A. Pengertian Auditor
Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam
melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan
atau organisasi.
B. Jenis-jenis Auditor
Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
AUDITOR INTERNAL
Beberapa waktu teman saya menelepon untuk bercerita bahwa hari itu dia dipindahkan ke
bagian internal audit untuk menjadi internal auditor. Meskipun sudah lebih dari 5 tahun bekerja sebagai
staff accounting di perusahaan tersebut, namun dia belum paham tentang internal audit. Sehingga
terlontar pertanyaan Apa sih internal audit itu? apa sih kerjaan internal auditor itu seharusnya? Dan
berbagai pertanyaan lain yang intinya menunjukkan ketidakpahamannya terhadap internal audit.
Waktu saya dicerca pertanyaan itu, saya bisa mengerti apabila dia tidak paham, namun
sayangnya dia tidak mengerti bahwa tidak gampang menjawab pertanyaannya dalam waktu singkat!
Karena terus mendesak, akhirnya saya jawab singkat bahwa pada intinya bidang internal audit adalah
tentang tujuan organisasi, ancaman terhadap pencapaian tujuan-tujuan tersebut, kontrol untuk
Pembahasan
Menurut Institute of Internal Auditor (IIA), definisi resmi internal audit adalah sebagai berikut:
Internal Auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value
and improve an organization's operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a
systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control,
menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya
secara sistematis, pendekatan secara disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
manajemen risiko, pengendalian intern, dan proses tata kelola (apabila dapat diartikan dari governance
process).
Dalam beberapa tahun terakhir inti definisi dari internal auditing tersebut tidak berubah, namun
demikian khasanah mengenai peranan (role) internal auditor banyak mengalami perkembangan dan
paradigma. Sesuai definisi di atas, peranan internal audit adalah untuk mengevaluasi dan meningkatkan
Pada dasarnya, audit internal melibatkan beberapa langkah dan proses yang berulang-ulang
dalam pendekatan mereka, tetapi menghasilkan hasil audit yang berbeda tergantung pada sifat dan jenis
area yang diaudit. Langkah-langkah dasar dalam proses audit internal adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian risiko formal bagi organisasi/perusahaan (apa yang penting untuk dilihat)
2. Menyusun audit universe (apa yang berpotensi untuk dapat dilakukan audit)
3. Menyusun rencana audit berbasis risiko (apa yang akan diaudit dan kapan dilaksanakan)
Ini adalah langkah-langkah dasar. Dalam setiap seksi, ada juga standar konsistensi metodologi
dan pendekatan yang harus diikuti. Sebagai contoh, untuk setiap pelaksanaan rencana audit tahunan,
2. Menentukan sasaran audit dari area atau fungsi yang akan diaudit (audit objectives)
4. Memahami pengendalian intern yang ada untuk mengurangi risiko ke tingkat yang dapat
5. Melakukan pengujian terhadap desain yang memadai dan operasional yang memadai efektiv
6. Melaporkan temuan hasil audit dan memberikan rekomendasi untuk pengendalian intern dan /
7. Memonitor dan melaporkan upaya mitigasi manajemen untuk mengontrol kelemahan yang
Itulah proses berulang-ulang paling mendasar yang diikuti untuk setiap area yang akan diaudit.
Seluruhnya bermuara pada pada risiko, pengendalian intern serta proses governance. Dengan mengikuti
Masalahnya adalah bahwa langkah-langkah tersebut di atas adalah suatu metodologi. Di dalam
pelaksanaan audit, bukan hanya metodologi yang dilaksanakan namun juga dipengaruhi oleh faktor
keahlian (expertise). Ini adalah tentang bagaimana analisa dan rekomendasi yang diberikan oleh auditor
dengan pengalaman audit 1 tahun dapat berbeda dengan yang diberikan oleh auditor dengan
Hal tersebut karena internal auditor bekerja untuk memeriksa kesalahan-kesalahan yang ada
diperusahaan. Namun demikian, dalam perkembangannya, paradigm audit internal modern semakin
berkembang, termasuk tugas, peranan dan fungsinya. Salah satu aspek yang memicu adalah risk
management dimana Internal auditor modern berhadapan dengan serangkaian risiko pada:
- Pengamanan asset
Fungsi ini tentu saja dilaksanakan oleh Internal Auditor perusahaan. Dalam perkembangan
dewasa ini, hampir seluruh perusahaan telah memiliki fungsi internal audit yang dilaksanakan oleh
internal auditor perusahaan tersebut, meskipun terkadang hanya berada di level holding company atau
di kantor pusat grup perusahaan. Namun demikian, tidak sedikit pula perusahaan yang memilih
outsourcing pihak eksternal (konsultan) untuk melaksanakan seluruh fungsi internal audit tersebut.
Mekanisme lain adalah sebagian fungsi internal audit dilakanakan oleh staf intern perusahaan (misalnya
perencanaan dan pelaksanaan) dan sebagian pelaksanaan fungsi audit lainnya (misalnya supervise dan
review) dilaksanakan melalui outsourcing. Mekanisme ini umumnya disebut internal audit co-
outsourcing. Internal auditor, Internal audit co-outsourcing atau internal audit outsourcing masing-
masing memiliki pertimbangan sisi keuntungan dan kelemahan. Dalam praktiknya pihak internal
perusahaan dianggap memiliki pemahaman yang memadai terhadap operasional dan risiko perusahaan,
namun pihak internal perusahaan memiliki kelemahan dalam masalah faktor fixed-cost, kepentingan,
independensi dan obyektivitas serta benchmarking dan pemahaman best practices. Berbeda dengan
pihak eksternal yang memiliki keunggulan dalam independensi, obyektivitas, tidak memiliki kepentingan
dalam perusahaan, serta memiliki keunggulan dalam benchmarking terhadap best practices. Selain
advantages tersebut, dalam hal biaya, outsourcing tentu memiliki pertimbangan biaya yang lebih efisien
dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam membangun departemen
internal audit.
Kesimpulan
Internal Auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value
and improve an organization's operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a
systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control,
and governance processes.
BAGAIMANA TEMUAN AUDIT ITU ?
Latar Belakang
Masalah-masalah penting (material) yang ditemukan selama audit berlangsung dan masalah
tersebut pantas untuk dikemukakan dan dikomunikasikan dengan auditee karena mempunyai dampak
Pembahasan
Terdapat 3 ciri temuan audit yang dikategorikan baik, yaitu temuan audit, yaitu :
Ciri pertama adalah temuan audit seharusnya didukung oleh bukti yang cukup agar auditee dan
para pembaca temuan audit menjadi yakin tentang kebenaran isi temuan audit. Semua unsure (kondisi,
criteria, dan sebab-akibat) harys didukung oleh bukti yang cukup. Pengembangan temuan audit dengan
dukungan bukti yang kuat akan mempermudah penyusunan laporan sekaligus mempermudah penyiapan
Ciri kedua adalah temuan audit harus penting (Material). Penting dan tidaknya seuatu temuan
diindikasikan apabila pengguna laporan keuangan mengambil tindakan atau kebijakan berdasarkan
informasi yang ada dalam laporan temuan tersebut. Auditor Judgment, yang merupakan pertimbangan
professional auditor, juga merupakan factor dominan dalam menetapkan tingkat materialitas atau
3. Temuan audit harus mengandung unsur temuan (kondisi, criteria, dan sebab-
akibat)
Ciri ketiga adalah temuan audit harus meguraikan secara jelas kondisi, criteria, dan sebab-akibat.
dalam melaksanakan audit kinerja, kosakata yang paling dikenal dan selalu dicantumkan diingatan
auditor adalah kondisi, criteria, dan sebab-akibat. pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa
kesulitan dalam pembuatan laporan audit yang cepat dan mudah dipahami sering kali berkaitan dengan
Seringkali sulit membedakan secara jelas penyebab yang paling dominan terhadap suatu kondisi
mengingat demikian banyak variable penyebab. Akibat yang ditimbulkan oleh penyebab tersebut juga
dapat bervariasi. Untuk itu, auditor dituntut untuk cermat dalam menentukan hubungan sebab-akibat
dalam suatu temuan audit serta menentukan penyebab yang paling dominan.
1. Kondisi
Kondisi (what is) adalah gambaran situasi yang sebenarnya terjadi di lembaga atau organisasi
yang diaudit.
2. Kriteria
Criteria (What should be) adalah sesuatu yang seharusnya terjadi di organisasi yang diaudit
(auditee), yang pada umumnya berupa standar masukan (input) serta standar proses kerja dan standar
hasil (output), baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Criteria adalah standar yang digunakan
untuk menentukan apakah suatu program dapat mencapai atau melebihi harapan. Criteria merupakan
3. Sebab-akibat
3.1 Sebab
Dengan mengetahui sebab suatu masalah secara jelas, auditor akan lebih mudah membuat
rekomendasi yang tepat untuk mengadakan perbaikan kinerja entitas yang diaudit. Suatu masalah dapat
merupakan akibat dari sejumlah factor tertentu. Oleh karena itu, rekomendasi dapat lebih tepat jika
auditor dapat dengan jelas menunjukkan bukti dan alas an tentang kaitan antara masalah yang ada
Sebab dapat terjadi diluar kendali auditee. Untuk itu, rekomendasi harus menjadi perhatian
pihak-pihak luar auditee, yang terkait dengan temuan tersebut. Oleh karena itu, pihak-pihak yang terkait
harus mendapat laporan audit, khususnya yang menyangkut temuan audit, untuk kemudian member
komentarnya.
3.2 Akibat
Untuk mengetahui penting tidaknya temuan yang diungkapkan, auditor perlu menetukan
akibat atau kemungkinan akibat yang timbul. Apabila akibatnya cukup material terhadap tingkat
pencapaian kinerja, akibat tersebut harus dicantumkan dalam temuan audit. Sebaliknya, bila temuan
tersebut tidak material dan tidak berpengaruh maka cukup diselesaikan dengan pihak pelaksana, dengan
sepengetahuan pimpinan auditee dan tidak perlu dicantumkan dalam temuan audit. Akibat dapat
dikuantifikasikan, misalnya biaya-biaya proses, input, atau fasilitas-fasilitas tidak produktif lainnya yang
mahal. Akibat juga dapat bersifat kulalitatif, misalnya akibat dari tidak adanya internal control, kebijakan
Akibat suatu temuan harus dapat menunjukkan bahwa suatu tindakan perbaikan harus
dilakukan, baik yang dapat terjadi di masa lampau, dimasa kini atau dimasa mendatang.
Kesimpulan
- Temuan audit harus mengandung unsur temuan (kondisi, criteria, dan sebab-akibat).
- Kondisi,
- Criteria,
- Sebab Akibat.
Sumber : http://kambingterbang.blog.binusian.org/2013/03/14/temuan-audit/
Permasalahan Independensi Internal Auditor
Latar Belakang
Secara ideal, internal auditor dikatakan independen apabila dapat melaksanakan tugasnya secara
bebas dan obyektif. Dengan kebebasannya, memungkinkan internal auditor untuk melaksanakan
tugasnya dengan tidak berpihak. Ideal?? Prakteknya?? Tentu saja, hal ini bukanlah perkara mudah. Di sisi
lain, internal auditor banyak menghadapi permasalahan dan kondisi yang menghadapkan internal
auditor untuk mempertaruhkan independensinya. Kata internal saja sudah berbau tidak independen.
dia bekerja, hal ini berarti internal auditor sangat bergantung kepada organisasinya sebagai pemberi
kerja. Disini internal auditor menghadapi ketergantungan hasil kerja dan kariernya dengan hasil
auditnya. Internal auditor sebagai pekerja di dalam organisasi yang diauditnya akan menghadapi dilema
ketika harus melaporkan temuan-temuan yang mungkin mempengaruhi atau tidak menguntungkan
Pembahasan
Independensi internal auditor akan dipengaruhi oleh pertimbangan sejauh mana hasil internal
audit akan berdampak terhadap kelangsungan kerjanya sebagai karyawan/pekerja. Pengaruh ini dapat
berasal dari manajemen atau dari kepentingan pribadi internal auditor. Sebagai contoh misalnya direktur
perusahaan memberikan batasan terhadap internal auditor untuk tidak mengakses data atau melakukan
independensi internal auditor, namun apabila hal tersebut tidak dipatuhi maka sama halnya internal
auditor akan menghadapi konsekwensi sanksi sebagai karyawan. Sebaliknya, bila internal auditor
memiliki akses terhadap data penggajian tersebut akan berpotensi munculnya kepentingan pribadi
banyaknya pihak yang berkepentingan di dalam sebuah organisasi bisnis. Kepentingan pihak-pihak
eksternal serta kepentingan pihak-pihak internal organisasi seringkali berbeda. Di satu pihak, manajemen
berasal dari pihak luar, di lain pihak, pihak eksternal ingin memperoleh informasi yang andal dari
manajemen perusahaan. Konflik dalam sebuah internal audit akan berkembang pada saat internal
auditor mengungkapkan informasi tetapi informasi tersebut oleh manajemen tidak ingin dipublikasikan
kepada pihak eksternal atau informasi tersebut dibatasi. Kondisi ini akan sangat menyulitkan internal
auditor karena harus berhadapan dengan kepentingan manajemen internal. Independensi, integritas
serta tanggung jawab internal auditor terhadap profesi dan masyarakat akan dipertaruhkan dengan
menempatkan internal auditor sebagai bagian dari kepentingan manajemen internal organisasi. Contoh
yang kongkrit adalah internal auditor suatu bank memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil auditnya
kepada Bank Indonesia sebagai regulator secara periodik. Itu artinya laporan tersebut akan berpotensi
dipengaruhi oleh kepentingan manajemen bank yang bersangkutan agar tidak membawa dampak
Selain menghadapi perbedaan kepentingan dengan pihak eksternal, internal auditor juga harus
menghadapi kepentingan-kepentingan pihak internal organisasi yang tidak jarang pula berbeda-beda,
bahkan bertentangan. Dalam kondisi ini, internal auditor berpotensi dijadikan tunggangan konflik
kepentingan pihak-pihak tertentu. Disinilah sikap obyektif internal auditor akan mencerminkan
independensinya. Internal auditor harus menjaga agar tidak muncul prasangka atau pendapat dari pihak
manapun bahwa internal auditor berpihak pada kepentingan tertentu. Inilah yang disebut independen
dalam penampilan. Sebagai contoh adanya ketidakpuasan karyawan atau pihak tertentu karena gaji atau
suatu jabatan, dimana internal auditor diharapkan dapat menyambung lidah sehingga keluhan mereka
ditindaklanjuti oleh manajemen puncak. Atau contoh lain adanya persaingan ditempat kerja sehingga
salah satu pihak berusaha menjatuhkan pihak lainnya dengan memanfaatkan internal auditor.
Pengaruh terhadap independensi internal auditor terkadang tidak bersifat langsung terhadap
hasil audit yang dihasilkan oleh internal auditor. Namun demikian intervensi tersebut dapat
mempengaruhi kinerja internal audit termasuk mempengaruhi internal auditor dalam menetapkan
ruang lingkup dan metodologi auditnya. Contohnya adalah dalam kondisi internal audit merupakan salah
satu departemen/divisi di dalam perusahaan. Kondisi tersebut menempatkan pimpinan internal auditor
juga berperan sebagai pimpinan departemen/divisi. Peranan ini kemungkinan besar memiliki
keterbatasan wewenang dan tanggung jawab yang hampir sama dengan pimpinan departemen/divisi
yang lain. Pimpinan Departemen SDM dan Pesonalia misalnya, dapat memutasikan atau memindahkan
karyawan Departemen Internal Audit (dalam hal ini adalah internal auditor) ke departemen lainnya.
Demikian pula sebaliknya, karyawan di departemen yang dianggap kurang qualified di bidang tersebut
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas saya menyimpulkan bahwa Konflik dalam sebuah internal audit akan
berkembang pada saat internal auditor mengungkapkan informasi tetapi informasi tersebut oleh
manajemen tidak ingin dipublikasikan kepada pihak eksternal atau informasi tersebut dibatasi. Kondisi
ini akan sangat menyulitkan internal auditor karena harus berhadapan dengan kepentingan manajemen
internal. Independensi, integritas serta tanggung jawab internal auditor terhadap profesi dan masyarakat
akan dipertaruhkan dengan menempatkan internal auditor sebagai bagian dari kepentingan manajemen
internal organisasi. Hal inilah yang sangat sulit dihindari oleh Internal Auditor. Walaupun itu kendala dari
Internal Auditor, jika tetap ingin menjadi seorang auditor/auditor internal diharuskan menjunjung
http://internalaudit-karmacon.blogspot.com/2010/02/membangun-independensi-internal-audit.html.
1. Pemeriksaan.
Sebelum membuat laporan, internal auditor terlebih dahulu mengadakan pemeriksaan terhadap
bagian yang diperiksa. Dalam melaksanakan internal auditor terlebih dahulu menyusun rencana
kerja periksaan yang disetujui pimpinan perusahaan.
Berdasarkan rencana kerja pemeriksaan yang telah disusun dan disetujui Direksi atau berdasarkan
informasi yang diperoleh baik yang dari dalam maupun dari luar tentang adanya suatu
penyelewengan yang akan merugikan kepentingan perusahaan, maka star internal auditing (auditor)
akan mengadakan usulan pemeriksaan kepada manajemen. Dalam usulan pemeriksaan, star internal
auditing hendaknya memberikan pertimbangan-pertimbangan yang beralasan, yang menjadi dasar
usulan pemeriksaan yang dilakukan. Disamping itu setiap usulan pemeriksaan harus dapat
menggambarkan kepada manajemen jumlah waktu dan biaya yang dibutuhkan dan susunan auditor
yang akan melaksanakan tugas tersebut.
Sebagai dasar untuk melakukan suatu pemeriksaan, star internal auditor harus memperoleh sural
penugasan yang dibuat oleh Direksi atau yang ditunjuk untuk itu. Surat penugasan ini merupakan
suatu bentuk bukti persetujuan Direksi untuk melaksanakannya tugas pemeriksaan dan bahwa
program pemeriksaannya telah dapat dilaksanakannya. Agar pelaksanaan dilapangan dapat berjalan
dengan lancar perlu persiapan, sebagai berikut:
2. Laporan.
Setelah melakukan pemeriksaan, internal auditor menyusun laporan kepada pihak manajemen.
Adapun bentuk penyajian laporan dapat berupa:
Tertulis (Written).
1. Tabulasi
a. Laporan akuntansi formal
b. Statistik
2. Uraian atau paparan singkat
3. Grafik
4. Suatu kombinasi dari berbagai bentuk diatas.
b. Lisan
1. Presentasei formal group, ini dapat meliputi penggunaan berbagai alat visual.
2. Konferensi individual.
Dalam laporan tertulis, data disampaikan secara lengkap dan menyeluruh (konprehensif). Sementara
lisan dapat berupa pemaparan atas hal-hal yang dianggap perlu ditonjolkan dan cenderung informasi
yang disampaikan tidak menyeluruh.
Agar laporan internal auditor informatif, maka sebaiknya laporan tersebut memenuhi beberapa
unsur yang menjadi dasar bagi penyusunan laporan. Menurut "Norma Pemeriksaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara" pada point norma pelopor yang disusun oleh Bapeka khususnya pada
norma pelopor, point tiga, disebutkan:
Selain sebagai pedoman yang diungkapkan sebelumnya, khusus dalam penyajian dalam laporan
tertulis, internal auditor perlu memperhatikan beberapa prinsip penyajia. Prinsip penyajian tersebut
lebih dikenal dengan prinsip 10 (sepuluh) C. Hal ini perlu diperhatikan dengan maksud agar laporan
mudah dimengerti dan informasi yang terkandung didalamnya mudah diserap.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Correct, penyajian harus tepat dan benar.
b. Complete, disajikan secara lengkap.
c. Concise, penyajian sesingkat mungkin.
d. Clear, informasi yang disampaikan harus jelas.
e. Comprehensive, laporan harus bersifat menyeluruh.
f. Comperative, sedapat mungkin laporan harus diperbandingkan.
g. Conciderate, informasi yang disajikan harus relevan.
h. Celerity, laporan harus selesai pada waktunya.
i. Candid, laporan harus objektif.
j. Coordinate, laporan harus dapat dikoordinasikan dengan laporan-laporan lainnya.
Lalu, apa fungsi dan peranan internal auditor? Mengapa manajemen perusahaan perlu
internal auditor?
Sedikit kebelakang: tujuan perusahaan adalah LABA. Untuk mencapai tujuan ini perusahaan
membuat alat kendali yang disebut dengan sistem pengendalian internal (SPI). Nah fungsi
internal auditor adalah memastikan bahwa setiap elemen di dalam perusahaan taat kepada SPI.
Wujud dari SPI ini berupa: KEBIJAKAN PERUSAHAAN (company or corporate policy) yang
kemudian dirinci menjadi ATURAN-ATURAN atau PROSEDUR-PROSEDUR.
Sehingga, konkretnya, tugas internal auditor ke dalam, bercabang lagi menjadi 2, yaitu:
(a) Memastikan bahwa setiap orang di dalam perusahaan bekerja sesuai dengan aturan dan
prosedur internal perusahaan; dan
(b) Setiap asset di dalam perusahaan digunakan sesuai dengan aturan dan prosedur.
Dari sini saja, sudah jelas terlihat bahwa fungsi dan peranan internal auditor tidak sesederhana
yang dibayangkan oleh orang kebanyakan. Jauh lebih luas ketimbang sekedar mendeteksi dan
menangkap pegawai yang melakukan penggelapan (fraudulence). Melainkan memastikan bahwa
setiap denyut aktivitas perusahaan berjalan sesuai dengan SPIatau aturan dan prosedur internal
perusahaan.
(d) Pemerintah Daerah dan Pusat Sebagai badan usaha (lokal maupun PMA) yang berada di
wilayah yurisdiksi Indonesia, wajib mengikuti aturan baik itu yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah maupun pusat. Tugas internal auditor adalah memastikan bahwa perusahaan menjalankan
hak dan kewajibannya terhadap pemerintah daerah (lokal) di mana perusahaan berada, maupun
pusat
Dari taat aturan di luar perusahaan ini bisa dilihat bahwa tugas internal auditor tidak sesempit
yang dibayangkan oleh orang kebanyakan (terutama mereka yang tidak pernah terlibat langsung
di dalamnya). TIDAK semata-mata untuk memastikan laporan keuangan perusahaan sudah
sesuai PSAKseperti fungsi auditor eksternal. Jauuuuuhhh lebih luas dari itu.
Memastikan bahwa PERUSAHAAN TAAT PADA ATURAN di dalam perusahaan itu sendiri
(internal) ditambah dengan eksternal, maka bisa disimpulkan bawa fungsi dan peranan internal
auditor di dalam perusahaan sangat luas dan kompleks.
Saya seorang internal auditor, perasaan tugas saya nggak sebanyak dan serumit itu
mungkin ada yang berpikir seperti itu.
Jawaban saya: sukurlah anda tidak ada di dalam perusahaan saya. Jika anda berada di dalam
perusahaan dimana saya menjadi salah satu eksekutifnya, sudah pasti saya meminta standar
kinerja yang mungkin jauh lebih berat dibandingkan apa yang anda jalankan saat ini. Sekalilagi,
berskurlah jika tugas anda selama ini tidak seberat itu. Jika boleh saya sarankan, cobalah untuk
mulai berpikir untuk menjalankan fungsi-fungsi yang saya sebutkan di atas, mungkin anda bisa
naik gaji atau jabatan dengan lebih cepat.
BAGAIMANA PARA INTERNAL AUDITOR MENJALANKAN FUNGSINYA
Bagaimana seorang internal auditor menjalankan fungsi dan tugas-tugasnya yang begitu
banyak dan kompleks?Seperti eksternal auditor, internal auditor juga menggunakan metode dan
teknik pemeriksaan (audit) tersendiri yang tentunya hanya dikuasai oleh mereka-mereka yang
memang qualified untuk posisi tersebut. Tetapi secara umum mereka melakukan 3 tahapan
proses berikut ini:1. Verifikasi Pertama-tama mereka melakukan verifikasi yang paling
mendasar yaitu: memeriksa apakah semua aktivitas telah memiliki standar operating procedure
(SOP)? Jika belum maka mereka merancang prosedur baru untuk kemudian diusulkan di dalam
rapat audit commitee. Jika disetujui oleh komite maka prosedur tersebut disyahkan dan
diberlakukan. Jika sudah ada prosedur, maka internal auditor melakukan verifikasi lanjutan yaitu
dengan membandingkan prosedur yang ada dengan fakta yang terjadi di lapangan. Misalnya:
salah satu prosedur perusahaan berbunyi setiap pembelian aktiva tetap yang melibihi angka Rp
200 juta harus memperoleh approval dari Financial Controller terlebih dahulu. Internal auditor
melakukan verifikasi dengan memeriksa semua dokumen pembelian aktiva tetap yang melebihi
angka Rp 200 juta, untuk memperoleh kepastian apakah prosedur tersebut ditaati secara
konsisten atau tidak. Hasil verifikasi bisa: sudah sesuai prosedur standar (does comply the
standard procedure) atau belum sesuai prosedur standar (does not comply the standard
procedure). Yang belum memenuhi standar, di masukan ke dalam list follow up.
2. Investigasi Aspek atau elemen yang belum patuh terhadap aturan dan prosedur (yang masuk
dalam list follow up) ditindaklanjuti dengan tindakan investigasi untuk mengetahui mengapa
terjadi penyimpangan, mengapa belum bisa memenuhi standar, apakah faktor orang, lingkungan
atau sistem pengendalian internal (SPI)-nya yang tidak terancang dengan baik sehingga perlu
perubahan (revisi.) Misalnya (melanjutkan contoh pertama di atas): dalam proses verifikasi
internal auditor menemukan 2 dari 20 transaksi yang melebihi nilai 200 juta ternyata tidak
memeperoleh approval dari Financial controller terlebih dahulu. Nah ini dianggap masalah atau
kasus, di tahapan ini internal auditor melakukan investigasi guna mencari tahu: mengapa ada
pembelian aktiva tetap melebihi 200 juta tetapi tidak memperoleh approval? apa sesungguhnya
yang terjadi, apakah karena tidak tahu ada prosedur seperti itu atau karena tahu tapi lalai, atau
karena sengaja untuk mekasud tertentu?
3. Pelaporan Apapun hasil verifikasi dan invetigasi dituangkan ke dalam laporan hasil audit
untuk dilaporkan, yang selanjutnya dibahas di dalam rapat audit committee. Di rapat audit
commitee setiap penyimpangan dibahas, tentunya dilengkapi dengan bukti dan fakta yang
ditemukan dalam proses investigasi. Dalam kasus yang rumit, kerap terjadi dimana koordinasi
dilakukan di luar rapat (sembari proses investigasi terus dilakukan.) Berdasarkan hasil invetigasi
dan rekomendasi yang diajukan oleh internal auditor, komite mengambil keputusan: apakah
perlu melakukan revisi terhadap prosedur yang telah ada atau tidak. Jika tidak, selanjutnya
eksekutif tinggal menentkan apakah masalah tersebut perlu di bawa ke dalam rapat dewan
direksi (board of directors) guna ditindaklanjuti oleh direktur yang bertanggungjawab di bagian
dimana ketidakpatuhan terjadi, atau tidak. Di titik ini internal auditor sudah tidak berperanan
lagi. Nanti saat direktur bagian melakukan follow-up, jika memang diperlukan, internal auditor
bisa memberikan masukan-masukan dan saran-saran yang mungkin sifatnya lebih specifik,
meskipun tidak bersifat wajib.
Ketiga tahapan proses ini terus bersiklus dari waktu-ke-waktu, sepanjang masih ada yang
namanya internal auditor dan audit commitee. Hanya saja, panjangnya waktu yang dibutuhkan
untuk setiap tahapan bisa berbeda-beda (tergantung apakah ada kasus atau tidak, apakah
kasusnya mudah diselesaikan atau tidak.) Tentunya, internal auditor tidak memiliki kapasitas
(wewenang dan tanggungjawab) untuk menyelesaikan atau mengatasi suatu masalah atau kasus
yang mereka temukan. Tetapi mereka diharapkan (dan memang seharusnya) bisa menjadi
pembuka jalan serta bertindak selaku navigator dalam proses policy maupun decision-
making sehubungan dengan masalah atau kasus yang ditemukan.
Kapan dan terhadap apa saja tindakan audit dilakukan? Semua aspek terkait dengan aturan
dan prosedur diverifikasi dan diinvestigasi (bila ada ketidakpatuhan atau incompliance.) Audit,
ada yang dilakukan secara terjadwal untuk wilayah-wilayah yang dianggap tidak terlalu rawan
penyimpangan, ada juga yang dilakukan secara dadakan sewaktu-waktu untuk wilayah-wilayah
yang dianggap rawan terhadap ketidakpatuhan.
Setiap masalah (ketidakpatuhan) yang ditemukan harus disertai rekomendasi prosedur baru yang
lebih efektifberdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, sehingga hasil audit berikutnya
menunjukan kemajuan yang signifikan. Mereka juga diwajibkan untuk selalu melakukan
pemantauan untuk mendeteksi dan mencegah potensi ketidakpatuhan di semua wilayah
opersional perusahaan. Termasuk memberikan petunjukan, arahan, kalau perlu training terhadap
pegawai yang dianggap tidak bisa menjalankan prosedur dan aturan.
Power (Wewenang/Pengaruh) Besar Sudah bukan rahasia lagi, setiap orang di dalam
perusahaan menganggap bahwa para internal auditor adalah orang-orang yang dekat
dengan para eksekutif, bahkan ada yang mengatakan internal auditor adalah mata-mata
atau telinga-telinga-nya eksekutif. Yang sinis mungkin mengatakan tukang
ngadu/tukang lapor. Anggapan yang sugguh keliru. Yang ngadu/lapor adalah data yang
mereka temukan, bukan pribadi internal auditornya. Pada kondisi yang paling tidak saya
sukai, para internal auditor ini sering menjadi rebutanuntuk diajak masuk ke dalam
kelompok-kelompok tertentudalam office politic yang sekali lagi, sebuah kondisi yang
paling tidak saya sukai. Internal auditor yang ketahuan terlibat dalam office politic
biasanya saya pindahkan ke wilayah lain.
Banyak Pengetahuan Di mata saya pribadi, jauh lebih menarik dibandingka gaji dan
pengaruh adalah pengetahuan dan pengalaman. Seperti telah saya sampaikan di awal
tulisan: siapapun yang ingin menduduki posisi eksekutif di bagian keuangan, di masa
depan, mulai sekarang sebaiknya ajukan diri untuk menjadi seorang internal auditor.
Mengapa? Karena di posisi ini anda dituntut mengetahui hampir semua aspek operasional
perusahaan. Meskipun tidak bisa melakukan pekerjaan marketing misalnya, tetapi anda
jadi tahu prosedur yang harus dijalankan dan standar yang harus dipenuhi di wilayah
marketing, aturan yang harus diikuti, dan lain sebagainya. Ini sudah merupakan modal
awal untuk memasuki jenjang karir yang lebih tinggi.
Source: http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/03/apa-sejatinya-fungsi-serta-peranan-
internal-auditor-sehingga-gajinya-besar/#ixzz1p4cwvlbF
Menjadi Auditor Internal dalam perusahaan menurut penglihatan saya adalah menjadi suatu
jabatan yang berbeda dari para pegawai-pegawai. Mengapa? Karena semua aktivitas dalam perusahaan
harus diketahui oleh Auditor Internlah, melihat semua aktifitas yang dilakukan oleh para pegawai-
Pembahasan
Setiap profesi, setiap jabatan, sudah pasti ada enak dan tidak enaknya. Saya mulai dari enaknya
Gaji Relative Besar Gaji internal auditor relative lebih besar dibandingkan dengan staf lain di
Power (Wewenang/Pengaruh) Besar Sudah bukan rahasia lagi, setiap orang di dalam
perusahaan menganggap bahwa para internal auditor adalah orang-orang yang dekat dengan para
eksekutif, bahkan ada yang mengatakan internal auditor adalah mata-mata atau telinga-telinga-nya
eksekutif. Yang sinis mungkin mengatakan tukang ngadu/tukang lapor. Anggapan yang sugguh keliru.
Yang ngadu/lapor adalah data yang mereka temukan, bukan pribadi internal auditornya. Pada kondisi
yang paling tidak saya sukai, para internal auditor ini sering menjadi rebutanuntuk diajak masuk ke
dalam kelompok-kelompok tertentudalam office politic yang sekali lagi, sebuah kondisi yang paling
tidak saya sukai. Internal auditor yang ketahuan terlibat dalam office politic biasanya saya pindahkan ke
wilayah lain.
Banyak Pengetahuan Di mata saya pribadi, jauh lebih menarik dibandingka gaji dan pengaruh
adalah pengetahuan dan pengalaman. Seperti telah saya sampaikan di awal tulisan: siapapun yang ingin
menduduki posisi eksekutif di bagian keuangan, di masa depan, mulai sekarang sebaiknya ajukan diri
untuk menjadi seorang internal auditor. Mengapa? Karena di posisi ini anda dituntut mengetahui hampir
semua aspek operasional perusahaan. Meskipun tidak bisa melakukan pekerjaan marketing misalnya,
tetapi anda jadi tahu prosedur yang harus dijalankan dan standar yang harus dipenuhi di wilayah
marketing, aturan yang harus diikuti, dan lain sebagainya. Ini sudah merupakan modal awal untuk
Yang enak-enaknya sudah. Sekarang tinggal yang tidak enaknya, dan bisa dibilang sangat banyak. Tetapi
semua macam prosedur, cakupan wilayah yang luas membutuhkan daya mobilisasi yang tinggi. Dan ini
Tekanan Mental dan Fisik Yang Tinggi Sudah begitu banyak dan luas pekerjaan yang harus
ditangani, masih harus mengahadapi tekanan mental bahkan ancaman fisik yang lumrah dilakukan oleh
mereka-mereka (staf maupun manajer) yang bermasalah (tidak taat prosedur dan aturan). Sudah ada
banyak kejadian dimana seorang internal auditor diancam, bahkan dihadang dijalanan. Di sini para
internal auditor diharapkan memiliki mental dan kecerdasan di atas rata-rata. Kalau di kepolisian
mungkin intel-nya lah ya. Masa intel mengkeret hanya karena diancam oleh polisi lalulintas, iya kan?
Bukan berarti komite tak peduli dengan risiko itu. Tentu komite tidak segan-segan untuk turun tangan
menghadapi situasi yang dianggap membahayakan. Sudah beberapa kali saya harus melibatkan
Bicara pekerjaan, apapun itu, sudah pasti bukan hal yang mudah, lebih banyak tidak enaknya
ketimbang enaknya. Untuk apa perusahaan merekrut pegawai, apa hanya untuk enak-enakan? Tentu
tidak. Tentunya untuk menangani hal-hal yang tidak enak atau sulit.
Betul. Ada orang-orang yang lebih suka melihat kesulitan sebagai tantangan dibandingkan
beban, sehingga mereka bisa melakukannya dengan sangat baik dan tanpa beban yang berlebihan.
Tetapi ada wilayah dimana para internal auditor sering tidak berkutik menghadapinya. Bahkan para
eksekutifpun saya yakin juga tidak mudah menyikapinya. Masalah apa itu?
Konflik kepentingan. Konflik kepentingan antar departemen atau divisi atau individu, adalah
pemandangan sehari-hari di dalam perusahaan. Saya yakin para internal auditor tahu bagaimana cara
menempatkan diri yang baikintinya tidak boleh terlibat konflik kepentingan apapun di dalam
banyak kasus, menejemen (termasuk eksekutif/board of director tentunya), dengan sengaja melakukan
ketidakpatuhan dalam menjalankan kewajibannya dengan pihak luar (mengakali pemegang saham
melalui modifikasi laporan keuangan, pajak, bea cukai, bank, dan pihak eksternal lainnya). Mungkinkah
internal auditor mampu mengatakan jangan atau tidak? Di satu sisi mereka tahu itu pelanggaran
aspek profesionalisme mereka menuntut supaya itu dicegah, di sisi lainnya mereka juga harus berpikir
realistisbagimanapun juga mereka dibayar oleh manajemen perusahaan, mereka bertanggung jawab
Bagaimana internal auditor menghadapi konflik seperti itu? Bagaimana seharusnya bersikap?
Saya akan bahas di lanjutan seri internal auditor ini. Di tulisan berikutnyasebagai lanjutan dari seri ini
saya akan membahas mengenai Corporate Governance, menurut versi seorang mantan pegawai
accounting abal-abal. Terkait dengan hal yang sama saya juga akan membahas mengenai: hubungan
internal auditor dengan external auditor, termasuk kantor akuntan publik (KAP) yang seharusnya hanya
menyediakan jasa independent audit tetapi belakangan menjadi makin rakus dengan menyediakan jasa
Kesimpulan
Inilah enaknya menjadi seorang Auditor Internal yaitu Gaji Relative Besar, Power
(Wewenang/Pengaruh) besar, banyak pengetahuan, Mengawasi Wilayah Yang Begitu Luas, Tekanan
Mental dan Fisik Yang Tinggi. Sehingga gaji yang diperoleh oleh Auditor Internal relatif tinggi.
Sumber : http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/03/apa-sejatinya-fungsi-serta-peranan-internal-
auditor-sehingga-gajinya-besar/
PERSYARATAN MENJADI AUDITOR INTERNAL
Latar Belakang
Untuk diterima sebagai pegawai apapun dalam suatu pekerjaan,harus ada syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi. Jika tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan maka peluang
untuk diterima sebagai karyawan/pegawai kemungkinan kecil. Menjadi seorang auditor bukanlah
menjadi suatu hal yang mudah. Menjadi seorang auditor selain yang ahli dibidang akuntansi tapi
harus mempunyai integritas yang tinggi. Reading Report ini menjelaskan bagaimana sih untuk
Pembahasan
Penilaian yang baik adalah yang dilakukan secara obyektif oleh orang yang ahli (kompeten) dan
cermat (due care) dalam melaksanakan tugasnya. Untuk menjamin obyektivitas penilaian, pelaku
audit (auditor) baik secara pribadi maupun institusi harus independen terhadap pihak yang
diaudit (auditi), dan untuk menjamin kompetensinya, seorang auditor harus memiliki keahlian
dibidang auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidangyang diauditnya.
Sedangkan kecermatan dalam melaksanakan tugas ditunjukkan oleh perencanaan yang baik,
pelaksanaan kegiatan sesuai standar dan kode etik, supervisi yang diselenggarakan secara aktif
1. Kompetensi
Kompeten artinya auditor harus memiliki keahlian di bidang auditing dan mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang diauditnya; a) Kompetensi seorang auditor
dibidang auditing ditunjukkan oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya.
Dari sisi pendidikan, idealnya seorang auditor memiliki latar belakang pendidikan (pendidikan
formal atau pendidikan dan latihan sertifikasi) dibidang auditing. Sedangkan pengalaman,
lazimnya ditunjukkan oleh lamanya yang bersangkutan berkarir di bidang audit atau
intensitas/sering dan bervariasinya melakukan audit. Jika auditor menugaskan orang yang
kurang/belum berpengalaman, maka orang tersebut harus disupervisi (dibimbing) oleh seniornya
yang berpengalaman. b) Kompetensi auditor mengenai bidang yang diauditnya juga ditunjukkan
oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Auditor yang mengaudit
laporan keuangan harus memiliki latar belakang pendidikan dan memahami dengan baik proses
penyusunan laporan keuangan dan standar akuntansi yang berlaku. Demikian pula dengan
auditor yang melakukan audit operasional dan ketaatan, dia harus memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai kegiatan operasional yang diauditnya, baik cara melaksanakannya, maupun
kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian. Jika auditor kurang mampu atau tidak
memiliki kemampuan tersebut, maka dia (auditor) wajib menggunakan tenaga ahli yang sesuai.
2. Independensi
Independen artinya bebas dari pengaruh baik terhadap manajemen yang bertanggung
jawab atas penyusunan laporan maupun terhadap para penggunalaporan tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar auditor tersebut bebas dari pengaruh subyektifitas para pihak yang tekait,
yang dimaksud meliputi independensi dalam kenyataan (infact) dan dalam penampilan (in
appearance). Independensi dalam kenyataan lebih cenderung ditunjukkan oleh sikap mental
ditunjukkanoleh keadaan tampak luar yang dapat mempengaruhi pendapat orang lainterhadap
independensi auditor, apabila dia (auditor) sering tampak makan-makan ataubelanja bersama-
sama dengan dan dibayari oleh auditinya. Walaupun padahakekatnya (in fact) auditor tetap
memelihara independensinya, kedekatan dalam penampilan itu dapat merusak citra
independensinya dimata publik.Independensi tidak hanya dari sisi kelembagaan. Tetapi juga dari
sisi pekerjaan. Misalnya suatu Kantor Akuntan Publik menjadi konsultan pada suatu perusahaan
Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan tidak boleh memberikan jasa audit.
(due professional care), direncanakan dengan baik, meng-gunakan pendekatan yang sesuai, serta
memberikan pendapat berdasarkanbukti yang cukup dan ditelaah secara mendalam.Di samping
itu, institusi audit harus melakukan pengendalian mutu yang memadai; organisasinya ditata
dengan baik, terhadap SDM yang digunakan dilakukan pembinaan, diikut sertakan dalam
denganbaik, dan hasil pekerjaannya direview secara memadai. Kecermatan merupakan hal yang
mutlak harus diterapkan auditor dalam pelaksanaan tugasnya. Karena hasil audit yang dilakukan
akan berpengaruh pada sikap orang yang akan menyandarkan keputusannya pada hasil audityang
dilakukannya. Oleh karena itu, auditor harus mempertimbangkan bahwa suatu saat dia harus
kesalahan yang sebenarnya telah terjadi dalam laporan yang diauditnya, namun tidak berhasil
meng-ungkapkannya.
Kesimpulan
Secara umum audit dapat diartikan sebagai aktivitas pengumpulan dan pengujian data,
yang dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen,dalam rangka menentukan kesesuaian
informasi yang diaudit dengan standar/kriteria yang telah ditetapkan, untuk disampaikan kepada
para pihak yang berkepentingan. Kegiatan audit tersebut dapat dilakukan oleh auditor
eksternaldan internal. Audit internal sektor publik adalah audit yang dilakukan auditor internal
organisasi/lembaga yang bergerak di bidang penyediaan barang dan jasa publik (public goods
and services). Sebenarnya peran auditor internal tidak hanya semata-mata sebagai auditor, untuk
meningkatkan nilai tambah keberadaannya, auditor internal dapat pula berperan sebagai
konsultan bagi auditinya. Namun peran tersebut tidak boleh mengurangi independensinya
terhadap auditinya tersebut. Untuk mendapat hasil audit yang baik maka orang yang menjadi
auditor internal harus memenuhi berbagai persyaratan, yaitu memiliki kompetensi (memiliki
keahlian di bidang auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang
diauditnya), independen terhadap auditi, baik dalam kenyataan (in fact) dan dalam penampilan
Sumber : http://thomsonsilvanus.blogspot.co.id/2014/10/persyaratan-menjadi-auditor-internal.html
Ada beberapa hal yang dapat membuat saya tidak senang. Salah satunya adalah
kalau ada orang atau pihak tertentu yang mengatakan kepada saya sebagai berikut : Kalau anda jadi
auditor, jangan mencari-cari kesalahan.
Pernyataan ini pertama kali saya dengar ketika untuk pertama kalinya saya mendapat penugasan audit ke
suatu instansi pemerintah. Saat itu sebagai auditor junior, saya bersikap positif saja. Mungkin orang itu
pernah mempunyai pengalaman buruk terhadap para auditor. Namun perkataan itu saya catat di dalam
hati agar saya tidak melakukan hal yang seperti itu.
Kemudian, saya mendengar kembali hal itu, ketika saya melamar posisi sebagai auditor internal di
perusahaan swasta yang besar dan terkenal. Dalam suatu wawancara, staf HRD perusahaan itu
mengatakan Kalau nanti diterima jadi auditor, jangan cari-cari kesalahan ya. Saya hanya tertawa dalam
hati dan berkata,Apa mba punya pengalaman buruk dengan para auditor. Tidak, jawab staf HRD itu.
Saya cecar lagi (loh yang diwawancarai siapa ya..hehehe), Kalau begitu mengapa mba mengatakan hal
demikian. Jawab Staf HRD itu lagi, Banyak teman yang mengatakan demikian. Lalu saya katakan
bahwa kalau itu tidak benar. Bagaimana mungkin seorang auditor mencari-cari kesalahan. Yang jelas-
jelas benar-benar salah saja (didukung fakta dan bukti dokumen) para pelaku fraud langsung membela
diri, bagaimana kalau kesalahan yang dicari-cari. Tentu mereka marah dan bisa menuntut para auditor
telah menyebarkan fitnah. Auditor bukan polisi yang punya senjata dan kewenangan untuk menahan dan
menyidik.
Pernyataan auditor jangan mencari kesalahan kembali saya baca di Kompas, baru-baru ini. Walau dalam
bahasa yang lain namun intinya sama. Kali ini pernyataan itu dikeluarkan oleh Irjen Depkeu, Hekinus
Manao, sebagai berikut :.
Para auditor pemeriksa keuangan negara hendaknya tidak seperti orang yang berlomba-lomba menemukan
adanya banyak penyimpangan tanpa mendalami apa yang menjadi penyebab dan bagaimana cara mengatasinya.
Kecenderungan auditor seperti itu dinilai tidak akan membawa perbaikan dalam pengelolaan keuangan negara.
Demikian disampaikan Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Hekinus Manao kepada Kompas, Senin (17/11) di
Jakarta.
Selama ini, yang saya lihat, baik inspektorat jenderal (itjen) departemen, Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terlihat hanya seperti orang yang berlomba-
lomba mengungkapkan adanya temuan penyimpangan, tetapi belum mendalami mengapa penyimpangan itu
terjadi dan bagaimana cara mengatasinya.
Terus terang saja, saya kecewa terhadap pernyataan Irjen Depkeu ini yang juga sekaligus senior saya di
kampus dan dulu di instansi ketika saya masih menjadi auditor.
Jujur saja saya katakan, selama saya menjadi auditor tidak pernah saya berlomba-lomba menemukan
penyimpangan. Selama ini begitu banyak penyimpangan yang terjadi di seluruh instansi pemerintah dan
BUMN/BUMD sudah terang berderang tidak ditutup-tutupi. Bahkan hampir lebih dari 90% temuan
penyimpangan yang saya jumpai tidak membutuhkan lebih dari 20% kepintaran saya. (Sombong dikit ah).
Lebih susah mengerjakan soal-soal ujian TataBuku dan Hitung Dagang ketika masih kuliah dulu.
Salah satu faktor mengapa saya meninggalkan karier sebagai auditor adalah karena saya muak melihat
temuan penyimpangan yang sama terjadi berulang kali di hampir semua instansi walaupun sebenarnya
telah kami rekomendasikan setiap tahun cara untuk mengatasinya. Jadi apa yang dikatakan Bapak Irjen
Depkeu berbeda dengan kenyataannya.!!!
Oleh :
Teknik mendeteksi suatu kebohongan dalam suatu wawancara atau interview harus dikuasai oleh
para polisi, jaksa, fraud examiner atau auditor sehubungan dengan tugas yang diemban. Hal ini
bisa juga dikuasai oleh orang-orang yang tidak mempunyai profesi seperti di atas seperti
manager, pemilik perusahaan atau orang biasa. Ini berguna untuk mencegah diri mereka menjadi
korban penipuan atau kebohongan lainnya. Namun, hendaknya ini digunakan secara bijaksana,
karena tidak semuanya bisa tahan mengetahui seseorang, misalnya mengetahui suami atau istri
mereka berbohong.
Tanda-tanda kebohongan
Gerakan tubuh secara keseluruhan kaku, canggung dan ekpresi wajah keliatan lebih tegang dari
biasanya.
Seseorang yang berbohong kepada anda selama pembicaraan dengan anda selalu berusaha
menghindari kontak mata langsung. Kalau pun terjadi kontak mata, hanya sebentar saja.
Tangan sering menggaruk-garuk wajah, hidung, kepala dan leher.
Seseorang yang bersalah akan membela diri. Sebalik, orang yang jujur sering kata-katanya
menyerang atau menyudutkan orang lain.
Seseorang yang berbohong tidak senang berlama-lama berhadapan dengan orang yang
menanyai/menginterogasinya. Biasanya mereka akan mengeser kepala dan tubuhnya menjauhi
sipenanya.
Seseorang yang berbohong secara tidak sadar menempatkan benda antara dia dan kita. Bila ia
seorang perokok maka ia akan menghisap rokoknya berbeda dari normal. Mungkin terburu-buru,
tangan gemetar atau terlihat tenang dengan isapan rokok yang dalam dan hembusan panjang.
Seseorang yang berbohong yang terlihat hati-hati sehingga ia selalu mengulangi pertanyaan
anda sebelum menjawabnya. Contoh : Di mana anda malam itu? Sebenarya bisa dijawab
langsung tetapi seorang yang berbohong cenderung mengatakan, Malam itu saya ada di.
Seorang yang berbohong mungkin akan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan? Misalnya
surat ini mengapa hanya anda sendiri yang tandatangan? Dijawab : apakah salah jika saya sendiri
yang tandatangan?
Seseorang yang berbohong mungkin banyak bicara tetapi bukan hal yang penting dan sesuai
pokok pembicaraan. Mereka tidak suka ada keheningan antara mereka dan kita.
Seseorang yang berbohong mungkin berbicara datar-datar saja. Tidak ada tekanan pada kata-
kata yang seharusnya diucapkan dengan khusus.
Other signs of a lie:
Jika anda percaya seseorang berbohong kepada anda, ubah pokok pembicaraan cepat.
Perhatikan wajah orang itu akan berubah dari kaku/tegang menjadi tenang/relax dan terlihat dari
intonasi kata-kata yang berbeda dari sebelummya. Berbeda dengan orang yang berbohong
senang dengan pergantiaan pokok pembicaraan dengan tiba-tiba, orang yang tidak berbohong
akan heran mengapa pokok pembicaraan berubah. Apabila orang yang jujur ini belum merasa
selesai dengan pokok pembicaraan sebelumnya, ia akan mencoba balik kembali ke pokok
pembicaraan semula.
Orang yang berbohong menceritakan humor atau mengucapakan makian untuk menghindari
pokok pembicaraan.
Penutup :
Semua hal diatas hanyalah alat bantu, kesimpulan akhir apakah seseorang berkata bohong atau
memberikan informasi tidak benar harus dicrosscheck dengan fakta di lapangan dan teknik audit
lainnya.
Sumber :
Dalam pelaksanaan audit, auditornharus melakukan pengumpulan bukti. Urutan langkah yang ditempuh
oleh auditor dalam rangka memperoleh bukti disebut prosedur audit.
Arens terjemahan Wibowo (2004:242) mendefinisikan bahwa prosedur audit (audit procedure) adalah
metode atau teknik yang digunakan auditor untuk memperoleh dan menilai suatu bukti.
2. Confirming, suatu bentuk pengajuan pertanyaan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi
secara langsung dari sumbernya yang independen. Prosedur audit ini menghasilkan confirmation
evidence.
3. Inquiring, suatu bentuk pengajuan pertanyaan lisan atau tertulis kepada pihak internal (manajemen)
atau eksternal (pengacara) perusahaan. Prosedur audit ini menghasilkan oral evidence atau written
representation.
4. Counting, teknik pemeriksaan dengan melakukan penghitungan kembali atas aktiva berwujud,
misalnya penghitungan kas atau persediaan. Prosedur audit ini digunakan untuk menilai physical
evidence.
5. Observing, yaitu cara memeriksa dengan mengamati langsung suatu aktivitas dimana subjek
pemeriksaannya meliputi personel, prosedur, dan proses. Prosedur audit ini memungkinkan auditor
memperoleh pengetahuan langsung atas aktiva dalam bentuk physical evidence.
6. Tracing, teknik pemeriksaan dengan cara menelusuri proses suatu kegiatan untuk menentukan apakah
transaksi telah dicatat dengan benar. Arah pengujian dari dokumen ke catatan. Prosedur audit ini
berhubungan dengan documentary evidence, untuk mendeteksi completeness.
7. Vouching, teknik pemeriksaan dengan menginspeksi dokumen yang digunakan sebagai dasar
pencatatan untuk menentukan validitas dan kecermatan pencatatan. Arah pengujian dari catatan ke
dokumen. Prosedur audit ini untuk mendeteksi existence.
8. Reperforming, teknik pemeriksaan dengan cara mengulang kembali penghitungan dan rekonsiliasi
yang telah dibuat oleh klien, misalnya menghitung kembali penjumlahan dan perkalian. Prosedur audit
ini menghasilkan mathematical evidence.
9. Analytical procedures, studi dan perbandingan hubungan antara data meliputi penggunaan ratio,
analisa, perbandingan, dan strategi regresi. Prosedur audit ini menghasilkan analytical evidence.
10. Computer Assisted Audit Techniques, penggunaan program software untuk membantu auditor
dalam melaksanakan prosedur-prosedur audit tertentu bagi klien yang akuntansinya telah computerized.
Bukti audit adalah semua media atau simpulan informasi yang digunakan oleh auditor untuk mendukung
argumentasi, pendapat atau simpulan dan rekomendasinya dalam meyakinkan tingkat kesesuaian antara
kondisi dan criteria.
Ada penulis yang menyatakan bahwa syarat-syarat bukti audit ada 3 yaitu:
Relevan (RE)
Kompeten (KO)
Cukup (CU)
Material (MA)
Jika digabungkan, kita tinggal mengingat REKOCUMA, penjelasannya adalah sebagai berikut:
Relevan
Bukti yang relevan maksudnya adalah bukti yang secara logis mempunyai hubungan dengan
permasalahannya. Bukti yang tidak ada kaitannya dengan permasalahan (kondisi) tentu tidak ada
gunanya karena tidak dapat dipakai guna mendukung argumentasi, pendapat atau simpulan dan
rekomendasi dari auditor. Relevansi bukti dapat dilihat dari setiap informasi. Tiap informasi sekecil
apapun harus relevan dengan permasalahannya.
Kompeten
Kompeten atau tidaknya bukti dipengaruhi oleh sumber bukti, cara mendapatkan bukti dan kelengkapan
persyaratan yuridis bukti tersebut. Dilihat dari sumbernya, bukti tentang kepegawaian yang didapat dari
bagian kepegawaian lebih kompeten disbanding dengan bukti yang didapat dari pihak lain.bukti yang
jelas sumbernya lebih kompeten daripada bukti yang didapat dari sumber yang tidak jelas sumbernya.
Cukup
Bukti yang cukup berkaitan dengan jumlah/kuantitas dan/atau nilai keseluurhan bukti. Bukti yang cukup
berarti dapat mewakili/menggambarkan keseluruhan keadaan/kondisi yang dipermaslaahkan.
Material
Bukti yang material adalah bukti yang mempunyai nilai yang cukup berarti dan penting bagi pencapaian
tujuan organisasi. Mempunyai arti tersebut harus ditinjau baik dari kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan Arens terjemahan Wibowo (2004:242) mendefinisikan bukti audit sebagai berikut: Bukti
audit adalah setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi (asersi)
yang diaudit disajikan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Daftar Pustaka:
Arens, Alvin A.,et al, 2004, Auditing dan Pelayanan Verifikasi Pendekatan Terpadu, Terjemahan
oleh tim Dejacarta, Edisi Kesembilan, Jilid 1 dan 2, Jakarta, Indeks.
Suka Duka Menjadi Seorang Auditor???
Banyak orang melihat bahwa menjadi orang audit itu adalah pekerjaan yang menyenangkan karena bisa
bepergian keluar kota dan mengetahui banyak sekali daerah2 di luar kota. namun ada juga yang tidak
suka pekerjaan audit karena sangat beresiko tinggi apalagi menyangkut dengan keselematan nyawa diri
sendiri. jadi bagaimanakah suka duka nya seorang audit?
Bagi fresh graduation hal ini sangat dicari karena ada suatu kebanggaan apabila kantor mereka
menyuruh orang tersebut untuk melakukan tugas luar kota. namun lama kelamaan kesenangan tersebut
akan hilang apabila orang tersebut telah berulang kali bepergian ke tempat yang sama atau ada
pengalaman yang tidak mengenakkan yang terjadi pada orang tersebut di daerah tersebut atau biasanya
seseorang yang telah mempunyai keluarga apabila ditugaskan keluar kota untuk beberapa waktu adalah
hal yang tidak mengenakkan. namun untuk orang yang masih single hal itu adalah tantangan tersendiri.
Travelling ke beberapa daerah membuat kita bangga sehingga apabila ada orang baru yang kita kenal
yang berasal daerah yang pernah kita kunjungi adalah hal yang bisa memulai pembicaraan terhadap
orang tersebut. atau apabila ada sesuatu yang terjadi dengan daerah yang pernah kita kunjungi di televisi
adalah hal yang menarik karena kita mengetahui suasana didaerah tersebut.
Namun ada hal yang kurang baik apabila kita tidak tahan godaan di luar kota, contohnya sering terjadi
perselingkuhan diluar kota atau pun kebanyakan mencicipi hal yang tidak baik diluar kota sehingga
terkadang hal itu juga sering menjadi momok bagi auditor. perjalanan yang jauh ke suatu daerah bisa
menjadi hal yang paling melelahkan atau pun membahayakan apabila kita datang ke daerah yang masih
rawan perampok ataupun kecelakan, namun itu adalah resiko dari pekerjaan sebagai auditor.
2. apabila kita memiliki patner dalam bekerja sering sekali terjadi perdebatan yang dapat membuat
selisih paham antara sesama audit.
3. apabila temuan kita tidak dianggap atau dikatakan material oleh atasan padahal menurut kita itu
sangat material sehingga itu menuntut sikap sabar dan legowo untuk menghadapinya.
4. apabila kita dihadapkan dengan sikap profesionalisme kita dimana kita disuap dengan berbagai cara
baik dari wanita, uang dan barang2 yang lain.
5. apabila kita dihadapkan dengan ancaman dari auditee ataupun seseorang yang menekan mental kita
sehingga kita merasakan ketegangan yang luar biasa.
10. Service auditee yang luar biasa sehingga terkadang ada rasa iba terhadap temuan.
Mungkin beberapa orang yang memiliki pengalaman audit merasakan hal yang sama atau mungkin ada
yang berbeda namun saya rasa semua hampir merasakan sama seperti yang diatas.
namun pekerjaan adalah pekerjaan yang penting pekerjaan itu disenangi dan disyukuri itu akan
membawa kita lebih semangat untuk bekerja.
Salam auditor,
salomo
INTERNAL AUDIT
AUDIT INTERNAL
1. Pengertian Audit Internal
Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan
yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan
catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang
telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan
profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar
modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan
dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan.
Definisi audit internal menurut IIA (Institute of Internal auditor) yang dikutip oleh Boynton
(2001:980) yakni: Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting
activity designed to add value and improve an organizations operations. It helps an organization
accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve
the effectiveness of risk management, control, and governance processes. (Audit internal adalah
aktivitas independen, keyakinan objektif, dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai
dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal ini membantu organisasi mencapai
tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan
meningkatkan efektivitas manajemen resiko, pengendalian dan proses tata kelola).
Menurut Hiro Tugiman (2006:11), internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu
fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi
kegiatan organisasi yang dilaksanakan.
Menurut Mulyadi (2002:29), audit intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan
(perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan
apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,
menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi
dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang
dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. IIA (Institute of Internal auditor) memperkenalkan
Standards for the professional Practice of Internal auditing-SPPIA (Standar) dikutip dari Sawyer
(2005:8), audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan
untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada
perusahaan.
1. Perencanaan audit
3. Mengkomunikasikan hasil
4. Menindaklanjuti
Sama halnya yang diungkapkan Boynton et al, menurut Hiro Tugiman (2006:53), tahapan-
tahapan dalam pelaksanaan kegiatan audit internal adalah sebagai berikut:
a) Tahap perencanaan audit
b) Tahap pengujian dan pengevaluasian informasi
c) Tahap penyampaian hasil audit
d) Tahap tindak lanjut (follow up) hasil audit
Penjelasan dari tahapan-tahapan di atas adalah sebagai berikut:
a) Perencanaan Audit
Tahap perencanaan audit merupakan langkah yang paling awal dalam pelaksanaan kegiatan
audit intenal, perencanaan dibuat bertujuan untuk menentukan objek yang akan diaudit/prioritas
audit, arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan
merencanakan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan proses audit.
1) Menurut Hiro Tugiman (2006:53), audit intern haruslah merencanakan setiap pemeriksaan.
Perencanaan haruslah didokumentasikan dan harus meliputi:
Penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaan.
2) Peroleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan-kegiatan yang akan
diperiksa.
3) Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit.
4) Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu.
5) Melaksanakan survey untuk mengenali kegiatan yang diperlukan, risiko-risiko dan pengawasan-
pengawasan.
6) Penulisan program audit.
7) Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan.
8) Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit.
Sebagai seorang Auditor, kita harus mengetahui Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal. Berikut ini
Beberapa sumber yang menjelaskan Tujuan dan Ruang Lingkup Auditor Internal. Sebagai berikut.
Menurut Hery (2010:39) Tujuan dari audit internal adalah sebagai berikut :
Audit internal secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap anggota manajemen dalam
menyelesaikan tanggungjawab mereka secara efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian, saran
dan komentar yang objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa.
Pada dasarnya tujuan dari audit internal adalah membantu manajemen di dalam suatu organisasi untuk
menjalankan tugas dan wewenangnya secara sistematis dan efektif dengan cara memberikan analisis,
penilaian, rekomendasi, konsultasi dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksanya.
Menurut Sawyers (2009:10) Ruang lingkup audit internal adalah sebagai berikut:
Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal
terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1)
informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan
telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang
bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah
digunakan secara efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif-semua
dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi
dalam menjalankan tanggungjawabnya secara efektif.
Menurut Hery (2010:39) bahwa untuk mencapai keseluruhan tujuan tersebut, maka auditor internal
harus melakukan beberapa aktivitas (Ruang lingkup audit internal) yaitu sebagai berikut :
1. Memeriksa dan menilai baik buruknya pengendalian atas akuntansi keuangan dan operasi
lainnya.
2. Memeriksa sampai sejauh mana hubungan para pelaksana terhadap kebijakan, rencana dan
prosedur yang telah ditetapkan.
3. Memeriksa sampai sejauh mana aktiva perusahaan dipertanggung jawabkan dan dijaga dari
berbagai macam bentuk kerugian.
4. Memeriksa kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan.
5. Menilai prestasi kerja para pejabat/ pelaksana dalam menyelesaikan tanggung jawab yang telah
ditugaskan.
Masih menurut Hery (2010:40) adapun aktivitas dari audit internal yang disebutkan diatas digolongkan
kedalam dua macam, diantaranya:
a. Financial Auditing
Kegiatan ini antara lain mencakup pengecekan atas kecermatan dan kebenaran segala data keuangan,
mencegah terjadinya kesalahanatau kecurangan dan menjaga kekayaan perusahaan.
b. Operational Auditing
Kegiatan pemeriksaan ini lebih ditujukan pada operasional untuk dapat memberikan rekomendasi yang
berupa perbaikan dalam cara kerja, sistem pengendalian dan sebagainya.
Ruang lingkup audit internal tersebut haruslah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya guna membantu
pihak manajemen dalam mengawasi dan mengevaluasi berjalannya roda suatu organisasi.
Terdapat beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai fungsi dan tanggungjawab audit internal.
Menurut Konsersium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:11) fungsi audit internal adalah sebagai
berikut:
Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien
untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi.
Fungsi audit internal adalah suatu pengawasan yang memiliki lingkup tidak terbatas tidak pembatas
sumber, informasi, kewenangan untuk memerika hal apapun pada saat kapan pun, kebebasan untuk
menyatakan sesuatu, menguji, mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan, dan dukungan
sepenuhnya dari pimpinan organisasi.
Sedangkan fungsi audit internal yang dikemukakan Ardeno Kurniawan (2012:53) adalah :
Fungsi audit internal adalah memberikan berbagai macam jasa kepada organisasi termasuk audit
kinerja dan audit operasional yang akan dapat membantu manajemen senior dan dewan komisaris di
dalam memantau kinerja yang dihasilkan oleh manajemen dan para personil didalam organisasi sehingga
auditor internal dapat memberikan penilaian yang independen mengenai seberapa baik kinerja
organisasi.
Secara umun fungsi audit internal adalah untuk memberikan penilaian terhadap keefektifan suatu
pengendalian didalam organisasi. Fungsi audit internal bukan hanya terpaku kepada pencarian ketepatan
dan kebenaran atas catatan-catatan akuntansi saja, melainkan harus juga melakukansuatu penelitian dari
berbagai operasional yang terjadi diperusahaan. Selain itu, auditor internal juga memiliki tanggung
jawab terhadap profesinya. Amin Widjaja Tunggal (2005:21) menguraikan tanggung jawab internal
auditor sebagai berikut :
1. Tanggung jawab direktur internal audit adalah menerapkan program internal audit,
mengarahkan personil dan aktivitas-aktivitas departemen internal audit, juga menyiapkan
rencana tahunan untuk pemeriksaan semua unit perusahaan dan menyajikan program yang
telah dibuat untuk persetujuan,
2. Auditing superior bertanggung jawab membantu direktur audit intern dalam mengembangkan
program audit tahunan dan membantu dalam mengkoordinasi usaha auditing dengan akuntan
publik agar memberikan cakupan audit yang sesuai tanpa duplikasi,
3. Senior auditing bertanggung jawab menerima program audit dan intruksi untuk area audit yang
ditugaskan dari auditing supervisor, memimpin staff auditor dalam pekerjaan lapangan audit,
4. Staff audit bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit.
Ilustrasi
Definisi dari etika itu sendiri menurut A.Arens, et al. (2008:98) yang dialih bahasakan oleh Herman
Wibowo adalah Etika (ethics) secara garis besar dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai
moral.
Bagi profesi audit internal, kode etik merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan dalam
pelaksanaan tugas professional terutama yang menyangkut manajemen risiko, pengendalian dan proses
tatakelola.
Menurut Institute of Internal Auditors (IIA) dan dikutip oleh Moh.Wahyudin Zarkasyi (2008:25) bahwa
ada dua komponen penting dalam kode etik auditinternal, diantaranya yaitu :
Adapun penjelasan dari kedua komponen penting dalam kode etik audit internal tersebut yaitu :
a. IntegritasIntegritas dari auditor internal menimbulkan kepercayaan dan memberikan basis untuk
mempercayai keputusannya.
b. ObjektifAuditor internal membuat penilaian yang berimbang atas hal-hal yang relevan dan tidak
terpengaruh kepentingan pribadi atau pihak lain dalam pengambilan keputusan.
c. ConfidentialAuditor internal harusmenghargai nilai-nilai dan pemikiran atas informasi yang mereka
terima dan tidak menyebarkan tanpa izin kecuali ada kewajiban profesional.
Standar profesi audit internal (SPAI) diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal
membagi standar audit menjadi dua kelompok besar yaitu Standar Atribut dan Standar Kinerja. Berikut
ini uraian lengkap standar profesi audit internal (SPAI) yang dikutip dari buku pusdiklat bpkp yang
disusun oleh Jaafar (2008:89-103):
Standar Atribut
Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam
Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat
persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
1. Independensi Organisasi, Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang
memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat
jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan
Dewan Pengawas Organisasi.
2. Objektivitas Auditor Internal, Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak
memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of
interest).
3. Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas, Jika prinsip independensi dan
objektivitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan
kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan
tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut.
2. Kecermatan Profesional, Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan ketrampilan yang
layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten.
Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan:
a) Ruang lingkup penugasan.
b) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.
c) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance.
d) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan.
e) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.
Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara program quality
assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus menerus memonitor
efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta
pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit
internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan
bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.
2. Pelaporan Program Quality Assurance, Penanggung jawab fungsi audit internal harus
melaporkan hasil reviu dari pihak eksternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
3. Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI, Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus
memuat pernyataan bahwa aktivitasnya dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit
Internal. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian Program Quality Assurance.
4. Pengungkapan atas Ketidakpatuhan, Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan
Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan,
maka hal ini harus diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
Standar profesi audit internal (SPAI) diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal
membagi standar audit menjadi dua kelompok besar yaitu Standar Atribut dan Standar Kinerja. Berikut
ini uraian lengkap standar profesi audit internal (SPAI) yang dikutip dari buku pusdiklat bpkp yang
disusun oleh Jaafar (2008:89-103):
1. Standar Atribut
2. Standar Kinerja
Ilustrasi oleh cmawebline
Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien
untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi.
1) Perencanaan
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko (risk-based
plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi.
Rencana penugasan audit internal harus berdasarkanpenilaian risiko yang dilakukan paling sedikit
setahunsekali. Masukan dari pimpinan dan dewan pengawasorganisasi serta perkembangan terkini harus
jugadipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasanaudit internal harus mempertimbangkan
potensi untukmeningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilaitambah dan meningkatkan kegiatan
organisasi.
Penanggung jawab fungsi audit internal harusmengomunikasikan rencana kegiatan audit, dan
kebutuhansumberdaya kepada pimpinan dan dewan pengawasorganisasi untuk mendapat persetujuan.
Penanggungjawab fungsi audit internal juga harus mengomunikasikandampak yang mungkin timbul
karena adanya keterbatasansumberdaya.
3) Pengelolaan Sumberdaya
Penanggung jawab fungsi audit internal harus memastikanbahwa sumberdaya fungsi audit internal
sesuai, memadai,dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapairencana-rencana yang telah
disetujui.
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman
bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.
5) Koordinasi
Penanggung jawab fungsi audit internal harus berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal
organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan
tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi.
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala kepada Pimpinan
dan Dewan Pengawas mengenai perbandingan rencana dan realisasi yang mencakup sasaran,
wewenang, tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat permasalahan
mengenai risiko, pengendalian, proses governance , dan hal lainnya yang dibutuhkan atau diminta oleh
pimpinan dan dewan pengawas.
b. Lingkup Penugasan
Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses
pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis,
teratur dan menyeluruh.
1) Pengelolaan Risiko
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko
signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian
intern.
2) Pengendalian
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif
dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong
peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan.
a) Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi auditinternal harus mengevaluasi kecukupan danefektivitas
sistem pengendalian intern, yangmencakupgovernance, kegiatan operasi dan sisteminformasi organisasi.
Evaluasi sistem pengendalianintern harus mencakup:
b) Fungsi audit internal harus memastikan sampaisejauh mana sasaran dan tujuan program
sertakegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengansasaran dan tujuan organisasi.
c) Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauh mana
hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
3) ProsesGovernance
Fungsi audit internal harus menilai dan memberikanrekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan
prosesgovernancedalam mencapai tujuan-tujuan berikut:
a) Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai didalam organisasi.
Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan,implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program
dansasaran organisasi yang berhubungan dengan etikaorganisasi.
c. Perencanaan Penugasan
Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang
mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, dan alokasi sumberdaya.
1) Pertimbangan Perencanaan
a) Sasaran dan kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam
mengendalikan kinerjanya.
b) Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumberdaya, dan operasi yang direviu serta pengendalian yang
diperlukan untuk menekan dampak risiko ke tingkat yang dapat diterima oleh organisasi.
2) Sasaran Penugasan
Agar sasaran penugasan tercapai maka fungsi audit internal harus menentukan ruang lingkup penugasan
yang memadai.
Auditor internal harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai sasaran penugasan.
Penugasan staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan
waktu, dan ketersediaan sumber daya.
Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai
sasaran penugasan.
Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan
sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja harus segera mendapat
persetujuan.
d. Pelaksanaan Penugasan
Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan.
1) Mengidentifikasi Informasi
Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan, dan berguna untuk
mencapai sasaran penugasan.
Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang
tepat.
3) Dokumentasi Informasi
Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk mendukung kesimpulan dan
hasil penugasan.
4) Supervisi Penugasan
Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya
kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf.
1) Kriteria Komunikasi
Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkuppenugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana
tindaklanjutnya.
Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di luar organisasi, maka pihak yang berwenang
harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan penggunaannya.
2) Kualitas Komunikasi
Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif,
lengkap, dan tepat waktu.
Kesalahan dan kealpaan. Jika komunikasi final mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggung jawab
fungsi audit internal harus mengomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang
telah menerima komunikasi sebelumnya.
Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap standar yang mempengaruhi penugasan tertentu,
komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan:
Alasan ketidak-patuhan.
Penanggung jawab fungsi audit internal harusmengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak
yangberhak
f. Pemantauan Tindak Lanjut
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk memantau tindak
lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen.
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untuk memantau dan
memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko
karena tidak melakukan tindak lanjut.
Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang sebenarnya tidak
dapat diterima oleh organisasi, penanggung jawab fungsi audit internal harus mendiskusikan masalah
inidengan manajemen senior. Jika diskusi tersebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan,
maka penanggung jawab fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut
kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk mendapatkan resolusi.
Dalam menunjang kinerjanya, Auditor harus memiliki Kompetensi yang memadai untuk melaksanakan
pekerjaannya. Sebagai sebuah hubungan cara-cara setiap individu memanfaatkan pengetahuan,
keahlian, dan perilakunya dalam bekerja. Kompetensi diwujudkan dalam kinerja. Jadi, kompetensi dapat
dihubungkan ke hal-hal yang berkaitan dengan jenis tugas kontekstual tertentu, yakni berkenaan dengan
apa yang harus dikerjakan, dan sebagus apa pekerjaan yang dilakukan (Sawyers, 2009:17).
Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan kompetensi auditor diantaranya adalah Mulyadi (2009:58)
yang menjelaskan bahwa:
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman, setiap anggota harus melakukan upaya
untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang di berikan
memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti di syaratkan oleh prinsip etika.
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely suhayati (2010:2) menjelaskan kompetensi adalah:
Kompetensi artinya auditor harus mempunyai kemampuan, ahli dan berpengalaman dalam memahami
kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung
kesimpulan yang akan diambil.
Menurut Arens, et al. (2008:42) yang dialih bahasakan oleh Herman Wibowo menyatakan bahwa:
Kompetensi sebagai keharusan bagi auditor untuk memiliki pendidikan formal di bidang auditing dan
akuntansi, pengalaman praktik yang memadai bagi pekerjaan yang sedang dilakukan, serta mengikuti
pendidikan profesional berkelanjutan.
Spencer dan Spencer dalam Palan (2007:84) mengemukakan bahwa kompetensi menunjukkan
karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas),
konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul
(superior performer) di tempat kerja. Ada 5 (lima) karakteristik yang membentuk kompetensi yakni:
1. Pengetahuan; Faktor pengetahuan meliputi masalah teknis, administratif, proses kemanusiaan, dan
sistem.
3. Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang, seperti kepercayaan
seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu situasi.
4. Karakteristik pribadi; merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau
informasi, seperti pengendalian diri dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan.
5. Motif; merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yang memicu
tindakan.
Berdasarkan defisinisi diatas kompetensi dapat disimpulkan sebagai segala sesuatu yang dimiliki oleh
seseorang berupa pengetahuan ketrampilan dan pengalaman serta faktor-faktor internal individu lainnya
untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan.
Komponen Kompensti Auditor internal yang tidak terpisahkan menurut Mulyadi (2009:58) adalah:
1. Pendidikan, dan
2. Pengalaman.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogianya tidak menggambarkan
dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan
dalam semua tanggug jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan
kompetensi yang akan menyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkat
profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh prinsip etika.
Pemerintah mensyaratkan Pengalaman Kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan
reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan
publik (Mulyadi, 2009:58). Selain itu untuk meningkatlan kompetensi profesional menurut Jaafar dan
Sumiyati (2008: 123) dapat dibagi menjadi 2 fase terpisah:
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan
peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya
kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan
internasional.
Auditor juga harus bebas dari pengaruh klien dalam melaksanakan auditnya dan melaporkan temuan-
temuannya. Independensi menurut Hery (2010:74) adalah suatu kemandirian yang dapat memberikan
penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka. Mulyadi (2009:26) menjelaskan bahwa
independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain.
Independensi menurut Sawyers (2009:7) merupakan suatu sikap yang harus bebas dari hambatan,
memberikan opini yang objektif, tidak bias, tidak dibatasi, dan melaporkan masalah yang sebenarnya,
bukan berdasarkan keinginan eksekutif atau lemabaga. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa indepensi merupakan suatu sikap yang bebas dan tidak terpengaruh, tidak memihak, dan
melaporkan suatu kejadian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Kumaat (2011:9) menjelaskan bahwa independensi merupakan kata kunci yang paling penting untuk
menilai peran internal audit. Kumaat menambahkan bahwa Independensi internal audit =
keberpihakan internal audit pada kebenaran factual, yang di tinjau dari:
1. Adanya bukti serta data material yang otentik, relevan, dan cukup
2. Adanya praktek bisnis yang menjunjung tinggi etika/moral serta memperhatika resiko terukur
3. Adanya kapasitas tanggung jawab dan wewenang seseorang yang terukur dalam organisasi bisnis
4. Adanya administrasi dan pengendalian yang memadai serta konsisten.
Sedangkan menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) (2007:24) menjelaskan bahwa
Independensi adalah sebagai berikut:
Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksa, organisasi pemeriksa dan pemeriksa,
harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang
dapat mempengaruhi independensinya.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Independensi sikap mental yang bebas dari
pengaruh dari gangguan pribadi, ekstern dan organiasi serta melaporkan suatu kejadian sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
1. Gangguan Pribadi
Organisasi pemeriksa harus memiliki sistem pengendalian mutu intern untuk membantu menentukan
apakah pemeriksa memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Organisasi pemeriksa perlu
memperhatikan gangguan pribadi terhadap independensi petugas pemeriksanya .Gangguan pribadi yang
disebabkan oleh suatu hubungan dan pandangan pribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi
lingkup pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala bentuknya. Pemeriksa
bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada pejabat yang berwenang dalam organisasi
pemeriksanya apabila memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Gangguan pribadi dari
pemeriksa secara individu meliputi antara lain:
a. Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat
kedua dengan jajaran manajemen entitas atau program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari
entitas yang diperiksa, dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan
terhadap entitas atau program yang diperiksa.
b. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidaklangsung pada entitas atau
program yang diperiksa.
c. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yangdiperiksa dalam kurun
waktu dua tahun terakhir.
e. Terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan obyek pemeriksaan,
seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi, pengembangan sistem, menyusun dan/ atau
mereviu laporan keuangan entitas atau program yang diperiksa.
f. Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program,
yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadiberat sebelah.
h. Memiliki tanggung jawab untuk mengatur suatu entitas atau kapasitasyang dapat
mempengaruhi keputusan entitas atau program yang diperiksa, misalnya sebagai seorang
direktur, pejabat atau posisi senior lainnya dari entitas, aktivitas atau program yang diperiksa
atau sebagai anggota manajemen dalam setiap pengambilan keputusan, pengawasan atau fungsi
monitoring terhadap entitas, aktivitas atau program yang diperiksa.
i. Adanya kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau sosial, sebagai akibat
hubungan antar pegawai, kesetiaan kelompok, organisasi atau tingkat pemerintahan tertentu.
j. Pelaksanaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sebelumnya pernah sebagai pejabat
yang menyetujui faktur, daftar gaji, klaim, dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas
atau program yang diperiksa.
2. Gangguan Ekstern
Gangguan ekstern bagi organisasi pemeriksa dapat membatasi pelaksanaan pemeriksaan atau
mempengaruhi kemampuan pemeriksa dalammenyatakan pendapat atau simpulan hasil
pemeriksaannya secara independen dan obyektif. Independensi dan obyektifitas pelaksanaan suatu
pemeriksaan dapat dipengaruhi apabila terdapat:
a. Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup
pemeriksaan secara tidak semestinya.
b. Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur pemeriksaan atau
pemilihan sampel pemeriksaan.
d. Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi pemeriksa.
e. Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi pemeriksa, yang dapat
berdampak negatif terhadap kemampuan organisasi pemeriksa tersebut dalam melaksanakan
pemeriksaan.
f. Wewenang untuk menolak atau mempengaruhi pertimbangan pemeriksa terhadap isi suatu
laporan hasil pemeriksaan.
g. Ancaman penggantian petugas pemeriksa atas ketidaksetujuan dengan isi laporan hasil
pemeriksaan, simpulan pemeriksa, atau penerapan suatu prinsip akuntansi atau kriteria lainnya.
3. Gangguan Organisasi
Independensi organisasi pemeriksa dapat dipengaruhi oleh kedudukan, fungsi, dan struktur
organisasinya. Dalam hal melakukan pemeriksaan, organisasi pemeriksa harus bebas dari hambatan
independensi. Pemeriksa yang ditugasi oleh organisasi pemeriksa dapat dipandang bebas dari gangguan
terhadap independensi secara organisasi, apabila melakukan pemeriksaan di luar entitas tempat ia
bekerja.
Indonesia merupakan negeri yang sedang berkembang yang memiliki berbagai jenis perusahaan yang
beraneka ragam. Terdapat perusahaan swasta maupun perusahaan milik pemerintah yang ikut
meramaikan persaingan usaha di bumi pertiwi ini. Dengan perusahaaan yang selalu berkembang,
manajemen tidak bisa mengawasi secara langsung kinerja perusahaan apakah sudah berjalan secara
efektif, efisien dan ekonomis. Salah satu profesi yang dapat diberdayakan oleh manajemen untuk
melakukan fungsi pengawasan ini adalah Auditor Internal. Audit internal adalah sebuah aktivitas
konsultasi dan keyakinan objektif yang dikelola secara independen di dalam organisasi dan diarahkan
oleh filosofi penambahan nilai untuk meningkatkan operasional perusahaan (Sawyer 2009 : 8).
Keberadaan Audit Internal pada BUMN sudah diatur berdasarkan Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003
mengenai BUMN Pasal 67 yang menyebutkan bahwa pada setiap BUMN dibentuk satuan Pengawas
internal yang merupakan aparat pengawas internal perusahaan.
Audit internal membantu organisasi dalam mencapai tujuan dengan menerapkan pendekatan yang
sistematis dan berdisiplin untuk mengevakuasi kontrol dan pengelolaan organisasi (Sawyer, 2009 : 8).
Auditor internal
diharapkan dapat membuat kinerja perusahaan lebih efektif, efisien dan ekonomis. Melalui pengawasan
internal yang baik dapat diketahui apakah suatu perusahaan pemerintah telah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan
perusahaan yang telah ditetapkan, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga perlu
ditingkatkan kinerja para auditor agar dapat membatu tercapainya tujuan perusahaan.
Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yag dibebankan
kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Kinerja auditor
merupakan perwujudan kerja yang dilakukan dalam rangka mencapai hasil kerja yang lebih baik atau
lebih menonjol ke arah tercapainya tujuan organisasi. Pencapaian kinerja auditor yang lebih baik harus
sesuai dengan standar dan kurun waktu tertentu.
Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan
tantangan bagi daya saing Indonesia. Sehingga, peningkatan kompetensi tenaga kerja menjadi hal yang
mutlak diperlukan, termasuk bagi internal auditor. Ia menambahkan, kesiapan aparat internal auditor
dalam meghadapi MEA menjadi kunci keberhasilan indonesia ke depan. "Kalau tenaga kerja terdidik kita
tidak siap, maka bisa kita bayangkan nanti tenaga internal auditor datang dari pasar bebas ASEAN," ujar
Wamenkeu dalam Seminar Nasional Internal Audit 2015 di Solo, Rabu (15/04). Ungkapan dari
Wamenkeu ini tentu saja menjadi pertanyaan besar apakah auditor internal telah benar-benar siap untuk
menghadapi MEA, apakah kinerja auditor internal sudah siap menghadapi auditor-auditor dari pasar
bebas ASEAN, dan apakah auditor internal sudah siap bersaing dengan auditor internal dari ASEAN.
(http://www.kemenkeu.go.id/Berita/hadapi-mea-auditor-internal-harus-tingkatkan-daya-saing).
Akibat dari kinerja auditor yang tidak baik adalah terjadinya kompromi antara koruptor dan auditor.
Menurut Roy Salam seorang peneliti dari Indonesia Budget Center (IBC) terjadi cincai-cincai (kompromi)
antara auditor dengan koruptor (sumber: http://www.jpnn.com/ read/ 2014/ 06/ 06/ 238674/ Yang-
Terjadi,-Cincai-cincai-Auditor-dengan-Koruptor-). Hal ini tentu saja menjadi kabar yang kurang baik
terhadap kinerja auditor. Selain itu, sepanjang semester pertama 2014 BPK menemukan 8.323 kasus
ketidakpatuhan pada perundang-undangan senilai Rp 30,87 triliun dan 6.531 kasus kelemahan sistem
pengendalian internal (Sumber: http://www.tempo.co). Fenomena-fenomena diatas menujukkan bahwa
kinerja auditor masih rendah sehingga dibutuhkan kinerja auditor yang baik secara kualitas dan kuantitas
agar negara ini terbebas dari korupsi dengan auditor-auditor yang memiliki kompetensi serta indepensi
yang baik dalam melaksanakan profesinya. PT Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan Badan Usaha
Milik Negara dimana juga memiliki Auditor internal yang memiliki tugas untuk membantu perusahaan
mencapai tujuannya. Menarik untuk diketahui bagaimana kesiapan auditor internal di PT KAI (Persero)
menghadapi pasar bebas ASEAN.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja diantaranya adalah Kompetensi dan Independensi seorang
auditor. Sebagai sebuah hubungan cara-cara setiap individu memanfaatkan pengetahuan, keahlian, dan
perilakunya dalam bekerja. Kompetensi diwujudkan dalam kinerja. Jadi, kompetensi dapat dihubungkan
ke hal-hal yang berkaitan dengan jenis tugas kontekstual tertentu, yakni berkenaan dengan apa yang
harus dikerjakan, dan sebagus apa pekerjaan yang dilakukan (Sawyers, 2009:17). Auditor internal juga
harus menjaga reputasinya agar tetap objektif dan bebas dari bias. Sebagai sebuah profesi, auditor
internal memiliki kerangka ilmu (Common body of knowledge). Kerangka tersebut membentuk dasar-
dasar konseptual dan berlakunya sebagai standar pendidikan, pelatihan, perekrutan, dan uji kompetensi
bagi yang ingin menjadi seorang auditor. Kompetensi dapat diwujudkan dalam kinerja. Jadi, kompetensi
dapat dihubungkan kedalam hal-hal yang berhubungan dengan tugas kontekstual tertentu, yakni
berkenaan dengan apa yang harus dikerjakan dan sebagus apa yang harus dilakukan.
Kinerja secara etimologi, berasal dari kata prestasi kerja (performance). Menurut Hasibuan (2009:94)
prestasi kerja atau kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-
tugas yag dibebankan kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta
waktu. Definisi kinerja karyawan menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:9) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dilakukan oleh seseorang yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan, dan waktu.
Definisi "Kinerja auditor" menurut Goldwasser (1993) dalam Fannani dkk (2008) adalah:
Kinerja auditor merupakan perwujudan kerja yang dilakukan dalam rangka mencapai hasil keria yang
lebih baik atau lebih menonjol ke arah tercapainya tujuan organisasi. Pencapaian kinerja auditor yang
lebih baik harus sesuai dengan standar dan kurun waktu tertentu, yaitu: (1) kualitas kerjayaitu mutu
penyelesaian pekerjaan dengan bekerja berdasar pada seluruh kemampuan dan keterampilan, serta
pengetahuan yang dimiliki oleh auditor; (2) kuantitas kerjayaitu jumlah hasil kerja yang dapat
diselesaikan dengan target yang menjadi tanggung jawab pekerjaan auditor, serta kemampuan untuk
memanfaatkan sarana dan prasarana penunjang pekerjaan; (3) ketepatan waktuyaitu ketepatan
penyelesaian pekerjaan sesuai dengan waktu yang tersedia.
Menurut beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Kinerja Auditor adalah suatu
hasil karya yang dicapai oleh seseorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya secara kualitas dan kuantitas yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan
waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu.
Adapun dimensi dan indikator kinerja auditor menurut menurut Goldwasser (1993) dalam Fannani dkk
(2008) adalah:
a. Mutu penyelesaian pekerjaan dengan bekerja berdasar pada seluruh kemampuan dan keterampilan,
serta
b. Pengetahuan yang dimiliki oleh auditor;
a. Jumlah hasil kerja yang dapat diselesaikan dengan target yang menjadi tanggung jawab pekerjaan
auditor,
b. Serta kemampuan untuk memanfaatkan sarana dan prasarana penunjang pekerjaan;
Tahapan Audit
By masimamcom 7:24 AM No comments
Bagi orang yang baru belajar menjadi seoarang Auditor mungkin perlu mengetahui tahapan-tahapan
Audit. Tahapan audit adalah tahap-tahap yang harus dilalui oleh seseorang auditor dalam melaksanakan
suatu proses audit. Tiap tahap mempunyai tujuan dan manfaat tertentu untuk mencapai tujuan audit.
Tiap jenis audit memiliki tahapan yang berbeda.
Menurut Arens (2007), tahapan dalam audit operasional adalah sebagai berikut:
Meskipun tujuan audit dan jenis audit berbeda, menurut Taylor dan Glezen (1997), secara umum
tahapan audit mencakup hal-hal berikut:
1. Perencanaan audit
3. Pengujian substantive
4. Pelaporan
Tahapan Audit
Pengembangan tujuan dalam proses dimulai dari Potensial Audit Objectives (PAO) yaitu pernyataan
tujuan-tujuan audit dalam rumusan umum seperti ketaatan, efektivitas dan efesiensi. Setelah tahap
survey pendahuluan, PAO dirinci menjadi Tentative Audit Objectives (TAO). TAO telah merinci PAO
menjadi tujuan-tujuan pengujian substantive. TAO akan diseleksi dan disusun prioritas pengujian
substansinya setelah evaluasi Sistem Pengendalian Intern (SPM) dilaksanakan. Setelah evaluasi SPM, TAO
menjadi Firm Audit Objectives (FAO) yaitu TAO yang telah diseleksi, disusun prioritas pengujian
substansinya dan dikumpulkan lebih banyak bukti melalui tahap pengujian substansi dan pengembangan
temuan.
Secara sederhana, tahapan Audit Internal dapat diuraikan pada penjelasan diatas. Apabila ada
pertanyaan berkaitan dengan dunia Audit silahkan kirim email pada kolom kontak yang telah disediakan.
Sekian sedikit informasi mengenai Tahapan Audit, semoga bermanfaat!
Daftar Pustaka:
Arens, Alvin A.,et al, 2004, Auditing dan Pelayanan Verifikasi Pendekatan Terpadu, Terjemahan
oleh tim Dejacarta, Edisi Kesembilan, Jilid 1 dan 2, Jakarta, Indeks.
Program Kerja Audit (PKA) adalah rancangan prosedur dan teknik audit yang disusun secara sistematis
yang harus diikuti/dilaksanakan oleh auditor dalam kegiatan audit untuk mencapai tujuan audit. PKA
disusun setelah auditor telah memiliki pemahaman yang cukup tentang tujuan audit di setiap tahap.
Pemahaman ini diperoleh sebelum penugasan, saat survey pendahuluan. Saat evaluasi Sistem
Pengendalian Manajemen (SPM) dan setelah pengembangan temuan sampai pada firm audit objectives.
Konsep PKA disiapkan oleh ketua Tim. Kemudian, pengendalian teknis (PT) mereviu untuk memberikan
tambahan informasi dan arahan. Setelah itu, PKA direviu kembali oleh pengendali mutu (PM) untuk
disetujui. PKA ibarat peta bagi turis yang menunjukan tempat-tempat penting yang harus didatanginya.
Bila turis tidak membaca peta, ia tidak mungkin memilih objek wisata yang paling baik dengan ekonomis,
efesien dan efektif.
2. Sarana Pengawas pelaksanaan audit secara berjenjang mulai dari ketua tim sampai dengan
pengendalian mutu.
Sebuah audit harus direncanakan sedemikian rupa agar sebagian besar kegiatan audit berfokus pada
area-area yang memiliki faktor-faktor risiko tertinggi. Ada tiga jenis risiko dalam melakukan audit, yaitu:
1. Risiko Inheren adalah toleransi atas risiko yang material dengan mempertimbangkan
ketidakberadaan pengendalian. Contohnya, sebuah system yang menerapkan pemrosesan on-
line, jaringan, software database, telekomunikasi, dan bentuk teknologi canggih lainnya,
memiliki lebih banyak risiko inheren daripada suatu sistem pemrosesan batch yang tradisional.
2. Risiko Pengendalian adalah risiko yang timbul dari kesalahan penyajian yang material dan
berdampak hingga ke struktur pengendalian internal serta ke laporan keuangan.
Sebuah.perusahaan yang memiliki pengendalian internal lemah memiliki lebih banyak risiko
pengendalian daripada perusahaan dengan pengendalian internal yang kuat. Risiko
pengendalian dapat ditetapkan dengan cara melakukan tinjauan atas lingkungan pengendalian
dan mempertimbangkan kelemahan pengendalian yang diidentifikasi dalam audit terdahulu, dan
dengan mengevaluasi bagaimana kelemahan-kelemahan tersebut telah diperbaiki.
3. Risiko Pendeteksian adalah risiko yang timbul akibat tidak dapat terdeteksinya sebuah kesalahan
atau kesalahan penyajian oleh auditor dan prosedur audit yang dibuatnya.
Menurut SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 03 dalam Mulyadi (2002:100) mendefinisikan:
Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai prosedur audit yang
ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya dan kesimpulan yang dibuatnya
sehubungan dengan auditnya.
Kertas kerja pemeriksaan merupakan mata rantai yang menghubungkan catatan klien dengan laporan
audit. Oleh karena itu, kertas kerja pemeriksaan merupakan alat penting dalam profesi auditor.
Adapun tujuan dari dibuatnya kertas kerja pemeriksaan, Arens terjemahan Wibowo (2004:197)
mengemukakan tujuan kertas kerja pemeriksaan secara menyeluruh untuk membantu auditor
memberikan keyakinan yang memadai bahwa audit yang layak telah dilakukan sesuai dengan standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
a. KKA Utama adalah KKA yang berisi simpulan hasil audit untuk keseluruhan/suatu
segmen/bagian/kegiatan yang diaudit. KKA utama sering juga disebut sebagai top schedule atai lead
schedule. KKA utama dibuat untuk setiap segmen/bagian kegiatan yang diaudit.
b. KKA Ikhtisar adalah KKA yang berisi ringkasan informasi dari KKA yang berisi informasi yang
sejenis/sekelompok tertentu. KKA ihktisar tidak harus ada dalam susunan KKA. KKA ikhtisar hanya
disusun jika diperlukan untuk membantu pemahaman permasalahan agar menjadi lebih sederhana.
c. KKA Pendukung (supporting Schedul) adalah KKA yang berisi data daasar yang digunakan untuk
mendukung KKA utama. KKA pendukung merupakan bukti audit yang diperoleh langsung selama
pelaksanaan kegiatan audit, sehingga KKA pendukung berisi informasi rinci dari setiap permasalahan.
KKA pendukung dibuat setiap lembar untuk suatu permasalahan. KKA pendukung disusun selama proses
audit dilaksanakan dengan mengikuti PKA dan menuliskan referensi PKA-nya.
Daftar Pustaka:
Arens, Alvin A.,et al, 2004, Auditing dan Pelayanan Verifikasi Pendekatan Terpadu, Terjemahan
oleh tim Dejacarta, Edisi Kesembilan, Jilid 1 dan 2, Jakarta, Indeks.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2001, Standar Profesional Akuntan Publik, Jakarta, Salemba Empat.
Laporan audit harusnya bisa diterima dengan baik oleh pembacanya, pesan yang ingin
disampikan oleh auditor dapat dipahami tanpa adanya pertanyaan mengenai ungkapan-
ungkapan yang ada. Artikel ini jauh dari kata sempurna dan kemungkinan ada beberapa
pemahaman penulis yang tidak sesuai. Dari itu, mohon untuk diberikan komentarnya apabila ada
pertanyaana atau beberapa hal yang dapat kita diskusikan.
Kualitas Pribadi seorang Auditor Internal
Auditor harus peka terhadap persoalan yang sedang terjadi dalam organisasi di semua tingkatan.
Auditor harus berusaha agar seluruh pihak mau terbuka tentang segala hal yang terkait dengan
ruang lingkup auditnya.
Sifat Ingin Mengetahui, Ketekunan dan Keteguhan Hati, Pendekatan Yang Membangun, Naluri
dan Pemahaman Kewirausahaan, Kerjasama, Daya Imajinasi, Pembelajar
Auditor internal yang kompeten paling tidak harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Tertarik pada semua jenis operasi secara utuh. Menanyakan pertanyaan seperti: Apa yang
sebenarnya divisi itu sedang lakukan? Kegiatan tersebut bertujuan apa ? Bagaimana kaitan kerja
divisi tersebut dengan kerja unit-unit lain ? Apakah ada cara yang lebih baik dan lebih cepat ?
Auditor harus peka terhadap persoalan yang sedang terjadi dalam organisasi di semua tingkatan.
Auditor harus berusaha agar seluruh pihak mau terbuka tentang segala hal yang terkait dengan
ruang lingkup auditnya.
Melakukan investigasi sampai tuntas, hingga seluruh kedalaman situasi dan permasalahan secara
penuh dimengerti. Auditor harus mencoba terus, jika perlu, auditor dapat memodifikasi program
dan langkah-langkahnya untuk mencapai tujuannya. Auditor harus melakukan pengujian,
pemeriksaan, analisa dan lainnya, sampai auditor memiliki keyakinan yang memadai atas
keterangan yang diperolehnya.
Tujuan auditor adalah membantu pihak organisasi. Suatu temuan dianggap sebagai pedoman
untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pendekatan Yang Membangun
Melihat masalah-masalah yang tampaknya salah sebagai kunci awal untuk membuka rahasia atau
tanda (konteks : mencari clues, bukan identifikasi tindakan kriminal/crimes).
Auditor harus memandang suatu temuan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan atau
disempurnakan bukan sebagai suatu kejahatan. Auditor harus ikut memikirkan agar temuan
tersebut nantinya dapat dihindarkan. Suatu temuan dianggap sebagai pedoman untuk perbaikan
di masa yang akan datang.
Menelaah setiap hal dari pandangan yang luas dan meninjau akibatnya pada operasi organisasi
secara utuh.
Auditor menelaah semua pengaruh yang terjadi terhadap efisiensi dan efektifitas kegiatan
organisasi. Dalam menetapkan penilaian terhadap suatu bidang tertentu, auditor harus selalu
mengingat pola hubungan dari masing-masing kegiatan satu sama lain dan terhadap kegiatan
organisasi secara keseluruhan. Dalam proses analisa, selalu digunakan perspektif secara luas,
bukan secara sempit.
Kerjasama
Memandang auditansebagai mitra. Tujuannya bukan untuk mencari kesalahan semata, akan
tetapi untuk memperbaiki operasi organisasi.
Tujuan auditor adalah membantu pihak organisasi. Titik perhatian seorang auditor adalah
peningkatan kinerja organisasi daripada sekedar pemberian jasa audit belaka.
Daya Imajinasi
Imajinasi adalah perpaduan pemikiran ide-ide baru dari bagian-bagian pengamatan yang dialami
secara terpisah. Dengan ide-ide tersebut, pertanyaan atau usul yang tidak formal/tidak mengikat
dapat diajukan dan disajikan lebih lanjut.
Auditor harus menghilangkan apa yang selalu disebut sebagai prinsip dan standar. Standar
didefinisikan sebagai apa yang diinginkan berlangsung secara ideal, tetapi jika terjadi
penyimpangan dari standar, tidak serta merta merupakan tindakan kriminal. Penyimpangan yang
terjadi merupakan pertanda harus dilakukan suatu pemeriksaan dan analisa oleh auditor, di mana
pertimbangan auditor harus dibangun berdasarkan atas apa yang dianggap terbaik bagi
kepentingan organisasi.
Pembelajar
Seorang auditor mempunyai tanggung jawab untuk pengembangan kapasitas diri. Hal ini dapat
dicapai dengan : meneruskan studi formal, mengikuti pendidikan profesi, membaca dan mencoba
mengimplementasikan petunjuk dari literasi yang ada.
Perencanaan Pemeriksaan
Perencanaan pemeriksaan internal harus didokumentasikan dan meliputi hal-hal berikut ini:
Tujuan pemeriksaan adalah pernyataan paling luas yang dihasilkan oleh pemeriksa
internal dan menyebutkan berbagai hal yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
pemeriksaan. Berbagai tujuan dan prosedur pemeriksaan secara bersama-sama akan
menyatakan lingkup pekerjaan pemeriksaan internal.
Tujuan dan prosedur pemeriksaan haruslah ditujukan pada berbagai risiko yang
berhubungan dengan kegiatan yang akan diperiksa. Istilah risiko merupakan
kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau perbuatan dapat menimbulkan akibat buruk
terhadap kegiatan yang akan diperiksa. Pedoman yang terdapat pada Bab VII, nomor 4
haruslah dipergunakan oleh pemeriksa dalam melakukan perkiraan risiko bagi tugas
pemeriksaan yang dilakukan.
Tujuan pemeriksaan risiko yang dilakukan pada tahap persiapan adalah untuk
menentukan area yang penting dalam kegiatan yang akan diperiksa.
1. Peninjauan atau review terhadap informasi dasar haruslah dilakukan untuk menentukan
dampaknya terhadap pemeriksaan. Hal-hal tersebut mencakup hal-hal berikut.
Informasi organisasional, misalnya jumlah dan nama para pegawai, pegawai yang
memiliki kedudukan penting, pembagian kerja, kebijaksanaan dan petunjuk-petunjuk
tentang prosedur serta perincian tentang berbagai perubahan yang baru terjadi dalam
organisasi, termasuk perubahan sistem yang pokok.
Informasi anggaran, hasil-hasil kegiatan, dan data keuangan tentang kegiatan yang akan
diperiksa.
Literatur-literatur teknis dan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, yang sesuai dengan
kegiatan yang akan diperiksa.
Jumlah dan tingkat pengalaman staf pemeriksa yang diperlukan haruslah didasarkan pada
evaluasi sifat dan tingkat kesulitan dari tugas pemeriksaan, batas waktu penyelesaian, dan
tenaga yang tersedia.
Pengetahuan, kecakapan, dan disiplin ilmu dari staf pemeriksa haruslah dipertimbangkan
dalam pemilihan pemeriksa yang akan ditugaskan.
Latihan yang dibutuhkan oleh para pemeriksa harus pula dipertimbangkan karena tiap-
tiap tugas pemeriksaan akan berfungsi sebagai dasar tercapainya perkembangan yang
dibutuhkan oleh bagian audit internal.
1. Haruslah dilakukan rapat dengan manajemen yang bertanggungjawab kegiatan yang akan
diperiksa. Hal-hal yang didiskusikan dapat mencakup:
Keadaan dan pelaksanaan usaha pada kegiatan yang akan diperiksa, termasuk berbagai
perubahan yang baru saja terjadi dalam manajemen atau sistem yang pokok;
Berbagai perhatian atau permintaan kepada manajemen;
Hal-hal yang merupakan kepentingan khusus atau menjadi perhatian pemeriksa internal;
Gambaran tentang berbagai prosedur pelaporan dan proses tindak lanjut oleh bagian audit
internal.
2. Rangkuman hal-hal yang didiskusikan pada rapat dan berbagai kesimpulan yang dihasilkan
haruslah dibuat, didistribusikan kepada individu-individu yang memerlukan, dan disimpan dalam
kertas kerja pemeriksaan.
5. Melaksanakan survai secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan yang diperlukan,
risiko-risiko, dan pengawasan-pengawasan, untuk mengidentifikasi area yang ditekankan
dalam pemeriksaan, serta untuk memperoleh berbagai ulasan dan sasaran dari pihak yang
akan diperiksa.
1. Survai merupakan suatu proses untuk mendapatkan informasi, tanpa melakukan verifikasi
secara terperinci, tentang kegiatan yang akan diperiksa. Tujuan utama survai adalah untuk:
2. Suatu survai akan menghasilkan berbagai keterangan yang akan dipergunakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan dan pemeriksaan, serta merupakan suatu alat yang
efektif bagi penentuan penggunaan sumber daya bagian pemeriksaan internal secara efektif.
3. Focus suatu survai bermacam-macam, tergantung pada sifat atau keadaan pemeriksaan.
4. Lingkup pekerjaan dan waktu yang diperlukan bagi pelaksanaan survai bermacam-macam.
Hal yang mempengaruhi adalah kemampuan dan pengalaman para pemeriksa internal,
pengetahuan tentang kegiatan yang sedang diteliti, jenis pemeriksaan yang akan dilakukan, dan
apakah survai tersebut merupakan bagian dari tugas yang telah dilakukan berulang kali ataukah
tugas baru. Waktu yang diperlukan akan dipengaruhi pula oleh ukuran dan tingkat kesulitan
kegiatan yang akan diteliti, serta oleh penyebaran kegiatan secara geografis.
Peninjauan atau review terhadap laporan dan penelitian yang dilakukan oleh manajemen,
Melakukan pengujian terhadap pelaksanaan pekerjaan tertentu dari awal hingga selesai
(functional walk-thru),
6. Pada akhir survai haruslah dibuat suatu risalah tentang hasil survai, yang isinya harus
mengidentifikasikan:
Persoalan pemeriksaan yang penting dan alasan melaksanakan pemeriksaan lebih lanjut
untuk mengungkapkan persoalan tersebut secara lebih mendalam;
Menyatakan lingkung dan tingkat pengujian yang diperlukan untuk mencapai tujuan
pemeriksaan;
Mengidentifikasi aspek-aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang akan diteliti;
Merupakan persiapan bagi awal pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dan perubahan, bila
dipandang perlu, selama pelaksanaan pemeriksaan.
Rencana kerja pemeriksaan haruslah disetujui secara tertulis oleh pimpinan audit internal
atau orang yang ditunjuk sebelum awal pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
Internal), Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 53-59.
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Qualified Internal Auditor (QIA) adalah para calon
harus terlebih dahulu membaca dan bersedia untuk mematuhi kode etik QIA, di samping
pendidikan yang dipersyaratkan. Berikut ini adalah isi dari kode etik QIA.
Qualified Internal Auditor (QIA) mempunyai kewajiban pada profesi manajemen, pemegang
saham, dan pada masyarakat umum untuk selalu memelihara standar perilaku profesional yang
tinggi. Keharusan dipatuhinya standar profesi ini, maka Perhimpunan Auditor Internal Indonesia
(PAII) menerapkan kode etik ini bagi mereka yang berkualifikasi QIA.
Ketaatan pada kode etik ini, yang didasarkan pada kode etik bagi anggota PAII, merupakan
persyaratan untuk menjadi QIA. Seorang QIA yang dinilai oleh PAII telah melanggar ketentuan
yang ada di dalam kode etik dapat kehilangan gelar QIA-nya.
Penjelasan tentang Prinsip-Prinsip
Ketentuan-ketentuan dalam kode etik ini meliputi prinsip-prinsip dasar yang ada dalam berbagai
bidang praktek audit internal. QIA harus menyadari bahwa pertimbangan pribadi diperlukan
dalam menerapkan prinsip-prinsip ini. Para anggota bertanggungjawab untuk mempunyai
perilaku yang baik, sehingga nama baik dan integritasnya tidak dipertanyakan. Lebih jauh,
mereka harus menggunakan gelar QIA-nya dengan bijaksana dan penuh martabat, selalu
menyadari tentang arti gelar tersebut, dan selalu mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Dalam hal adanya keterbatasan kemampuan teknis, anggota harus berusaha sekerasnya untuk
dapat mengembangkan kemampuannya dalam menerapkan standar audit internal, untuk
kepentingan perusahaan dan organisasinya.
Pasal-Pasal
QIA diwajibkan untuk bersikap jujur, objektif dan hati-hati dalam menjalankan tugas-
tugas maupun kewajiban-kewajibannya.
QIA harus menghindari untuk terlibat kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan
kepentingan pemberi tugas, atau yang dapat menimbulkan prasangka yang meragukan
kemampuannya untuk secara objektif menyelesaikan tugas dan kewajibannya.
QIA dilarang untuk menerima imbalan atau hadiah dari pemberian tugas, klien,
pelanggan, atau relasi bisnis pemberi tugas, kecuali yang menjadi haknya.
QIA harus bersikap bijaksana dan hati-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh
dalam pelaksanaan tugasnya. QIA dilarang untuk menggunakan informasi rahasia untuk
kepentingan pribadi, atau menggunakan sedemikian rupa sehingga merugikan
kepentingan pemberi tugas.
QIA harus secara terus menerus berusaha meningkatkan keahlian dan keefektivan dalam
melakukan pekerjaannya.
Penjelasan
Pasal-pasal dalam kode etik PAII dan QIA secara umum adalah sama, kecuali kode etik QIA
tidak memasukkan pasal (1) dan pasal (9) dari kode etik PAII, yang berisi azas organisasi,
tujuan-tujuan PAII dan pemeliharaan atau standar PAII. Walaupun pasal-pasal dalam kedua etik
tersebut sama, ada beberapa perbedaan penting dalam bagian-bagian lain dari kode etik tersebut
yaitu:
1. Kode etik QIA ditetapkan oleh Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor atau PAII,
suatu organisasi yang bersifat profesional independen, dan nin politik yang berasaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka anggota QIA secara otomatis wajib
mematuhi ketentuan-ketentuan PAII.
2. Kode etik QIA memberi sanksi pencabutan gelar QIA oleh Dewan Sertifikasi Qualified
Internal Auditor atau PAII bagi anggota yang melanggar peraturan dalam kode etik.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Kode Etik Qualified Internal Auditor),
Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 108-110.
Para anggota PAII adalah mereka yang bertugas sebagai auditor internal dan atau mereka yang
berkualifikasi Qualified Internal Audit (QIA) harus menyadari bahwa pertimbangan pribadi
diperlukan dalam penerapan prinsip-prinsip ini.
Mempertimbangkan bahwa etika merupakan pertimbangan yang penting dalam praktek audit
internal, dan bahwa prinsip-prinsip moral yang diikuti oleh para anggota Perhimpunan Auditor
Internal Indonesia (PAII) harus dibuat secara formal dan disyahkan.
MENGINGAT para anggota PAII mewakili profesi audit internal, dan MENGINGAT manajemen
mengharapkan audit internal untuk membantu manajemen dalam mengelola perusahaan, dan
MENGINGAT para anggota harus mempertahankan standar yang tinggi mengenai perilaku,
kehormatan, dan sikap sehingga dapat menjalankan praktek audit internal dengan tepat dan
berarti.
Maka kode etik diperlukan untuk memberi batasan pada standar perilaku profesional yang dapat
dipakai sebagai panduan untuk setiap anggota PAII.
Ketentuan-ketentuan dalam kode etik ini meliputi prinsip-prinsip dasar yang ada dalam berbagai
praktek audit internal. Para anggota PAII adalah mereka yang bertugas sebagai auditor internal
dan atau mereka yang berkualifikasi Qualified Internal Audit (QIA) harus menyadari bahwa
pertimbangan pribadi diperlukan dalam penerapan prinsip-prinsip ini. Para anggota
bertanggungjawab untuk mempunyai perilaku yang baik sehingga nama baik dan integritasnya
tidak dipertanyakan. Dalam hal adanya keterbatasan kemampuan teknis, anggota harus berusaha
sekerasnya untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam menerapkan standar audit
internal, untuk kepentingan perusahaan, organisasi, dan masyarakat.
Pasal-Pasal
Para anggota diwajibkan untuk bersikap jujur, objektif dan hati-hati dalam menjalankan
tugas-tugas maupun kewajiban-kewajibannya.
Untuk mempertahankan kepercayaan dari pemberi tugas, para anggota harus loyalitas
kepada pemberi tugas. Walaupun demikian anggota dilarang untuk mengambil bagian
dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
Para anggota harus menghindari untuk terlibat kegiatan yang dapat menimbulkan konflik
dengan kepentingan pemberi tugas, atau yang dapat menimbulkan prasangka yang
meragukan kemampuannya untuk secara objektif menyelesaikan tugas dan kewajibannya.
Para anggota dilarang untuk menerima imbalan atau hadiah dari pemberi tugas, klien,
pelanggan, atau relasi bisnis pemberi tugas, kecuali yang menjadi haknya.
Para anggota harus bersikap bijaksana dan hati-hati dalam menggunakan informasi yang
diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Para anggota dilarang menggunakan informasi
rahasia untuk kepentingan pribadi, atau menggunakan sedemikian rupa sehingga
merugikan kepentingan pemberi tugas.
Para anggota harus secara terus menerus berusaha meningkatkan keahlian dan
keefektivan dalam melakukan pekerjaannya.
Para anggota harus mematuhi peraturan dan mendukung pencapaian tujuan PAII. Dalam
menjalankan profesinya para anggota harus selalu sadar akan kewajibannya untuk
memelihara standar yang tinggi tentang kompetensi, moralitas dan kehormatan yang telah
ditetapkan oleh PAII dan para anggotanya.
Penjelasan
Kode etik ini memberi batasan kriteria perilaku profesional dan mengharapkan para anggota
PAII untuk memelihara standar kompetensi, moralitas dan kehormatan. Dalam kode etik ini
diungkapkan bahwa etika merupakan pertimbangan penting dalam praktek audit internal modern,
dan mengharuskan para anggota PAII untuk bersikap jujur, objektif, dan loyal kepada pemberi
tugas; untuk menghindari konflik kepentingan dan untuk tidak menerima imbalan atau hadiah
untuk memperlakukan informasi yang diperoleh sebagai rahasia; untuk mendukung
pendapatannya dengan fakta-fakta untuk mengungkapkan semua fakta material yang diketahui;
dan untuk selalu mengembangkan keahliannya.
Dalam Pernyataan atas TanggungJawab Auditor Internal tidak terdapat adanya ketentuan-
ketentuan kebijakan, dan tidak menyebutkan kewajiban-kewajiban hukum untuk auditor internal.
Diharapkan agar perusahaan mengembangkan anggaran dasar untuk audit internalnya dengan
dasar pernyataan ini di dalam pernyataan dipergunakan ide-ide dari kode etik sebagai referensi,
maka perusahaan yang mempunyai anggaran dasar yang mengacu pada kode etik, dapat
mengharapkan auditor internalnya untuk memenuhi kriteria yang dinyatakan di dalamnya,
terutama jika auditor internal perusahaan tersebut merupakan anggota PAII.
Di dalam Standar Profesional Audit Internal menyebutkan bahwa auditor internal harus tunduk
pada standar profesional tentang tingkah laku. Hal ini secara spesifik mengacu, maka satu-
satunya kriteria perilaku yang dapat diterima adalah standar umum yang ditetapkan oleh profesi
itu sendiri.
Perkembangan selanjutnya bukan tidak mungkin nanti akan ada orang-orang yang berpraktek
dalam profesi audit internal baik anggota PAII, atau mereka yang berkualifikasi Qualified
Internal Auditor (QIA), baik diberi jabatan auditor internal atau istilah lain; yang terbukti
merugikan seseorang dalam menjalankan profesinya, dapat dituntut perilakunya ternyata tidak
sesuai dengan kode etik.
Memang tanggungjawab audit internal akan berbeda antara tiap organisasi, sehingga pembuatan
kode etik yang bisa diterima secara umum menjadi tidak mungkin. Walaupun tanggungjawab
mungkin berbeda, namun auditor internal mempunyai tujuan umum yang sama, sehingga kode
etik dapat diterima sebagai panduan untuk meningkatkan disiplin pribadi dan perilaku.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Kode Etik Perhimpunan Auditor
Internal Indonesia), Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 104-107.
Kode etik profesional berkembang karena adanya hubungan khusus yang sangat erat antara para
praktisi profesional dan kliennya, Prinsip bisnis, yang mengatakan bahwa tanggungjawab atas
kualitas barang.
Kode etik profesional berkembang karena adanya hubungan khusus yang sangat erat antara para
praktisi profesional dan kliennya. Prinsip bisnis, yang mengatakan bahwa tanggungjawab atas
kualitas barang yang dibeli ada di tangan konsumen, tidak berlaku saat profesional menjual
jasanya kepada masyarakat. Klien harus memiliki kepercayaan bahwa para profesional bertindak
secara etis. Kepercayaan klien akan meningkat jika profesional diharuskan untuk bersumpah
dalam melayani masyarakat secara jujur dan bertanggungjawab, serta diatur oleh kode etik
profesi yang ketat. Kepercayaan akan semakin besar jika pemakai jasa profesional dapat
dipercaya bahwa professional yang melanggar kode etik akan mendapatkan sanksi dari rekan-
rekan seprofesinya.
Dapat disimpulkan bahwa untuk setiap disiplin ilmu yang menjadi suatu profesi, serta adanya
kode etik yang didukung oleh organisasi profesi yang bersangkutan, akan menambah keabsahan
pada klien atas profesionalitas profesi tersebut.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Kode Etik Auditor Internal), Penulis:
Hiro Tugiman, Hal: 103.
Tujuan pernyataan ini adalah menyediakan bentuk ringkas pengertian umum dari sasaran dan
tanggungjawab audit internal. Untuk tuntunan yang lebih khusus pembaca dapat melihat Standar
Profesional Audit Internal.
Tujuan pernyataan ini adalah menyediakan bentuk ringkas pengertian umum dari sasaran dan
tanggungjawab audit internal. Untuk tuntunan yang lebih khusus pembaca dapat melihat Standar
Profesional Audit Internal.
Sifat
Internal audit atau audit internal adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibuat dalam
suatu organisasi dengan tujuan menguji dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan
organisasi.
Tujuan pelaksanaan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar mereka dapat
melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Untuk hal tersebut, auditor internal akan
memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi sehubungan
dengan kegiatan yang sedang diperiksa. Tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha
mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya wajar. Anggota organisasi yang
dibantu dengan adanya audit internal mencakup seluruh tindakan manajemen dan dewan.
Ruang lingkup pemeriksaan internal menilai keefektivan sistem pengendalian internal serta
pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektivan sistem pengendalian internal yang
dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggungjawab yang diberikan. Pemeriksaan
internal harus:
1. Mereview keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi finansial dan operasional serta cara
yang dipergunakan untuk untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasi, dan melaporkan
informasi tersebut.
2. Mereview berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuaiannya dengan
berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan yang dapat berakibat penting
terhadap kegiatan organisasi, serta harus menentukan apakah organisasi telah mencapai
kesesuaian dengan hal-hal tersebut.
3. Mereview berbagai cara yang dipergunakan untuk melindungi harta dan bila dipandang perlu,
memverifikasi keberadaan harta-harta tersebut.
5. Mereview berbagai operasi atau program untuk menilai apakah hasilnya akan konsisten atau
program tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.
Bagian audit internal merupakan bagian integral dari organisasi dan berfungsi sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh manajemen senior dan atau dewan. Tujuan,
kewenangan, dan tanggungjawab bagian audit internal harus dinyatakan dalam dokumen tertulis
yang formal, misalnya dalam anggaran dasar organisasi. Pimpinan audit internal harus mendapat
persetujuan dari manajemen senior dan sehubungan dengan anggaran tersebut. Anggaran dasar
harus menjelaskan tentang tujuan bagian audit internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang
tidak dibatasi, dan menyatakan bahwa bagian audit internal tidak memiliki kewenangan atau
tanggungjawab dalam kegiatan yang mereka periksa.
Bidang pemeriksaan internal (internal auditing) dilaksanakan di dalam berbagai lingkungan yang
berbeda dan organisasi yang tujuan, ukuran, dan strukturnya bervariasi, selian itu terdapat pula
perbedaan antara ketentuan dan kebiasaan di berbagai organisasi. Karena itu, perbedaan ini dapat
mempengaruhi pelaksanaan audit internal pada masing-masing lingkungan atau organisasi.
Penerapan kodifikasi atau standar ini karenanya akan dipengaruhi oleh lingkungan tempat bagian
audit internal melaksanakan tanggungjawabnya. Kesesuaian dengan konsep-konsep yang
dinyatakan oleh kualifikasi ini sangatlah penting apabila para pemeriksa internal ingin memenuhi
tanggungjawabnya. Sebagaimana dinyatakan dalam kode etik, para anggota haruslah
menggunakan cara-cara yang tepat sesuai dengan standar. Standar ini perlu disahkan oleh
organisasi profesi, yaitu Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII).
Kemandirian
Pemeriksa internal haruslah mandiri dan tidak memiliki keterkaitan dengan kegiatan yang
diperiksanya. Pemeriksa internal dianggap mandiri atau independen apabila mereka dapat
melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian akan memungkinkan
pemeriksa untuk membuat penilaian yang tidak berpihak dan tidak didasari oleh suatu prasangka,
hal yang sangat penting bagi pelaksanaan pemeriksaan yang tepat. Ini dapat dicapai melalui
status organisasi dan sikap objektif para pemeriksa.
Status organisasi bagian audit internal haruslah memadai serta memberikan keleluasaan untuk
memenuhi tanggungjawab pemeriksaan yang diberikan. Pimpinan audit internal harus
bertanggungjawab kepada pimpinan di dalam organisasi yang memiliki kewenangan cukup
untuk meningkatkan independensi dan untuk memastikan luas pemeriksaan yang dicakup,
pertimbangan yang cukup terhadap laporan pemeriksaan, dan tindakan yang sesuai berdasarkan
rekomendasi pemeriksaan.
Objektivitas adalah sikap mental yang mandiri atau independen yang harus dikembangkan oleh
pemeriksa internal dalam melaksanakan pemeriksaan. Pemeriksaan internal tidak boleh
menempatkan penilaiannya dengan penilaian yang dilakukan oleh pihak lain atau menilai sesuatu
yang hubungan dengan pemeriksaan berdasarkan penilaian orang lain. Mendesain, memasang,
dan mengoperasikan sistem bukanlah fungsi pemeriksaan. Selain itu, perancangan dan
pembuatan prosedur bagi berbagai sistem bukanlah fungsi pemeriksaan. Pelaksanaan kegiatan
tersebut dianggap akan mempengaruhi sikap objektivitas para pemeriksa.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Pernyataan Tanggung jawab Audit
Internal), Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 99-102.
Pimpinan audit internal harus membuat berbagai kebijakan dan prosedur secara tertulis sebagai
pedoman bagi staf pemeriksa.
Bentuk dan isi kebijaksanaan serta prosedur tertulis harus sesuai dengan besar dan struktur
bagian audit internal serta tingkat kesulitan pekerjaan yang dilaksanakan. Tidak seluruh bagian
audit internal membutuhkan pedoman administrasi formal dan teknik pemeriksaan. Bagian audit
internal yang sederhana atau kecil dapat dikelola secara informal. Staf bagian audit internal yang
sederhana dapat diatur dan dikendalikan dengan cara pengawasan dari dekat (close supervision)
dan penggunaan memorandum tertulis yang dilakukan setiap hari. Pada bagian audit internal
yang besar, berbagai kebijaksanaan dan prosedur yang lebih formal dan luas sangatlah penting
untuk mengarahkan staf pemeriksa agar secara konsisten memenuhi standar pelaksanaan yang
ditetapkan bagi bagian audit internal.
Manajemen Personel
Pimpinan audit internal harus menetapkan suatu program untuk menyeleksi dan mengembangkan
sumber daya manusia pada bagian audit internal.
1. Menetapkan pembagian tugas bagi tiap-tiap tingkat staf pemeriksa secara tertulis.
4. Menilai pelaksanaan pekerjaan dari tiap-tiap pemeriksa, paling tidak setiap tahun, dan
Auditor Eksternal
Pimpinan audit internal harus mengkoordinasikan usaha atau kegiatan audit internal dengan
auditor eksternal.
1. Pekerjaan audit internal dan pemeriksaan eksternal oleh auditor eksternal, harus
dikoordinasikan untuk memastikan kecukupan dari lingkup pemeriksaan yang dilakukan
dan mengurangi pelaksanaan pemeriksaan rangkap.
Lingkup pekerjaan audit internal (internal auditing) mencakup tujuan dan kegiatan
finansial serta operasional. Lingkup pekerjaan audit internal dinyatakan pada Bab V
dalam buku ini. Sementara itu, pengujian yang pada umumnya dilakukan oleh pemeriksa
eksternal (auditor) ditujukan untuk mendapatkan berbagai hal yang bersifat membuktikan
secara cukup, untuk mendukung pendapat tentang kewajaran pernyataan keuangan
tahunan secara keseluruhan. Lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh auditor ditentukan
berdasarkan standar profesi mereka. Mereka bertanggungjawab menilai kecukupan
prosedur yang dilaksanakan dan bukti yang diperoleh, dengan tujuan menegaskan
pendapat mereka terhadap pernyataan keuangan tahunan.
Pimpinan audit internal harus memberitahukan hasil dari evaluasi terhadap koordinasi
antara pemeriksaan internal dan eksternal kepada manajemen senior dan dewan, disertai
berbagai tanggapan tentang pekerjaan yang dilaksanakan oleh auditor.
Pimpinan audit internal harus membicarakan hal tersebut dengan auditor, dengan maksud
memperoleh kesepakatan tentang pokok-pokok persoalan. Hal tersebut antara lain:
Tindakan ilegal
Pemberian akses pada tiap-tiap program pemeriksaan dan kertas kerja pemeriksaan.
Akses pada program-program dan kertas kerja pemeriksaan eksternal disertai dengan
tanggungjawab untuk menjaga kerahasiannya. Ini bertujuan agar pemeriksa internal
merasa yakin dan menganggap layak untuk mendasarkan beberapa hasil dari tujuan
dilakukannya pemeriksaan internal pada pekerjaan yang dilakukan oleh auditor.
a). Laporan pemeriksaan internal, tanggapan manajemen terhadap laporan tersebut, review yang
dilakukan oleh bagian audit internal terhadap tanggapan manajemen (follow up review) harus
dapat diperoleh auditor. Laporan-laporan ini akan membantu auditor dalam menentukan dan
menyesuaikan (adjusting) lingkup pekerjaannya.
b). Pemeriksa internal memerlukan akses bagi surat-surat manajemen yang diberikan kepada
auditor. Berbagai hal yang dibicarakan pada surat-surat manajemen akan membantu pemeriksaan
internal dalam menentukan area yang akan ditekankan pada pemeriksaan internal yang akan
datang. Setelah mereview surat-surat manajemen serta berbagai tindakan korektif yang dilakukan
oleh anggota manajemen dan dewan, pimpinan audit internal harus memastikan apakah tindak
lanjut dan tindakan korektif yang tepat telah dilakukan.
Berbagai teknik, metode, dan istilah pemeriksaan yang berlaku umum adalah sebagai
berikut.
a). Pimpinan audit internal harus memahami lingkup pekerjaan yang direncanakan oleh auditor,
dan harus memastikan apakah pekerjaan tersebut sejalan dengan pekerjaan yang direncanakan
oleh pemeriksa internal, dan sesuai dengan berbagai persyaratan yang ditetapkann pada Bab IV
dalam buku ini. Kesesuaian dengan persyaratan tersebut mengharuskan pemahaman mutu
materialitas yang dipergunakan oleh auditor dalam perencanaan serta sifat dan luas prosedur
yang direncanakan oleh auditor.
b). Pimpinan audit internal harus memastikan bahwa berbagai teknik, metode, dan istilah yang
digunakan oleh auditor cukup dipahami oleh pemeriksa internal sehingga memungkinkan
pimpinan audit internal untuk:
Akan lebih efisien bagi pemeriksa internal dan auditor bila mereka menggunakan
berbagai teknik, metode, dan istilah yang sama atau mirip sehingga pekerjaan mereka
dapat dikoordinasi secara lebih efektif dan saling mendasarkan diri pada pekerjaan pihak
lain yang dapat diandalkan.
Pengendalian Mutu
Pimpinan audit internal harus menetapkan dan mengembangkan program pengendalian mutu
untuk mengevaluasi berbagai kegiatan dari bagian audit internal.
1. Tujuan pemeriksaan program ini untuk memberikan jaminan yang layak bahwa
pelaksanaan audit internal dilaksanakan secara sesuai dengan standar, anggaran
organisasi, dan bagian audit internal, serta berbagai standar lain yang dapat diterapkan.
Program jaminan kualitas harus meliputi unsur-unsur pengawasan, berbagai review
internal dan berbagai review eksternal.
Pengendalian mutu yang layak, sebagaimana disebutkan dalam pedoman ini, dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan beberapa unsur pokok, selain berbagai kebutuhan pimpinan
audit internal. Unsur-unsur pokok tersebut antara lain manajemen senior, auditor, dewan
dan bagian pembuat keputusan, serta para pihak yang memiliki alasan untuk
mendasarkan diri pada hasil kerja bagian audit internal.
Kesesuaian dengan berbagai standar yang dapat diterapkan tidak hanya sekadar
mematuhi berbagai kebijaksanaan dan prosedur yang telah ditetapkan. Hal tersebut
mencakup pelaksanaan pekerjaan audit internal dengan tingkat efisiensi dan efektivitas
yang tinggi. Jaminan kualitas tersebut sangat penting bagi keberhasilan suatu pelaksanaan
pekerjaan, selain dapat pula meningkatkan kredibilitas bagian audit internal.
Kriteria pokok yang harus dipergunakan untuk mengukur pekerjaan bagian audit internal
adalah yang mengaturnya. Pertimbangan terhadap ketentuan harus selalu disertai dengan
penilaian terhadap ketentuan yang mengaturnya, yaitu anggaran dasar dipandang dari
segi mendasar yang ditentukan pada standar profesi ini.
Kode etik
Berbagai kebijaksanaan dan prosedur organisasi yang diterapkan pada bagian audit
internal
Berbagai hukum, pengaturan dan standar pemerintah atau industri yang menetapkan
tentang persyaratan pemeriksaan dan pelaporan
2. Pengawasan atau supervision terhadap pekerjaan audit internal harus dilakukan secara
terus menerus untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar audit internal,
kebijaksanaan bagian audit internal, dan program-program pemeriksaan.
Pengawasan yang cukup adalah hal mendasar dari program jaminan kualitas. Hal tersebut
akan memberikan landasan bagi berbagai review internal dan eksternal yang akan
dilakukan kemudian.
Sifat dan tanggungjawab dalam pengawasan (supervision) dinyatakan pada standar ini
dan berbagai pedoman yang berkaitan. Pengawasan antara lain meliputi:
a). Perencanaan yang matang dan pemberian berbagai instruksi yang sesuai kepada staf
b). Menetapkan bahwa program pemeriksaan yang disetujui telah diselesaikan dan
didokumentasikan dalam kertas kerja pemeriksaan dan ulasan yang diberikan terhadap laporan
pemeriksaan yang dihasilkan telah selesai, dan
c). Pengawas yang cukup dan dapat dibuktikan sebagaimana mestinya terhadap seluruh kegiatan
audit internal pada akhirnya merupakan tanggungjawab pimpinan bagian audit internal.
3. Review internal harus dilakukan secara periodik oleh anggota-anggota staf audit internal
untuk menilai kualitas pekerjaan pemeriksaan yang telah dilakukan. Review ini harus
dilakukan dengan cara yang sama dengan audit internal lainnya.
Revie formal internal adalah penilaian terhadap diri sendiri (self assessments) yang
dilakukan oleh bagian audit internal secara periodik. Review ini pada umumnya
dilaksanakan oleh suatu tim atau individu yang dipilih oleh pimpinan audit internal.
Bagian audit internal yang lebih besar dapat memiliki yang ditunjuk sebagai manajer
jaminan kualitas (manager of quality assurance) atau dengan jabatan dan tanggungjawab
yang mirip.
Review internal tentang pengendalian mutu tersebut terutama sekali dilakukan untuk
memenuhi keperluan pimpinan audit internal, namun hasil penilaian review ini dapat pula
diberikan kepada manajemen senior dan dewan. Review ini harus terstruktur sedemikian
rupa untuk menunjukkan tingkat kesesuaian bagian audit internal dengan standar, tingkat
keefektivan pemeriksaan, dan tingkat kesesuaian dengan berbagai kebijaksanaan dan
standar organisasi bagian audit internal. Review ini harus pula memberikan berbagai
rekomendasi bagi perkembangan bagian audit internal.
Program review internal, khususnya bagi bagian audit internal yang lebih sederhana, akan
menghendaki berbagai penyesuaian dengan mempertimbangkan struktur bagian audit
internal tersebut dari tingkat keterlibatan pimpinan dalam pemeriksaan individu.
Bila review formal internal atau pelaksanaan suatu review sejenis tidak sesuai dengah
kebutuhan bagian audit internal, metode dibawah ini dapat memberikan hal-hal dasar
yang dicakup dalam review internal.
Umpan balik dari pihak yang diperiksa (ditambah dengan yang diperoleh dari hubungan
personal) melalui penggunaan daftar pertanyaan atau survai, baik secara periodik rutin
setelah setiap pemeriksaan dilakukan maupun secara periodik bagi pemeriksaan-
pemeriksaan yang dipilih. Proses ini akan memberikan pandangan manajemen terhadap
bagian audit internal lebih efektif dan tanggap akan kebutuhan manajemen.
Pimpinan audit internal harus menjalankan dan memonitor proses review internal. Dalam
menyeleksi dan memberikan instruksi kepada suatu tim yang akan melakukan review
internal, pimpinan audit internal harus memastikan bahwa tim tersebut memenuhi syarat
kualitas dan mandiri.
Pimpinan harus menerima laporan tertulis tentang hasil masing-masing review dan
memastikan bahwa suatu tindakan yang tepat akan dilakukan, walaupun tujuan review
internal adalah untuk menilai keefektivan bagian audit internal bagi tujuan internal. Bila
dipandang perlu, pimpinan dapat memberitahukan hasil review kepada pihak di luar
bagian audit internal, seperti manajemen senior, dewan, dan pemeriksa eksternal. Review
internal dapat pula berguna sebagai bagian dari proses penilaian diri sendiri (self
assessment) dalam mempersiapkan review eksternal.
4. Review eksternal terhadap bagian audit internal haruslah dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pekerjaan yang dilaksanakannya. Review ini harus dilakukan oleh orang-orang
yang memenuhi syarat dan kualitas, yang tidak memiliki keterkaitan dengan organisasi
dan tidak memiliki konflik kepentingan yang nyata ataupun samar atau sepatutnya
diduga. Review eksternal harus dilakukan sekurang-kurangnya setiap tiga tahun sekali.
Setelah review eksternal selesai dilaksanakan, harus dikeluarkan suatu laporan tertulis
yang formal. Laporan ini harus mengungkapkan pendapat tentang tingkat pemenuhan
standar profesi oleh bagian audit internal, dan bila dianggap perlu, harus pula
mencantumkan berbagai rekomendasi bagi perkembangan bagian audit internal.
Review eksternal dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pimpinan dan anggota bagian
audit internal. Tujuan penting lainnya dari review eksternal adalah untuk memberikan
kepastian. Jaminan kualitas bagian audit internal oleh pihak yang tidak memiliki
kepentingan dan independen kepada manajemen senior, dewan, dan pihak lain yang
mendasar pada hasil pekerjaan bagian pemeriksaan internal.
Pimpinan audit internal harus membicarakan dengan manajemen senior dan dewan
tentang sifat review eksternal dalam kriteria program jaminan mereka dalam menyeleksi
pereview eksternal.
Review eksternal harus dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi syarat dan
berkualitas, yang tidak memiliki keterkaitan (independen) dengan organisasi dan tidak
memiliki konflik kepentingan yang nyata maupun samar. Individu yang memenuhi syarat
dan berkualitas adalah orang-orang yang memiliki keahlian teknis dan latar belakang
pendidikan yang sesuai dengan kegiatan yang akan direview dan merupakan pemeriksa
eksternal di luar organisasi. Tidak memiliki keterkaitan dengan organisasi berarti orang
tersebut bukan merupakan bagian audit internal yang akan direview. Dalam menyeleksi
keterkaitan dengan organisasi berarti orang tersebut bukan merupakan bagian audit
internal yang akan direview. Dalam menyeleksi reviewer eksternal, harus dilakukan
pertimbangan terhadap kemungkinan terdapatnya konflik kepentingan yang nyata atau
samar, yang mungkin dimiliki oleh reviewer karena hubungannya dengan organisasi atau
bagian audit internal pada saat ini atau waktu yang lalu.
Organisasi pemeriksa eksternal dalam beberapa prosedur review yang terbatas harus
diperhatikan dalam mengevaluasi dan menggunakan hasil kerja bagian audit internal. Ini
terutama berhubungan dengan kualitas pekerjaan dan tingkat kemandirian (degree of
independence) pihak yang diperiksa. Prosedur review terbatas yang digunakan oleh
pemeriksa yang mereka lakukan terhadap pernyataan keuangan (financial statements)
organisasi, dan tidak mencakup review eksternal.
Setelah review eksternal selesai dilaksanakan, tim yang melakukan review harus
mengeluarkan laporan formal yang berisi pendapat tim tentang tingkat pemenuhan
standar oleh bagian pemeriksaan internal (audit internal). Laporan ini harus pula
mencantumkan tingkat pemenuhan ketentuan pada bagian audit internal dan standar lain
yang dapat diterapkan, juga disertai berbagai rekomendasi yang sesuai bagi
perkembangan bagian pemeriksaan internal. Laporan tersebut harus diserahkan kepada
orang atau organisasi yang meminta pelaksanaan review. Pimpinan audit internal harus
membuat rencana tindakan secara tertulis, sebagai tanggapan pada laporan review
eksternal. Selain itu, pimpinan audit internal juga bertanggungjawab melakukan tindak
lanjut yang selayaknya.
Review eksternal harus dilakukan paling tidak setiap tiga tahun. Meskipun demikian,
terdapat berbagai situasi yang merupakan alasan pembenar atas dilakukannya review
eksternal dalam interval waktu yang berbeda. Keadaan-keadaan tersebut antara lain:
a). Review yang penting, berarti, dan memonitor yang dilakukan oleh dewan
b). Berbagai review yang dilakukan secara menyeluruh oleh pemeriksa eksternal atau pihak lain
c). Keadaan yang relatif stabil sehubungan dengan anggaran dasar, organisasi, staf dan daftar
kegiatan yang dapat diperiksa (auditable activities) pada bagian audit internal.
Sifat, lingkup, tingkat kemandirian (degree of independence) dan hasil keseluruhan program
internal haruslah dipertimbangkan dalam menentukan pelaksanaan review eksternal.
Review eksternal merupakan unsur dasar program yang penting untuk mencapai jaminan
kualitas. Walaupun demikian, bila sumber daya tersedia terbatas, atau karena berbagai
alasan yang telah disebutkan sebelumnya, pada saat ini review eksternal tidak harus
dilakukan perhatian yang lebih pada supervise, review internal yang dilakukan secara
periodik, dan metode jaminan kualitas lainnya yang tersedia pada bagian audit internal.
Pimpinan audit internal bertanggungjawab menilai berbagai kondisi yang membatasi
pelaksanaan review eksternal. Metode yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi
adalah dengan penggunaan group internal yang berkualitas dalam melaksanakan suatu
review, misalnya mantan manager pemeriksaan yang bekerja pada bagian lain organisasi,
pimpinan pemeriksaan pada organisasi pemeriksaan yang disentralisasi, atau personel
penasihat manajemen internal. Walaupun demikian, review ini tidak dapat diharapkan
akan mencapai seluruh sasaran dari suatu review eksternal.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Kebijaksanaan dan Prosedur Audit
Internal), Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 85-98.
Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal secara tepat
Pimpinan audit internal bertanggungjawab mengelola bagian audit internal secara tepat,
sehingga.
1. Pekerjaan pemeriksaan memenuhi tujuan umum dan tanggungjawab yang disetujui oleh
manajemen senior dan diterima oleh dewan.
2. Sumber daya bagian audit internal dipergunakan secara efisien dan efektif, dan
Pimpinan audit internal harus memiliki pernyataan tentang tujuan, kewenangan, dan
tanggungjawab untuk bagian audit internal.
Perencanaan
Pimpinan audit internal harus menetapkan rencana bagi pelaksanaan tanggungjawab bagian audit
internal.
Rencana ini harus sejalan dengan anggaran dasar organisasi, bagian audit internal dan bagian
dari berbagai sasaran organisasi.
Sasaran,
Laporan kegiatan.
2. Sasaran bagian audit internal harus memungkinkan untuk dicapai dan dalam
pelaksanannya harud dapat diukur. Sasaran tersebut harus disertai dengan kriteria
pengukuran hasil yang dicapai dan tanggal yang ditargetkan bagi pencapaian sasaran.
Dengan mempertimbangkan lingkup pekerjaan pemeriksaan yang direncanakan dan taraf atau
tingkat pekerjaan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh pihak lain.
Berbagai hal yang dipertimbangkan dalam menentukan prioritas dari jadwal pekerjaan
pemeriksaan harus mencakup.
Permintaan manajemen
4. Jadwal pekerjaan haruslah cukup fleksibel agar kebutuhan bagian audit internal yang
tidak dapat diantisipasi dapat dikerjakan.
Perkiraan risiko atau risk assessment adalah suatu proses sangat penting untuk
mengembangkan jadwal pekerjaan pemeriksaan yang penting. Proses perkiraan risiko
mencakup identifikasi kegiatan yang dapat diperiksa, berbagai faktor risiko yang relevan,
dan memperkirakan berbagai hal yang sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor risiko
tersebut.
Istilah risiko menunjukkan kemungkinan bahwa suatu kejadian atau tindakan akan
menimbulkan akibat merugikan bagi organisasi.
a). Kesalahan dalam pembuatan keputusan sebagai akibat penggunaan informasi yang tidak
benar, tidak sesuai berdasarkan pertimbangan waktu, tidak lengkap, dan informasi lain yang
tidak dapat diandalkan;
b). Pembuatan catatan secara salah, perhitungan akuntansi yang tidak tepat, kesalahan dalam
pembuatan laporan keuangan, kerugian finansial, dan kerugian lainnya.
e). Kegagalan dalam menjalankan berbagai kebijaksanaan, rencana dan prosedur organisasi, atau
ketidaksesuaian dengan berbagai hukum dan peraturan yang relevan;
f). Mendapatkan berbagai sumber daya secara tidak ekonomis atau penggunaannya secara tidak
efisien atau tidak efektif.
g). Kegagalan dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan bagi suatu
operasi atau program.
Tahap pertama dalam pelaksanaan proses perkiraan risiko (risk assessment) adalah
mengidentifikasi dan menyusun daftar kegiatan yang dapat diperiksa (auditable activity)
Kegiatan yang dapat diperiksa terdiri dari berbagai hal, unit, atau sistem yang dapat
didefinisikan dan dievaluasikan. Kegiatan yang dapat diperiksa antara lain adalah:
g). Berbagai unit organisasi seperti jaringan produksi atau jaringan pelayanan;
h). Berbagai fungsi seperti pemrosesan data elektronik, pembelian, pemasaran, produksi,
keuangan, akuntansi, dan sumber daya manusia.
i). Sistem transaksi bagi kegiatan seperti penjualan, penagihan, pembelian, pembayaran,
perhitungan biaya dan inventaris, produksi, daftar gaji, dan aktiva modal (capital assets).
Jumlah dari faktor risiko yang dipergunakan dalam perkiraan risiko atau risk assessment
haruslah dibatasi, tetapi dapat meyakinkan pimpinan audit internal bahwa perkiraan
risiko tersebut telah dilakukan secara menyeluruh.
a). Suasana yang berhubungan dengan etik dan tekanan yang dihadapi manajemen dalam usaha
mencapai tujuan-tujuan.
m). Dukungan terhadap temuan pemeriksaan dan tindakan korektif yang dilaksanakan, dan
Pimpinan audit internal dapat memutuskan untuk menimbang berbagai faktor risiko,
untuk menentukan tingkat keterkaitan faktor-faktor risiko tersebut dengan suatu risiko.
Hasil pertimbangan terhadap faktor risiko tersebut merupakan penilaian pimpinan
terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan. Penilaian ini digunakan untuk menyeleksi
kegiatan yang akan diperiksa.
Perkiraan risiko atau risk assessment merupakan proses sistematis untuk memperkirakan
dan menerapkan penilaian yang potensial terhadap berbagai kondisi dan atau kejadian,
yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan. Proses perkiraan risiko akan
menghasilkan suatu cara bagi pengaturan dan penerapan penilaian yang potensial dalam
penyusunan jadwal pekerjaan pemeriksaan. Pimpinan audit internal pada umumnya harus
memberi prioritas pemeriksaan lebih tinggi terhadap kegiatan yang memiliki risiko
tinggi.
Pada proses perkiraan risiko, pimpinan audit internal harus menggabungkan informasi
dari berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut mencakup, namun tidak terbatas, pada
diskusi dengan dewan dan berbagai anggota manajemen, diskusi antara manajemen dan
staf bagian audit internal, diskusi dengan para auditor, pengaturan oleh hukum dan
berbagai peraturan yang dapat diterapkan, analisa terhadap data finansial dan pelaksanaan
operasi, review terhadap pemeriksaan terdahulu, serta kecenderungan (trend) industri
atau ekonomi.
Berdasarkan hasil proses perkiraan risiko, pimpinan audit internal harus menetapkan
prioritas jadwal pekerjaan pemeriksaan. Pimpinan dapat mengubah jadwal pekerjaan
pemeriksaan yang telah direncanakan, setelah mempertimbangkan hal-hal seperti
koordinasi dengan pihak eksternal auditor serta permintaan manajemen dan dewan.
Harus pula dilakukan perkiraan secara periodik terhadap akibat berbagai perubahan yang
pokok dalam daftar kegiatan yang dapat diperiksa (auditable activity) atau berbagai
faktor risiko berkaitan yang telah terjadi setelah jadwal pekerjaan pemeriksaan disusun.
Perkiraan tersebut akan membantu pimpinan audit internal dalam membuat perubahan
yang diperlukan terhadap prioritas pemeriksaan dan jadwal pekerjaan pemeriksaan.
Proses perkiraan risiko (risk assessment) harus dilakukan setiap periode, misalnya
setengah tahun. Walau demikian, karena perubahan berbagai kondisi, prioritas
pemeriksaan yang ditetapkan berdasarkan proses perkiraan risiko perlu di review dan
diperbaharui sepanjang tahun.
5. Rencana susunan kepegawaian dan anggaran keuangan, termasuk jumlah pemeriksa dan
pengetahuan, kecakapan dan disiplin ilmu yang diperlukan bagi pelaksanaan
pemeriksaan, harus ditentukan berdasarkan jadwal pekerjaan pemeriksaan, kegiatan
administratif, persyaratan pendidikan dan pelatihan, riset pemeriksaan, dan usaha-usaha
pengembangan para pemeriksa.
6. Laporan kegiatan harus diserahkan secara periodik kepada manajemen senior dan dewan.
Laporan ini harus melakukan perbandingan antara:
Pelaksanaan sasaran dari bagian audit internal dan jadwal pekerjaan pemeriksaan, serta.
Laporan tersebut harus menjelaskan sebab terjadinya perbedaan yang pokok dan menyatakan
berbagai tindakan yang telah dilakukan atau dibutuhkan.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Manajemen bagian Audit Internal),
Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 79-85.
Pemeriksa internal harus terus-menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk
memastikan bahwa terhadap temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang
tepat.
Pemeriksaan internal harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan
memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah
menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif atas temuan yang dilaporkan.
1. Tindak lanjut oleh pemeriksa internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk
menentukan kecukupan, keefektivan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang
dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan.
Suatu temuan dapat mencakup berbagai temuan lain yang relevan yang didapat oleh
pemeriksa dan lainnya.
2. Tanggungjawab untuk melakukan tindak lanjut harus didefinisikan dalam ketentuan yang
memuat tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab bagian audit internal.
4. Sebagaimana dinyatakan pada Bab III nomor 6 dari standar profesi manajemen senior
dapat menetapkan untuk menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif
terhadap keadaan yang dilaporkan, berdasarkan pertimbangan biaya atau pertimbangan
lainnya. Dewan harus diberi laporan tentang seluruh keputusan manajemen senior
terhadap berbagai temuan pemeriksaan penting.
5. Sifat, ketepatan waktu, dan luas tindak lanjut ditentukan oleh pimpinan audit internal.
Tingkat usaha dan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi yang dilaporkan,
Risiko yang mungkin terjadi bila tindakan korektif yang dilakukan gagal,
7. Beberapa temuan tertentu yang dilaporkan mungkin sangat penting dan segera
memerlukan tindakan manajemen. Kondisi tersebut harus terus dimonitor oleh pemeriksa
internal hingga diperbaiki karena berbagai akibat yang mungkin ditimbulkan terhadap
organisasi.
8. Terdapat pula berbagai keadaan di mana pimpinan audit internal menilai bahwa tindakan
yang dilakukan oleh manajemen telah cukup, bila dibandingkan dengan pentingnya
temuan pemeriksaan. Dalam hal-hal tertentu, tindak lanjut dapat dilaksanakan sebagai
bagian dari pemeriksaan yang akan diadakan kemudian.
11. Penjadwalan tindak lanjut harus didasarkan pada risiko dan kerugian yang terkait, juga
tingkat kesulitan dan perlunya ketepatan waktu dalam penerapan tindakan korektif.
12. Pimpinan audit internal harus menetapkan berbagai prosedur yang meliputi:
Prosedur laporan kepada tingkatan manajemen yang sesuai tentang tindakan yang tidak
memuaskan, termasuk tentang pemeriksaan risiko akibat tidak dilakukannya tindakan
korektif.
13. Berbagai teknik yang dipergunakan untuk menyelesaikan tindak lanjut secara efektif
adalah sebagai berikut.
Pengiriman laporan tentang temuan pemeriksaan kepada tingkat manajemen yang tepat,
yang bertanggungjawab untuk melaksanakan tindakan korektif.
Menerima dan mengevaluasi laporan dari berbagai organisasi lain yang ditugaskan dan
bertanggungjawab mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan proses tindak lanjut.
Melaporkan kepada manajemen atau dewan tentang status tanggapan terhadap berbagai
temuan pemeriksaan.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
Internal), Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 75-78.
Diskusi tentang berbagai kesimpulan dan rekomendasi pada umumnya telah diselesaikan
pada waktu pelaksanaan pemeriksaan dan atau pada rapat-rapat setelah pemeriksaan
selesai dilaksanakan (post audit meeting). Cara lain adalah pelaksanaan review terhadap
rancangan laporan pemeriksaan, yang dilakukan oleh manajemen pihak yang diperiksa.
Diskusi dan review ini berguna untuk memastikan bahwa tidak terdapat kesalahpahaman
atau kesalahan penafsiran tentang fakta, dengan memberikan kesempatan kepada pihak
yang diperiksa untuk menjelaskan berbagai hal tertentu, dan mengemukakan pendapatnya
terhadap berbagai pemeriksaan, kesimpulan, dan rekomendasi.
Walaupun tingkatan para peserta diskusi atau review akan berubah-ubah, tergantung pada
pengaturan dan sifat laporan, pada umumnya diskusi atau review akan diikuti oleh
individu-individu yang sangat mengetahui perincian pelaksanaan kegiatan (yang
diperiksa) dan yang dapat mengesahkan pelaksanaan suatu tindakan korektif.
3. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu.
1. Laporan yang objektif adalah laporan yang aktual, tidak berpihak dan terbebas dari distorsi.
Berbagai temuan, kesimpulan dan rekomendasi haruslah dilakukan tanpa ada suatu prasangka.
Bila telah ditentukan bahwa dalam suatu laporan pemeriksaan akhir terdapat kesalahan
atau error, pinjaman audit internal harus mempertimbangkan perlunya pembuatan
laporan perubahan yang menyebutkan tentang berbagai informasi yang diperbaiki.
Laporan tambahan harus dibagikan kepada seluruh pihak yang telah menerima laporan
akhir sebelumnya.
Suatu kesalahan atau error didefinisikan sebagai penulisan suatu pernyataan secara salah
atau tidak dicantumkannya informasi yang penting dalam laporan pemeriksaan aktif,
yang tidak sengaja terjadi.
2. Laporan yang jelas mudah dimengerti dan logis. Kejelasan suatu laporan dapat ditingkatkan
dengan cara menghindari penggunaan bahasa teknis yang tidak diperlukan dan pemberian
berbagai informasi yang cukup mendukung.
3. Laporan yang diringkas langsung membicarakan pokok permasalahan lahan dan menghindari
berbagai perincian yang tidak diperlukan. Laporan tersebut disusun dengan menggunakan kata-
kata secara efektif.
4. Laporan yang konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan sifatnya akan membantu
pihak yang akan diperiksa dan organisasi serta menghasilkan berbagai perbaikan yang
dibutuhkan.
5. Laporan yang tepat waktu adalah laporan yang penerbitnya tidak memerlukan penundaan dan
mempercepat kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan efektif .
1. Walaupun bentuk dan isi laporan pemeriksaan dapat bermacam-macam, tergantung pada
pengaturan atau jenis pemeriksaan, laporan tersebut paling tidak harus mengemukakan maksud
lingkup dan hasil pemeriksaan.
2. Dalam laporan pemeriksaan dapat pula dicantumkan informasi latar belakang (background
information) dan ringkasan laporan. Informasi latar belakang antara lain menjelaskan tentang
unit-unit organisasi dan kegiatan yang diperiksa dan memberikan berbagai informasi relevan
yang bersifat menjelaskan. Dalam laporan pemeriksaan dapat pula dicantumkan keadaan
berbagai temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pada pemeriksaan terdahulu. Hal tersebut dapat
menunjukkan apakah laporan mencakup pemeriksaan yang direncanakan atau tanggapan
terhadap suatu permintaan atau perintah. Apabila dicantumkan, ringkasan laporan haruslah
dibuat sesuai dengan isi yang dikemukakan pada laporan pemeriksaan.
3. Pernyataan tentang maksud pemeriksaan haruslah menggambarkan tujuan pemeriksaan dan
bila perlu menjelaskan pada pembaca sebab-sebab pelaksanaan pemeriksaan dan hal-hal apa saja
yang diinginkan dicapai.
4. Pernyataan tentang lingkup pemeriksaan harus menjelaskan tentang kegiatan yang diperiksa
dan mencakup pula berbagai informasi pendukung yang dianggap perlu, seperti periode waktu
yang diperiksa. Berbagai kegiatan lain yang berhubungan, tetapi tidak diperiksa, harus pula
diidentifikasi, bila dianggap perlu, untuk menjelaskan batas-batas pelaksanaan pemeriksaan.
Sifat dan luas pemeriksaan yang dilaksanakan harus pula digambarkan.
5. Hasil pemeriksaan dapat berupa berbagai temuan, kesimpulan, pendapat, dan rekomendasi.
6. Temuan pemeriksaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan pernyataan tentang fakta. Berbagai
temuan yang diperlukan untuk mendukung atau menghindari kesalahan pengertian tentang
kesimpulan dan rekomendasi yang dibuat oleh pemeriksa internal harus dicantumkan dalam
laporan pemeriksaan akhir. Berbagai informasi atau temuan yang diperlukan untuk mendukung
atau menghindari kesalahan pengertian tentang kesimpulan dan rekomendasi yang dibuat oleh
pemeriksa internal harus dicantumkan dalam laporan pemeriksaan akhir. Berbagai informasi atau
temuan yang kurang penting dapat diberitahukan secara lisan atau melalui korespondensi
informasi.
7. Temuan pemeriksaan dihasilkan dari proses perbandingan antara apa yang seharusnya
terdapat dan apa yang ternyata terdapat. Dari hasil perbandingan tersebut, auditor internal
memiliki dasar untuk membuat laporan. Apabila berbagai keadaan yang terdapat ternyata sesuai
dengan kriteria, dalam laporan pemeriksaan dapat dibuat pernyataan tentang pengakuan atas
hasil pekerjaan yang memuaskan. Temuan-temuan haruslah didasarkan pada berbagai hal berikut
ini.
Kriteria: yaitu berbagai standar, ukuran, atau harapan yang digunakan dalam melakukan
evaluasi dan atau verifikasi (apa yang seharusnya terdapat).
Kondisi: yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh pemeriksa dalam pelaksanaan
pemeriksaan (apa yang ternyata terdapat).
Sebab: yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara kondisi yang
diharapkan dan kondisi sesungguhnya (mengapa terjadi perbedaan).
Akibat: yaitu berbagai risiko atau kerugian yang dihadapi oleh unit organisasi dari pihak
yang diperiksa dan atau unit organisasi lain karena terdapatnya kondisi yang tidak sesuai
dengan kriteria (dampak dari perbedaan). Dalam menentukan tingkat risiko atau
kerugian, pemeriksa internal harus mempertimbangkan pula akibat-akibat yang mungkin
ditimbulkan oleh berbagai temuan tersebut terhadap pernyataan keuangan (financial
statement) organisasi.
Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan berbagai rekomendasi,
hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diperiksa, dan informasi lain bersifat membantu
yang tidak dicantumkan di tempat lain.
8. Kesimpulan atau pendapat adalah hasil evaluasi pemeriksaan terhadap dampak berbagai
temuan terhadap kegiatan yang diperiksa. Kesimpulan selalu menempatkan berbagai temuan
dalam perspektif yang didasarkan pada implikasi temuan tersebut secara keseluruhan. Bila
dicantumkan dalam laporan pemeriksaan, kesimpulan dapat mencakup keseluruhan lingkup
pemeriksaan atau berbagai aspek khusus. Kesimpulan dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada,
apakah tujuan dan sasaran operasi atau program sejalan dengan tujuan dan sasaran organisasi,
apakah tujuan dan sasaran organisasi akan dapat dicapai, dan apakah kegiatan yang diperiksa
berfungsi sebagaimana diharapkan.
Hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diperiksa, dalam arti kemajuan yang dicapai
sejak pemeriksaan terakhir atau pelaksanaan suatu operasi yang terawasi dengan baik
(well-controlled operations), dapat dicantumkan pada laporan pemeriksaan. Informasi ini
perlu dicantumkan untuk menggambarkan keadaan yang ada secara adil dan memberi
sudut pandang yang tepat serta menjaga keseimbangan laporan pemeriksaan.
6. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi
dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan.
Dalam diskusi dengan pihak yang diperiksa, pemeriksa harus berusaha mencapai
persetujuan tentang hasil pemeriksaan dan rencana tindakan untuk meningkatkan operasi,
sejau diperlukan. Apabila di antara mereka tidak terdapat kesepakatan tentang hasil
pemeriksaan, laporan pemeriksaan akan mengemukakan tentang posisi masing-masing
pihak dan berbagai alasan yang menyebabkan tidak tercapainya kesepakatan. Komentar
tertulis dari pihak yang diperiksa dapat dicantumkan sebagai lampiran laporan
pemeriksaan. Sebagai alternatif, pandangan dari pihak yang diperiksa dapat dicantumkan
pada pokok laporan, surat pengantar, atau cover letter.
7. Pimpinan audit internal atau staf yang ditunjuk harus mereview dan menyetujui laporan
pemeriksaan akhir, sebelum laporan tersebut dikeluarkan, dan menentukan kepada siapa
laporan tersebut akan disampaikan.
Pimpinan audit internal atau staf yang ditunjuk harus menyetujui dan menandatangani
seluruh laporan akhir yang telah memenuhi syarat. Bila keadaan tertentu menghendaki
demikian, persetujuan dan penandatanganan laporan akhir dapat dilakukan oleh
pemeriksa yang diserahi tugas, pengawas, atau pemeriksa yang memimpin, sebagai wakil
pimpinan audit internal.
Laporan pemeriksaan harus dibagikan kepada anggota organisasi yang dapat memastikan
bahwa laporan pemeriksaan tersebut akan mendapat tanggapan yang diperlukan. Ini
berarti laporan pemeriksaan harus diserahkan pada pihak yang berwenang untuk
melaksanakan tindakan korektif atau memastikan bahwa suatu tindakan korektif akan
dilaksanakan. Laporan pemeriksaan akhir harus dibagi pula pada manajemen pihak yang
diperiksa. Anggota organisasi dalam tingkatan yang lebih tinggi dapat memperoleh
ringkasan laporan (summary report). Laporan dapat pula dibagikan kepada pihak yang
berkepentingan atau berpengaruh seperti auditor eksternal.
Beberapa informasi tidak perlu diungkapkan pada semua pihak penerima laporan sebab
informasi tersebut hanya dapat diketahui oleh tingkatan tertentu, merupakan suatu hak
milik, atau berhubungan dengan perbuatan yang tidak patut atau ilegal. Informasi tersebut
dapat pula dikemukakan dalam laporan terpisah. Apabila kondisi yang dilaporkan
menyangkut manajemen senior, laporan harus diberikan pada dewan organisasi.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Penyampaian Hasil Pemeriksaan
Internal), Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 68-75.
1. Berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan pemeriksa dan
lingkup kerja haruslah dikumpulkan.
1. Pemeriksa internal mempergunakan berbagai prosedur pemeriksaan analitis pada saat menguji
dan mengevaluasi informasi.
3. Penerapan prosedur pemeriksaan analisis didasarkan pada pemikiran dasar atau premis bahwa
apabila tidak terdapat berbagai keadaan yang diketahui bertentangan, hubungan antara informasi
tersebut secara masuk akal dapat dianggap ada dan dilanjutkan. Contoh dari keadaan yang
bertentangan antara lain adalah transaksi atau kegiatan yang tidak dilakukan, tidak biasa atau
tidak wajar, perubahan akuntansi, organisasi, operasional, lingkungan atau suasana, dan
teknologi, ketidakefisienan, ketidakefektivan, kesalahan, ketidakteraturan, atau tindakan ilegal.
4. Prosedur pemeriksaan analitis memberikan cara efisien dan efektif bagi audit internal dalam
menilai berbagai informasi yang dikumpulkan selama pemeriksaan. Penilaian tersebut diperoleh
sebagai hasil perbandingan antara suatu informasi dengan dugaan yang diidentifikasi atau
dikembangkan oleh pemeriksa internal.
Berbagai transaksi atau kejadian yang tidak wajar atau tidak dilaksanakan.
Perbandingan antara informasi dalam periode saat ini dengan informasi sejenis pada
periode sebelumnya.
Perbandingan antara informasi dalam periode saat ini dengan anggaran atau prakiraan
(forecast).
Perbandingan suatu informasi dengan informasi sejenis yang diberikan kepada unit
organisasi lain.
Perbandingan suatu informasi dengan informasi sejenis yang diberikan kepada industri
yang dijalankan oleh organisasi.
10. Prosedur pemeriksaan analitis harus pula digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan, untuk
menguji dan mengevaluasi informasi guna mendukung hasil pemeriksaan. Dalam menentukan
luas bagian tempat diterapkannya prosedur pemeriksaan analitis, pemeriksa internal harus
mempertimbangkan faktor-faktor.
11. Bila prosedur pemeriksaan analitis mengidentifikasi hasil atau hubungan yang tidak
dikehendaki, auditor internal harus menguji dan mengevaluasi hasil atau hubungan tersebut.
12. Pengujian hasil atau hubungan yang tidak dikehendaki haruslah mencakup berbagai
keterangan manajemen dan penerapan berbagai prosedur pemeriksaan lainnya sehingga auditor
internal merasa puas bahwa hasil atau hubungan tersebut dapat dijelaskan secara tepat.
13. Hasil atau hubungan yang tidak dapat dijelaskan, yang diperoleh dari penerapan prosedur
pemeriksaan analitis, dapat merupakan petunjuk tentang berbagai keadaan yang berkaitan erat,
seperti kesalahan yang potensial (potensial error), ketidakberesan atau tindakan ilegal.
14. Hasil atau hubungan yang diperoleh dari penerapan prosedur pemeriksaan analitis yang tidak
dapat dijelaskan secara tepat harus diberitahukan pada tingkatan manajemen yang sesuai. Auditor
internal dapat mengusulkan tentang rangkaian tindakan yang diperlukan, tergantung pada
keadaan.
2. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk membuat dasar
yang logis bagi temuan pemeriksaan dan rekomendasi.
Informasi yang mencukupi adalah informasi yang aktual, cukup dan meyakinkan
sehingga orang bijaksana yang mengetahui informasi tersebut akan membuat kesimpulan
yang sama dengan pemeriksaan tepat.
Informasi yang kompeten dapat dibuktikan kebenarannya dan akan memberikan hasil
terbaik melalui penggunaan teknik pemeriksaan yang tepat.
Informasi yang relevan akan mendukung berbagai temuan pemeriksaan dan rekomendasi
serta konsisten dengan tujuan pelaksanaan pemeriksaan.
5. Kertas kerja pemeriksaan adalah dokumen pemeriksaan yang harus dibuat oleh pemeriksa
dan ditinjau atau di-review oleh manajemen bagian audit internal. Kertas kerja ini harus
mencantumkan berbagai informasi yang diperoleh dan dianalisis yang dibuat serta harus
mendukung dasar temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang akan dilaporkan.
Memberi dasar bagi pengevaluasian jaminan kualitas dari bagian audit internal;
Memberi dukungan dalam berbagai keadaan tertentu, seperti klaim asuransi, kasus
kecurangan dan tuntutan hukum;
Menunjukkan kesesuaian antara pelaksanaan tugas bagian audit internal dengan standar
profesi.
2. Pengaturan dan isi kertas kerja pemeriksaan tergantung pada pemeriksaan. Walau demikian,
kertas kerja pemeriksaan haruslah membuktikan aspek-aspek dari proses pemeriksaan berikut
ini:
Perencanaan;
Prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan yang
dicapai;
Pelaporan dan;
3. Kertas kerja pemeriksaan haruslah lengkap dan mencantumkan berbagai hal yang mendukung
kesimpulan audit yang dicapai.
5. Kertas kerja pemeriksaan bentuknya dapat berupa kertas, pita rekaman, disk atau piringan,
disket, film, atau berbagai media lain. Bila format kertas kerja pemeriksaan selain dari kertas,
perlu dipertimbangkan pembuatan salinan cadangan kertas kerja tersebut.
6. Apabila auditor internal melaporkan suatu informasi finansial, pada kertas kerja pemeriksaan
harus dinyatakan apakah catatan-catatan akuntansi (accounting record) sesuai atau cocok dengan
informasi finansial tersebut.
7. Beberapa kertas kerja pemeriksaan dapat digolongkan sebagai arsip pemeriksaan yang
permanen. Arsip ini pada umumnya mengandung informasi yang selalu dianggap penting.
8. Pimpinan audit internal harus menetapkan kebijaksanaan tentang jenis berkas kertas kerja
pemeriksaan yang disimpan, peralatan tulis-menulis yang digunakan, pembuatan indeks atau
indexing dan berbagai hal lain yang berhubungan. Penggunaan kertas kerja pemeriksaan yang
telah distandarisasi, seperti daftar pertanyaan atau questionnaire dan program pemeriksaan, akan
meningkatkan efisiensi pemeriksaan dan memudahkan pendelegasian pekerjaan pemeriksaan.
9. Berikut ini adalah teknik persiapan kertas kerja pemeriksaan yang khas.
Tiap-tiap kertas kerja pemeriksaan harus memuat judul atau heading. Judul pada
umumnya terdiri dari nama organisasi atau kegiatan yang akan diteliti, judul atau
gambaran isi atau kegunaan kertas kerja, dan tanggal atau periode yang dicakup oleh
pemeriksa.
Tiap-tiap kertas kerja pemeriksaan harus ditandatangani , diberi inisial atau paraf, dan
diberi tanggal oleh auditor internal.
Tiap-tiap kertas kerja pemeriksaan harus memuat indeks atau nomor penunjuk.
Simbol verifikasi pemeriksaan atau tick mark harus dijelaskan nomor penunjuk.
10. Seluruh kertas kerja pemeriksaan harus di-review untuk memastikan bahwa kertas kerja
tersebut mendukung laporan pemeriksaan dan seluruh prosedur pemeriksaan yang diperlukan
telah dilakukan. Bukti tentang pelaksanaan review untuk tujuan pengawasan atau supervisory
review harus dicantumkan dalam kertas kerja pemeriksaan. Pimpinan audit internal
bertanggungjawab secara keseluruhan atas pelaksanaan review kepada staf bagian audit internal.
Review harus dilakukan pada tingkatan tanggungjawab yang lebih penting bila dibandingkan
dengan tingkatan pembuat kertas kerja pemeriksaan.
11. Bukti tentang pelaksanaan review untuk tujuan pengawasan atau supervisory review harus
terdiri dari penandatanganan dan penggalangan oleh petugas review atas setiap kertas kerja yang
telah di-review.
12. Berbagai teknik review lain yang memberikan bukti tentang pelaksanaan review untuk tujuan
pengawasan (supervisory review) mencakup pengisian checklist bagi review terhadap kertas
kerja pemeriksaan dan atau membuat sebuah memorandum yang menjelaskan tentang sifat, luas
dan hasil dari pelaksanaan review.
13. Petugas yang mengadakan review dapat membuat catatan tertulis (review notes) tentang
pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama proses pelaksanaan review. Pada saat menyatakan
penerimaan (clearing) terhadap catatan-catatan tertulis (review notes), petugas review harus
terlebih dahulu meneliti untuk memastikan bahwa kertas kerja telah menyediakan bukti-bukti
yang cukup sehingga berbagai pertanyaan yang muncul selama proses review dapat terjawab.
Alternatif-alternatif yang dapat diterima sehubungan dengan disposisi dari catatan-catatan
tertulis (review notes) adalah sebagai berikut.
15. Arsip kertas kerja pemeriksaan secara umum tetap berada dalam pengawasan bagian audit
internal, dan hanya dapat diketahui oleh personel yang diberikan kewenangan untuk itu.
16. Manajemen dan anggota organisasi yang lain dapat meminta akses atau izin untuk
mengetahui kertas kerja pemeriksaan. Suatu akses mungkin diperlukan untuk mendukung atau
menjelaskan berbagai temuan pemeriksaan atau pemanfaatan untuk berbagai tujuan usaha.
Permintaan akses ini terlebih dahulu perlu disetujui oleh pimpinan audit internal.
17. Adalah praktek yang umum bagi para pemeriksa internal dan eksternal untuk saling
memberikan akses terhadap tiap-tiap kertas kerja pemeriksaannya. Akses terhadap kertas kerja
pemeriksaan yang diberikan kepada pemeriksa eksternal haruslah disetujui oleh pimpinan audit
internal.
18. Terdapat keadaan di mana permintaan bagi akses terhadap pekerjaan pemeriksaan dan
laporan diajukan oleh pihak ketiga di luar organisasi selain para pemeriksa eksternal. Sebelum
memberikan suatu dokumen, pimpinan audit internal harus memperoleh persetujuan dari
manajemen senior dan bagian hukum yang dianggap perlu.
19. Pimpinan audit internal harus membuat berbagai ketentuan penyimpanan kertas kerja
pemeriksaan. Persyaratan penyimpanan ini harus konsisten dengan pedoman organisasi serta hal-
hal yang berkaitan dengan berbagai persyaratan hukum atau persyaratan lainnya.
Disarikan dari buku: Standar Profesional Audit Internal (Pengujian dan Pengevaluasian
Informasi), Penulis: Hiro Tugiman, Hal: 59-68.
ARTIKEL BERKAITAN DENGAN PROFESI AUDITOR
Kedatangan Fahri Hamzah ke Markas Kepolisian Resor Jakarta Timur hingga kini masih
menyimpan banyak pertanyaan. Sebulan yang lalu itu, ia bertemu dengan Rochmadi Saptogiri,
yang tengah mendekam di ruang tahanan Mapolres Jakarta Timur. Auditor utama Badan
Pemeriksa Keuangan tersebut mengaku kalau tak tahu-menahu soal uang suap yang
menyeretnya.
Fahri datang sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat bersama anggota Komisi III DPR
dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu. Kehadiran mereka menuai cibiran dari Komisi
Pemberantasan Korupsi karena auditor itu berada pada masa pengenalan, pengamanan, penelitian
lingkungan, yang artinya hanya keluarga tahanan yang boleh menjenguk. KPK belum
dimintai izin dan tidak pernah memberikan izin, ucap juru bicara KPK, Febri
Diansyah.
Rochmadi ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan bersama Irjen Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Sugito; pejabat eselon III Kemendes, Jarot
Budi Prabowo; dan auditor BPK, Ali Sadli. Mereka diduga melakukan praktek suap sebesar Rp
240 juta berkaitan dengan pemberian predikat opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan
keuangan Kemendes 2016.
Rochmadi dan Ali diduga sebagai penerima suap. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12
huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kasus ini berbuntut panjang karena
temuan KPK lebih dari Rp 240 juta. Penggeledahan di BPK menemukan uang Rp 1,145 miliar
dan US$ 3.000 atau setara dengan Rp 40 juta.
Aksi selonong Fahri ke sel Rochmadi terbilang mengejutkan pada waktu itu. Menurut sumber
detikX di BPK, Rochmadi bukanlah auditor sembarangan. Pangkatnya sudah tinggi. DPR sudah
pasti punya kepentingan untuk membungkamnya. Dia membawahi 43 auditee (kementerian dan
lembaga yang menjadi obyek audit), DPR salah satunya, tutur sumber tersebut.
Namun Fahri mengaku tak mengenal dekat Rochmadi. Kunjungannya ke sel tahanan Polres
Jakarta Timur tak berkaitan dengan satu kasus. Ia datang untuk melihat pelayanan dan fasilitas di
markas polres itu. Belum pernah kenal sebelumnya. Pascabom Kampung Melayu, kami
berkunjung melihat pelayanan dan fasilitas di Polres Jakarta Timur, termasuk melihat
ruang tahanan, tutur Fahri.
Nah, rupanya, selain oleh Fahri, aksi selonong ke sel auditor yang memiliki kekayaan Rp 2,46
miliar pada 2014 itu juga dilakukan pihak lain. Informasi yang diterima detikX, sejak Rochmadi
dititipkan ke sel tahanan Polres Jakarta Timur pada Sabtu, 27 Mei 2017, beberapa orang BPK
bertandang.
Rochmadi minta kepada BPK diberi bantuan hukum dan tidak dipecat dari lembaga auditor
negara tersebut. Jika dibiarkan sendiri, Rochmadi bakal mengajukan diri sebagai justice
collaborator kepada KPK. Permintaan ini dijawab dengan janji perlindungan dari BPK.
Intinya, kalau sampai dibiarkan dan dipecat, dia akan buka semua data yang disimpan dan aliran
uang soal audit, tutur sumber tersebut.
Ada kemungkinan aksi-aksi selonong inilah yang menyebabkan KPK memindahkan Rochmadi
ke Rutan Cabang KPK di Jalan HR Rasuna Said Kaveling C1, Kuningan, Jakarta Selatan.
Namun Kepala Polres Jakarta Timur Kombes Andri Wibowo mengaku tak tahu-menahu soal
kunjungan ini. Ia hanya mengingatkan, kunjungan terhadap tahanan titipan kasus dugaan korupsi
harus melalui prosedur berupa izin dari KPK. Saat ini masih ada 3-4 tahanan titipan KPK di
selnya.
Ya, saya nggak tahu ceritanya itu. Ya sudah ya, jangan mancing-mancing, tidak ada yang
jenguk. Kalau mau jenguk (tahanan) KPK, itu harus ada SOP-nya. Kalau berkaitan Fahri, sudah
dijawab, kan, ujarnya ketika dimintai konfirmasi.
Bisik-bisik di balik tahanan ini menunjukkan pentingnya peran Rochmadi dalam kasus yang
menjeratnya. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menyebutkan dugaan suap audit BPK ini
menggunakan kode khusus, yakni kata perhatian.
Kode untuk sejumlah uang yang disepakati adalah (tanda kutip) perhatian dengan huruf besar,
jelasnya.
Sumber detikX di BPK menyebutkan kata perhatian itu diucapkan oleh salah satu auditor
lapangan kepada Sugito. Maksud kata itu adalah setoran uang untuk tim auditor yang ada di
kantor BPK.
Setiap kali melakukan audit, BPK membagi dua tim auditor, yakni auditor lapangan dan
penanggung jawab audit di kantor BPK. Dalam audit Kementerian Desa, Rochmadi duduk
sebagai penanggung jawab, sedangkan Ali merupakan wakil penanggung jawab. Sumber tersebut
menyebutkan auditor diperintah Rochmadi dan Ali untuk minta sejumlah uang buat mereka.
Perintah semacam ini tak mungkin diberikan oleh sembarang auditor. Rochmadi merupakan
salah satu auditor berpengaruh di BPK. Itu sebabnya ia punya kuasa terhadap auditor. Kariernya
sebagai auditor boleh dikatakan melejit.
Saat Indonesia mendapat kehormatan terpilih dan ditetapkan sebagai pemeriksa eksternal
International Atomic Energy Agency (IAEA/organisasi nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada
17 Desember 2017, Rochmadi turut memiliki andil. Ia merupakan koordinator audit IAEA
tersebut.
Jejak peran Rochmadi dalam audit IAEA ini turut dikabarkan situs Kementerian Luar Negeri
pada Kamis, 4 Agustus 2016. Ia ikut rombongan BPK ke India.
Rombongan tersebut antara lain Ketua BPK saat itu, Harry Azhar Azis, Rochmadi, Kepala Biro
Humas dan Kerja Sama Internasional Yudi Ramdan Budiman, serta Kepala Subbagian Kerja
Sama Multilateral Ade Indra Gumilar.
Mereka datang ke New Delhi untuk melakukan serah-terima tanggung jawab pemeriksa
eksternal atas IAEA dari Comptroller and Auditor General India kepada BPK.
Karier Rochmadi kini nyaris tamat. Namun uang di brankasnya masih menjadi misteri. Untuk
siapa saja uang itu hingga ia bisa bisik-bisik dari balik sel.
Sumber : https://x.detik.com/detail/investigasi/20170630/Bisik-bisik-di-Balik-
Sel-Sang-Auditor/index.php
Lanjutan
Selembar kertas berisi penggalan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes) masih menyisakan pertanyaan
bagi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Angka Rp 1,8 triliun tertera sebagai cacat
anggaran pada dana desa dan cacat lain pada dana pendamping desa. Namun kementerian itu
tetap meraih status audit wajar tanpa pengecualian (WTP) walau dana pendampingan banyak
cacat.
Kertas itu merupakan salah satu yang tersisa dari penggeledahan ruangan auditor utama BPK
Rochmadi Saptogiri. Ia dicokok KPK tengah menerima suap Rp 40 juta, yang menjadi bagian
dari commitment fee sebesar Rp 240 juta. Uang itu diduga diberikan oleh Inspektur Jenderal
Kemendes Sugito untuk menyulap hasil audit. Inilah yang menjadi alasan kami terus
mendalami kasus ini, ucap penyidik yang tak mau disebutkan namanya.
detikX mendapatkan hasil lengkap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dan
pertanggungjawaban belanja tahun 2015 dan semester I/2016 pada Kemendes di DKI Jakarta,
Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Audit itu identik dengan lembar kertas yang
ditemukan penyidik KPK di ruangan Rochmadi.
Laporan bernomor 28/ HP/ XVI/01/2017 itu mencatat lima masalah pertanggungjawaban
Kemendes. Soal dana pendamping desa menjadi permasalahan pertama dalam LHP itu. BPK
mempertanyakan perihal honorarium dan bantuan biaya operasional pendamping Program
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Mereka menganggap laporan Kemendes
tidak wajar dan tak dapat diyakini kebenarannya. Pada 2015, cacatnya sebesar Rp 425,19 miliar
dan pada 2016 sebesar Rp 550,47 miliar.
Laporan itu menuliskan, honor dan biaya operasional pendamping desa berasal dari rupiah murni
dan pinjaman luar negeri. Untuk tahun anggaran 2015, Kemendes mengalokasikan Rp 1,07
triliun, tetapi realisasi anggaran hanya Rp 425 miliar. Sedangkan pada semester pertama 2016,
alokasi anggarannya Rp 1,3 triliun dengan realisasi hanya Rp 552 miliar.
Cacat dana desa itu memiliki daftar panjang. Hasil uji petik ke Provinsi Kalimantan Barat dan
Jawa Timur menunjukkan biaya honorarium tidak dilengkapi dokumen pertanggungjawaban.
Selain itu, bantuan operasional tidak dilengkapi dengan bukti dan tidak memenuhi persyaratan
kunjungan di Provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Barat.
Soal pemberian asuransi kepada pendamping pun tak dapat dipertanggungjawabkan. Sebab,
pembayaran asuransi kepada tenaga pendamping profesional (TPP) di Jawa Timur tidak
menggunakan mekanisme at cost (biaya yang dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang
sah). Laporan BPK menyebutkan TPP tak dapat mencegah penggunaan dana desa yang tidak
sesuai dengan prioritas sesuai dengan ketetapan Kemendes.
BPK melaporkan, dampak cacat ini berimbas pada pemanfaatan dana desa. Anggaran dana desa
sendiri sebesar Rp 20,7 triliun pada 2015 dengan realisasi Rp 16,29 triliun dan Rp 46,9 triliun
pada 2016 dengan realisasi semester I Rp 7,84 triliun.
Dana desa bukan menjadi anggaran Kementerian Desa, melainkan disalurkan langsung oleh
Kementerian Keuangan. Namun dana desa sangat dipengaruhi oleh kualitas pendamping desa.
Karena itulah angka ini dicantumkan dalam audit tersebut.
Angka salah manfaat dana desa ini cukup besar, yakni Rp 1,8 triliun. Realisasi dana desa
seharusnya diprioritaskan secara berurutan untuk pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat,
penyelenggaraan pemerintah desa, dan pembinaan masyarakat desa.
BPK mencatat pemanfaatan dana desa untuk keperluan penyelenggaraan pemerintah desa dan
pembinaan masyarakat desa masih cukup besar. Dua prioritas pertama justru dikesampingkan.
Pada 2015, realisasi anggaran yang tidak sesuai prioritas mencapai Rp 969 miliar. Dana desa
dimanfaatkan masing-masing untuk penyelenggaraan pemerintahan desa senilai Rp 593,6 miliar
atau 3,64 persen dari keseluruhan realisasi dana desa tahun 2015 dan pembinaan masyarakat desa
senilai Rp 375,5 miliar atau 2,3 persen dari realisasi dana desa 2015.
Pada semester pertama 2016, penggunaan dana desa di luar prioritas masih dilakukan. Realisasi
anggaran yang tidak sesuai prioritas itu mencapai Rp 898 miliar. Dana desa dimanfaatkan
masing-masing untuk penyelenggaraan pemerintahan desa senilai Rp 627,4 miliar atau 8 persen
dari keseluruhan realisasi dana desa semester pertama 2016 dan pembinaan masyarakat desa
senilai Rp 270,5 miliar atau 3,45 persen dari realisasi dana desa semester pertama 2016.
Selain soal penggunaan anggaran, BPK mencatat sengkarut rekrutmen TPP di Jawa Timur yang
tidak sesuai dengan regulasi. Sebanyak 125 tenaga pendamping direkrut tanpa proses.
Rangkap pekerjaan tenaga pendamping juga menjadi masalah. Pengujian database Kementerian
Pendidikan dan Kementerian Agama menunjukkan terdapat TPP yang memiliki ikatan kerja aktif
dengan pihak lain, khususnya sekolah dan madrasah. Mereka menjabat dosen, kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, hingga staf sebanyak 667 orang.
BPK juga menyoroti keberadaan TPP yang merangkap sebagai pengurus partai politik. Terdapat
enam TPP yang terdata sebagai pengurus parpol, satu di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
dan lima orang di Partai Kebangkitan Bangsa.
Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Ahmad Erani Yustika membantah jika
dikatakan dana pendamping desa tidak bisa dipertanggungjawabkan. Menurutnya, ada perbedaan
persepsi antara BPK dan Kemendes soal pemberian gaji dan honor TPP. BPK menggunakan
metode at cost, yakni sesuai dengan kehadiran. Sedangkan Kemendes menggunakan metode
lumsum (keseluruhan/gaji bulanan) dengan alasan pendamping desa memiliki wilayah
pendampingan lebih dari satu.
Ya, berdasarkan cara mereka mengukurnya, seharusnya demikian. Tapi kan kami tidak berani
melakukan apa pun tanpa ada aturan hukumnya. Jadi yang menjadi sumber perselisihan itu di
situ. Setelah dijelaskan ke BPK, mereka mengerti, ujarnya kepada detikX.
Sedangkan soal rangkap pekerjaan TPP, menurut Erani, hal itu terjadi karena selama ini
Kemendes merangkul perguruan tinggi untuk mengisi tenaga pendamping. Dalam daftar yang
diterimanya, beberapa TPP tengah mengurus proses kelulusan.
Seluruh polemik dalam LHP ini, dia menuturkan, sudah diselesaikan. Proses pemeriksaan
dilakukan dua kali setahun dan setiap selesai pasti ada perbaikan. Soal dana bermasalah yang
dipaparkan dalam LHP Kemendes, ujarnya, sudah diselesaikan sehingga mendapat status audit
WTP.
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Yudi Ramdan Budiman menyebutkan hal
yang sama dengan Erani. Perbedaan perspektif pertanggungjawaban antara auditor dan pihak
Kemendes sudah diselesaikan.
BPK itu biasanya laporan yang dianggap belum diyakini pertanggungjawabannya bisa
diselesaikan dengan dua hal, administrasi atau kemudian ditindaklanjuti apakah memang ada
indikasi atau apa pun misalnya. Nah, itu bisa dijawab ketika tindak lanjut, jelasnya.
Kemendes telah menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tersebut melalui surat
Nomor 082/DPPMD 1/IV/2017 tanggal 11 April 2017 dan telah sesuai dengan surat Menteri
Keuangan Nomor S-651/MK 02/2015 tanggal 27 Agustus 2015 tentang Persetujuan Satuan
Biaya Masukan Lainnya.
Ia menjelaskan audit yang diperoleh detikX merupakan jenis pemeriksaan dengan tujuan tertentu
(PDTT) yang menghasilkan kesimpulan pemeriksaan, bukan opini. UU Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebutkan PDTT
menghasilkan kesimpulan, sedangkan opini BPK diperoleh dari laporan keuangan BPK.
LHP PDTT tetap menjadi materi audit laporan keuangan. Tetapi auditor menganggap
penyelesaian sudah dilakukan oleh Kemendes sesuai dengan kesimpulan, sehingga tidak ada lagi
pertanyaan mengenai pemberian opini WTP dalam audit laporan keuangan.
Sedangkan soal cacat dana desa sebesar Rp 1,8 triliun bukan merupakan bagian audit Kemendes
karena pengelolaan dana desa berada di bawah Kementerian Keuangan.
Namun Direktur Indonesia Budget Center Roy Salam menganggap penyelesaian ini justru
membuahkan pertanyaan. Rekomendasi audit PDTT terhadap temuan honorarium dan bantuan
biaya operasional pendamping Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
adalah pertanggungjawaban.
BPK juga meminta Inspektorat Jenderal Kemendes melakukan verifikasi dan pemeriksaan atas
kebenaran pertanggungjawaban pembayaran honorarium dan bantuan biaya operasional kepada
TPP. Jika ada penyimpangan, harus diberi sanksi.
Audit laporan keuangan seharusnya meminta hasil berupa pertanggungjawaban, bukan sekadar
surat. Jika penyelesaian melalui surat saja dianggap cukup, tidak mengherankan kalau ada yang
meragukan opini WTP.
Audit itu jelas, apa rekomendasi dan tindak lanjutnya. Dalam konteks ini adalah
pertanggungjawaban, bukan soal perspektif lumsum atau at cost, sesuai rekomendasi, ujar Roy.
Kemendes pun seharusnya bersikap lebih serius setelah mengetahui audit BPK ini. Roy yakin
ada salah kelola anggaran dalam jumlah besar. Parahnya, uang ini sebagian besar bersumber dari
utang, hampir 90 persen.
Misalnya masyarakat sudah pusing dengan isu pemerintah berutang, tiba-tiba ada temuan
penggunaan dana utangnya keliru, pasti akan kelabakan, tuturnya.
KOREKSI
Redaksi menerima klarifikasi BPK bahwa LHP Tentang Pertanggungjawaban Belanja Tahun
2015 dan Semester I Tahun 2016 pada Kemendes di DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Jawa Timur,
dan Jawa Barat, adalah laporan pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang menghasilkan
kesimpulan, bukan opini. Redaksi memohon maaf atas kesalahan yang terjadi serta telah
melakukan koreksi.