Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH INDEPENDENSI DAN AKUNTABILITAS AUDITOR

TERHADAP KUALITAS AUDIT


(Studi Empiris Pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo)

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Universitas Negeri Gorontalo

Oleh

AYATULLAH R.M.K LATIF

921418162

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan salah satu lembaga yang tidak

kalah pentingnya didalam lingkup pemerintahan.

Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terwujudnya good

governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena

beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya kiris ekonomi di Indonesia

ternyata disebabkan oleh buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya

birokrasi (Sunarsip, 2001). Untuk memenuhi tuntutan tersebut maka dalam

pengelolaan keuangan negara dibutuhkan lembaga/badan indpenden untuk dapat

melakukan pemeriksaan. Dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara

seorang auditor dapat bersikap objektif terhadap semua kegiatan yang diperiksa

dan bertindak secara indpenden. Seorang auditor dituntut untuk dapat melakukan

pemeriksaan sesua dengan ketentuan dan standar audit yang berlaku. Hal tersebut

dimaksudkan agar auditor mampu meningkatkan kinerjanya dalam bekerja.

Menurut Mardiasmo (2009:189), terdapat tiga aspek utama yang mendukung

terciptanya pemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan,

pengendalian, dan pemeriksaan. pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh pihak diluar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control)

adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem

dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi


dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan (audit) melakukan kegiatan yang

dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompentensi

professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan

standar yang ditetapkan.

Audit pemerintahan merupakan salah satu elemen penting dalam penegakan

good government. Namun demikian, hasilnya sering tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Kenyataannya kualitas audit yang dihasilkan badan pemeriksaan

keuangan (BPK) tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni

seperti kasus yang menimpa Century yang dianggap meragukan. Lembaga

kajian hasil audit keuangan Indonesia, Indonesian Audit Watch (IAW),

melaporkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) ke Bareskrim Polri terkait

hasil audit investigasi. IAW menganggap, hasil audit investigasi BPK terhadap

kasus Century tidak valid dan justru lebih terlihat sebagai audit dengan

tujuan tertentu. Menurut sekretaris pendiri IAW (Iskandar Sitorus), kualitas

hasil audit sangat meragukan karena di dalamnya BPK tidak dapat menyimpulkan

siapa saja orang yang bersalah dalam kasus Century, bahkan tidak menyebutkan

rincian angka yang jelas sama sekali (Puri, kompas.com, 2009). Kemudian dalam

harian detik news Menteri keuangan Agus Martowardojo mengkritik hasil audit

investigatif Hambalang. yang ternyata hasil audit tidak sebagus yang dia

bayangkan. Beliau mengungkapkan bahwa seharusanya kualitas auditnya bisa

lebih baik, namun laporan audit hasil pekerjaan Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) itu tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Beliau juga mengungkapkan

bahwa laporan audit tersebut tidak memberi keyakinan sebagai laporan hasil audit

investigasi (El Hida, detik.com, 2012).


Dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indoneis (BPK RI)

sebagai salah satu lembaga tinggi negara, memegang peran yang strategis

dalam menilai kinerja keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud

dalam UUD 1945 pasal 23E. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun

2004, standar pemeriksaan merupakan patokan untuk melakukan pemeriksaan

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Standar pemeriksaan terdiri

dari standar umum, standar pelaksanaan, dan standar pelaporan pemeriksaan yang

wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa. Dalam melaksanakan tugas

pemeriksaan, BPK telah menyusun standar pemeriksaan pertama kali pada tahun

1995 yang disebut Standar Audit Pemerintahan (SAP). Seiring dengan perubahan

konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan, pada tahun

2007 BPK menyusun standar pemeriksaan dengan nama Standar Pemeriksaan

Keuangan Negara (SPKN).

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) 2007 dinilai tidak sesuai lagi

dengan perkembangan standar audit internasional, nasional, maupun tuntutan

kebutuhan saat ini. Oleh karena itu, SPKN 2007 selanjutnya ditetapkan menjadi

Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Sejak Peraturan BPK ini, SPKN mengikat

BPK maupun pihak lain yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung

jawab keuangan negara. Dengan SPKN ini, diharapkan hasil pemeriksaan

keuangan negara dapat lebih berkualitas agar bermanfaat bagi pengelolaan

keuangan negara yang lebih baik, akuntabel, transparan, ekonomis, efisien, dan

efektif.

De Angelo dalam Tjun (2012) mendefinisikan kualitas audit sebagai

probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada


sistem akuntansi klien. Deis dan Groux (1992) menjelaskan bahwa probabilitas

untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan

probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi yang dimiliki

auditor. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas audit merupakan

tingkat temuan adanya pelanggaran sistem akuntansi yang dijalankan oleh klien

dan penyampaian hasil temuannya dalam laporan audit yang dijadikan dasar

dalam pengambilan keputusan.

Salah satu faktor yang dapat mendukung untuk meningkatkan kualitas audit

adalah Independensi yang dimiliki auditor dalam melaksanakan tugasnya. Arens

dkk.(2012:25) mengatakan bahwa independensi dalam audit berarti sikap mental

yang tidak memihak dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti. Independensi

berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan dan tidak tergantung oleh lain,

sehubungan dengan hal tersebut, auditor harus dapat mempertahankan dan

meningkatkan kualitas audit sebagai hasil dari pekerjaannya. Standar umum kedua

(SA seksi 220 dalam SPAP, 2011) menyebutkan bahwa “Dalam semua hal yang

berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus

dipertahankan oleh auditor’’. Dengan demikian auditor tidak mudah dipengaruhi,

atau memihak kepada kepentingan orang lain. Auditor yang bersikap independen

akan memberikan penilaian yang nyata terhadap laporan keuangan dan mengakui

kewajiban untuk jujur

Hal itu didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kharismatuti (2012) dan

Purnamasari (2016) menunjukkan bahwa independensi terbukti berpengaruh

terhadap kualitas audit. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Efendy (2010) dan
Kisnawati (2012) menunjukan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap

kualitas audit.

Selain independensi kualitas audit juga dipengaruhi oleh rasa

kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki auditor dalam menyelesaikan

pekerjaan audit. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologis sosial yang

dimiliki seseorang untuk menyelesaikan kewajibannya yang akan

dipertanggungjawabkan kepada lingkungan. Auditor dituntut untuk

mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya dengan cara

menjaga dan mempertahankan akuntabilitas. Kepercayaan masyarakat tentang

kualitas audit yang dilakukan akuntan publik semakin menurun setelah terjadi

beberapa kasus yang berkaitan dengan hasil audit para akuntan publik yang telah

dibahas diatas. Untuk itu ada tiga indikator yang dapat mengukur akuntabilitas

individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka untuk meyelesaikan pekerjaan

tesebut. Kedua, seberapa besar usaha atau daya pikir yang diberikan untuk

menyelesaikan sebuah pekerjaan. Ketiga, seberapa besar keyakinan mereka bahwa

pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan.

Untuk itu, setiap auditor harus memiliki rasa bertanggungjawab atau

akuntabilitas yang tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Jika

seseorang diberi sebuah tugas maka orang tersebut akan berusaha sebaik mungkin

mempertanggungjawabkan tugasnya guna mendapatkan hasil yang maksimal. Hal

itu didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami (2012) dan

Purnamasari (2016) menunjukan bahwa akuntabilitas berpengaruh terhadap

kualitas audit. Namun penelitian yang dilakukan oleh Marganingsih (2016)


menunjukan bahwa akuntabilitas tidak berpengaruh terhadap kualitas audit aparat

Inspektorat Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.

Untuk itu dengan adanya perbedaan hasil dari berbagai penelitian terdahulu

mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul ‘’Pengaruh

Independensi dan Akuntabilitas Auditor terhadap Kualitas Audit’’

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan


masalah penelitian ini sebagai berikut.

1. Apakah independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit?

2. Apakah akuntabilitas auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit?

3. Apakah independensi dan akuntabilitas auditor secara simultan


berpengaruh terhadap kualitas audit?

Anda mungkin juga menyukai