketahui melalui uji Glesjer. Jika

probabilitas signifikansi masing-masing variabel independen > 0,05, maka

dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi

(Ghozali, 2006).
34

3.6.2 Uji Satistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran data dengan kriteria nilai

rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,

kurtosis, dan skewness.

3.7 Uji Hipotesis

3.7.1 Uji Efek Mediasi

Mediasi atau intervening merupakan variabel antara yang berfungsi

memediasi hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Untuk menguji pengaruh variabel mediasi digunakan metode

analisis jalur (path analysis). Analisis jalur sendiri tidak dapat menentukan

hubungan sebab akibat dan tidak dapat digunakan sebagai subtitusi bagi

peneliti untuk melihat hubungan kausalitas antar hubungan. Yang dapat

dilakukan oleh analisis jalur adalah menentukan pola hubungan antara tiga

atau lebih variabel dan tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi atau

menolak hipotesis kasualitas imajiner.

Diagram jalur memberikan secara eksplisit hubungan kausalitas

antar variabel berdasarkan pada teori. Anak panah menunjukkan hubungan

antar variabel. Di dalam menggambarkan diagram jalur yang perlu

diperhatikan adalah anak panah berkepala satu merupakan hubungan

regresi. Hubungan langsung terjadi jika satu variabel mempengaruhi

variabel lain tanpa ada variabel ketiga yang memediasi (intervening)

hubungan kedua variabel tadi. Pada setiap variabel independen akan ada
35

anak panah yang menuju ke variabel ini (mediasi) dan ini berfungsi untuk

menjelaskan jumlah varian yang tak dapat dijelaskan oleh variabel lain

(Imam Ghozali, 2005).

3.7.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh antara Kompetensi terhadap motivasi dan implikasinya

terhadap Kualitas Audit. Dalam regresi linier berganda terdapat 3 variabel,

yaitu :

a. Variabel Bebas ( X1 ), yaitu Kompetensi

b. Variabel Intervening ( X2 ), yaitu Motivasi

c. Variabel Terikat ( Y ), yaitu Kualitas Audit Inspektorat

Untuk menguji variabel tersebut maka digunakan analisa regresi linier

berganda dengan rumus sebagai berikut :

Y1 = b1X1+ e1

Y2 = b2X2 + b3X3 + e2

Dimana :

Y = Kualitas Audit Inspektorat

b1, b2,b3 = koefisien garis regresi

X1 = Kompetensi

X2 = Motivasi

e = residual atau prediction error


36

3.7.2.1 Uji t

Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan

variasi variabel dependen. Langkah – langkah pengujiannya adalah

sebagai berikut :

1. Menentukan formasi H0 dan H1

H0 : bi = 0 ,berarti variabel independen bukan merupakan variabel

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

HA : bi ≠ 0 ,berarti variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan

terhadap variabel dependen.

2. Level of significant

Sampel 100 orang, maka t tabel = t ( α = 0,05 )

3. Menentukan kriteria pengujian

H0 gagal ditolak apabila t hitung < t tabel

H1 ditolak apabila t hitung > t tabel

4. Tes Statistik

t=

Kesimpulan :

Apabila t hitung > t tabel maka H0 ditolak, artinya ada pengaruh positif.

Apabila t hitung < t tabel maka H0 diterima, artinya tidak ada pengaruh.
37

3.7.2.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Test)

Uji F digunakan pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

dependen atau terikat (Ghozali, 2005).

Uji F digunakan pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

dependen atau terikat (Ghozali, 2005).

Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Derajat kepercayaan = 5 %

2. Derajat kebebasan f tabel ( α, k, n-k-1 )

α = 0,05

k = jumlah variabel bebas

n = jumlah sampel

3. Menentukan kriteria pengujian

H0 ditolak apabila f hitung > f tabel

HA ditolak apabila f hitung < f tabel

4. Menentukan f dengan rumus:

f=

Dimana :

R2 = koefisien determinan berganda

N = jumlah sampel
38

K = jumlah variabel bebas

Kesimpulan :

Apabila f hitung < f tabel maka H0 diterima dan HA ditolak, artinya tidak ada

pengaruh secara simultan.

Apabila f hitung > f tabel maka H0 ditolak dan HA diterima, artinya ada pengaruh

secara simultan.

3.8 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

3.8.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang atau objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang

lainnya dalam kelompok itu (Sugiyono, 2002). Dalam penelitian ini,

variabel dependen (Y) yang digunakan adalah kualitas audit Inspektorat

sedangkan variabel independennya adalah kompetensi auditor (X1),dan

Motivasi sebagai variabel intervenig (X2). Definisi operasional dan

pengukuran untuk variabel-variabel tersebut adalah:

1. Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas atau independen merupakan variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

variabel dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini yang

merupakan variabel bebasnya adalah Pengendalian Intern

(Sugiyono, 2002)
39

2. Variabel Intervening

Variabel intervening secara teoritis adalah variabel yang

mempengaruhi hubungan dependen dan independen menjadi

hubungan langsung dan tidak langsung yang dapat diamati dan

diukur. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel intervening

adalah Kompensasi (Imam Ghozali, 2005).

3. Variabel Terikat (dependen)

Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas

(independen). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel

terikatnya adalah kinerja (Sugiyono, 2002)

3.8.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu

variabel di ukur, sehingga peneliti dapat mengetahui baik buruknya

pengukuran tersebut. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini

adalah:

1. Kualitas Audit (Variabel Y)

Kualitas audit merupakan probabilitas bahwa auditor akan

menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi

pemerintah dengan berpedoman pada standar akuntansi dan standar audit

yang telah ditetapkan. Kualitas audit diukur dengan menggunakan

delapan item pernyataan yang menggambarkan tingkat persepsi auditor

terhadap bagaimana kualitas proses audit, kualitas hasil audit, dan tindak
40

lanjut hasil audit. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas

audit ini diadopsi dari penelitian Harhinto (2004) dengan beberapa

modifikasi berdasarkan SPKN. Responden diminta menjawab tentang

bagaimana persepsi mereka, memilih di antara lima jawaban mulai dari

sangat setuju sampai ke jawaban sangat tidak setuju. Masing-masing item

pernyataan tersebut kemudian diukur dengan menggunakan Skala Likert

5 poin, di mana poin 1 diberikan untuk jawaban yang berarti kualitas

audit paling rendah, dan seterusnya poin 5 diberikan untuk jawaban yang

berarti kualitas audit paling tinggi. Kualitas Audit Aparat Inspektorat

terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut:

a. Keakuratan temuan audit.

b. Kejelasan manfaat laporan audit.

c. Tindak Lanjut hasil audit

2. Kompetensi Auditor (Variabel X)

Kompetensi dalam pengauditan merupakan pengetahuan, keahlian,

dan pengalaman yang dibutuhkan auditor untuk dapat melakukan audit

secara objektif, cermat dan seksama. Kompetensi auditor diukur dengan

menggunakan enam item pernyataan yang menggambarkan tingkat

persepsi auditor terhadap bagaimana kompetensi yang dimilikinya terkait

standar akuntansi dan audit yang berlaku, penguasaannya terhadap seluk

beluk organisasi pemerintahan, serta program peningkatan keahlian.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kompetensi ini diadopsi dari

penelitian Harhinto (2004) dengan beberapa modifikasi berdasarkan


41

SPKN. Responden diminta menjawab tentang bagaimana persepsi mereka,

memilih di antara lima jawaban mulai dari sangat setuju sampai ke

jawaban sangat tidak setuju. Masing-masing item pernyataan tersebut

kemudian diukur dengan menggunakan Skala Likert 5 poin, di mana poin

1 diberikan untuk jawaban yang berarti kompetensi paling rendah, dan

seterusnya poin 5 diberikan untuk jawaban yang berarti kompetensi paling

tinggi.

Adapun indikator-indikator dari variabel Kompetensi yaitu sebagai

berikut:

a. Penguasaan Standar Akuntansi danAuditing

b. Wawasan Tentang Pemerintahan

c. Peningkatan Keahlian

d. Pengalaman

3. Motivasi (Variabel Intervening)

Motivasi dalam pengauditan merupakan derajat seberapa besar

dorongan yang dimiliki auditor untuk melaksanakan audit secara

berkualitas. Motivasi auditor diukur dengan menggunakan delapan item

pernyataan yang menggambarkan tingkat persepsi auditor terhadap

seberapa besar motivasi yang dimilikinya untuk menjalankan proses audit

dengan baik, yaitu tingkat aspirasi yang ingin diwujudkan melalui audit

yang berkualitas, ketangguhan, keuletan, dan konsistensi. Instrumen yang

digunakan untuk mengukur motivasi ini diadopsi dari penelitian Suwandi

(2005) dengan beberapa modifikasi. Responden diminta menjawab tentang


42

bagaimana persepsi mereka, memilih di antara lima jawaban mulai dari

sangat setuju sampai ke jawaban sangat tidak setuju. Masing-masing item

pernyataan tersebut kemudian diukur dengan menggunakan Skala Likert 5

poin, di mana poin 1 diberikan untuk jawaban yang berarti motivasi paling

rendah, dan seterusnya poin 5 diberikan untuk jawaban yang berarti

motivasi paling tinggi.

Adapun indikator dari variabel Motivasi adalah sebagai berikut :

a. Ketangguhan;

b. Keuletan;

c. konsistensi.

3.9 Langkah dan Jadwal Kerja

3.9.1 Langkah Kerja

Langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Studi kepustakaan

b. Pembuatan desain

c. Penyusunan instrumen penelitian

d. Menghubungi pembimbing untuk perbaikan desain

2. Tahap Pengumpulan Data

a. Mencatat data yang diperoleh

b. Memeriksa kembali kebenaran data

c. Mengklasifikasi data yang terkumpul


43

3. Tahap Pengolahan Data

a. Pemeriksaan kembali data yang telah diklarifikasi

b. Melaksanakan revisi dan analisis

4. Tahap Penyusunan dan Penelitian

a. Menyusun naskah skripsi

b. Konsultasi dengan Dosen Pembimbing

c. Melakukan revisi

5. Tahan Penggandaan

a. Pengetikan dan pemeriksaan skripsi

b. Penggandaan skripsi

3.9.2 Jadwal Kerja

Penulisan skripsi ini dijadwalkan akan selesai dalam waktu enam bulan,

seperti yang terlihat pada tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahun 2014
No. Kegiatan Bulan
5 6 7 8 9 10
1 Tahap Persipan X X
2 Tahap Pengumpulan Data X X
3 Tahap Pengolahan Data X X
4 Tahap Penyusunan dan Penelitian X X
5 Tahap Penggandaan X X

Anda mungkin juga menyukai