SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk penyusunan skripsi pada program sarjana (S1)
Akuntansi
Disusun Oleh:
NIM. 12030115140097
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
1998). Auditing juga merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak yang
independen terhadap laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan catatan
akuntansi dan bukti pendukung dalam rangka memberikan pendapat atas kewajaran
Audit sendiri terdiri dari audit internal dan audit eksternal. Berdasarkan
independen dan objektif yang disusun untuk meningkatkan nilai dan opersional
perusahaan dalam pencapaian tujuan dengan pendekatan yang terstruktur dan disiplin.
menjadi konsultan intern yang memberi masukan atas perbaikan sistem yang telah
ada dan sudah berjalan. Fungsi konsultan intern adalah peran yang relatif baru yang
turut serta menuntut auditor internal untuk selalu meningkatkan pengetahuan tentang
profesi auditor dan aspek bisnis untuk dapat memecahkan suatu masalah yang ada.
Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Hal ini sesuai dengan Standar Audit Intern
menyatakan bahwa Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) terdiri dari instansi
lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri dari Badan
dan sistem pemerintahan. Inspektorat Provinsi dalam hal ini ikut menjadi bagian dari
pemerintah daerah. Dalam tugasnya Inspektorat sama halnya dengan auditor internal
secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun
pengawasan.
Masalah yang sering muncul berkaitan dengan tata kelola yang berada di
instansi sektor publik adalah permasalahan mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme.
(ACFE, 2016). Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa
terdapat 567 kasus korupsi yang terjadi selama tahun 2017, dengan total kerugian
negara mencapai 6,5 triliun rupiah. Sejumlah 222 kasus diantaranya terjadi pada
pemerintah kota, 23 kasus di sektor BUMN, serta 19 kasus di kementrian. Jumlah ini
jauh meningkat dari tahun lalu. Pada tahun 2016, kasus korupsi yang terjadi hanya
sejumlah 482 kasus, dengan total kerugian negara sebesar 1,4 triliun rupiah. Dari data
daerah yang masih lemah berakibat praktik tindak pidana korupsi yang tinggi.
terwujud jika sistem pengawasannya dapat berfungsi dengan baik, efektif, dan efisien.
yang efektif cenderung lebih baik untuk mendeteksi dan mencegah terhadap
kecurangan dibandingkan suatu organisasi yang tidak memiliki fungsi tersebut. Selain
itu dengan adanya fungsi audit internal yang efektif dapat membantu dalam
pencapaian tujuan organisasi (Badara dan Saidin, 2014). Jika fungsi audit internal
berjalan dengan baik, maka hal tersebut dapat membantu terwujudnya praktik good
organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Efektivitas dalam tata
kelola perusahaan sektor publik adalah tercapainya tujuan pemerintah yang berkaitan
adil, transparansi, sikap cepat tanggap dalam melayani stakeholder, sikap berorientasi
pada kepentingan masyarakat, sikap adil, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas serta
memiliki visi kedepan Mardiasmo (2009). Audit internal dapat memainkan peran
organisasi kunci, tata kelola dan proses manajemen risiko (Asare, 2009). Oleh karena
itu, efektivitas dalam tata kelola perusahaan sektor publik juga tercermin dari
(kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Semakin besar presentase target yang
dicapai, makin tinggi kefektivitasan (Hidayat, 1986). Dengan kata lain, jika ingin
mengukur efektivitas auditor, maka perlu diketahui sejauh mana seorang auditor
dapat mencapai target. Alzeban dan Gwilliam (2014) dalam penelitiannya
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) saat ini dinilai tidak mampu
menanggulangi praktik tindak pidana korupsi. Secara spesifik pada praktek audit
dikutip oleh Bayu (2017) mengungkapkan pihaknya tak pernah mendapatkan laporan
hingga kementerian/lembaga. Padahal, selama ini banyak terjadi kasus korupsi yang
auditor internal harus memiliki kompetensi yang memadai baik secara individu
maupun kolektif, independen, dan patuh pada standar audit dan kode etik. Wakil
Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla dikutip oleh Ihsanuddin (2017) menyatakan
instansi pemerintahan kerap diisi oleh pejabat yang tidak memiliki kompetensi di
keterampilan yang baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dapat
menjadi ukuran efektivitas suatu kinerja audit internal, khususnya dalam lingkungan
auditor internal tidak dituntut untuk memiliki keahlian dalam investigasi fraud,
memiliki keyakinan bahwa korupsi atau fraud secara umum telah terjadi, maka dia
seperti melakukan investigasi fraud. Bila auditor internal memiliki kompetensi untuk
korupsi secara umum mungkin melibatkan level manajemen yang lebih tinggi.
mengintimidasi auditor, dan hasil investigasi dapat berkaitan dengan masalah hukum
sehingga proses litigasi memerlukan saksi ahli yang independen dan memahami
tanggung jawab tanpa tekanan kepentingan dari pihak lain termasuk pemerintah
akses yang tak terbatas terhadap catatan keuangan instansi, serta tidak melakukan
pekerjaan lain selain pekerjaan audit. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Agus Rahardjo dikutip oleh Bayu (2017) menduga tidak adanya laporan dari
inspektorat takut untuk melaporkan tindak pidana korupsi yang dilakukan atasannya.
Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang diterbitkan oleh Asosiasi Auditor
dalam melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit internal secara efektif, ancaman
terhadap independensi harus dikelola pada tingkat individu auditor, penugasan audit
kurangnya dukungan auditee terhadap proses audit internal. Badara dan Saidin (2014)
mencapai tujuan memerlukan dukungan dari auditee. Dukungan dari auditee dapat
menentukan kualitas dan efesiensi dari audit internal. Auditee adalah pihak
dari sebuah organisasi yang menerima jasa audit oleh auditor pemerintah daerah.
Sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang diterbitkan oleh
dan/atau pihak lain yang di dalamnya terdapat kepentingan negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak
dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang. Dengan
dukungan dari auditee, auditor internal dapat memperoleh sumber yang mencukupi
auditor internal dan eksternal perlu untuk dilakukan. Dengan adanya koordinasi dan
kerjasama yang baik antara keduanya baik yang dilakukan dengan cara bertukar
informasi atau opini dapat menghasilkan laporan audit yang berkualitas dan dapat
eksternal untuk sektor publik dalam hal ini dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23E ayat (1) Undang-undang Dasar
1945 yang berisi tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai pemeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab yang bebas dan mandiri. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) periode 2009-2014, Hadi Poernomo ketika menjadi pembicara dalam Seminar
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
dan pengujian sejak dini untuk mengetahui apabila terjadi penyimpangan dalam
Efektivitas audit internal menjadi tantangan yang harus dihadapi baik oleh
bahwa auditor internal sering berada dalam posisi yang lebih baik daripada auditor
sistem organisasi, sehingga melalui observasi dapat berada dalam posisi yang
3. Auditor internal dapat melakukan review secara lebih terinci dan berulang
terhadap transaksi dan dokumen terkait selama fase audit berjalan, sehingga
Ketika suatu aktivitas audit internal yang didalamnya terdapat unsur sistem
pengawasan pengendalian internal berjalan dengan efektif, maka resiko, celah atau
upaya untuk melakukan tindakan korupsi serta hal yang dapat merugikan instansi
internal secara efektif, maka perlu dilakukan proses audit oleh seorang auditor
internal. Dalam konteks sektor publik, pejabat yang bertugas untuk menjalankan
Efektivitas dalam tata kelola perusahaan sektor publik tercermin dari aktivitas yang
auditor, dukungan dari auditee serta faktor hubungan dengan eksternal auditor adalah
beberapa faktor yang dapat menentukan berjalannya proses audit internal secara
efektif.
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi oleh
berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan bukti
yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambil (Suhayati &
program, dan kegiatan pemerintah sehingga akan lebih memudahkan auditor dalam
kompetensi yang baik akan memudahkan fungsi audit dalam mencapai tujuannya.
Laporan keuangan hasil audit auditor internal yang dikerjakan oleh sumber daya yang
berkompeten akan memudahkan auditor eksternal dalam membuat opini yang lebih
konkrit.
bebas dari hambatan, memberikan opini yang objektif, tidak bias, tidak dibatasi, dan
kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas audit internal untuk
melaksanakan tanggung jawab audit internal secara objektif. Independensi merupakan
faktor yang mempengaruhi efektivitas fungsi audit. Cohen dan Sayag (2010) dalam
efektivitas fungsi auditor internal. Auditor internal dengan independensi yang baik
Dukungan dari auditee merupakan salah satu faktor fungsi audit internal
berjalan dengan efektif. Auditee adalah organisasi yang sedang diaudit. Dukungan
Selain dari dukungan auditee, hubungan yang baik antara auditor internal
dan eksternal merupakan faktor fungsi audit internal berjalan dengan efektif. Auditor
eksternal untuk sektor publik dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Koordinasi yang baik akan memudahkan fungsi audit internal dalam pertukaran
menghindari duplikasi kerja diantara mereka sehingga fungsi audit internal akan
semakin efektif.
berikut :
efektivitas auditor ?
2. Apakah semakin baik hubungan antara auditor internal dan eksternal akan
3. Apakah semakin baik dukungan dari auditee akan berpengaruh positif kepada
efektivitas auditor ?
4. Apakah independensi auditor internal yang lebih besar akan berpengaruh positif
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan
Pemerintah Daerah.
b. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan wawasan, ilmu, dan pengetahuan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemerintah pusat dan daerah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
kontribusi untuk menjadi suatu bahan referensi dalam meningkatkan kualitas dan
hubungan auditor internal dan eksternal dalam mencapai audit internal yang
efektif.
DKI Jakarta
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
teoritis.
variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan
metode analisis.
Bab ini menguraikan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, dan
interpretasi hasil.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir sekaligus menjadi penutup dalam penelitian
ini. Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil dan pembahasan penilitian,
aplikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori agensi pertama kali dideskripsikan oleh Jensen dan Meckling (1976).
dengan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain
(agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang
Teori agensi pada dasarnya merupakan teori antara pihak pemberi wewenang
dan pihak yang menerima wewenang. Teori agensi menjelaskan mengenai hubungan
agen untuk melakukan suatu pekerjaan, serta memberikan wewenang bagi agen untuk
suatu kontrak, menurut teori agensi, sebenarnya hubungan antara kedua belah pihak
shareholders untuk mengelola perusahaannya. Oleh karena itu, manajer wajib untuk
Hubungan antara prinsipal dan agen seringkali tidak berjalan dengan baik.
pihak yang lebih menguasai informasi tidak menyampaikan informasi yang sesuai
dalam perusahaan. Hal ini tentu berbeda dengan prinsipal dimana sebagai pemilik
memperoleh informasi sangat minim. Hal ini akan memicu agen untuk melakukan
seorang agen memiliki lebih banyak informasi daripada prinsipal, maka agen akan
kepentingannya sendiri.
Asymmetric information juga dapat terjadi ketika pemilik perusahaan tidak
dapat berbeda dari apa yang diharapkan pemilk karena manajen memiliki preferensi
yang berbeda. Hal inilah kemudian yang memunculkan moral hazard. Scott (2000)
pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma
kreditur atas kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer. Salah satu solusi yang
mungkin tepat untuk dilakukan adalah dengan memperkerjakan seorang auditor untuk
mengenai adverse selection juga sering muncul. Scott (2000) menjelaskan definisi
banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan pemegang saham dan
informasi yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh
terjadi ketika proses seleksi yang dilakukan mendapat hasil yang tidak sesuai
pemerintah, yaitu Inspektorat Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertindak sebagai prinsipal, yaitu sebagai
pihak yang memberi wewenang kepada agen. Sedangkan Inspektorat Provinsi DKI
Jakarta bertindak sebagai agen yang diberikan wewenang untuk memberikan jasa
juga pelanggaran kontrak agensi antara agen dan prinsipal. Inspektorat provinsi
sebagai agen bekerja dibawah pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan
(ICW) Adnan Topan Husodo dalam Polycarpus (2018) mengatakan bahwa kinerja
inspektorat Provinsi DKI Jakarta yang kurang efektif dalam hal pemberantasan
korupsi saat ini dapat terjadi karena inspektorat justru menjadi bagian dari korupsi
tersebut atau melindungi instansi dan pimpinannya yang melakukan korupsi. Hal
tersebut sangat berkaitan dengan independensi yang dimiliki oleh Aparat Pengawas
Sebagai pihak yang menjalankan fungsi audit internal, independensi merupakan suatu
hal yang harus dimiliki APIP. APIP harus bekerja sesuai dengan tujuannya yaitu
seorang agen yang diberi wewenang dari prinsipal untuk menjalankan suatu
hubungan agensi inspektorat dan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. APIP berfungsi
menjalankan peran audit internal dalam instansi pemerintahan. Salah satu tujuan dari
pemerintah. Apabila APIP tidak tidak berkompeten dalam melakukan fungsi audit,
maka pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai prinsipal tidak mendapat manfaat dari
hubungan agensi tersebut dan akan memiliki celah untuk melakukan tindakan fraud.
Hubungan agensi antara agen dan prinsipal perlu dipahami dengan baik oleh
kedua pihak. Dalam kasus ini, pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu megetahui
kepentingan untuk menjaga kredibilitas sebagai instansi yang dimiliki oleh publik.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan auditee bagi inspektorat. Untuk dapat
pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan proses audit internal. Dukungan
yang dapat diberikan adalah kemudahan akses dan transparansi bagi inspektorat
untuk mendapatkan sumber audit. Dengan adanya dukungan tersebut, fungsi ausit
internal akan berjalan dengan efektif dan tepat sasaran. Keterbukaan pemerintah
bentuk dukungan pemerintah terhadap fungsi audit internal. Hal tersebut tidak
terlepas dari kepentingan pemerintah yang berupaya untuk memperbaiki sistem
pengendalian internal.
Keuangan (BPK). UU No. 15 Tahun 2006 menyatakan bahwa BPK harus berposisi
sebagai lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri dan dalam rangka upaya
menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dalam kaitannya dengan teori agensi, BPK merupakan agen dari Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan pertimbangan dari Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) (UU No. 15 Tahun 2006 pasal 5). BPK bersama dengan
pemerintahan. Akan tetapi, kedua lembaga tersebut memiliki prinsipal yang berbeda.
Hal tersebut dapat memicu konflik kepentingan ketika kedua lembaga tersebut sedang
menjalankan fungsi audit bagi pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Konflik yang terjadi
dapat mengganggu proses audit internal sehingga efektivitas audit internal menurun.
Menurut Sukirno (2000) audit internal adalah suatu penilaian yang dilakukan
efisiensi, dan kegunaan dari catatan (akuntansi) perusahaan dan pengendalian intern
yang terdapat dalam perusahaan. Arens, et al. (2008) meyatakan bahwa audit internal
memiliki 5 kategori, yaitu lingkungan kendali, penilaian resiko, aktivitas
menurut Tunggal (2008) adalah sebagai Compliance Auditor. Dalam hal ini auditor
internal bertanggung jawab kepada direktur utama dan mempunyai akses kepada
menelaah kinerja korporat melalui mekanisme audit keuangan dan audit operasional.
Selain itu, audit internal juga berperan sebagai Internal Business Consultant dalam
hal ini audit internal membantu komite audit dalam menilai resiko dengan memberi
(kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target
yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya Hidayat (1986). Pengukuran efektivitas
merupakan suatu ukuran untuk menentukan apakan tujuan yang telah ditetapkan
organisasi pasti memiliki target, yang mana tercermin dari kuantitas mengenai jumlah
pencapaian, kualitas mengenai hasil terbaik selama proses berlangsung, serta waktu
besar kuantitas, semakin tinggi kualitas, dan semakin singkat waktu yang ditempuh
oleh perusahaan untuk mencapai targetnya, maka semakin efektif pula kinerja
ditandai dengan hasil laporan audit yang berkualitas dan memuaskan serta ketepatan
fungsi audit internal, yaitu akses, objektifitas, kebebasan berpendapat, ketekunan, dan
ketanggapan. Faktor pertama yaitu akses, berkaitan dengan jumlah informasi yang
auditor dapat memperoleh akses informasi dengan mudah, maka kegiatan audit akan
berjalan lancer tanpa hambatan atau kendala yang berarti. Faktor yang kedua adalah
objektif dalam melakukan penilaian. Objektif artinya auditor menilai pekerjaan audit
berdasarkan kenyataan yang terjadi dan bebas dari kepentingan organisasi yang
sesuatu berdasarkan kenyataan yang ada tanpa adanya perasaan takut akan segala
Ketekunan berkaitan secara langsung dengan kualitas diri auditor. Semakin tekun
maka hasil laporan dari auditor akan semakin berkualitas. Faktor terakhit yang dapat
memiliki sikap tanggap dalam menghadapi berbagai temuan serta tanggap dalam
yang cukup baik untuk seorang auditor. Kompetensi itu tersebut mencakup
berbagai macam audit yang dilakukan untuk mandatnya (Al-Twaijry, Brierley, dan
Gwilliam, 2003). Dari sudut pandang pendidikan, seorang auditor diharapkan
diperlukan untuk meningkatkan kualitas diri auditor. Pelatihan diukur dengan jumlah
jam pelatihan yang telah dilewati oleh auditor. Semakin banyak jumlah pelatihan
Selanjutnya, pengalaman yang diukur dengan jumlah tahun lamanya auditor bekerja
juga menjadi salah satu poin untuk menilai kompetensi. Selain itu, kualifikasi
Auditor internal sangat berbeda dengan auditor eksternal baik dari segi
penting untuk proses audit yang akan dilaksanakan, baik untuk kegunaan audit untuk
satu bentuk koordinasi yang dilakukan ialah saling bertukar informasi, opini dan
laporan agar dapat menghasilkan laporan audit dengan kualitas yang tinggi serta
membantu dalam hal menghasilkan laporan audit yang dapat diandalkan. Selanjutnya,
dengan adanya informasi dari auditor internal, auditor eksternal tentu akan sangat
terbantu dalam penyelesaian laporan, seperti tidak perlu untuk mencari kesalahan
yang mana telah ditemukan oleh auditor internal, sehingga waktu yang dibutuhkan
auditor internal dan eksternal sebaiknya melakukan koordinasi yang bertujuan untuk
mengetahui cakupan yang tepat serta menghindari dua kali kerja. Koordinasi yang
dilakukan dapat berupa saling bertukar informasi tentang rencana audit yang akan
dengan harapan bahwa hasil tersebut dapat dijadikan acuan untuk mengurangi
dari auditee, maka proses audit akan berjalan dengan lancar. Dengan dukungan dari
melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka. Selain itu, tim audit internal dapat
stafnya. Dukungan tersebut dapat ditunjukan melalui anggapan bahwa audit internal
Masukan serta rekomendasi dari audit internal sebaiknya dapat dikaji oleh auditee
perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak dan
Van Peursem dalam Cohen dan Sayag (2010) menjelaskan bahwa auditor
internal bertugas untuk membantu manajemen, dan pada saat bersamaan, auditor
mungkin enggan untuk melawan manajemen, terlepas dari konsekuensi yang akan
dihadapinya.
mereka untuk melakukan pekerjaan audit. Namun pada kenyataannya auditor sering
dengan perintah dari atasnnya dengan konsekuensi hasil audit yang tidak sesuai
Terlepas dari segala konflik kepentingan yang ada, auditor pada hakikatnya
harus bersikap objektif ketika mempertimbangkan berbagai fakta yang ada untuk
kliennya, sorang auditor dapat dinyatakan bersikap tidak independen karena akan
jawab sebagai auditor internal secara efektif. Kepala tim audit harus memiliki akses
sesuai dengan profesi serta standar audit yang berlaku. Independensi tersebut
merupakan salah satu bagian dari kode etik profesi auditor internal terhadap
kepentingan. Dengan kata lain, auditor harus bersikap independen dari seluruh
dilakukan oleh Cohen dan Sayag (2010) di Israel, Mihret dan Yismaw (2007) di
Ethiopia, Halimah, et al. (2009) di Malaysia dan Alzeban dan Gwilliam (2014) di
Arab Saudi.
Tabel 2.1
pengalaman di bidang audit yang diukur dengan tahun serta jumlah jam pelatihan
audit yang dilalui oleh auditor. Semakin berpengalaman serta semakin banyak jam
efektivitas auditor internal karena kerjasama dan koordinasi diantara keduanya akan
mendorong kedua pihak menghasilkan laporan audit yang berkualitas sehingga dapat
audit internal sebab dengan adanya dukungan dari auditee, maka auditor akan diberi