Anda di halaman 1dari 18

TUGAS RMK

DASAR HUKUM DAN


SPKN – STANDAR AUDIT KINERJA

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. KIKI SETIAWATI : (1602123130)


2. VIOLLA YUMITRI : (1602110176)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2019
Statement of Authorship

Saya/ kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa RMK/ makalah/ tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/ kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang
lain yang saya/ kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/ belum pernah disajikan/ digunakan sebagai bahan untuk makalah/ tugas
pada mata ajaran lain kecuali saya/ kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/ kami
menggunakannya.

Saya/ kami memahami bahwa tugas yang saya/ kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Kuliah : Audit Manajemen Sektor Publik


Judul RMK/ Makalah/ Tugas : Dasar Hukum dan SPKN – Standar Audit Kinerja
Tanggal : 12 September 2019
Dosen : Dr. H. M. Rasuli, SE., M.Si., Ak., CA
Nama : Kiki Setiawati Violla Yumitri
NIM : 1602123130 1602110176

Tanda Tangan :
Dasar Hukum dan SPKN – Standar Audit Kinerja

1.1. Pengertian Audit Kinerja


Audit adalah aktivitas pengumpulan dan pemeriksaan bukti terkait suatu informasi untuk
menetukan dan membuat laporan tentang tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang
ditetapkan. Umumnya pemeriksaan atau auditing dilakukan terhadap laporan keuangan, berbagai
catatan pembukuan, serta bukti pendukung yang dibuat oleh manajemen suatu perusahaan. Proses
auditing dilakukan oleh auditor, yaitu seseorang yang memiliki kompetensi untuk mengaudit dan
sifatnya independen.
Kinerja berasal dari kata dasar kerja, yang menurut KBBI : kegiatan melakukan
sesuatu; yang dilakukan (diperbuat). Sedang Audit Kinerja menurut BPK RI adalah suatu
proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja
suatu organisasi, program, fungsi atau kegiatan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas
dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hukum, dan
kebijakan terkait. Adapun tujuan evaluasi itu sendiri adalah untuk mengetahui tingkat
keterkaitan antara kinerja dan kriteria yang ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Kalau fungsi audit kinerja adalah
memberikan review independen dari pihak ketiga atas kinerja manajemen dan menilai apakah
kinerja organisasi dapat memenuhi harapan.
Secara umum, audit kinerja lahir sebagai wujud ketidakpuasan atas hasil audit
keuangan, yang hanya memberikan opini atau menilai kewajaran laporan keuangan. Padahal
masyarakat ingin tahu apakah uang negara (hasil pungutan pajak mereka) di kelola dengan
baik dan benar. Apakah uang negara itu digunakan untuk memperoleh sumber daya secara
ekonomis, digunakan secara efektif (spending well) dan efektif (spending wisely).
Audit kinerja sendiri sebenarnya merupakan metamorfosis dari audit intern (internal
audit) yang berkembang menjadi audit operasional (operational audit), dan selanjutnya
menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen berfokus pada penilaian
aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program
(program audit) yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Penggabungan antara audit
manajemen dan audit program inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).
Di sisi lain audit kinerja merupakan pengembangan dari principal-agent theory.
Masyarakat sebagai principle yang mempercayakan uangnya untuk dikelola secara baik oleh
pemerintah sebagai agent. Pendapat lain juga menyebutkan kalau audit kinerja merupakan
pengganti mekanisme pasar.

 Tujuan Audit
Audit dilakukan tentunya memiliki tujuan tertentu. Mengacu pada pengertian audit diatas,
adapun tujuan audit adalah sebagai berikut :
1. Memastikan Kelengkapan (Completeness)
2. Memastikan Ketepatan (Accurancy)
3. Memastikan Eksistensi (Existence)
4. Membuat Penilaian (Valuation)
5. Membuat Klasifikasi (Classification)
6. Membuat Pisah Batas (Cut-Off)
7. Membuat Pengungkapan (Disclosure)

1.2.Standar Audit Kinerja


Selama ini, audit kinerja terhadap lembaga-lembaga pemerintah Indonesia dilakukan
dengan berpedoman pada Standar Audit Pemerintah (SAP) yang dikeluarkan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun1995. SAP merupakan buku standar pedoman semua
kegiatan pemerintah meliputi, pelaksanaan APBN, APBD, pelanksanaan anggaran tahunan
BUMN dan BUMD, sert kegiatan yayasan yang didirikan oleh pemerintah, BUMN, dan
BUMD atau badan hukum lain yang mempunyai kepentingan keuangan negara atau yang
menerima bantuan pemerintah.

Standar-standar tersebut meliputi :


1. Standar Umum
a. Bersikap kolektif dan profesional
b. Bersikap independen
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan pelaporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama
d. Memiliki sistem pengendalian intern yang memadai, dan sistem pengendalian mutu
tersebut harus di review oleh pihak lain yang kompoten
2. Standar Pekerjaan Lapangan Audit Kinerja
Meliputi empat hal, yaitu:
1. Perencanaan
2. Supervisi (pengawasan)
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
4. Pengendalian manajemen
3. Standar Pelaporan Audit Kinerja
Terdiri atas 5 hal, meliputi:
1. Bentuk
Auditor harus membuat laporan audit secara tertulis untuk dapat mengkomunikasikan
hasil setiap audit
2. Ketepatan waktu
Menerbitkan laporan untuk kesediaan informasi yang dapat digunakan secara tepat
waktu oleh manajemen dan pihak lain yang berkepentigan
3. Isi laporan
a) Tujuan, Lingkup, Metodologi Audit
Melaporkan tujuan, lingkup, dan metodologi audit
b) Hasil Audit
Melaporkan temuan audit yang signifikan
c) Rekomendasi
Rekomendasi untuk melakukan tindakan perbaikan atas bidang yang bermasalah dan
untuk meningkatkan pelaksanaan kegiatan entitas audit
d) Pernyataan Standar Audit
Melaporkan bahwa audit melaksanakan berdasarkan SAP
e) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
f) Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan
wewenang
g) Pelaporan secara langsung tentang unsur perbuatan melanggar
h) Pengendalian manajemen
i) Tanggapan pejabat yang bertanggungjawab
j) Hasil/prestasi kerja yang patut dihargai
k) Hal yang memerlukan penelaahan lebih lanjut
l) Informasi istimewa dan rahasia
4. Penyajian pelaporan
Laporan harus lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, serta jelas dan ringkas
5. Distribusi pelaporan
a) Pejabat yang berwenang dalam organisasi pihak yang diaudit
b) Kepada pejabat yang berwenang dalam organisasi pihak yang meminta audit
c) Pejabat lain yang mempunyai tanggungjawab atas pengawasan secara hokum atau
pihak yang bertanggungjawab untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan temuan dan
rekomendasi audit
d) Kepada pihak lain yang diberi wewenang oleh entitas yang diaudit untuk menerima
laporan tersebut

1.3. Dasar Hukum Audit Kinerja


Dasar peraturan dalam audit kinerja meliputi:
1. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara
Memberikan kewenangan kepada BPK (sebagai intenal auditor) untuk melakukan audit
kinerja
2. PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Memberikan kewenangan pada Aparat Pengawas Intern Pemerintah untuk
melaksanakan audit kinerja. Audit kinerja dapat dilakukan oleh internal auditor dan
ekternal auditor, dan keduanya harus saling berkoordinasi agar tidak saling
berbenturan.

1.4. SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara)


1.4.1. Pengertian dan Dasar Hukum SPKN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, standar pemeriksaan
merupakan patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Standar pemeriksaan terdiri dari standar umum, standar pelaksanaan, dan
standar pelaporan pemeriksaan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa. Dalam
melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK telah menyusun standar pemeriksaan pertama kali
pada tahun 1995 yang disebut Standar Audit Pemerintahan (SAP). Seiring dengan perubahan
konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan, pada Tahun 2007 BPK
menyusun standar pemeriksaan dengan nama Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN). Setelah hampir sepuluh tahun digunakan sebagai standar pemeriksaan, SPKN 2007
dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan standar audit internasional, nasional, maupun
tuntutan kebutuhan saat ini. Oleh karena itu, SPKN 2007 perlu disempurnakan.
Perkembangan standar pemeriksaan internasional saat ini mengarah kepada perubahan dari
berbasis pengaturan detail (rule-based standards) ke pengaturan berbasis prinsip (principle-
based standards).
Perkembangan pada tingkat organisasi badan pemeriksa sedunia, INTOSAI telah
menerbitkan International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) untuk menjadi
referensi pengembangan standar bagi anggota INTOSAI. Khusus untuk pemeriksaan
keuangan, INTOSAI mengadopsi keseluruhan International Standards on Auditing (ISA)
yang diterbitkan oleh International Federation of Accountants (IFAC). Seiring dengan
perkembangan standar internasional tersebut, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Tahun 2001 yang diberlakukan dalam SPKN 2007, juga mengalami perubahan dengan
mengadopsi ISA.
Pada awal 2017, saat BPK genap berusia 70 tahun, BPK berhasil menyelesaikan
penyempurnaan SPKN 2007 yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan BPK Nomor 1
Tahun 2017. Sejak diundangkannya Peraturan BPK ini, SPKN mengikat BPK maupun pihak
lain yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Dengan SPKN ini, diharapkan hasil pemeriksaan keuangan negara dapat lebih berkualitas.
Hasil pemeriksaan yang berkualitas akan bermanfaat bagi pengelolaan keuangan Negara yang
lebih baik, akuntabel, transparan, ekonomis, efisien, dan efektif.
SPKN ini akan selalu dipantau perkembangannya dan akan dimutakhirkan sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan yang ada. Keuangan negara merupakan salah satu
unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan mempunyai manfaat yang
sangat penting guna mewujudkan tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara dilakukan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah,
analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional
berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan
keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam
rangka menjamin mutu hasil pemeriksaan keuangan negara maka pelaksanaan pemeriksaan
perlu dilaksanakan berdasarkan suatu standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan yang
digunakan dalam melaksanakan tugas pemeriksaan selama ini adalah Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara yang ditetapkan dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1
Tahun 2007.
Undang-undang yang dijadikan landasan hukum dan landasan operasional BPK dalam
menjalankan tugasnya adalah:
1. Undang Undang Dasar 1945
2. Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
3. Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
4. Undang Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara
5. Undang Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai
pengganti dari Undang Undang No. 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
UU No. 15 Tahun 2006 secara jelas menyatakan bahwa BPK harus berposisi sebagai
lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri dan profesional. Hal ini sangat diperlukan
dalam rangka upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme.

1.4.2. SPKN: Kerangka Konseptual dan Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP)


1.4.2.1. Kerangka Konseptual
Keuangan Negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara. Untuk mencapai tujuan bernegara, Keuangan Negara wajib dikelola
secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dibentuk satu
BPK yang bebas dan mandiri. Pemeriksaan BPK meliputi pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). BPK melaksanakan
Pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan merupakan patokan
untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
meliputi standar umum, standar pelaksanaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani
oleh BPK dan/atau Pemeriksa.
Penyusunan standar pemeriksaan memerlukan acuan dan dasar berupa Kerangka
Konseptual Pemeriksaan. Pengembangan kerangka konseptual ini sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kerangka konseptual yang digunakan dalam penyusunan
standar pemeriksaan internasional yang relevan.
Kerangka Konseptual bertujuan sebagai acuan dan dasar bagi:
a. BPK, Pemeriksa, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang melaksanakan audit
kinerja dan audit dengan tujuan tertentu, serta akuntan publik yang melaksanakan
pemeriksaan keuangan negara berdasarkan ketentuan undang-undang;
b. Penyusun standar pemeriksaan; dan
c. Pengguna Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dan pihak-pihak lain yang terkait
dengan standar pemeriksaan dan/atau pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Kerangka Konseptual bukan merupakan standar dan/atau prosedur pemeriksaan.
Kerangka Konseptual menjadi acuan bagi pengembangan standar pemeriksaan. Dalam hal
terdapat permasalahan yang belum diatur dalam standar pemeriksaan, maka Pemeriksaan
mengacu kepada Kerangka Konseptual.

Adapun ruang lingkup kerangka konseptual SKPN adalah sebagai berikut:


A. Gambaran umum pemeriksaan keuangan negara
1. Mandat Pemeriksaan Keuangan Negara
UUD 1945 memberi mandat kepada BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan BPK disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan
kewenangannya.
2. Kemandirian BPK
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dibentuk satu BPK
yang bebas dan mandiri. BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam perencanaan,
pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Selain itu,
kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan sumber
daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya.
3. Wewenang BPK
a. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan,
menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan
pemeriksaan;
b. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, LembagaNegara lainnya, Bank
Indonesia (BI), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU),
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara;
c. Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di
tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta
pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening
koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara;
d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
e. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; dll
4. Definisi Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemeriksaan keuangan negara adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan
demikian, pemeriksaan keuangan negara memberikan keyakinan yang memadai. Proses
pemeriksaan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pemantauan tindak lanjut
hasil pemeriksaan.
5. Lingkup Pemeriksaan Keuangan Negara
Lingkup pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Pengelolaan meliputi seluruh kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
6. Jenis Pemeriksaan Keuangan Negara
Jenis pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan PDTT. Tujuan suatu pemeriksaan menentukan jenis pemeriksaan.
Pemeriksaan keuangan bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan
keuangan. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah memberikan kesimpulan atas aspek
ekonomi, efisiensi dan/atau efektivitas pengelolaan keuangan negara, serta memberikan
rekomendasi untuk memperbaiki aspek tersebut. PDTT bertujuan untuk memberikan
kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan.
7. Manfaat Pemeriksaan Keuangan Negara
a. Penyediaan hasil pemeriksaan termasuk di dalamnya kesimpulan yang independen,
objektif dan dapat diandalkan, berdasarkan bukti yang cukup dan tepat;
b. Penguatan upaya pemberantasan korupsi berupa penyampaian temuan yang
berindikasi tindak pidana dan/atau kerugian dalam pengelolaan keuangan negara
kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti, serta berupa pencegahan
dengan penguatan sistem pengelolaan keuangan negara;
c. Peningkatan akuntabilitas, transparansi, keekonomian, efisiensi, dan efektivitas
dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dalam bentuk
rekomendasi yang konstruktif dan tindak lanjut yang efektif;
8. Transparansi dan Akuntabilitas Pemeriksaan Keuangan Negara
BPK wajib melaksanakan tugas pokok, fungsi, dan wewenangnya secara ekonomis,
efisien, dan efektif berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tugas pokok, fungsi, dan wewenangnya, BPK
memublikasikan hasil pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan melalui berbagai media, baik konvensional maupun dalam jaringan (daring).

B. Unsur-Unsur Pemeriksaan Keuangan Negara


1. Tiga Pihak dalam Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemeriksaan keuangan negara melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu:
a. Pemeriksa keuangan negara: BPK dan Akuntan Publik berdasarkan UU
b. Pihak yang bertanggung jawab: pihak yang diperiksa,
c. Pengguna LHP: lembaga perwakilan, pemerintah, serta pihak lain yang mempunyai
kepentingan terhadap LHP.
2. Hal Pokok (subject matter) dan Informasi Hal Pokok (subject matter information)
Hal pokok adalah hal-hal yang diperiksa dan/atau hal-hal yang menjadi perhatian dalam
suatu penugasan pemeriksaan, yang dapat berupa informasi, kondisi, atau aktivitas yang
dapat diukur/dievaluasi berdasarkan kriteria tertentu. Informasi hal pokok adalah hasil
evaluasi atau hasil pengukuran hal pokok terhadap kriteria. Hal pokok dan informasi hal
pokok dapat berupa, tetapi tidak terbatas pada, sebagai berikut:
a. Kinerja atau kondisi keuangan (sebagai contoh: posisi keuangan, kinerja keuangan,
dan arus kas historis atau prospektif), dalam hal ini informasi hal pokok dapat
berupa pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang tercermin dalam
laporan keuangan;
b. kinerja atau kondisi nonkeuangan (sebagai contoh: kinerja suatu entitas), dalam hal
ini informasi hal pokok mungkin merupakan indikator utama efisiensi dan
efektivitas;
c. karakteristik fisik (sebagai contoh: kapasitas suatu fasilitas), dalam hal ini informasi
hal pokok dapat berupa dokumen tentang spesifikasi;
d. sistem dan proses (sebagai contoh: pengendalian internal atau sistem teknologi
informasi atau entitas), dalam hal ini informasi hal pokok dapat berupa asersi
tentang efektivitas;
e. perilaku (sebagai contoh: praktik tata kelola korporasi, kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia), dalam hal ini informasi hal
pokok dapat berupa suatu pernyataan kepatuhan atau suatu pernyataan efektivitas.
3. Kriteria Pemeriksaan
Kriteria pemeriksaan adalah tolok ukur yang digunakan dalam memeriksa dan menilai
hal pokok, dalam hal ini informasi yang diungkapkan dalam pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk tolok ukur penyajian dan pengungkapan
yang relevan. Kriteria pemeriksaan yang sesuai menggambarkan karakteristik sebagai
berikut:
a. relevan, memberikan kontribusi kepada kesimpulan guna membantu pengambilan
keputusan oleh pengguna;
b. lengkap, faktor-faktor relevan yang dapat memengaruhi kesimpulan tidak ada yang
diabaikan;
c. andal, memungkinkan pengevaluasian dan pengukuran yang konsisten terhadap hal
pokok oleh pemeriksa lain yang mempunyai kualifikasi yang sama;
d. netral, memberikan kontribusi kepada kesimpulan yang bebas dari keberpihakan;
e. dapat dipahami, mudah dipahami oleh pengguna sehingga pembuatan kesimpulan
menjadi jelas, komprehensif, dan tidak rentan terhadap penafsiran yang berbeda-beda.
4. Bukti Pemeriksaan
Bukti pemeriksaan adalah informasi yang digunakan oleh Pemeriksa dalam menentukan
kesesuaian hal pokok dengan kriteria pemeriksaan. Pemeriksa mempertimbangkan
kecukupan dan ketepatan bukti yang diperoleh
5. Laporan Hasil Pemeriksaan
Pemeriksa membuat LHP berupa laporan tertulis yang berisi suatu kesimpulan yang
diperoleh tentang informasi hal pokok. LHP berisi hasil analisis atas pengujian bukti
yang diperoleh saat pelaksanaan pemeriksaan. Struktur dan format LHP ditetapkan lebih
lanjut dalam standar pelaporan.
6. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
LHP ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola keuangan negara selaku pihak yang
bertanggung jawab sesuai kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BPK memantau secara periodik pelaksanaan tindak lanjut atas LHP dan menyampaikan
hasil pemantauannya kepada lembaga perwakilan, dan pihak yang bertanggung jawab.

C. Prinsip-Prinsip Pemeriksaan Keuangan Negara


1. Kode Etik
Kode etik adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan
Pemeriksa Keuangan Negara selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat,
kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. Kode etik ditetapkan oleh BPK. Independensi,
integritas, dan profesionalisme adalah nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh
Anggota BPK dan Pemeriksa Keuangan Negara.
2. Pengendalian Mutu
Untuk meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan terhadap hasil pemeriksaan
BPK, mutlak diperlukan standar pengendalian mutu. Sistem pengendalian mutu BPK
harus sesuai dengan standar pengendalian mutu supaya kualitas pemeriksaan yang
dilakukan tetap terjaga. Sistem pengendalian mutu harus mencakup, tetapi tidak terbatas
pada, hal-hal seperti supervisi, review berjenjang, monitoring, dan konsultasi selama
proses pemeriksaan..
3. Manajemen dan Keahlian Tim Pemeriksa
BPK menjamin Pemeriksa memiliki keahlian yang diperlukan. Tim Pemeriksa harus
secara kolektif memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi yangBdiperlukan
dalam Pemeriksaan. Hal ini termasuk pengetahuan dan pengalaman praktis dari
Pemeriksaan yang dilakukan, pemahaman atas standar dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, pemahaman tentang operasional entitas, serta kemampuan dan
pengalaman untuk mempraktikkan pertimbangan profesional. BPK merekrut sumber
daya manusia dengan kualifikasi yang sesuai, memberikan pelatihan dan pengembangan
kapasitas, menyiapkan standar dan pedoman pemeriksaan, serta menyediakan sumber
daya pemeriksaan yang cukup.
4. Risiko Pemeriksaan
Pemeriksa mewaspadai, menyadari, mempertimbangkan, dan mengelola risiko
pemeriksaan. Risiko pemeriksaan adalah risiko bahwa hasil pemeriksaan tidak sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya. Pemeriksa mengembangkan prosedur pemeriksaan dan
melaksanakannya dengan tujuan mengurangi risiko pemeriksaan.
5. Materialitas dalam Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemeriksa mempertimbangkan materialitas pada proses pemeriksaan. Konsep
materialitas bersifat relevan untuk semua pemeriksaan. Sesuatu bersifat material jika
pengetahuan mengenai hal tersebut dapat memengaruhi pengambilan keputusan oleh
pengguna LHP. Materialitas ditentukan menggunakan pertimbangan profesional dan
bergantung pada interpretasi pemeriksa terhadap kebutuhan pengguna LHP dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Dokumentasi Pemeriksaan
Dokumentasi pemeriksaan yang memadai memberikan pemahaman yang jelas atas
prosedur pemeriksaan yang dilakukan, bukti yang diperoleh dan kesimpulan.
Dokumentasi pemeriksaan dapat berupa dokumen fisik maupun dokumen elektronis.
Dokumentasi pemeriksaan harus dikelola dalam suatu sistem pengelolaan dokumentasi
pemeriksaan yang aman, tidak cepat rusak, teratur, efisien, dan efektif.
7. Komunikasi Pemeriksaan
Pemeriksa membangun komunikasi yang efisien dan efektif pada seluruh proses
pemeriksaan. Komunikasi mencakup proses yang digunakan oleh BPK atau Pemeriksa
dalam pemerolehan data dan informasi dalam rangka pengumpulan bukti pemeriksaan
dan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yang bertanggung jawab. Pemeriksa
dapat mengomunikasikan hal-hal terkait pemeriksaan kepada pemangku kepentingan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. Pengembangan Standar Pemeriksaan


Pengembangan standar pemeriksaan meliputi prosedur penyusunan standar, revisi
standar, dan interpretasi standar. Pengembangan standar pemeriksaan mempertimbangkan
perkembangan standar di lingkungan profesi secara nasional maupun internasional. Proses
pengembangan standar pemeriksaan mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara
cermat (due process) agar dihasilkan standar pemeriksaan yang diterima secara umum.
Langkah-langkah tersebut antara lain konsultasi dengan pemerintah, organisasi profesi di
bidang pemeriksaan, dan mempertimbangkan standar pemeriksaan internasional.
E. Hubungan Kerangka Konseptual, Ketentuan Peraturan Perundangundangan,
Standar Pemeriksaan, Dan Ketentuan Lain
Kerangka Konseptual ini tidak menggantikan ketentuan peraturan
perundangundangan di Indonesia. Kerangka Konseptual tidak menetapkan ketentuan dan
prosedur pemeriksaan. Ketentuan dan prosedur tersebut akan diatur dalam standar
pemeriksaan yang dikembangkan dengan mengacu pada Kerangka Konseptual ini dan tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain standar pemeriksaan, BPK juga menerbitkan kode etik, standar pengendalian
mutu, ketentuan penggunaan pemeriksa dari luar BPK, ketentuan tentang pemantauan tindak
lanjut hasil pemeriksaan BPK, dan ketentuan ketentuan lain. Sebagai penjabaran dari standar
pemeriksaan, BPK menerbitkan petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis pemeriksaan,
pedoman manajemen pemeriksaan, dan ketentuan lain yang bersifat penjabaran. Peninjauan
kembali Kerangka Konseptual perlu dilakukan dalam hal terjadi perubahan dalam lingkungan
pemeriksaan keuangan negara.

2.2.2.2 Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP)


A. Pernyataan Standar Pemeriksaan 100 Standar Umum
1. Ruang Lingkup Pernyataan Standar Pemeriksaan
PSP ini mengatur standar umum untuk melaksanakan pemeriksaan
keuangan,pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu(PDTT). Standar
umum ini berkaitan dengan etika; independensi, integritas, dan profesionalisme;
pengendalian mutu; kompetensi; pertimbangan ketidakpatuhan, kecurangan, dan
ketidakpatutan; komunikasi pemeriksaan; dan dokumentasi pemeriksaan dalam
pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan; hubungan dengan standar profesi yang
digunakan oleh akuntan publik; serta kewajibanAparat Pengawasan Intern Pemerintah
dan akuntan publik dalam pemeriksaan keuangan negara.
2. Tujuan
pemeriksa dalam melaksanakan Standar Umum adalah sebagai dasaruntuk dapat
menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Dengan demikian,
standar umum ini harus diikuti oleh BPK dan semua Pemeriksa yang melaksanakan
pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan.

B. Pernyataan Standar Pemeriksaan 200 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan


1. Ruang Lingkup
a. PSP ini mengatur tanggung jawab Pemeriksa dalam melaksanakan Pemeriksaan yang
mencakup perencanaan, pengumpulan bukti pemeriksaan, pengembangan temuan
pemeriksaan, dan supervisi.
b. Perencanaan berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam menghubungkan
topik pemeriksaan yang akan dilakukan dengan perencanaan strategis BPK dan
menyusun perencanaan untuk setiap penugasan pemeriksaan.
c. Pengumpulan bukti berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam merancang
dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh bukti pemeriksaan yang
cukup dan tepat, mendukung penarikan kesimpulan yang akurat, sesuai karakteristik
yang harus dimiliki oleh bukti pemeriksaan dalam suatu pemeriksaan.
d. Pengembangan temuan pemeriksaan berkaitan dengan tanggung jawab pemeriksa
dalam mengembangkan temuan pemeriksaan berdasarkan bukti pemeriksaan yang
diperoleh.
e. Supervisi berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam memberikanarahan dan
panduan kepada Pemeriksa selama pemeriksaan untuk memastikanpencapaian tujuan
pemeriksaan dan pemenuhan standar pemeriksaan.

2. Tujuan Pemeriksa dalam menerapkan standar ini adalah untuk:


1. Merencanakan pemeriksaan yang berkualitas agar dapat dilaksanakan secara efisien
dan efektif; dan
2. Merancang dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh bukti yang
cukup dan tepat.
C. PERNYATAAN STANDAR PEMERIKSAAN 300 STANDAR PELAPORAN
PEMERIKSAAN
1. Ruang Lingkup
a. PSP ini mengatur kewajiban Pemeriksa dalam menyusun LHP untuk pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu PDTT.
b. LHP berfungsi untuk: (1) mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang
berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) menghindari
kesalahpahaman atas hasil pemeriksaan; (3) membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan
untuk melakukan tindakan perbaikan oleh pihak yang bertanggung jawab; dan (4)
memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan
perbaikan yang semestinya dilakukan.
2. Tujuan Pemeriksa dalam menerapkan standar pelaporan ini adalah untuk:
a. Merumuskan suatu kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan evaluasi atas bukti pemeriksa
yang diperoleh; dan
b. Mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak-pihak yang terkait
Referensi

BPK. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, 2017

https://detraumer.wordpress.com/2013/02/18/aksp/

https://www.maxmanroe.com/vid/finansial/akuntansi/pengertian-audit.html

Anda mungkin juga menyukai