Anda di halaman 1dari 115

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian mengenai Tanggung Jawab

Auditor Dalam Mendeteksi Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan dan faktor-

faktor yang mempengaruhi Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi Fraud

dan Kekeliruan Laporan Keuangan. Fenomena mengenai Tanggung Jawab

Auditor Dalam Mendeteksi Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan, persamaan

dan perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu serta alasan peneliti

meneliti Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi Fraud dan Kekeliruan

Laporan Keuangan pada BPK RI Perwakilan Aceh Kota Banda Aceh juga

dijelaskan di dalam bab ini. Kemudian, bab ini juga menyajikan rumusan masalah,

tujuan penelitian, dan kegunaan hasil penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Audit dalam laporan keuangan sangat perlu dilakukan, apalagi dalam

berkembangnya bisnis di Indonesia yang menyebabkan banyak pihak

membutuhkan laporan keuangan yang relevan (relevance) dan dapat diandalkan

(reliable). Laporan keuangan menyajikan informasi keuangan yang dapat

digunakan dalam mengambil keputusan oleh berbagai pihak. Laporan keuangan,

disamping sebagai alat pertanggungjawaban keuangan juga merupakan alat

komunikasi antara perusahaan atau pemerintah dengan pihak-pihak yang

berkepentingan.

Akuntabilitas publik diperlukan dalam penyajian laporan keuangan yang

dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan informasi kepada publik dan

sebagai sarana untuk mengambil keputusan seperti yang diatur di dalam Undang-
1
2

Undang No. 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara dimana Pemerintah

Daerah mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keuangan daerah

dengan membuat laporan keuangan daerah. Laporan keuangan pemerintah

tersebut harus diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan diaudit

oleh BPK karena BPK berfungsi sebagai lembaga keuangan tertinggi negara.

Tujuan utama audit adalah untuk memastikan bahwa peraturan dan prosedur yang

memadai untuk mengamankan pemeriksaan efektif pada penilaian dan

pengumpulan pendapatan, dan menjamin melalui pemeriksaan terinci penegakan

aturan dan prosedur (Anila dan Shila. 2014).

Auditor pemerintah dibagi menjadi auditor eksternal dan auditor internal.

Auditor internal dilakukan oleh unit pemeriksa yang merupakan bagian dari

organisasi yang diawasi. Auditor internal diantaranya Inspektorat Jenderal

Departemen, Satuan Pengawasan Intern (SPI) di lingkungan BUMN/BUMD,

Inspektorat Wilayah Provinsi (Itwilprop), Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota

(Itwilkab/Itwilkot), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),

sedangkan auditor eksternal pemerintah adalah BPK (Badan Pemeriksa

Keuangan).

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) adalah

lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki

wewenang dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Dalam Standar Pemeriksa Keuangan Negara (SPKN, 2007), dengan tujuan

standar pemeriksaan adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan
3

organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara.

Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan

mempengaruhi namun pada kenyataannya dalam penerapan masih saja ada

beberapa penyimpangan dalam pelaksanaan audit. Penyajian laporan keuangan

oleh pihak manajemen perusahaan sangat perlu dilakukan. Beberapa hasil audit

BPK-RI ditindak lanjuti menjadi audit investigasi, kasus korupsi dan kasus

pidana. Meskipun audit telah dilaksanakan, masih terdapat permasalahan

pengelolaan keuangan negara di Pemerintahan.

Berdasarkan audit pada semester I tahun 2015 terhadap entitas di

lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara

(BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), serta lembaga atau badan lainnya

yang mengelola keuangan negara, BPK mengungkapkan 10.154 temuan yang

memuat 15.434 permasalahan, yang meliputi 7.544 (48,88%) permasalahan

kelemahan SPI dan 7.890 (51,12%) permasalahan ketidakpatuhan terhadap

ketentuan dalam peraturan perundang-undangan senilai Rp 33,46 triliun. Dari

permasalahan ketidakpatuhan itu, sebanyak 4.609 (58,42%) merupakan suatu

permasalahan berdampak finansial senilai Rp 21,62 triliun. Selain itu, terdapat

3.281 (41,58%) permasalahan ketidakpatuhan yang tidak berdampak finansial,

terdiri atas 3.137 (95,61%) penyimpangan administrasi dan 144 (4,39%)

ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp 11,84 triliun.

(Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2015).


4

BPK dalam siaran persnya menyebutkan bahwa Opini Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP/unqualified opinion) tidak menjamin bahwa suatu entitas

bebas dari korupsi karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara

khusus untuk mendeteksi adanya korupsi (www.BPK.go.id, 20 Juli 2012).

Seseorang yang dianggap profesional dalam melakukan pekerjaannya

adalah seseorang yang salah satunya memiliki pengalaman dan pengetahuan,

seperti yang dikemukakan oleh Bell et al. (2005) Professional judgment refers to

judgments of persons with experience, extensive education, and/or specialized

training within a profession.

Choo dan Trotman (1991) dalam penelitiannya memberikan bukti empiris

bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menentukan item-item yang tidak

umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara

auditor yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda

dalam menentukan item-item yang umum (typical). Sedangkan menurut Libby

dan Frederick (1990) dalam Tjun (2012) bahwa auditor yang berpengalaman

mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga

keputusan yang diambil dapat lebih baik.

Auditor bertugas untuk mengaudit atau memeriksa laporan keuangan suatu

perusahaan, menurut Filipovi dan Filipovi (2008) pengertian auditing secara

umum adalah sebagai berikut: auditing is seen as a link which builds trust

between the management board, which prepares and draws up financial

statements, and users of information contained in these statements.


5

Pernyataan tersebut jika diterjemahkan adalah audit dipandang sebagai

link yang membangun kepercayaan antara dewan manajemen, yang

mempersiapkan dan menyusun laporan keuangan dan pengguna dari informasi

yang terkandung dalam laporan keuangan.

Tanggung jawab utama auditor bukan pada klien sebagai pemohon jasa

(pihak kedua) akan tetapi pada pihak ketiga atau pihak yang berkepentingan

terhadap laporan keuangan tersebut seperti pemegang saham, calon investor,

pemerintah, dan pihak yang berkepentingan lain. Hal ini merupakan karakteristik

unik profesi auditor. Adanya tugas tersebut tidak serta merta menempatkan

auditor pada posisi aman.

Menurut Agoes (2009), rasa tanggung jawab yang tinggi hanya dapat di

wujudkan melalui pengembangan dan pemeliharaan kompetensi pada tinggkat

yang tinggi. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, rasa tanggung

jawab yang besar dapat dibentuk dari kompetensi yang dimiliki oleh auditor

tersebut, jika kompetensi yang dimiliki besar maka rasa tanggung jawab auditor

pun juga besar. Jika seorang auditor tidak bisa memiliki sikap independen,

kompetensi, dan tanggung jawab dalam memeriksa laporan keuangan suatu

perusahaan maka akan mengakibatkan terjadinya kecurangan. Yang mana

kecurangan tersebut dapat dikatakan sebagai kegagalan audit (audit failure).

Menurut menurut Salehi dan Azary (2008), mengemukakan yang bahwa

kecurangan meliputi penyalahgunaan sumber daya maupun pelaporan yang tidak

benar tentang penggunaan sumber daya oleh manajemen, sehingga untuk


6

mencegah kegagalan audit diperlukan kemampuan auditor untuk mendeteksi

kecurangan manajemen tersebut.

Sikap tanggung jawab seorang auditor dalam memeriksa laporan keuangan

yaitu dengan memberikan opini atas kewajaran pelaporan keuangan organisasi,

terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode.

Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan

prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten

dari periode ke periode, dan seterusnya. Jika auditor menemukan bahwa laporan

keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima

secara umum atau menemukan adanya kecurangan dalam laporan keuangan maka

auditor bertanggung jawab untuk melaporkan temuan tersebut. Jika auditor tidak

melaporkan temuan tersebut maka auditor tersebut tidak memiliki sikap tanggung

jawab dan hal tersebut akan mengakibatkan kegagalan audit.

Fenomena saat ini yang terjadi pada pemerintah Kabupaten dapat dilihat

dari cukup tingginya tingkat penyimpangan anggaran. Seperti di Blangkejeren

Hasil audit yang dilakukan oleh auditor BPR RI perwakilan Aceh di jajaran

Pemkab Gayo Lues tahun anggaran 2015, Pemkab diminta untuk mengembalikan

anggaran sebesar Rp 600 juta lebih.

Dalam melakukan suatu audit pemeriksaan laporan keuangan, seorang

auditor bertugas untuk menilai kewajaran atas laporan keuangan yang disajikan,

memastikan bahwa laporan keuangan tersebut sudah sesuai dengan Standar

Akuntansi yang berlakun umum dan laporan keuangan tersebut terbebas dari

salah saji material. Dalam menjalankan profesinya sebagai auditor telah diatur
7

dalam Kode Etik Akuntan Publik yang berlaku di Indonesia. Auditor memiliki

tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk memperoleh

keyakinan yang memadai mengenai apakah laporan keuangan telah terbebas

dari salah saji material, yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Fraud

(kecurangan keuangan) saat ini sudah menjadi hal yang tak terhindarkan dalam

semua hal, baik itu dalam dunia keuangan maupun non keuangan akibatnya

banyak terjadi tindak korupsi maupun kecurangan-kecurangan lainnya. Untuk

mencapai hal tersebut, pengauditan harus direncanakan dan dilakukan dengan

selalu bersikap profesionalisme dan mampu untuk selalu mempertahankan serta

memiliki pengalaman yang memadai dalam melakukan audit atas hal laporan

keuangan.

Dari fenomena di atas, faktor pertama yang peneliti soroti adalah

tanggung jawab auditor yang meliputi tanggung jawab auditor dalam

pendeteksian kecurangan, pencegahan kecurangan Laporan Keuangan.

Pernyataan bahwa perolehan opini WTP tidak menjamin suatu entitas

bebas korupsi untuk menjadi menarik untuk diteliti terkait dengan persepsi

pengguna laporan keuangan terhadap keandalan audit. Oleh karena itu, faktor

kedua perbedaan persepsi yang peneliti munculkan dalam penelitian ini adalah

keandalan laporan hasil pemeriksaan yang menyoroti keandalan laporan hasil

pemeriksaan dalam memberikan keyakinan memadai kepada pengguna laporan

keuangan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit bebas dari salah saji

material dan opini merupakan pernyataan auditor yang memberikan keyakinan


8

bahwa laporan keuangan adalah hasil dari pengendalian internal yang efektif serta

bebas dari kecurangan.

Tanggung jawab auditor menurut SA seksi 110 (PSA No. 02) adalah

auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk

dapat memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas

dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.

Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat

memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material

terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan

melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik

yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap

laporan keuangan.

Baik kecurangan yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja berakibat

serius dan membawa banyak kerugian, oleh karena itu auditor harus dapat

mendeteksi kecurangan tersebut. Menurut Statement on Auditing Standard (SAS)

No. 99 mengenai Baik kecurangan yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja

berakibat serius dan membawa banyak kerugian, oleh karena itu auditor harus

dapat mendeteksi kecurangan tersebut. Consideration of Fraud in a Financial

Statement Audit menyatakan bahwa auditor mempunyai tanggung jawab yang

besar untuk mendeteksi kecurangan dengan merencanakan dan melaksanakan

audit untuk memperoleh kepastian mengenai apakah laporan keuangan bebas dari

salah saji (misstatement) secara material baik yang di sebabkan oleh kesalahan

atau kecurangan (ACIPA, 2002). Tanggung jawab pendeteksian suatu kecurangan


9

(fraud detection) akan mendukung terwujudnya penerapan standar yang memadai

untuk menunjang tanggung jawab pendeteksian kecurangan, membantu

terwujudnya lingkungan kerja audit, metode dan prosedur audit yang cukup

efektif untuk tanggung jawab pendeteksian tentang kecurangan sehingga tidak

terjadi kegagalan audit (Tackett et al., 2006; Koroy, 2008).

Rasa tanggung jawab yang tinggi hanya dapat diwujudkan melalui

pengembangan dan pemeliharaan kompetensi pada tingkat yang tinggi (Agoes,

2009). Seorang auditor bertanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan dalam

laporan keuangan agar tidak terjadi kegagalan audit, untuk dapat mendeteksi

kecurangan dalam laporan keuangan seorang auditor membutuhkan kompetensi

melalui pengalaman dan juga pengetahuan dalam mendeteksi kecurangan. Jika

seorang auditor tidak memiliki kompetensi melalui pengalaman dan pengetahuan

maka seorang auditor tidak mungkin dapat bertanggung jawab dalam mendeteksi

kecurangan. Auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan juga

menjalankan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan

keuangan telah bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kesalahan

ataupun kecurangan. Karna sifat dari bahan bukti audit dan juga karakteristik

kecurangan, auditor harus mampu mendapatkan keyakinan yang memadai, namun

bukan absolute, bahwa salah saji material telah dideteksi. Auditor tidak memiliki

tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk mendapatakan

keyakinan yang memadai bahwa kesalahan penyajian yang di sebabkan oleh

kesalahan maupun kecurangan, yang tidak signifikan terhadap laporan keuangan

telah terdeteksi.
1
10
0
10

Beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi Tanggung jawab

Auditor dalam mendeteksi Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan adalah

Profesionalisme Auditor.

Profesionalisme Secara konseptual terdapat perbedaanantara profesi dan

profesional. Profesi adalah jenis pekerjaan yang memenuhi suatu soal kriteria,

sedangkan profesionalisme adalah suatu sebutan bagi individual yang penting

tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Kalbers dan

Fogarty, 1995) dalam Hendrodan Aida, (2006). Enam kriteria yang diusulkan

untuk mengidentifikasi ciri dari suatu profesi menurut Abraham Flexner, 1915

dalam Mautz dan Sharaf, 1997 menjelaskan: 1) bekerja berdasarkan intelektual

sesuai dengan tanggung jawabnya, 2) bahan dasar diperoleh dari pengetahuan dan

juga pembelajarannya, 3) aplikasi praktis, 4) mampu berkomunikasi, 5) cenderung

mempunyai organisasi, 6) mengutamakan motivasi. Profesionalisme mengacu

pada perilaku, tujuan atau kualitas yang memberi karakteristik atau menandai

suatu profesi atau orang yang professional (Messier, Glover, Prawitt, 2006).

Dalam audit, profesionalisme diaplikasikan sebagai suatu skeptisme professional

yaitu sikap yang selalu mempertanyakan dan berfikir kritis dalam mendapatkan

suatu bukti audit (Arens, Elder dan Beasley, 2005; dan IAI, 2001).

Sikap profesionalisme ini harus selalu dijaga dalam setiap perikatan,

khususnya dalam perencanaan dan juga pelaksanaan audit untuk selalu

mewaspadai kemungkinan adanya kesalahan dan fraud dalam penyajian laporan

keuangan, Auditor melakukan profesinya yaitu sebagai seorang kepercayaan

masyarakat yang memiliki independensi dan objektivitas yang telah diakui oleh
1
11
1
11

semua masyarakat. Independen dan objektivitas auditor merupakan modal utama

kepercayaan masyarakat. Sebagai seorang praktisi auditor untuk bersikap

independen dalam pemikiran dan independen dalam penampilan (IAI, 2010).

Auditor independen diakui sebagai seorang yang professional karena

mendasarkan pada suatu keahlian dan kemahiran professional dengan cermat dan

seksama berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh organisasi auditor dalam

hal ini Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI,2010). Penggunaan kemahiran

professional dengan cermat dan juga seksama memungkinkan auditor untuk

memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji

material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.

Tujuan audit yang dilakukan oleh auditor independen adalah untuk

memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk memberikan basis yang memadai

baginya dalam merumuskan suatu pendapat. Disamping itu, pertimbangan

diperlukan dalam menafsirkan hasil pengujian audit dan penilaian bukti audit.

Lima diminesi profesionalis memenurut Hall (1968) dalam Hendro dan Aida

(2006) terdiri dari pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian,

keyakinan terhadap peraturan profesi dan hubungan dengan sesama professi.

Selain Profesionalisme yang harus dimiliki, auditor juga harus bertindak

sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian

dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan

praktek audit (SPAP, 2001). Rahmawati dan Winarna (2002) dalam risetnya

menemukan fakta yang bahwa auditor, expectationgap terjadi karena kurangnya

pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki hanya sebatas pada bangku kuliah
1
12
2
12

saja. Pengalaman audit ditunjukkan dengan jam terbang dalam melakukan

prosedur audit terkait dengan pemberian opini atas laporan auditnya. Auditor

yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam

memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan

pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang

diperiksa berupa pemberian pendapat. Menurut Libby dan Frederick (1990)

pengalaman yang dimiliki auditor akan mempengaruhi kualitas auditnya, mereka

menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat

menghasilkan berbagai dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Karena

berbagai alasan seperti diungkapkan diatas, pengalaman kerja telah dipandang

sebagai faktor penting dalam memprediksi kinerja Auditor, dalam hal ini

adalah tanggung jawab dalam mendeteksi Fraud dan kekeliruan Laporan

Keuangan.

Faktor keahlian auditor, menurut Artha (2014) keahlian auditor sebagai

seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas, pendidikan serta ketrampilan

yang tinggi serta ditambah dengan pengalaman audit yang di milikinya. Keahlian

seorang auditor dalam mengaudit mencerminkan tingkat pengetahuan,

pengalaman, dan pendidikan yang dimiliki auditor. Semakin tinggi keahlian

seorang auditor, maka judgment yang dihasilkan oleh auditor akan semakin

akurat. Seorang auditor yang memiliki keahlian tinggi akan mampu menghadapi

tugas audit, mengolah informasi yang relevan dan menganalisis bukti-bukti audit.

Keahlian mengatur persyaratan keahlian auditor dalam menjalankan

profesinya, auditor harus telah menjalani pendidikan dan pelatihan teknis yang
1
13
3
13

cukup dalam praktik akuntansi dan teknik auditing Mulyadi (2002). Mengatur

kewajiban auditor untuk menggunakan dengan cermat dan juga seksama

kemahiran profesionalnya dalam audit dan dalam penyusunan laporan Keuangan.

Auditor juga harus menggunakan suatu pertimbangan profesional yang sehat

dalam menentukan standar yang diterapkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Khairul fuad, dkk, 2015)

independensi dan kompetensi tersebut berpengaruh terhadap Tanggung jawab

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini membuktikan bahwa semakin

tinggi tingkat independensi dan kompetensi yang dimiliki oleh seorang auditor

maka akan semakin tinggi kinerja audit yang dilakukan auditor dalam mengaudit

laporan keuangan dan begitu juga sebaliknya. Penelitian Sukriah, et. al(2009)

auditor harus dapat mengumpulkan informasi yang di butuhkan dalam

pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap

independen. Untuk menghasilkan audit yang berkualitas sangat diperlukan sikap

independensi dari seorang auditor. Karena hasil yang akan disampaikan oleh

auditor tersebut, akan menjadi kebijakan dan pengambilan keputusan bagi auditor

dalam rangka meningkatkan tanggung jawabnya dalam mendeteksi kekeliruan dan

fraud laporan keuangan.

Penelitian pengalaman sebelumnya juga pernah diteliti oleh nyoman

Andiyani dkk (2014) yang menyatakan bahwa pengalaman berpengaruh positif

terhadap tanggung jawab auditor, yang mana apabila seorang auditor tidak

memiliki pengalaman yang memadai maka tidak akan dapat menghasilkan hasil

audit yang memuaskan bagi dirinya sendiri maupun kliennya.


1
14
4
14

Terdapat perbedaan dan persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya apabila dilihat dari variabel yang digunakan, tempat penelitian dan

juga metode penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini adapun variabel

independen yang digunakan yaitu Profesionalisme Auditor, Pengalaman dan

Keahlian Auditor. Sedangkan variabel independen pada penelitian terdahulu

beragam antara satu peneliti dengan peneliti lainnya, variabel lain yang digunakan

pada penelitian terdahulu (Khairul Fuad, 2015; Nyoman Andyani et,al, 2014;

Widhia Pangestika, 2014) Skeptis Profesional Auditor, Independensi, Pengalaman,

Kompetensi, Prosedur Audit dan Tekanan Anggaran.

Beberapa penelitian terdahulu juga menggunakan Tanggungjawab Auditor

dalam mendeteksi kekeliruan dan kecurangan laporan keuangan sebagai variabel

dependennya. Namun terdapat juga variabel independen yang berbeda dengan

penelitian ini yaitu profesionalisme Auditor. Selain perbedaan tentang variabel

independen yang digunakan, lokasi penelitian ini dengan penelitian terdahulu juga

berbeda.Penelitian ini dilakukan pada BPK RI Perwakilan Kota Banda Aceh.

Sedangkan penelitian terdahulu dilakukan pada masing-masing tempat yang

berbeda dengan penelitian ini. Alasan peneliti mengambil tempat penelitian pada

BPK RI Perwakilan Kota Banda Aceh karena dilatar belakangi oleh adanya

temuan dan juga masalah terhadap kualitas laporan keuangan sehingga masih

menerima opini WDP oleh BPK selama lima tahun berturut-turut (2009-2014).

Berdasarkan permasalahan dan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya,

maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:

Pengaruh Profesionalisme Auditor, Pengalaman Auditor dan Keahlian


1
15
5
15

terhadap Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi Fraud dan kekeliruan

Laporan Keuangan Pada BPK Perwakilan RI Aceh di Kota Banda Aceh.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah dan penelitian-penelitian sebelumnya,

peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah profesionalisme auditor berpengaruh terhadap

Tanggungjawab dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan laporan

keuangan pada BPK RI Perwakilan Aceh.

2. Apakah Pengalaman berpengaruh terhadap Tanggungjawab dalam

mendeteksi fraud dan kekeliruan laporan keuangan pada BPK RI

Perwakilan Aceh.

3. Apakah Keahlian Profesional berpengaruh terhadap Tanggungjawab

dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan laporan keuangan pada BPK

RI Perwakilan Aceh.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh Profesionalisme Auditor, Pengalaman

dan juga Keahlian Profesional secara simultan terhadap Tanggung

Jawab Auditor dalam mendeteksi Fraud dan Kekeliruan laporan

keuangan pada BPK RI Perwakilan Aceh.


1
16
6
16

2. Untuk mengetahui pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap

Tanggung Jawab Auditor dalam mendeteksi Fraud dan Kekeliruan

laporan keuangan pada BPK RI Perwakilan Aceh.

3. Untuk mengetahui pengaruh Pengalaman terhadap Tanggung Jawab

Auditor dalam mendeteksi Fraud dan Kekeliruan laporan keuangan

pada BPK RI Perwakilan Aceh.

4. Untuk mengetahui pengaruh Keahlian Profesional terhadap Tanggung

Jawab Auditor dalam mendeteksi Fraud dan Kekeliruan laporan

keuangan pada BPK RI Perwakilan Aceh.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Kegunaan Praktis
- Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran

dan memberikan sumbangan pemikiran guna lebih meningkatkan

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan

laporan keuangan BPK RI Perwakilan Aceh di masa yang akan

datang.
- Menambah suatu kerangka teori baru mengenai Profesionalisme

Auditor, Pengalaman dan Keahlian Profesional dan pengaruhnya

terhadap Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi Fraud dan

Kekeliruan Laporan Keuangan.


- Sebagai masukan bagi penulis untuk menambah suatu wawasan

mengenai Profesionalisme Auditor, Pengalaman dan juga Keahlian

Profesional terhadap Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi

Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan.


1
17
7
17

2. Kegunaan Teoritis
- Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil

penelitian dan juga sebagai bahan referensi peneliti lain yang akan

meneliti hal yang sama.


- Menambah suatu kerangka teori baru mengenai Tanggungjawab

Auditor dalam mendeteksi Fraud dan juga Kekeliruan Laporan

Keuangan.
18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

Bab ini menjelaskan kajian pustaka yang berhubungan dengan Tanggung

Jawab Auditor dalam mendeteksi Fraud dan kekeliruan laporan keuangan,

Profesionalisme Auditor, Pengalaman dan Keahlian Profesional. Dalam bab ini

juga dikemukakan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Tanggungjawab

Auditor dalam mendeteksi Fraud dan kekeliruan laporan keuangan. Bab ini juga

menguraikan kerangka pemikiran yang digunakan unt

uk mempermudah jalan pemikiran terhadap permasalahan yang di bahas, serta

perumusan hipotesis sebagai jawaban teoritis terhadap masalah penelitian yang

kebenarannya perlu di uji secara empiris.

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Tanggung Jawab Auditor

Tanggungjawab auditor menurut SA seksi 110 (PSA No.02) adalah auditor

yang bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk

memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari

salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh

karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh

keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi.

Auditor tidak bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit


19

guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan

oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.

Baik kecurangan yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja berakibat serius

dan membawa banyak kerugian, oleh karena itu auditor harus dapat mendeteksi

kecurangan tersebut. Menurut Statement on Auditing Standard (SAS) No. 99

mengenai Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit menyatakan

bahwa auditor mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mendeteksi

kecurangan dengan merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh

kepastian mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji (misstatement)

secara material baik yang di sebabkan oleh kesalahan atau kecurangan (ACIPA,

2002).

Tanggung jawab akuntan publik untuk melindungi kepentingan publik

semakin bertambah seiring dengan terus bertambahnya investor dipasar modal,

sejalan dengan hubungan yang semakin erat antara para manajer korporat dan

pemegang saham, serta sejalan dengan pemerintah dalam meningkatkan

ketergantungannya pada informasi akuntansi (Herusetya, 2007).

Tanggung jawab pendeteksian kecurangan (fraud detection) akan

mendukung terwujudnya penerapan standar yang memadai untuk menunjang

tanggungjawab pendeteksian kecurangan, membantu terwujudnya lingkungan

kerja audit, metode dan prosedur audit yang cukup efektif untuk tanggung jawab

pendeteksian kecurangan sehingga tidak terjadi kegagalan audit (Tackett et al.,

2006; Koroy, 2008).


20

Rasa tanggung jawab yang tinggi hanya dapat diwujudkan melalui

pengembangan dan pemeliharaan kompetensi pada tingkat yang tinggi (Agoes,

2009). Seorang auditor bertanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan dalam

laporan keuangan agar tidak terjadi kegagalan audit, untuk dapat mendeteksi

kecurangan dalam laporan keuangan seorang auditor membutuhkan kompetensi

melalui pengalaman dan pengetahuan dalam mendeteksi kecurangan. Jika seorang

auditor tidak memiliki kompetensi melalui pengalaman dan pengetahuan maka

seorang auditor tidak mungkin dapat bertanggung jawab dalam mendeteksi

kecurangan.

Secara umum, auditor bertanggungjawab merencanakan dan melaksanakan

audit untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari

salah saji material dengan mengacu pada bukti-bukti yang benar-benar memadai.

Auditor memiliki tanggungjawab untuk mendeteksi berbagai jenis salah saji

material, termasuk kesalahan penyimpangan yang diakibatkan oleh penyimpangan

ilegal atau yang melawan hukum. Bukti audit haruslah diperoleh dengan cukup

dan tepat untuk memberikan dasar dalam menyatakan pendapat audit pada laporan

auditor.

Tangungjawab auditor terhadap kecurangan dalam suatu audit laporan

keuangan adalah hanya sebatas memberikan informasi kecurangan saja (bila ada).

Karena pada dasarnya auditor bertanggungjawab atas opini yang diberikannya dan

juga sama sekali tidak bertanggungjawab atas ada atau tidaknya suatu kecurangan

ditubuh klien. Namun, auditor akan mempunyai tangungjawab terhadap

kecurangan bilamana auditor lalai secara profesional, seperti tidak


21

memberitahukan adanya indikasi kecurangan kepada pihak klien pada saat

memeriksa internal kontrol, dan tidak mencoba menambah sampel

pemeriksaannya terkait dengan indikasi kecurangan tersebut. Tanggungjawab dan

fungsi auditor independen menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab dalam

merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai

tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material baik yang

sebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan (SA Seksi 110, PSA No.01), untuk

itu auditor dituntut untuk memahami standar auditing pada setiap melakukan

pekerjaannya dalam hal ini khususnya yang berkaitan dengan bentuk-bentuk

kecurangan laporan keuangan. Sejalan dengan hal tersebut SAS No.82 mengenai

Consideration on frauda financial statement audit (1997) menyebutkan bahwa

auditor mempunyai tanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan, merencanakan

dan melaksanakan audit untuk memperoleh kepastian mengenai apakah laporan

keuangan bebasa dari salah saji secara material baik yang disebabkan oleh

kesalahan maupun kecurangan. Seperti yang dijelaskan pada statementon auditing

standard (SAS) No.53 The auditor responsibility todetectand reporter rorandir

regularities. Auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material

dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan. Dalam penaksiran

tersebut auditor harus mempertimbangkan faktor risiko kecurangan dalam

pelaporan baik karena salah saji akibat kecurangan maupun salah saji yang timbul

dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva. Pelaksanaan audit yang memadai

dapat dilakukan jika auditor memahami asersi-asersi manajemen. Asersi

manajemen diartikan sebagai pernyataan yang dinyatakan secara jelas oleh

manajemen mengenai transaksi dan yang terkait dalam laporan keuangan (Aren
22

dan Lobbecke, 1996). Disamping memahami asersi manajemen, auditor harus

membangun pemahaman dengan klien yang meliputi tanggung jawab terhadap

pengendalian intern, mematuhi perundang-undangan dan memberikan informasi

kepada auditor (SA Seksi 310). Selanjutnya dalam menaksir kecurangan, auditor

perlu melaksanakan prosedur audit untuk memperoleh bukti yang lebih handal

dan informasi tambahan yang lebih kuat misalnya dengan memperbanyak bukti

dari pihak independen. Terjadi kecurangan laporan keuangan secara khusus

penting bagi profesi yang akuntan memiliki tanggungjawab untuk

mengindentifikasi situasi dimana kecurangan laporan keuangan memiliki

kemungkinan besar terjadi. Kecurangan adalah keuntungan yang diperoleh oleh

seseorang dengan menghadirkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya. Didalamnya terdapat unsur-unsur yang mengandung suprise/tak

terduga, tipu daya, licik, dan tidak jujur yang merugikan orang lain (Karyono,

2013 : 3 ; Koroy, 2008).

Pendeteksian kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal

yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak

para pelaku kecurangan (yaitu ketika pelaku menyadari prakteknya telah

diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit) (Kumaat, 2011:156).

Oleh karena itu, Auditor harus waspada pada kemungkinan adanya situasi

atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan. Mereka harus menerapkan

prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan apakah kecurangan telah

terjadi dengan cara merancang pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan

keyakinan yang memadai dalam mendeteksi kecurangan.


23

Sedangkan, langkah-langkah dalam mendeteksi kecurangan yaitu dengan

melaku kan pengujian pengendalian intern, dengan audit keuangan ataupun audit

operasional, pengumpulan data intelijen dengan teknik elisitasi terhadap gaya

hidup dan kebiasaan pribadi, penggunaan prinsip pengecualian dalam

pengendalian dan prosedur, melakukan kaji ulang terhadap penyimpangan dalam

kinerja operasi, melakukan pendekatan reaktif (Karyono, 2013:92).

2.1.2 Auditor

Peran auditor dalam suatu perusahaan sangat penting dalam membantu

kelancaran pencapaian target perusahaan. Peran auditor eksternal yaitu memberi

kan pendapat mengenai kewajaran laporan perusahaan. Jika terdapat kecurangan

atau salah saji material, maka dengan keahlian yang dimiliki auditor eksternal

akan menyelidiki akar dari permasalahan tersebut, sehingga kecurangan dapat

ditangani.

Berdasarkan business dictionary, auditor eksternal diartikan sebagai audit

yang dilakukan oleh badan untuk memeriksa suatu laporan keuangan perusahaan

atau pemerintahan, apakah catatan akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan

sudah wajar, akurat, lengkap dan disusun sesuai dengan ketentuan PSAK. Adapun

definisi lain terkait dengan eksternal audit, yaitu pemeriksaan yang dilakukan

secara berkala atas laporan keuangan suatu entitas, untuk memastikan bahwa

catatan-catatan telah diperiksa dengan baik, wajar akurat dan sesuai dengan

standar akuntansi.

Audit eksternal berbeda dengan audit internal, sedangkan definisi audit

internal menurut Amrizal (2004) adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh
24

pegawai perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat dipercaya, efisiensi,

dan kegunaan catatan- catatan dalam perusahaan, serta pengendalian intern yang

terdapat dalam perusahaan. tujuannya untuk membantu pimpinan perusahaan

(manajemen) dalam melaksanakan suatu tanggungjawabnya dengan memberikan

analis, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit

Meskipun demikian auditor internal maupun eksternal yang mempunyai

kesamaan, dalam hal pendidikan, pengalaman bahkan kehalian. Tidak diragukan

lagi seorang auditor yang telah berpengalaman dan juga memiliki keahlian dapat

menyelesaikan tugas dengan baik dan dapat mengatasi kecurangan yang pernah

terjadi di suatu perusahaan.

2.1.3 Teori Agensi

Teori keagenan menjelaskan mengenai latar belakang terjadinya

kecurangan diperusahaan. Teori ini menjelaskan tentang adanya keterlibatan dua

pihak dalam suatu perusahaan, yaitu principal dan agen. Dimana principal

bertanggungjawab penuhatas kondisi perusahaan, karena kedudukannya sebagai

pemillik perusahaan yang memberikan wewenang kepada agen untuk

melaksanakan kegiatan operasional perusahaan sesuai target yang telah

ditetapkan. Sedangkan pihak agen, bertanggungjawab untuk melaksanakan tugas

yang telah diberikan oleh principal.

Teori Agency mengenal masalah Asymmetric information. Ada dua

keadaan dari masalah ini:


25

a. Moral Hazard : ketika pihak agen menyembunyikan informasi yang di

dapat untuk kepentingan dan keuntungan dirinya sendiri

b. Adverseselection : pihak agen yang tidak mengetahui bagaimana

pembuatan kebijakan informasi yang dimilikinya.

Dapat dikaitkan dengan materi tentang kecurangan, dalam hal ini principal

bertindak sebagai manajer, sedangkan sang agen sebagai karyawan. Biasanya

dalam bersosialisasi seperti ini banyak sekali orang-orang yang tidak jujur yang

berniat untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Misalnya ketika mereka merasa

bahwa dirinya sudah lama bekerja di suatu perusahaan tersebut tetapi belum ada

reward yang mereka terima, sedangkan rekan kerja lain yang baru saja bekerja

sudah naik jabatannya. Hal-hal seperti inilah yang dapat memicu seseorang untuk

melakukan tindak kecurangan (Fraud) dan masih banyak lagi faktor yang

mendukung tindakan itu, seperti kondisi keuangan pelaku yang rendah, adanya

rasa iri atau pun kekecewaan. Untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan

pengendalian intern perusahaan yang kuat, maka dari itu dibutuhkan adanya peran

dari seorang auditor yang dapat mengatasi masalah yang ada diperusahaan. Dalam

hal ini peran mereka adalah mencegah, mendeteksi dan mengurangi terjadinya

kecurangan. Mereka harus mengerti dan memahami modus dari pelaku.

2.1.4 Teori Fraud Triangle

Penipuan perusahaan dan meningkatnya regulasi telah menekankan

pentingnya penilaian risiko, contohnya SOX section 404 yang membutuhkan

manajemen untuk melakukan penilaian risiko kecurangan dan PCAOB No. 5

menekankan pentingnya pengendalian internal dan penilaian risiko Ugrin &


26

Odom (2010). Peraturan ini lebih memfokuskan sistem pengendalian internal dan

deteksi penipuan. Hal ini dijelaskan oleh (Rose & Rose, 2003) bahwa tingkat

risiko mempengaruhi evaluasi bukti auditor. Dengan adanya tingkat risiko ini

merupakan alat yang sangat membantu auditor dalam pendeteksian kecuranngan.

Faktor risiko (red flag) merupakan suatu karakteristik, tanda, symptom

atau gejala yang dapat meningkatkan tindak kecurangan. Menurut Elder, Beasley,

Arens, Yusuf( 2011:269) jenis-jenis risiko audit :

a. Risiko deteksi yang direncanakan, merupakan risiko dimana bukti

audit untuk suatu bagian tidak mampu mendeteksi salah saji yang

dapat di terima.

b. Risiko bawaan, merupakan risiko yang mengukur penilaian auditor

atas kemungkinan terdapat salah saji material dalam pengauditan.

c. Risiko pengendalian, merupakan risiko yang mengukur penilaian

auditor apakah salah saji melebihi jumlah yang dapat diterima dari

bagian peng-auditan akan dapat dicegah dengan tepat waktu.

d. Risiko audit yang dapat diterima, merupakan risiko yang memiliki

tingkat ketersediaan auditor untuk menerima kemungkinan adanya

salah saji dalam laporan keuangan.

Dalam jurnal telah dijelaskan berdasarkan SAS No.99 ada 3 kondisi

penyebab kecurangan terjadi yaitu :


27

a. Manajemen atau karyawan lain yang memiliki insentif ataupun berada

dibawah tekanan untuk melakukan penipuan.

b. Situasi yang ada, misalnya tidak adanya kontrol, ketidakefektifan

kontrol yangdapat memberikan kesempatan si pelaku untuk bertindak

curang.

c. Pihak penipu mampu merasionalisasikan tindak penipuan tersebut

Hal yang diungkapkan oleh SAS No. 99 sama hal nya dengan Konsep Fraud

Triangle yang dicetuskan oleh D.R. Cressey (1953) dalam Louand Wang (2009),

Cressey menyimpulkan terdapat kondisi yang selalu hadir dalam kegiatan

kecurangan perusahaan yakni yaitu tekanan/motif, kesempatan, dan rasionalisasi.

2.1.4.1 Tekanan (Pressure)

Tekanan merupakan pendorong pelaku kecurangan untuk melakukan

Fraud, hal ini disebabkan oleh banyak hal, misalnya masalah finansial sipelaku,

ketidakselarasan antara pekerjaan yang diberikan dengan gaji yang diterima, gaya

hidup mewah, keinginan pelaku yang belum terpenuhi dll. Sama halnya dengan

pengertian tekanan menurut (Salman, 2005) yaitu insentif yang mendorong orang

melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal

keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan

ketidakpuasan kerja.

Tekanan mempunyai2 bentuk yaitu nyata (direct) dan persepsi (indirect).

Tekanan nyata disebabkan kondisi faktual/nyata pelakuyang mendorong untuk

melakukan suatu kecurangan. Kondisi tersebut berupa kebiasaan yang sering


28

berjudi, ketergantungan alkohol atau narkoba dan adanya masalah ekonomi dalam

keluarga. Sedangkan tekanan persepsi merupakan opini berdasarkan hasil

pemikiran pelaku untuk melakukan tindak kecurangan seperti executive need.

2.1.4.2 Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan bisa berasal dari mana saja, baik itu dari luar perusahaan

maupun dari dalam perusahaan (karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut).

Misalnya banyak karyawan bahkan mungkin manajer yang melakukan tindak

kecurangan tersebut. Karena lingkungan perusahaan yang menyalah gunakan

wewenang dan aset perusahaan hal inilah yang memicu banyak pelaku

memanfaatkan peluang yang ada untuk melakukan tindak kecurangan.

Hal diatas lebih dijelaskan kembali oleh Montgomeryet al., (2002) dalam

Rukmawati (2011) kesempatanya itu peluang yang men-yebabkan pelaku secara

leluasa dapat menjalankan aksinya yang di sebabkan oleh pengendalian internal

yang lemah, ketidakdisplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada

mekanisme audit, dan sikap apatis.

2.1.4.3 Rasionalisasi (Rasionalization)

Rasionaliasi merupakan sikap yang ditunjukkan pelaku dengan mencari

pembenaran atau pun membenarkan tindakan yang telah dilaku kannya. Ketika

seseorang telah merasa terdesak karena suatu masalah internal dan disisi lain ada

kesempatan mungkin karena pengendalian intern perusaahaan yang lemah, maka

ketika itu individu akan menyatakan bahwa apa yang telah mereka lakukan itu

benar.
29

Hal ini akan merujuk pada sikap atau karakter pelaku. Sikap atau karakter

merupakan hal yang menyebabkan satu atau lebih individu secara rasional

melakukan tindak kecurangan. Sikap seseorang khususnya manajer perusahaan

merupakan faktor penentu berkembangnya suatu perusahaan. Jika pengendalian

intern perusahaan kuat maka tidak akan ada kesempatan bagi para pelaku untuk

melakukan kecurangan.

2.1.5 Kecurangan (Fraud)

Kecurangan (Fraud) umumnya dapat dilakukan oleh siapa saja dengan

cara yang tidak fair, seperti tindakan berbohong, penipuan, atau tindakan lain

yang menguntungkan diri sendiri dengan tidak mengindahkan kerugian orang

lain. Kecurangan tersebut merupakan tindakan kriminal yang sering melibatkan

perusakan atau menghancurkan terhadap suatu kepercayaan.

Menurut Pollick (2006) regards Fraudasa deliberatemisre presentation,

which causes oneto sufferd amages, usually monetary losses. Dapat diartikan

menurut polick bahwa Fraud merupakan suatu tindakan yang dilakukan satu

orang atau lebih dengan adanya faktor kesengajaan demi mendapat keuntungan

pribadi dengan merugikan orang lain.

2.2.5.1 PengertianFraud

Fraud merupakan tindakan kriminal yang dilakukan seseorang untuk

merugikan orang lain atau pihak ketiga baik pelaku tersebut berasal dari dalam

perusahaan maupun dari luar perusahaan.

Menurut Weirich and Reinstein (2000 cited in Allyne & Howard 2005),

define Fraudas intentional deception, cheating and stealing. Diartikan bahwa


30

Fraud bisa didefinisikan sebagai penipuan, pemalsuan ataupun pencurian data.

Sedangkan pengertian menurut G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph

T.Wells mendefinisikan kecurangan : Fraudis criminal deception inten ded to

financially benefitthe deceiver ( 1993: 3 )

Berdasarkan pengertian yang diungkap akan oleh Joseph T.Wells,

kecurangan adalah tindakan kriminal yang dilakukan demi mendapatkan

keuntungan si pelaku. Kriminal ini berartisetiaptindakankesalahanseriusyang

dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh

manfaat dan merugikan korbannyasecara financial.

Kecurangan mencakup tigalangkah :

a. Tindakan/theact

b. Penyembunyian/theconcealmentdan

c. konversi/the conversion

Contoh langkah kecurangan di atas adalahpencurianatas harta persediaan

adalah tindakan, kemudianpelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut

misalnyadenganmembuatbukti transaksi pengeluaran fiktif. Selanjutnya setelah

perbuatan pencurian dan penyembunyian dilakukan, pelaku akan melakukan

konversi dengan cara memakai sendiri atau menjual persediaan tersebut.

2.1.5.2 Jenis-jenisFraud

Kecurangan bisa dilakukan oleh seseorang di dalam suatu perusahaan

(kecurangan internal) atau oleh seseorang dari pihak luar perusahaan (kecurangan

eksternal). Kecurangan internal dapat di kategorikan:


3
31
1

a. kecurangan pegawai, yang biasanya dilakukan oleh pegawai atau

sekelompok pegawai untuk mengambil keuntungan keuangan,


b. kecurangan laporan keuangan, dilakukan terhadap laporan keuangan

yang secara sengaja dibuat untuk menutupi kesalahan atau kerugian

yang berakibat salahnya informasi keuangan yang diberikan kepada

pihak ketiga, dan


c. kecurangan manajemen, biasanya dilakukan oleh manajemen yang

memiliki wewenang yang cukup tinggi untuk mengacaukan kontrol

internal (Ali Masjono M, 1999).

Risiko kecurangan (Fraudrisk) berkaitan dengan kerugian yang dapat

terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan dan atau moral dan perilaku yang kurang

baik dari manajemen (management Fraud), karyawan (employee Fraud), dan

nasabah (customer Fraud) (Amin Widjaya, 2000). Sedangkan Albrecht et al (1995

cited in Allyne & Howard, 2005:287) mengklasifikasikan kedalam beberapa

kategori sebagai berikut.

Tabel 2.1

Jenis-jenis Fraud

No. JenisFraud Korban Pelaku Penjelasan


1. Embezzlement Karyawan atasan Atasan baik secara
employee atau langsung maupun tidak
occupational langsung melakukan ke-
Fraud curangan pada karya-
wannya.
3
32
2

2. Management Pemegang Manajemen Manajemen puncak


Fraud saham, pemberi puncak menyediakan penyajian
pinjaman dan yang keliru, biasanya
pihak lain yang pada informasi keuangan
mengandalkan
laporan
keuangan

3. Invesment Investor perorangan Individu yang menipu


Scams investor menanamkan
uangnya dalam investasi
yang salah.

4. Vendor Fraud Organisasi atau Organisasi Memasang harga terlalu


perusahaan atau Tinggi untuk barang dan
yang membeli perorangan jasa atau tidak adanya
barang atau jasa yang menjual pengiriman barang
barang atau walaupun pembayaran
jasa telah dilakukan.

5. Customer Organisasi atau pelanggan Pelanggan membohongi


Fraud perusahaan penjual dengan
yang menjual memberikan kepada
barangatau jasa pelanggan yang tidak
seharusnya atau
menuduh penjual
memberikan lebih
sedikit dari yang
seharusnya.

Sumber: Albrechtet al(1995 cited in Allyne&Howard, 2005:287)


3
33
3

Sedangkan jenis-jenis Fraud menurut Karpoff dan Lott (1993),

sebagaimana terdapat dalam Uzunetal (2004) dalam artikel oleh Miminnur,

memperkenalkan empat jenisFraud,yaitu:

a. Fraud of stakeholder: terjadi jika perusahaan bertindak curang

terhadap kontrak yang bersifat eksplisit maupun implicit

dengan supplier, karyawan, franchisees, atau customer selain

pemerintah.
b. Fraud of government: terjadi jika perusahaan melakukan

kecurangan dalam kontrak implisif maupun eksplisit dengan

sebuah badan pemerintahan.


c. Fraud of financial reporting: terjadi jika agen dalam

perusahaan salah dalam menyajikan kondisi keuangan

perusahaan.
d. Regulatory violations: meliputi pelanggaran terhadap

peraturan yang ditetapkan badan pemerintah.

2.1.5.3 Faktor-faktor penyebab Fraud

Pemicu perbuatan Fraud, pada umumnya merupaka ngabungan dari

motivasi dan kesempatan. Motivasi dapat berbentuk kebutuhan ekonomi

kemudian menjadi keserakahan, sedangkan lemahnya pengendalian intern dari

suatu lingkungan yang tidak lagi menghargai kejujuran, memberi kesempatan

untuk berbuat Fraud.

Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan

ekonomi seseorang yang bekerja dalam suatu organisasi atau perusahaan yang
3
34
4

pengendalian internnya lemah, maka motivasi untuk melakukan Fraud semakin

besar.

Terdapat empat faktor pendorong terjadinya Fraud :

a. Greed /keserakahan
b. Opportunity / kesempatan
c. Need / kebutuhan
d. Exposure / pengungkapan

Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan

individu pelaku Fraud atau disebut sebagai faktor individu. Keserakahan dan

kebutuhan merupakan hal yang bersifat sangat personal sehingga sulit untuk dapat

dihilangkan oleh ketentuan perundangan, karena jika sudah butuh, ditambah

motivasi dan sikap serakah maka orang cenderung melanggar ketentuan.

Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan

organisasi korban perbuatan Fraud, atau disebut faktor generik. Adanya

kesempatan mendorong seseorang untuk berbuat Fraud dengan fikiran lain kali

tidak ada kesempatan lagi. Sementara exposure atau pengungkapan berkaitan

dengan proses pembelajaran berbuat curang, karena menganggap sanksi terhadap

pelaku Fraud tergolong ringan.

Keempat faktor penyebab kecurangan yang dijelaskan diatas sama halnya

dengan teori Fraud triangle, dimana seorang Fraudulent akan melakukan

kecurangan jika ada tiga kondisi : tekanan, kesempatan dan rasionalisasi.

2..1.6 Pendeteksian Kecurangan

Sampai saat ini kecurangan masih merupakan momok permasalahan yang

sulit untuk dapat diselesaikan. Telah banyak cara untuk mencegah hal ini terjadi,
3
35
5

tetapi memang tidak dapat di pungkiri bahwa seorang individu memiliki sifat

egois, ingin mengambil untung bagi kepentingan pribadi. Banyak hal dapat

memicu seseorang melakukan kecurangan dalam suatu perusahaan. Misalnya di

dalam perusahaan ada kesenjangan sosial, gaya kepemimpinan yang kurang baik,

seorang manajer yang hanya memberi perintah tanpa mengajarkan sikap yang

baik bagi para pegawainya, selain itu sistem pengendalian intern yang lemah juga

dapat memicu hal tersebut terjadi.

Upaya untuk mengurangi tindakan Fraud dibagi kedalam tiga fase. Pada

fase pertama yaitu fase pencegahan tindakan Fraud.telah dijelaskan sebelumnya

gaya kepemimpinan seorang manajer dan budaya organisasi merupakan faktor

yang mendasar dalam perusahaan untuk menentukan baik tidaknya pengendalian

intern perusahaan. Hal ini pula yang menentukan sikap karyawan didalam

perusahaan, jika suatu perusahaan tidak menanamkan budaya organisasi yang

baik, maka tidak dipungkiri jika kecurangan akan terus terjadi. Selain kedua

faktor tersebut prinsip atau komitmen perusahaan (seperti kejujuran, keterbukaan

satu sama lain) yang telah ditetapkan dan diterapkan juga merupakan faktor

penentu berkembangnya perusahaan. serta hal tersebut menjadikan orang-orang

di dalamnya menjadi individu yang saling terbuka, jujur dan tidak mau

mengambil keuntungan sendiri, tetapi mereka justru bekerjasama untuk

mewujudkan perusahaan yang maju dan berkembang secara murni tanpa

kecurangan.

Fase kedua yaitu pendeteksian tindakan Fraud, dilakukan dengan cara

pengamatan, melakukan tuntutan hukum, penegakan etika dan kebijakan atas


3
36
6

tindakan Fraud (Nelly, 2010). Sedangkan menurut Singleton (2010), hal lain

yang dapat mengurangi tindakan Fraud adalah memberikan penghargaan kepada

karyawan yang telah berkontribusi dalam mendeteksi perilaku kecurangan serta

menegakkan budaya anti Fraud. Fase terakhir yaitu penginvestigasian Fraud.

Tahap pendeteksian Fraud berbeda dengan penginvestigasian Fraud. Jika pada

tahap pendeteksian hanya mengidentifikasi gejala yang sering terjadi dan

mengarah pada tindakan Fraud, sedangkan tahap penginvestigasian menentukan

siapa pelaku, bagaimana motif mereka melakukan tindakan tersebut, kapan

melakukannya, dan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Pada tahap ini

lebih detail dan lebih lengkap untuk penelusuran untuk menyelesikan kecurangan

tersebut. Pengertian kecurangan laporan keuangan menurut Beasly (1996) adalah

di batasi oleh duatioe. Adapun tipe-tipe tersebut adalah :

1. Tipe pertama termasuk kejadian dimana manajemen secara sengaja

mengeluarkan informasi laporan yang secara material menyesatkan

bagi para pemakai eksternal.


2. Tipe kedua termasuk adanya ketidaktepatan asset oleh top

manajemen. Arens dan Loebecke (1996) mengatakan bahwa

kekeliruan (error) merupakan salah saji yang tidak disengaja dan

ketidakberesan (irregularities) merupakan salah saji yang disengaja.

Adapun bentuk kecurangan yang dinyatakan dalam SA seksi 316,

bahwa ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan

auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, salah

saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam laporan

keuangan dan kecurangan yang timbul dari perlakuan tidak


3
37
7

semestinya terhadap aktiva. Adapun masing-masing tipe salah saji

seperti yang dijelaskan dalam SA seksi 316, sebagai berikut :

1. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan

keuangan Adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja

jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk

mengelabui pemakai laporan keuanan. Kecurangan dalam

laporan keuangan dapat mencakup tindakan sebagai berikut :

(a) Manipulasi, adalah pemalsuan atau perubahan catatan

akuntansi atau dokumen pendukung lainnya yang

menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.

(b) Representasi yang salah dalam atau menghilangkan dari

laporan keuangan, peristiwa, transaksi atau informasi

signifikan, dan

(c) Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang

berkaitan dengan jumlah klasifikasi, cara penyajian, atau

pengungkapan.

2. Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap

aktiva ( penyalahgunaan atau penggelapan ) Adalah salah saji

yang berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat

laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum. Perlakuan tidak semestinya

terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara


3
38
8

termasuk penggelapan tanda terima barang / uang, pencuri

anaktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar

harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas.

Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai

dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan

dapat menyangkut satu atau lebih individu diantara

manajemen, karyawan atau pihak ketiga. Klasifikasi terjadinya

kecurangan tergantung pada kreativitas pelaku kecurangan.

Schulzedan Daviel L. Black ( dalam Media Akuntansi, 2000 )

menggolongkan jenis kecurangan kedalam dua kelompok yaitu

kecurangan manajemen dan kecurangan karyawan.

1. Kecurangan manajemen

Kecurangan manajemen meliputi suatu tindakan dengan

sengaja membuat laporan keuangan yang akhirnya bisa

menuju bisa dimasukkanya jumlah angka yang palsu atau

dihapuskannya perkiraan atau catatan dalam laporan

keuangan. Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi

kecurangan manajemen adalah sebagai berikut :

a. Sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk

bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau

kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan. Dalam


3
39
9

hal ini yang menerima keuntungan langsung adalah

pihak perusahaan dan pelaku kejahatan.


b. Sengaja distorsi laporan keuangan untuk penyamaran

tindakan kecurangan. Bila para pemakai atau

kelompok disesatkan terhadap hasilnya, maka hal ini

bisa insidentil terhadap tujuan awal atau bentuk

tindakan terpisah dari tindakan kecurangan. Dalam hal

ini yang diuntungkan tetap pihak perusahaan dan

pelaku kejahatan.

2. Kecurangan karyawan

Kecurangan karyawan yang paling umum adalah daftar

gaji palsu ( false Payroll ), penjual palsu ( falsevendor ),

transfer cek palsu ( checkkitting ) lapping dan persediaan

palsu ( inventory scheme ). Sedangkan kecurangan dapat

dilakukan melalui dua cara, yaitu :

a. kecurangan yang dilakukan melalui sistem akuntansi,

kecurangan melalui cara ini biasanya dilakukan

dengan cara merubah dokumen, memalsukan

dokumen atau menghilangkan dokumen.


b. kecurangan yang dilakukan tidak melalui sistem

akuntansi, biasanya tidak mempunyai catatan sama

sekali auditor diharapkan dapat memahami bentuk-

bentuk kecurangan yang dilakukan organisasi maupun

individu dalam organisasi, karena hal ini berhubungan


4
40
0

dengan pekerjaan audit untuk dapat mendeteksi segala

bentuk kecurangan dalam laporan keuangan.

International Standards on Auditing (ISA) seksi 240 The Auditors

Responcibility to Consider Fraudinan Audit of Financial Statements Paragraf 6

mendefinisikan fraud sebagai ..tindakan yang disengaja oleh anggota

manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan,

karyawan atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk

memperoleh keuntungan yang tidak adil atau ilegal. Sedangkan dalam Standar

Auditing yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan

Publik ( IAI KAAP ) fraud didefinisikan sebagai kecurangan. Dalam kaitannya

dengan pelaporan keuangan, auditor berkepentingan untuk menguji apakah suatu

tindakan yang mengandung fraud mengakibatkan salah saji ( misstatement )

dalam pelaporan keuangan.

Kecurangan yang terjadi dalam laporan keuangan pada umumnya

disebabkan oleh lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Pengaruh

lingkungan internal umumnya terkait antara lain dengan lemahnya pengendalian

internal, lemahnya perilaku etika manajemen atau faktor liku

iditassertaprofitabilitasentitas yang bersangkutan. Sedangkan pengaruh

lingkungan eksternal umumnya terkait antara lain dengan kondisi entitas secara

umum, lingkungan bisnis secara umum, maupun pertimbangan hukum dan

perundang-undangan.

Meskipun kecurangan atau fraud merupakan konsep hukum yang luas,

kepentingan auditor ( independen ) berkaitan secara khusus terhadap tindakan

fraud yang berakibat terhadap salah saji material di dalam laporan keuangan.
4
41
1

Berdasarkan sifatnya, fraud dapat dikategorikan menjadi :

1. Pelaporaan keuangan yang mengandung kecurangan (fundamental

financial reporting), yang timbul dari pengakuan pendapatan yang

tidak tepat, lebih saji ( overstatement ) aktiva, atau kurang saji

(understatement) kewajiban.
2. Penyelewengan aktiva (misappropriation of assets), termasuk

penggelapan, fraud dalam penggajian, pencurian pihak eksternal.


3. Penyimpangan keuangan oleh manajemen
4. Kecurangan melalui penghindaran beban, misal fraud dalam pajak,

mengatur pendapatan untuk menghindari pajak.


5. Pengeluaran atau timbulnya kewajiban yang tidak pada tempatnya

misalnya penyuapan.

Ada beberapa faktor utama yang merupakan penyebab timbulnya fraud

yaitu

antara lain :

(1) Adanya kerja sama dengan pihak ketiga,


(2) Adanya kerja sama antara karyawan perusahaan,
(3) Adanya internal control yang kurang memadai,
(4) Kurangnya kesadaran terhadap perbuatan yang salah dan
(5) Adanya perbedaan dalam etika bisnis. Selain itu, pada umumnya

juga fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara

bersamaan, yaitu :
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud.
2. Peluang untuk melakukan fraud.
3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.

Ketiga faktor tersebut saling berkaitan atau dikatakan sebagai segitiga fraud.

2.1.7 Fraud Laporan Keuangan

Tujuan jangka pendek perusahaan adalah memaksimalkan laba, yaitu

dengan cara meningkatkan pendapatan atau menekan biaya / kewajiban. Atas


4
42
2

dasar inilah perusahaan ingin terlihat mempunyai kinerja yang baik. Kecurigaan

fraud atas laporan keuangan dapat dibangun dari dasar tersebut. Dengan kata

lain, motif untuk melakukan fraud berasal dari internal perusahaan.

Menurut Ferdian & Naim ( 2006 ), kecurangan dalam laporan keuangan

dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini:

1. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau

dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian

laporan keuangan.
2. Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan,

peristiwa, transaks iatau informasi lain yang signifikan.


3. Salah penerapan secara sengaja atas prinsip akuntansi yang berkaitan

dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapannya.

Fraud dalam pelaporan keuangan biasanya juga berbentuk salah saji atau

kelalaian yang disengaja baik dalam jumlah maupun pengungkapan pos-pos

dalam pelaporan keuangan untuk menyesatkan pemakai informasi laporan

keuangan tersebut. Fraud laporan keuangan dapat dibedakan antara yang sifatnya

inklusif dan eksklusif ( Dooley dan Skala k,2006 ). Fraud dianggap sebagai

inklusif apabila laporan keuangan mengandung transaksi atau nilai yang tidak

benar. Sedangkan fraud yang dianggap eksklusif cenderung menghilangkan

transaksi yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan. Fraud yang

inklusif lebih banyak ditemukan dalam praktik. Contoh fraud yang inklusif

adalah over stated dari piutang dagang akan berdampak pada pos pendapatan.

Faktor yang membedakan antara fraud dan kekeliruan adalah baik faktor

kesengajaan maupun ketidaksengajaan yang berakibat keterjadian salah saji di

dalam laporan keuangan. Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan
4
43
3

pertimbangan auditor independen tentang fraud dalam audit atas laporan

keuangan, adalah sebagai berikut :

1. Salah saji yang timbul dari fraud ( kecurangan ) didalam laporan

keuangan,

Yaitu salah saji atau penghilangan dengan sengaja jumlah satuan

moneter atau pengungkapan di dalam laporan keuangan untuk

mengelabui pengguna laporan keuangan.

2. Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva

(penyalahgunaan /penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva

entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan

prinsip akuntansi umum yang berlakudi Indonesia.

2.1.8 Peran dan Tanggung Jawab Auditor Eksternal Dalam Mendeteksi

Fraud

Dalam melaksanakan perandan tanggung jawab profesionalnya seorang

eksternal auditor dibatasi oleh standar-standar auditing yang berlaku di

Indonesia, khususnya :

SA Seksi 110 (PSA 02) Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor

Independen
SA Seksi 312 (PSA 25) Risiko Audit dan Materialitas dalam

Pelaksanaan Audit
SA Seksi 316 (PSA 70) Pertimbangan atasKecurangan dalam Audit

Laporan Keuangan.
SA Seksi 317 ( PSA 31 ) Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Oleh

Klien
SA Seksi 333 (PSA 17 ) Representasi Manajemen
4
44
4

Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit

untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas

dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.

pernyataan ini diungkapkan dalam SA Seksi 110 Tanggung jawab dan fungsi

auditor Independen. Tanggung jawab auditor eksternal dalam mendeteksi fraud

tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam SA Seks i316 Pertimbangan atas

Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Suatu kecurangan dapat berakibat

pada salah saji (misstatement) yang bentuknya, antara lain :

Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan


Salah saji yang timbul dari perlakukan tidak semestinya terhadap aktiva

Berdasarkan SA Seksi 316 tersebut, auditor eksternal harus secara khusus

menaksir risiko salah saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari

kecurangan dan harus memperhatikan taksiran risiko ini dan mendesain prosedur

audit yang akan dilaksanakan. Prosedur audit mungkin akan berubah, bila ada

risiko fraud. Misalnya, bukti audit yang dikumpulkan mungkin lebih banyak dan

bukti audit tersebut ditekankan pada bukti yang diperoleh dari sumber

independen di luar perusahaan. Selain itu, pengujian mungkin lebih difokuskan

pada pengujian yang dilaksanakan mendekati tanggal neraca. Semua hal tersebut

dilakukan untuk menentukan dampak potensial fraud terhadap kewajaran laporan

keuangan.

Dalam SA Seksi 317 mengenai unsur tindakan pelanggaran hukum oleh

klien, dijelaskan bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum

( termasuk yang wujudnya fraud ) maka auditor akan mengumpulkan informasi


4
45
5

tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran dan dampak

potensialnya terhadap laporan keuangan. Terungkapnya fraud, yang berdampak

pada denda dan kerugian, harus diungkapkan secara memadai dalam laporan

keuangan. Lebih jauh lagi, fraud dapat memiliki dampak yang material terhadap

kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sedemikian rupa sehingga

auditor eksternal tidak dapat memberikan pendapatwajar tanpa pengecualian.

Auditor perlu meminta pernyataan dari manajemen akan informasi

tentang kecurangan yang berdampak material atas laporan keuangan. Bahkan

idealnya, seperti yang diatur dalam standar auditing USA yaitu AU Section 333,

Management Representations, terdapat pernyataan manajemen bahwa

manajemen bertanggung jawab atas desain dan implementasi program dan

pengendalian untuk mencegah dan mendeteksi fraud.

Perlu ditekankan bahwa walaupun auditor bertanggung jawab untuk

merancang dan melaksanakan auditnya guna memperoleh keyakinan memadai

bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, termasuk salah saji yang

timbul dari fraud, namun karena tingginya tingkat kompleksitas fraud, auditor

eksternal tidak dapat diharapkan untuk memberikan jaminan mutlak bahwa salah

saji karena fraud tersebut akan terdeteksi, sebagaimana disebutkan dalam SA

Seksi 110.

Ada beberapa keterbatasan auditor eksternal dalam mendeteksi salah saji

yang timbul dari fraud. Audit dan review yang dilakukan oleh auditor eksternal

terhadap laporan keuangan perusahaan bertujuan untuk menentukan apakah

laporan keuangan perusahaan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang

material berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.


4
46
6

Penentuan apakah suatu laporan keuangan telah disajikan secara wajar

pada umumnya dilakukan melalui pengujian ( testing ) terhadap sejumlah sampel

dan bukan pengujian terhadap keseluruhan populasi. Dengan pengujian secara

sampling, maka tidak dapat dihindari risiko adanya salah saji yang tidak

terdeteksi, salah satunya karena penggunaan samplingrisks.

Kemampuan auditor eksternal dalam mendeteksi fraud, bergantung pula

pada kecanggihan pelaku fraud, frekuensi dari manipulasi, tingkat kolusi dan

ukuran senioritas yang dilibatkan, karena semakin tinggi tingkat kolusi dalam

fraud dan semakin tinggi tingkat manajemen yang terlibat dalam fraud ini,

semakin sulit pula untuk mendeteksi fraud tersebut oleh auditor eksternal.

Masyarakat sangat mengharapkan sekali kepada auditor untuk

megungkapkan adanya fraud dalam laporan keuangan suatu perusahaan, namun

auditor pun memiliki keterbatasan dalam mengungkapkan fraud. Dengan

demikian, terjadi kesenjangan atau expectationgap antara masyarakat yang

berharap agar auditor dapat mengungkapkan semua fraud yang terjadi dalam

laporan keuangan dan kenyataan bahwa auditor memiliki keterbatasan dalam

mendeteksi fraud.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam perusahaan agar tingkat

kemungkinan dideteksinya fraud lebih besar, yaitu :

1. Adanya diskusi antar anggota tim audit tentang kemungkinan risiko

fraud

sekarang menjadi wajib.

2. Semua pihak agar mengidentifikasi fraud.


4
47
7

3. Adanya respon yang lebih komprehensif dan terintegrasi terhadap

risiko fraud.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan auditor dalam mendeteksi fraud

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana auditor dapat berkomunikasi dengan efektif sehingga pihak

klien lebih termotivasi untuk menyumbangkan informasi tentang fraud.

Dengan perkataan lain, diskusi ini merupakan langkah awal bagaimana

auditor mendapatkan informasi mengenai fraud.


2. Auditor menerapkan unsur unpredictability (tidak dapat ditebak )

dalam prosedur auditnya, misalnya mengacak sifat, jadwal dan sampel

pengujiannya.
3. Auditor perlu mengasah sensivitasnya akan hal-hal yang sifatnya tidak

lazim yang boleh jadi merupakan indikasi akan terjadinya fraud.

Misalnya memeriksa manual journal entry, auditor melihat adanya

angka yang secara ganjil jumlahnya bulat; sewaktu dicek lebih lanjut

ternyata benar bahwa angka tersebut merupakan angka yang di markup

dengan cara dibulatkan keatas.


4. Dalam menjalankan jasa profesionalnya, auditor perlu menerapkan

praktik-praktik manajemen risiko secara lebih baik. Sebagai contoh,

auditor akan melakukan penilaian, berdasarkan kriteria tertentu, atas

hal-hal sebagai berikut :


(1) Apakah auditor dapat menerima suatu entitas sebagai kliennya,
(2) Apakah auditor dapat melanjutkan hubungan professional dengan

kliennya dari satu periode ke periode berikutnya,


(3) Apakah auditor dapat menerima suatu penugasan tertentu dari

kliennya. Dengan perkataan lain, bila auditor meragukan

integritas dari manajemen suatu entitas, atau berdasarkan


4
48
8

pengalaman entitas tersebut rentan terhadap fraud, makaa uditor

dapat memutuskan untuk secara professional tidak menerima

entitas tersebut sebagai kliennya.

Fraud dapat dideteksi bukan hanya melalui proses audit oleh akuntan

publik saja tetapi secara lebih komprehensif melalui fraud deterrencecycle yang

melibatkan manajemen, internal auditor, auditor eksternal dan auditor forensik.

Analisis atas corporate reporting value chain mendukung pandangan bahwa

auditor hanyalah salah satu bagian dalam matarantai pelaporan perusahaan (

termasuk pelaporan keuangan ) dan pencegahan dan pendeteksian fraud akan

membutuhkan kerjasama dari para partisipan atau bagian-bagian lain dari

matarantai ini.

Pihak-pihak yang ikut menanggung beban dalam mendeteksi adanya

fraud ini mencakup, manajemen, dewan direksi, penyusun standar, dan regulator,

yang merupakan tokoh-tokoh penting dalam penegakan corporate governance

dan masing-masing memiliki tanggung jawab tersendiri dalam memastikan

bahwa pasar finansial investor dan pemakai laporan keuangan lainnya terpenuhi

kebutuhannya. Dengan kata lain pihak-pihak tersebut bersama pihak lainnya

merupakan corporate reporting supply chain.

Berdasarkan konsep tersebut, auditor hanyalah salah satu bagian saja

yang terkait dalam mendeteksi adanya fraud dalam laporan keuangan. Sehingga

laporan keuangan yang dihasilkan adalah laporan keuangan yang akurat, tepat

waktu dan relevan kepada masyarakat yang membutuhkannya.


4
49
9

Komite audit harus tanggap dan bersikap transparan terhadap kepada

auditor terutama untuk hal-hal yang bersifat rentan terhadap fraud. Dengan

transparansi dan komunikasi yang efektif dengan pihak auditor beban yang

mereka tanggung, termasuk beban risiko terjadinya fraud, terasa berkurang.

Pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah

dilaksanakan oleh auditor. Terjadinya kecurangan atau fraud sebenarnya berbeda

dengan kekeliruan. Menurut Loebbecke et al. (1989), kecurangan lebih sulit

untuk dideteksi karena biasanya melibatkan penyembunyian ( concealment ).

Penyembunyian tersebut terkait dengan catatan akuntansi dan dokumen yang

berhubungan, dan hal ini juga berhubungan dengan tanggapan pelaku kecurangan

atas permintaan auditor dalam melaksanakan audit. Jika auditor meminta bukti

transaksi yang mengandung kecurangan, pelaku kecurangan akan memberi

informasi palsu atau informasi yang tidak lengkap. John sonetal.(1991)

menyebutkan ada tiga taktik yang digunakan manajer untuk mengelabui auditor.

Taktik pertama adalah membuat deskripsi yang menyesatkan (seperti

mengatakan perusahaan yang sedang mengalami penurunan), agar menyebabkan

auditor menghasilkan ekspektasi yang tidak benar sehingga gagal mengenali

ketidakkonsistenan. Taktik kedua, adalah menciptakan bingkai (frame) sehingga

menimbulkan hipotesis tidak adanya ketidakberesan untuk evaluasi

ketidakkonsistenan yang terdeteksi. Taktik ketiga, yaitu menghindari untuk

memperlihatkan ketidakpantasan dengan membuat serangkaian manipulasi kecil

(secara individu tidak material) atas akun-akun tertentu dalam laporan keuangan

sehingga membentuk rasionalisasi atas jumlah saldo yang dihasilkan. Dengan

ketiga taktik ini, manajemen klien akan berhasil bila auditor menggunakan cara
5
50
0

sederhana melalui representasi tunggal dalam menginterpretasikan

ketidakkonsistenan yang terdeteksi. Hasil penelitian Jamaletal.(1995)

menunjukkan bahwa sebagian besar auditor (dalam penelitian ini menggunakan

partner) tidak mampu mendeteksi kecurangan atau fraud dengan baik. Walaupun

motivasi, pelatihan dan pengalamannya memadai, para partner yang diuji dapat

dikelabui oleh frame dari manajemen klien.

Ketidakmampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan atau fraud ini

ada hubungannya dengan keahlian yang dibentuk oleh pengalaman yang relevan

dengan kecurangan. Kecurangan atau fraud itu sendiri frekuensi terjadinya jarang

dan tidak semua auditor pernah mengalami kasus terjadinya kecurangan,

sehingga pengalaman auditor yang berkaitan dengan kecurangan atau fraud tidak

banyak.

2.1.9 Profesionalisme

Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi

merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan

profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat

suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Kalbers dan Fogarty, 1995

dalam Herawaty dan Susanto, 2009). Istilah profesionalisme berasal dari kata

profesi yang berarti suatu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan, mencakup

ilmu pengetahuan, keterampilan dan metode. Profesional suatu kemampuan yang


5
51
1

dilandasi oleh tingkat pengetahuan yang tinggi dan latihan khusus, daya

pemikiran yang kreatif untuk melaksanakan tugas-tugas yang sesuai dengan

bidang keahlian dan profesinya Aryawan (2010). Hardjana (2002) memberikan

pengertian bahwa profesional adalah orang yang menjalani profesi sesuai dengan

keahlian yang dimilikinya. Dalam hal ini, seorang profesional dipercaya dan

dapat diandalkan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga dapat berjalan

lancar, baik dan mendatangkan hasil yang diharapkan.

Menurut Hall (1998) dalam Astriyani (2007) terdapat lima dimensi

profesionalisme,yaitu:

a) Pengabdian pada profesi


Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme

dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimilki.

Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan

ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang

total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan,

bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah

menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang di

harapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian

materi.
b) Kewajiban Sosial
Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan

profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun

profesional karena adanya pekerjaan tersebut.


c) Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang

profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan


5
52
2

dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap

ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian

secara profesional.
d) Keyakinan pada profesi
Keyakinan pada profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling

berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi,

bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang

ilmu dan pekerjaan mereka.


e) Hubungan dengan sesama profesi
Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi

sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok

kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan

profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional.

2.19.1 Pengertian Profesionalisme

Secara harfiah kata profesionalisme berasal dari kata profesi. Profesi

berasal dari kata profession (Inggris) yang berasal dari bahasa Latin profesus

yang berarti mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan. Dalam Websters

New World Dictionary ditemukan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan

yang menuntut pendidikan tinggi, dalam liberalarts atau scince dan biasanya

meliputi pekerjaan mental yang ditunjang oleh kepribadian dan sikap profesional.

Profesionalisme adalah seseorang yang mampu menguasai ilmu

pengetahuan secara mendalam, mampu melakukan kreativitas dan inovasi atas

bidang yang digelutinya, serta mampu berpikir positif dengan menjunjung tinggi

etika dan integritas profesi (BPKP, 2012). Profesionalisme untuk orang

profesional akan menjadi lebih penting jika profesionalisme terkait dengan hasil
5
53
3

kerja individu, sehingga dapat memberikan kontribusi yang baik bagi perusahaan

atau organisasi profesi (Kalber dan Fogarty, 1995).

Novin dan Tucker (1996) dalam Siahaan (2009:14) mengidentifikasikan

profesio-nalisme sebagai penguasaan di bidang keahlian (skill), pengetahuan

(knowledge), dan karakteristik (characteristics). Penguasaan ketiga hal ini

dapat dikatakan sebagai suatu keharusan bagi auditor dalam melakukan

pekerjaannya. Profesionalisme yang dimiliki auditor menjadi begitu penting

untuk diterapkan dalam melaksanakan pengawasan karena akan memberi

pengaruh pada peningkatan kinerja sehingga harapan masyarakat terhadap

tuntutan transparansi dan akuntabilitas akan terpenuhi. Sedangkan menurut

Yamin (2007:3) profesimempunyai pengertian seseorang yang menekuni

pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan

intelektualitas.

Jasin Muhammad yang dikutip oleh Namsa (2006:29), beliau

menjelaskan bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam

melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi

serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang

ahli. Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa didalam suatu pekerjaan

profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan

intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli. Adapun mengenai kata

Profesional,Usman (2006:14) memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu

pekerjaan yang bersifat professional memerlukan beberapa bidang ilmu yang

secara sengaja harus dipelajari dan kemudian di aplikasikan bagi kepentingan

umum. Kata prifesional itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian
5
54
4

dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti

guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat

profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang

khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka

yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Penelitian Armstrong dan

Vincent (1988) dalam Ikhsan (2007) mengemukakan bahwa profesi harus

didasari oleh profesional dan keahlian, profesional memerlukan extensive

training dan training tersebut dalam akademik atau teoritical, misal job training

dan pengalaman. Sedangkan keahlian atau special knowledge dibutuhkan

pengakuan dalam bentuk sertifikasi. Seorang yang professional didalam

melakukan suatu profesi biasanya akan memiliki motivasi yang tinggi.

Sedangkan mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu

pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu

yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan

khusus (Arifin, 2008:18). Menurut Tjipto hadi dalam Noor (2005),

profesionalisme dari pengertian bahasanya bisa mempunyai beberapa makna.

Pertama, profesionalisme berarti suatu keahlian, mempunyai kualifikasi tertentu,

berpengalaman sesuai bidang keahliannya, atau memperoleh imbalan karena

keahliannya. Seseorang bisa dikatakan professional apabila telah mengikuti

pendidikan tertentu yang menyebabkan mempunyai keahlian atau kualifikasi

khusus. Kedua, pengertian profesionalisme merujuk pada suatu standar pekerjaan

yaitu prinsip-prinsip moral dan etika profesi. Prinsip-prinsip moral, seperti

halnya norma umum masyarakat, mengarahkan akuntan agar berperilaku sesuai

dengan tatanan kehidupan seorang profesional. Ketiga, profesional berarti moral.


5
55
5

Kadar moral seseorang yang membedakan antara auditor satu dengan auditor

lainnya. Moral seseorang dan sikap menjunjung tinggi etika profesi bersifat

sangat individual.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu

jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu

jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan

professional. Dengan demikian, profesionalisme auditor adalah auditor yang

memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang auditing serta telah

berpengalaman dalam melakukan tugas audit sehingga ia mampu melakukan

tugas dan fungsinya sebagai auditor dengan kemampuan yang maksimal serta

memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh

Ikatan Akuntan Publik (IAI).

2.1.9.2 KonsepProfesionalisme

Menurut Hall (1968) dalam Febrianty (2012), ada lima konsep mengenai

profesionalisme, yaitu :

1) Komunitas afiliasi (community affiliation,


2) Kebutuhan autonomi (autonomy demand),
3) Keyakinan terhadap peraturan sendiri (self regulation),
4) Dedikasi terhadap profesi (dedication),
5) Kewajiban social (sosial obligation).

Profesionalisme terdiri dari dua aspek yaitu aspek struktural dan aspek

sikap. Aspek struktural yang karakteristiknya merupakan bagian dari

pembentukan sekolah penelitian, pembentukan asosiasi profesional dan

pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap atau perilaku berkaitan dengan

pembentukan jiwa profesionalisme.


5
56
6

Komunitas afiliasi (community affiliation) yaitu hubungan yang

dibangun melalui ikatan profesi sebagai suatu acuan, yang di dalamnya terdapat

organisasi formal dan kolega-kolega informal sebagai sumber ide utama

pekerjaan. Sehingga terbangun kesadaran profesi melalui ikatan profesi tersebut.

Kebutuhan autonomi (autonomy demand) yaitu pandangan bahwa

dibutuhkan suatu kemandirian dalam melaksanakan tugas profesional.

Kemandirian yang dimaksud disini adalah pengambilan keputusan sendiri tanpa

ada tekanan dan pihak lain (pemerintah, klien dan pihak yang bukan anggota

profesi). Akan sulit mewujudkan kemandirian dalam pelaksanakan tugas ketika

berada dalam tekanan dan pihak luar atau pengawasan secara ketat. Dalam situasi

khusus dibutuhkan kebebasan untuk melakukan yang terbaik menurut karyawan

sebagai wujud kemandirian. Profesional cenderung mengendalikan kerja dan

pengetahuan teoritis mereka agar terhindar adanya intervensi dan luar.

Keyakinan terhadap peraturan sendiri (self regulation) merupakan

keyakinan bahwa yang benar-benar memahami sebuah profesi adalah anggota

profesi itu sendiri, bukan orang diluar profesi tersebut. Keyakinan ini didasarkan

pada asumsi bahwa sebuah profesi dilandasi oleh pengetahuan dan kompetensi

profesional masing-masing. Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan

teoritis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada

pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik.

Dedikasi terhadap profesi (dedication) direalisasikan pada kesungguhan

dalam menggunakan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki secara profesional.

Sikap dedikasi merupakan sikap kerja yang penuh totalitas dengan komitmen
5
57
7

pribadi yang kuat, keteguhan dalam melaksanakan tugas profesionalnya

meskipun imbalan atau kompensasi ektrinsik berkurang. Sikap dedikasi lebih

mengutamakan aspek kepuasan rohani dibanding kepuasan atau imbalan materiil.

Kewajiban sosial (sosialobligation) merupakan pandangan bahwa

sebuah profesi memiliki peran penting dan bermanfaat bagi masyarakat dan

profesional. Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise,

dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap

sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.

Seorang professional memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya,

sehingga harus bekerja berdasarkan komitmen profesional.

Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan

mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI, antara lain :

a) Prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari

perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam

terminologi filosofi,
b) Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang

ditetap kan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu

keharusan,
c) Inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi

para praktisi harus memahaminya, dan


d) Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus

tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan

proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.


5
58
8

Dalam penelitian ini konsep profesionalisme yang digunakan adalah

konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka

yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Dengan anggapan bahwa sikap

dan perilaku mempunyai hubungan timbal balik. Perilaku profesionalisme

merupakan cerminan dari sikap profesionalisme, demikian pula sebaliknya sikap

profesional tercermin dari perilaku yang profesional.

Hall R (Syahrir,2002:23) mengembangkan konsep profesionalisme dari

level individual yang digunakan untuk profesionalisme eksternal auditor,

meliputi lima dimensi :

1. Pengabdian pada profesi (dedication), yang tercermin dalam dedikasi

profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang

dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total

terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan

bukan sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri

secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi

utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian

kepuasan material.
2. Kewajiban sosial (Sosial obligation), yaitu pandangan tentang

pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh

masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut.


3. Kemandirian (autonomy demands), yaitu suatu pandangan bahwa

seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa

tekanan dari pihak yang lain.


4. Keyakinan terhadap peraturan profesi (beliefinself-regulation), yaitu

suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan


5
59
9

profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang

tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.


5. Hubungan dengan sesama profesi (Professional community affiliation),

berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi

formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide

utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun

kesadaran profesinya.

Penelitian dengan menggunakan dimensi profesionalisme seperti

tersebut diatas belum diteliti secara lebih luas, tetapi bebera penelitian empiris

mendukung bahwa profesionalisme adalah bersifat multidemensi walaupun

tidak selalu identik bila diterapkan pada anggota kelompok yang berbeda.

Belum diperoleh pengertian yang memadai mengenai apayang sebenarnya

terjadi pada seorang auditor profesional pada saat mereka menggunakan

pertimbangan mereka dalam membuat keputusan yang penting, ditengah-tengah

tekanan, hambatan, dan kesempatan dalam lingkungan kehidupan mereka

sehari-hari. Michael Gibbins (1984) berusaha meneliti mengenai bagaimana

cara kerja pertimbangan profesional dalam akuntan publik secara psikologis,

dan menemukan bahwa PJPA (Professional Judgment Public Accounting)

adalah proses yang pragmatik. Suatu proses melalui faktor-faktor berupa

pengalaman sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan menghadapi

lingkungan yang penuh tuntutan, menjalani hidup hari demi hari, menghasilkan

uang, pembenaran terhadap tindakan, merespon terhadap motivasi dari kantor

tempat bekerja dan belajar dari feedback atau tidak belajar dari kesalahan.
6
60
0

2.1.10 Pengalaman Auditor

Menurut Bouwmandan Bradley (1997) pengalaman merupakan

lamanya waktu dalam bekerja di bidangnya. Manfaat pengukuran pengalaman

didasarkan pada asumsi bahwa dengan mengerjakan suatu tugas berulangkali,

maka akan memberikan kesempatan mengerjakannya dengan lebih baik.

Pengalaman yang bersifat umum sepertinya lamanya bekerja disuatu

perusahaan tidak menjamin telah memiliki pengalaman yang khusus terhadap

tugas-tugas tertentu. Karena yang utama adalah berkaitan dengan pengalaman

dalam menjalankan tugas khusus (task-specific experience), bukan dalam arti

pengalaman secara umum.

Carpenteretal.(2002) mendefinisikan pengalaman sebagai praktek

atau pelatihan feedback. Pengalaman dengan suatu kejadian membuat

kejadian tersebut tersedia di dalam memori. Kemungkinan penilaian oleh

seseorang bahwa kecurangan yang dilakukan seharusnya secara langsung

berkaitan dengan apakah individu tersebut dengan mudah mengingat kembali

contoh-contoh kecurangan dalam lingkungannya. Auditor dalam lingkungan

audit normal jarang menghadapi kecurangan. Hal ini mengakibatkan auditor

menilai kemungkinan kecurangan yang ada lebih kecil dari pada auditor

magang yang memiliki pengalaman (dalam hal ini berarti praktek atau

pelatihan dengan feedback) kecurangan. Auditor magang yang memiliki

praktek atau pelatihan dan feedback dalam kecurangan lebih mudah

mengingat contoh kecurangan dalam pikirannya dan akan menilai

kemungkinan kecurangan lebih tinggi dari pada auditor yang pengalaman


6
61
1

(diukur dalam tahun atau lamanya bekerja) audit laporan keuangan. Payne dan

Ramsay (2005) mendefinisikan pengalaman dengan lamanya bekerja, yang

ditunjukkan dengan level staf auditor dan senior auditor.

Sama seperti standar audit lain baik untuk sektor swasta maupun

standar di negara lain, Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP,2001)

sendiri mengatur mengenai auditor yang akan melakukan / melaksanakan

audit dalam standar umum pertamanya, yang berbunyi: Audit harus

dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis

yang cukup sebagai auditor (SPAP;SA Seksi210:01). Pencapaian keahlian

tersebut dimulai dengan pendidikan formal yang diperluas dengan

pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktek audit. Untuk memenuhi

persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan

teknis yang cukup. Pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis

maupun pendidikan umum. (SPAP;SA Seksi 210:03). Pendidikan formal dan

pengalaman profesional auditor independen akan melengkapi satu sama lain.

Arens (2010) menginterpretasikan standar umum pertama Generally

Accepted Auditing Standards (GAAS) yang berbunyi kurang lebih sama,

sebagai auditor harus memiliki pendidikan formal akuntansi dan auditing,

pengalaman praktek audit yang cukup serta pendidikan profesi yang

berkelanjutan. Bahkan kasus yang ada diperadilan belakangan ini secara jelas

menunjukkan bahwa auditor harus berkualifikasi secara teknis dan

berpengalaman dalam dunia industri klien yang diaudit.


6
62
2

Di negara Amerika sendiri, AICPA sejak tahun 2000 telah

mensyaratkan bahwa seseorang yang akan menjadi Certified Public

Accountant (CPA) atau akuntan publik bersertifikat telah memiliki pendidikan

dibidang akuntansi dengan jumlah kredit minimal 150 SKS. Bahkan

dibeberapa negara bagiannya mensyaratkan CPA untuk mempunyai

pengalaman tertentu, biasanya satu atau dua tahun praktik pengalaman kerja

dengan kantor akuntan (Guy,2002).

Tidak berbeda jauh dari SPAP, Stndar Pemeriksaan Keuangan

Negara (SPKN,2007) juga meletakkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman

sebagai stndar umum pertama, yang menyebutkan :Pemeriksa secara

kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk

melaksanakan tugas pemeriksaan.

Sementara itu dalam Standar Akuntansi dijelaskan bahwa terdapat

beberapa faktor yang berpengaruh pada pengalamanya itu :

a) Faktor Pendidikan Formal


Auditor tidak dapat memenuhi persyaratan keahlian jika ia tidak

memiliki pendidikan serta pengalaman yang memadai dibidang

auditing (SASeksi210:02).
b) Faktor Pengalaman dalam Praktik Audit
Pencapaian keahlian auditor diperluas melalui pengalaman-

pengalaman dalam praktik audit. Asisten junior harus memperoleh

pengalaman profesionalnya dengan supervisi yang memadai dan

review atas pekerjaannya dari atasan yang lebih berpengalaman

(SASeksi210:03).
c) Faktor Pelatihan Teknis
6
63
3

Guna memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor

harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan teknis ini

harus mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum (SA Seksi

210:03). Wawancara yang dilakukan Meierdan Fuglister (1992)

terhadap auditor dan klien, menunjukkan bahwa klien dan auditor

setuju bahwa pelatihan dan supervisi akan meningkatkan kualitas

audit.

Selain itu sesuai dengan SPAP (2011) disebutkan dalam

melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor

harus senantiasa bertindak sebagai ahli dalam bidang akuntansi dan bidang

auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya,

yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik

audit. Dimana standar tersebut menempatkan tanggung jawab pada auditor

untuk memenuhi persyaratan pelatihan serta keahlian melalui pendidikan dan

pengalaman khusus dalam bidang audit. Auditor selain harus memiliki

pendidikan auditing formal, mereka juga harus peduli dengan perkembangan

baru dalam bidang akuntansi, auditing dan bisnis serta harus menerapkan

pernyataan otoritatif baru dibidang akuntansi dan auditing begitu dikeluarkan

(Guy,2002).

2.1.11 Keahlian

Keahlian merupakan suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki

individu yang mungkin tidak dimiliki oleh individu lain, Karena keahlian yang

mereka peroleh ini bisa dari proses pembelajaran, pelatihan, pengalaman bahkan
6
64
4

informasi tambahan dari kegiatan mentoring kepada orang yang lebih pakar

dalam bidang tersebut. Berdasarkan websters Ninth New Collegiate Dictionary

dalam Murtanto dan Gudono (1999) mendefinisikan keahlian merupakan

keterampilan seorang ahli. Ahli didefinisikan oleh Trotter (1986) adalah orang

yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan secara mudah,

cepat, intuisi dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.

Keahlian Auditor merupakan keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai

dengan bidangnya dengan menerapkan standar baku dalam profesi yang

bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi

yang telah ditetapkan (Matondang, 2010). Auditor yang memiliki keahlian

profesional yang meliputi tentang fakta-fakta, prosedur-prosedur, dan

pengalaman memiliki kemampuan untuk dapat mendeteksi kecurangan. Menurut

hasil penelitian Matondang (2010) menyatakan bahwa keahlian profesional

auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendeteksian keurangan

dalam laporan keuangan.

Menurut Lekatompessy (2003) keahlian profesional berkaitan dengan

dua aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap. Aspek struktural

karekteristiknya merupakan bagian dari pembetukan tempat pelatihan,

pembetukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek

sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.

Mui (2009) mendefinisikan kinerja keahlian auditor dalam mendeteksi

kecurangan. Definisi yang dinyatakan oleh Mui tergambar pada elemen yang
6
65
5

dinyatakan oleh Frensch & Sternberg (1989). Definisi keahlian tersebut

mencerminkan :

1. Demonstrasi yang nyata atas kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan, yaitu realisasi kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.
2. Prestasi auditor dalam mengidentifikasi redflags dan membuat

keputusan atau penyesuaian tentang apakah kecurangan sudah

terjadi
3. Wewenang pendeteksian kecurangan

Sedangkan keberhasilan ini mencerminkan kemampuan / keahlian

auditor untuk :

1. Mendeteksi kecurangan
2. Mengidentifikasi kemungkinan ketidakberesan dalam data
3. Menginvestigasi kecurangan
4. Menentukan apa yang diperlukan dalam menginvestigasi kecurangan
5. Menentukan / memutuskan langkah selanjutnya jika kecurangan telah

terjadi.

2.5.1 Komponen Keahlian Auditor

Menurut Mui (2009) terdapat 10 komponen keahlian auditor

yang dikategorikan menjadi 4, diantaranya knowledge, problem-

solving ability, interpersonal skills dan external factor.Yang masing-

masing dari kategori ini dapat dijelaskan lebih rinci sesuai faktor-

faktor yang mendukung ataupun berhubungan dengan kategori

keahlian tersebut
6
66
6

2.5.1.1 Pengetahuan dan pengalaman

Pengetahuan merupakan ilmu atau wawasan yang

dimiliki seorang individu, yang diperoleh dari proses belajar,

latihan, pengalaman, ataupun informasi dari berita. Pengetahuan

seorang
6
67
7

individu merupakan faktor penting untuk mereka dapat

melakukan sesuatu maupun menyelesaikan suatu masalah.

Menurut Bonner dan Lewis (1990) menyatakan bahwa

pengetahuan dalam auditing terdiri dari dua yaitu pengetahuan

umum dan pengetahuan khusus. Pengetahuan umum dapat

dikembangkan melalui pelatihan formal dan berbagai

pengalaman personal. Sedangkan pengetahun khusus merupakan

pengetahuan yang dikembangkan berdasarkan pengalaman

khusus dan pelatihan.

Pengetahuan seorang auditor dapat diperoleh ketika

mereka mendapatkan pelatihan, pengalaman ketika memperoleh

suatu masalah perusahaan yang harus diselesaikan, dan auditor

juga dapat menambah pengetahuannya dari kegiatan mentoring

kepada para senior yang lebih ahli dan yang memiliki

pengalaman yang lebih banyak. Pengetahuan sangatlah penting

bagi seorang auditor dalam memahami, mendeteksi bahkan

menginvestigasi kecurangan perusahaan, karena pengetahuan

auditor dapat mengungkap suatu kejadian, bahkan fakta-fakta

perusahaan, misalnya dapat memahami dengan baik laporan


6
68
8

keuangan perusahaan, mengerti prosedur dalam pengujian

pengendalian, dan mengerti tentang standar undang-undang atau

kode etik auditor yang nantinya dibutuhkan dalam pelaksanaan

audit.

Seorang auditor yang memiliki pengetahuan yang luas

dalam bidang pendeteksian kecurangan bahkan mereka pernah

mengatasi hal
6
69
9

tersebut, maka mereka dapat meyelesaikan permasalahan ini

dengan baik.

Pengalaman juga merupakan hal yang penting bagi auditor

dalam mendeteksi kecurangan. Pengalaman dapat dibedakan

menjadi 2: pengalaman langsung dan pengalaman tidak

langsung. Pengalaman langsung ditentukan dari pengalaman

ketika bekerja dan mentoring. Sedangkan pengalaman tidak

langsung ditentukan dari sertifikasi auditor dan continuous

learning.

Semakin banyak pengalaman yang mereka dapatkan

maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang diperoleh

yang digunakan untuk mengambil keputusan dalam menemukan

solusi kecurangan. Pengalaman seorang auditor juga

berpengaruh dalam pengambilan keputusan yang diambil oleh

auditor. Hal ini didukung oleh pernyataan yang dinyatakan oleh

Libby dan Federick (1990) dalam Ashton (1991) auditor yang

lebih berpengalaman akan memiliki pengetahuan yang jauh lebih

banyak mengenai kecurangan dalam laporan keuangan. Dengan

banyaknya pengalaman auditor, maka akan memberikan

masukan rinci terhadap masalah dan solusi.

Demikian pula menurut Bouwman dan Bradly (1997:93)

dalam Budi susetyo dkk (2005), ketika auditor menjadi lebih

berpengalaman maka auditor menjadi lebih sadar terhadap


7
70
0

kecurangan serta menonjol dalam menganalisis hal yang

berkaitan dengan kecurangan.


7
71
1

2.5.1.2 Problem-solvingability

Kemampuan dalam menyelesaikan masalah dapat di

ukur dengan tiga faktor, yaitu strategi penentuan keputusan,

analisis tugas dan kemampuan berfikir. Hal ini hampir sama

dengan penelitian yang dilakukan oleh Mui (2009), berdasarkan

penelitian Mui, kemampuan menyelesakan masalah didasarkan

pada 3 faktor yaitu kompetensi dalam kemampuan teknis,

kemampuan analisis data dan keputusan analitis. Ketiga faktor

ini membahas tentang seorang auditor yang memiliki

kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan, yaitu auditor

yang memiliki kemampuan untuk menginterprestasikan data /

mengakui hubungan dalam data, kemampuan untuk

mengobservasi, kemampuan berfikir yang sangat baik.

2.5.1.2.1 Strategi Penentuan Keputusan


7
72
2

Strategi penentuan keputusan merupakan

kemampuan auditor dalam menentukan keputusan yang

terbaik demi memberikan solusi bagi masalah yang

dihadapi perusahaan. Sebaiknya seorang auditor dalam

mengambil keputusan berdasarkan pada temuan

pemeriksaan, serta mengambil keputusan secara adil dan

jujur, tanpa adanya tekanan bahkan pengaruh dari pihak

lain. Sebelum pengambilan keputusan dilakukan,

seorang auditor harus mengetahui bahkan memahami

visi dan misi perusahaan, berdasarkan hal tersebut


7
73
3

Auditor dapat berpegang teguh dan menyelesaikan

pekerjaan dengan baik dengan menentukan strategi

dalam menentukan keputusan yang baik dan berguna

bagi perusahaan.

2.5.1.2.2 Kemampuan
Berfikir

Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan

kemampuan dalam mengelola informasi yang ada.

Menurut Eka Putri (2010) dalam hal ini kemampuan

berfikir merupakan kemampuan untuk memilih fakta

yang relevan dan mengabaikan fakta yang tidak relevan.

Kemampuan ini berdampak positif bagi perusahaan,

karena fakta yang relevan bagi perusahaan dapat

digunakan seorang auditor untuk mengungkap suatu

informasi yang berguna bagi berkembangnya

perusahaan.
7
74
4

Seorang auditor yang memiliki kemampuan

berfikir yang cepat, tepat, tanggap serta dapat berfikir

analitis dan logika akan dapat menyelesaikan

permasalahan kecurangan dengan baik.Karena seorang

individu yang memiliki kemampuan berfikir yang baik,

mereka cenderung dapat menyelesaikan permasalahan

dengan menganalisis gejala-gejala yang terjadi bahkan

dapat mengambil keputusan atau menentukan keputusan

yang berguna untuk menyelesaikan masalah perusahaan.


7
75
5

2.5.1.2.3 Analisis Tugas

Selain strategi penentuan keputusan dan

kemampuan berfikir, faktor lain yang mendukung

auditor dalam menyelesaikan masalah yaitu analisis

tugas. Salah satu faktor kemampuan auditor yang

mendukung komponen analisis tugas yaitu ketelitian.

Ketelitian merupakan salah satu kemampuan auditor

ketika mereka mengevaluasi atau mengaudit laporan

keuangan. Ketelitian seorang auditor juga bermanfaat

untuk menemukan jika adanya kecurangan atau

kesalahan-kesalahan yang tidak wajar terjadi dalam

suatu perusahaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

(David J. Emerson & Ling yang,2012) telah dijelaskan

bahwa ketelitian merupakan suatu kepribadian

seseorang untuk mengatur dan mengarahkan perilaku

individu lain. Karakteristik dari ketelitian seorang

individu adalah bertanggung jawab, etis, rajin dan

tekun (Becker, 1998;Digman & Takemoto-Chock,


7
76
6

1981). Pernyataan ini disepakatioleh Wells,2003

yang telahmelakukan serangkaian wawancara dengan

penguji penipuan (auditor) yang berhasil, ia menemukan

bahwa dari karakteristik mereka seperti ketekunan,

kejujuran, tanggungjawab merupakan atribut dari

ketelitian atau kesadaran. Atribut ini mendukung auditor

dalam prosesanalisis dan penentuan keputusan guna

menyelesaikan masalah kecurangan pada perusahaan.


7
77
7

Seorang auditor dalam keahlian analisis tugas ini

tidak hanya mengandalkan ketelitian saja tetapi juga

informasi yang relevan yang digunakan untuk

mendukung analisis yang dilakukan oleh auditor.

2.5.1.3 Kemampuan Interpersonal

Ciri-cri psikologis dapat diartikan sebagai kepribadian

individu. Menurut Lewis Goldberg (1960) pengertian

kepribadian adalah

Manusia dibedakan kepada karakter-karekter


serta kepribadian yang dipunyai oleh setiap individu.
Masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri, sikap, dan
pola berfikir sendiri yang banyak dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan mereka dibesarkan dan bentuk
pendidikan yang diperoleh

Tanpa kepribadian yang baik, seorang auditor tidak akan

memiliki keahlian. Tanpa sifat ketekunan, tanggung jawab dan

ketelitian, maka seorang auditor tidak akan mendapatkan

pengetahuan baru, pengalaman, karena kepribadian yang baik


7
78
8

dalam diri seseoranglah yang nantinya akan membentuk suatu

keterampilan atau keahlian individu tersebut.

Berdasarkan komponen keahlian ini, bagaimana seorang

auditor dalam menghadapi permasalahan seperti kecurangan

dapat dilihat dari 3 faktor:

1. Kemampuan berkomunikasi

Seorang auditor harus memiliki kemampuan

berkomunikasi dengan baik, agar tidak terjadi kesalahpahaman

bagi satu pihak ke


7
79
9

Pihak lainnya. Selain itu auditor harus tetap dapat menjaga

hubungan baik kepada pihak internal maupun eksternal demi

kemajuan dan berkembangnya perusahaan.

2.
Kreativi
tas

Menurut Sawyer, etal (2005), kreativitas auditor dapat

dipupuk melalui:

a. Skeptisme : menolak untuk menerima praktik-praktik

yang berjalan saat ini sebagai cara yang paling baik dan

selalu mencoba untuk meraih sesuatu yang baik

b. Analisis : menganalisis aktivitas dan operasi untuk

menentukan komponen dan dinamika yang terdapat

didalamnya.

c. Penyatuan : mengkombinasikan informasi untuk

mentransformasikan konsep-konsep yang terpisah menjadi

sesuatu yang baru dan lebih baik.


8
80
0

3. Bekerjasama dengan
orang lain

Menurut Mui (2010) bekerja secara tim dalam konteks

deteksi kecurangan adalah audit team brainstorming. Ini

merupakan metodologi yang digunakan oleh AS8001-2008

section 3.6.3.1untuk menilai kecurangan dan risiko korupsi.

Audit team brainstorming juga dapat diterapkan oleh eksternal

auditor. Audit team brainstorming untuk memperoleh penilaian

risiko kecurangan lebih berkualitas dibandingkan dengan

penilaian yang diperoleh oleh auditor individu. Selain tim audit

dapat menghilangkan ide kualitas yang lemah


8
81
1

(Carpenter,2007). Faktor yang mendukung komponen keahlian

ini dinyatakan oleh Shanteau dan Peters (1989) dalam Murtanto

dan Gudono (1999).

2.5.1.4 Faktor eksternal


(Perilakuetis)

Kategori ini mencerminkan keadaan etis atau tidak etis

dalam organisasi, dimana auditor menunjukkan pengaruh kinerja

auditnya terhadap kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan

(Mui,2009). Sebuah keadaan etis dalam organisasi bergantung

pada kepemimpinan yang mendukung perilaku etis dalam suatu

organisasi (Mahadeo,2006). Perilaku etis merupakan atribut yang

berhubungan dengan keadaan etis yang memberikan kontribusi

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Perilaku etis merupakan penilaian terhadap perilaku

profesionalitas seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan

yang berhubungan dengan aspek perilaku (Eka Putri, 2010).

Perilaku etis dipengaruhi oleh masalah yang terjadi dalam

lingkungan organisasi. Husein (2003) meneliti bahwa nilai etis


8
82
2

organisasi berpengaruh terhadap perilaku etis akuntan.Auditor

seringkali dihadapkan pada situasi dilematika yang melibatkan

pilihan-pilihan antara nilai-nilai yang saling bertentangan atau

menyimpang (Budisusetyodkk,2005). Oleh sebab itu dalam

perilaku etis auditor yang telah ditetapkan perlu adanya sikap

kejujuran, adil, loyalitas, kepedulian, serta integritas agar

terhindar dari perilaku atau sikap yang menyimpang yang akan

membawa dampak yang buruk bagi kemajuan atau

berkembangnya perusahaan.

Robinson (1995) dan Tang etal (2003) dalam Wilopo

(2008), menjelaskan indikator dari perilaku menyimpang yang

dilakukan. Perilaku ini terdiri dari perilaku menyalahgunakan

posisi / jabatan, kekuasaan, sumber daya perusahaan serta

perilaku yang tidak berbuat apa-apa. Perilaku auditor merupakan

hal yang paling penting dan memberikan pengaruh yang besar

terhadap pendeteksian kecurangan. Semakin tinggi perilaku etis

auditor maka semakin tinggi pula keberhasilan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.
8
83
3

2.1.2 Penelitian Sebelumnya


8
84
4

Sebagai acuan dari penelitian ini maka dapat dikemukakan beberapa hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai faktor-faktor

yang diduga dapat mempengaruhi tanggungjawab auditor dalam mendeteksi Fraud

dan kekeliruan laporan keuangan diantaranya penelitian yang dilakukan

olehKhairul Fuad (2015)melakukan penelitian mengenai tanggungjawab auditor

dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan laporan keuangan pada kantor BPK dan

BPKP jawa tengah. Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruhIndependensi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap tanggung jawab dalam mendeteksi

fraud, Kompetesi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tanggung jawab

dalam mendeteksi fraud, Prosedur Audit berpengaruh negatif terhadap tanggung

jawab dalam mendeteksi fraud.

Penelitian yang dilakukan oleh Nyoman Andiyani (2014) mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi tanggungjawab auditor dalam mendeteksi kecurangan

dan kekeliruan laporan keuangan pada auditor kantor KAP di Bali menunjukkan

bahwa Skeptisme Profesional Auditor, Indepedensi dan pengalaman berpengaruh

signifikan terhadap tanggung jawab dalam mendeteksi Kecurangan dan

Kekeliruan Laporan Keuangan. Selain itu Widhya Pengestika dkk (2014)

menunjukkan bahwa pendeteksian kecurangan pada kantor BPK Riau bahwa

variabel Keahlian profesional berpengaruh positif terhadap pendeteksi

kecurangan, indepedensi berpengaruh positif terhadap pendeteksi kecurangan,

Tekanan Anggaran berpengaruh negatif terhadap pendeteksi kecurangan.


8
85
5

Secara ringkas penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No Penelitian Variabel UnitAnalis Metode Hasil Penelitian


sebelumny Penelitian is Analisis
a
1 Khairul Independensi, Auditor Regresi Independensi berpengaruh
Fuad (2015) Kompentensi, BPK dan Linier positif dan signifikan
Prosedur Audit, BPKP Jawa Bergand terhadap tanggung jawab
Tangungjawab Tengah a dalam mendeteksi fraud,
dalam Kompetesi berpengaruh
mendeteksi positif dan signifikan
fraud terhadap tanggung jawab
dalam mendeteksi fraud,
Prosedur Audit
Berpengaruh negatif
terhadap tanggung jawab
dalam mendeteksi fraud.
2 Nyoman Skeptisme Auditor Regresi Skeptisme Profesional
Andiyani Profesional KAP di Linier Auditor, Indepedensi dan
dkk (2014) Auditor, Bali Bergand pengalaman berpengaruh
Independensi a signifikan terhadap
dan tanggung jawab dalam
Pengalaman mendeteksi Kecurangan
Auditor dan Kekeliruan Laporan
terhadap Keuangan.
Tangungjawab
dalam
mendeteksi
Kecurangan
dan Kekeliruan
Laporan
Keuangan
3. Widya
Pangestika, Auditor Regresi Keahlian profesional
dkk (2014) Keahlian BPK di Linier berpengaruh positif
Profesional, Riau Bergand terhadap pendeteksi
8
86
6

Indenpedensi, a kecurangan, indepedensi


dan Tekanan berpengaruh positif
Anggaran terhadap pendeteksi
terhadap kecurangan, Tekanan
pendeteksi Anggaran berpengaruh
kecurangan negatif terhadap pendeteksi
kecurangan.

Tabel 2.2
Perbedaan dan Persamaan Penelitian

Lingkup Penelitian Khairul (2015) Nyoman Widhiya Penelitia


Andiyani (2014) Pangestika n ini Sri
dkk (2014) (2016)
Independensi x

Kompetensi X x x x

Prosedur Audit X X x

Tanggungjawab Dalam
Mendeteksi Fraud

Skeptisme Profesionalisme X x x
Auditor

Tanggungjawab Dalam
Mendeteksi Kecurangan dan
Kekeliruan Laporan
Keuangan

Keahlian Profesional X X

Tekanan Anggaran X X X
8
87
7

Metode Penelitian
Sampel

Survey X X X X

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran digunakan untuk mempermudah jalan pemikiran 32

terhadap permasalahan yang dibahas. Adapun kerangka pemikiran dalam

penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Tanggungjawab Auditor

dalam Mendeteksi Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan.

Untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang maksimal, seorang pemerika


harus memiliki kecakapan profesional atau sering disebutkan dengan
profesionalisme. Profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau
kualitas dari seseorang yang professional. Seseorang yang memiliki jiwa
profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja
yang profesional (Suantara, 2014). Auditor dalam menjalankan perannya,
dituntut memiliki tanggung jawab yang semakin besar. Sikap
profesionalisme seorang auditor sangat berperan penting dalam
pemeriksaan laporan keuangan perusahaan. Profesionalisme menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kualitas, mutu dan tindak tanduk
yang merupakan ciri suatu profesi. Kajian mengenai profesionalisme ini
8
88
8

menitikberatkan pada cerminan tingkah laku seseorang dalam hal ini


auditor dalam bertindak dan berperilaku sesuai dengan etika dan bertindak
sesuai dengan pekerjaan (Entuu dkk, 2013). Dengan adanya sikap
profesionalisme seorang auditor internal dalam melaksanakan proses
pemeriksaan maka auditor tersebut akan melaksanakan proses pemeriksaan
dengan baik sehingga dengan dilaksanakannya proses pemeriksaan yang
baik akan menghasilkan laporan audit yang benar benar mampu untuk
diandalkan dan dipercaya oleh pengguna laporan baik itu manajemen
SKPD ataupun masyarakat. Seseorang yang memiliki jiwa
profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja
yang profesional (Suantara, 2014).

2.2.2 Pengaruh Pengalaman terhadap Tanggungjawab Auditor dalam

Mendeteksi Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan.

Pengalaman kerja seorang auditor akan menjadi suatu landasan

seorang auditor dalam bekerja. Dengan adanya pengalaman kerja, seorang

auditor akan menggunakan pengalamannya tersebut untuk menyelesaikan

permasalahan audit yang ditemuinya dalam proses pemeriksaan.

Hafifah Nasution (2012) yang menyatakan bahwa pengalaman audit


mempunyai pengaaruh positif terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan.
Penelitian Noviyani dan Bandi (2002) juga menyatakan bahwa adanya hubungan
positif antara pengalaman audit dan pendeteksian kecurangan.

Libby dan Frederick (1990) dalam Hafifah (2012: 9) menyebutkan auditor yang
berpengalaman tidak hanya memiliki kemampuan untuk menemukan kekeliruan
atau kecurangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang
8
89
9

lebih akurat dibanding auditor yang kurang pengalaman. Pengalaman kerja


seorang auditor menyangkut lamanya bekerja menjadi auditor, banyaknya
penugasan yang telah diselesaikan, dan banyaknya jenis perusahaan yang pernah
ditangani (Suraida, 2005: 119). Semakin lama seseorang menjadi auditor,
semakin banyak penugasan yang ditangani dan semakin banyak jenis perusahaan
yang ditangani maka dapat dikatakan auditor tersebut semakin berpengalaman,
pengalaman tersebut akan meningkatkan kesadaran auditor jika terjadi
kekeliruan. Auditor yang berpengalaman juga akan lebih paham terkait
penyebab kekeliruan yang terjadi, apakah karena murni kesalahan baik
manusia atau alat ataukah kekeliruan karena kesengajaan yang berarti fraud.

2.2. Pengaruh Keahlian Profesional terhadap Tanggungjawab Auditor dalam

Mendeteksi Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan.

Keahlian audit mencakup kemampuan dan pengetahuan auditor mengenai

bidang audit yang didapat melalui pendidikan formal serta ditunjang pengalaman

dari melakukan audit. Bonner (1999) berpendapat bahwa keahlian auditor

ditentukan oleh beberapa karakteristik tertentu seperti pendidikan, pengetahuan,

pengalaman. Seorang auditor yang memiliki keahlian tinggi akan mampu

menghadapi tugas audit dan mengolah informasi yang relevan. Selain itu, keahlian

seorang auditor juga dapat mempengaruhi kemampuan auditor mendeteksi

kecurangan maupun kekeliruan. Menurut Ashton (2002) dalam mendeteksi sebuah

kecurangan maupun kekeliruan, seseorang auditor harus memiliki pengetahuan

yang tinggi untuk mengetahui apa dan mengapa kekeliruan tersebut bisa terjadi.

Keahlian profesional merupakan keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai

dengan bidangnya dengan menerapkan standar baku dalam profesi yang

bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi


9
90
0

yang telah ditetapkan (Matondang, 2010). Komponen keahlian auditor terdiri dari

1) komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu

keahlian, komponen ini meliputi pengetahuan tentang fakta- fakta, prosedur-

prosedur, dan pengalaman. Pengalaman akan memberikan hasil dalam

menghimpun dan meberikan kemajuan bagi pengetahuan. 2) cirri- ciri psikologi,

seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan

orang lain. Kepercayaan, komunikasi dan kemampuan untuk bekerja sama adalah

unsur terpenting bagi keahlian audit (Mayangsari, 2003). Keahlian profesional

yang dimiliki auditor harus dapat membantu auditor dalam melakukan

pemeriksaan agar dapat menemukan adanya indikasi terjadinya kecurangan baik

yang disebabkan oleh adanya kekeliruan maupun kecurangan.

Secara skematis kerangka pemikiran hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen dapatdilihat pada Gambar 2.1.

PROFESIONALISME
Latar TANGGUNGJAWAB
AUDITOR
AUDITOR DALAM
MENDETEKSI
PENGALAMAN AUDITOR FRAUD DAN
KEKELIRUAN
LAPORAN
KEAHLIAN KEUANGAN
PROFESIONAL AUDITOR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis
9
91
1

Berdasarkan Kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya,

hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Profesionalisme Auditor berpengaruh secara simultan terhadap

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi Fraud dan Kekeliruan

Laporan Keuangan.

2. Pengalaman berpengaruh terhadap Tanggungjawab Auditor dalam

mendeteksi Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan.

3. Keahlian Profesional Auditor berpengaruh terhadap Tanggungjawab

Auditor dalam mendeteksi Fraud dan Kekeliruan Laporan Keuangan.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dijelaskan sebelumnya mengenai

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan laporan

keuangan, maka dapat disimpulkan bahwa auditorbertanggungjawab untuk

merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai

tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang

disebabkanoleh kekeliruanataukecurangan. Tanggungjawab auditor terhadap

kecurangan dalam suatu audit laporan keuangan adalah hanya sebatas memberikan

informasi kecurangan saja (bila ada) karena pada dasarnya auditor

bertanggungjawab atas opini yang diberikannya dan sama sekali tidak

bertanggungjawab atas ada atau tidaknya suatu kecurangan ditubuh klien.

Penelitian diatas menunjukkan betapa pentingnya faktor pengalaman

seorangauditordalammenjalankansuatuaudit.Halinisesuaidenganapa yang

dinyatakanoleh Gramling(2010)bahwasuatuaudit akan bertambahnilainyajika

auditor ;berpengalaman untuk memperoleh danmengevaluasi buktidalamhal


9
92
2

kewajaran laporankeuangan, independen manajemen danpihakketigalainnya,

sertamemilikibanyakpengetahuantentangresiko-resikoperusahaandan standar-

standarpelaporankeuangan.

Keahlian profesional auditor diatur oleh Standar Umum yang

berhubungan dengan persyaratan pribadi auditor. Meskipun seseorang ahli

dalam bidang keuangan, bidang pemasaran, atau bahkan bidang auditing,

tidaklah berarti ia memenuhi standar-standar yang tergolong dalam standar

umum. Keahlian merupakan Standar Umum pertama dalam menjalankan

profesinya. Standar Umum yang pertama ini juga mensyaratkan auditor harus

menjalani pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan

prosedur audit (Mulyadi, 2002:25). Sebagai seseorang yang memiliki

pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam

keahlian audit. Shanteau (1987) dalam Ashari (2011) mendefinisikan

keahlian sebagai orang yang memiliki ketrampilan dan kemampuan pada

derajad yang tinggi

BAB III

METODE PENELITIAN
9
93
3

Bab ini menjelaskan desain penelitian yang meliputi serangkaian pilihan

pengambilan keputusan rasional yang berkaitan dengan tujuan penelitian, jenis

penelitian, intervensi peneliti, situasi penelitian, unit analisis dan horizon waktu.

Kemudian, bab ini juga menjelaskan populasi penelitian adalah auditor BPK RI

Perwakilan Aceh. Serta menjelaskan sumber dan teknik pengumpulan data,

operasional variabel,metode analisis dan rancangan pengujian hipotesis.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana dan struktur penelitian yang dibuat

sedemikian rupa sehingga di peroleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Rencana

penelitian merupakan program menyeluruh dari suatu riset yang mencakup garis

besar dari apa yang akan dilakukan seseorang investigator mulai dari penulisan

hipotesis serta implikasi operasionalnya hingga ke analisis akhir data (Cooper dan

Emory, 2003).

Sekaran (2011:152) menyatakan bahwa desain penelitian meliputi

serangkaian pilihan pengambilan keputusan rasional yang berkaitan dengan tujuan

penelitian, letaknya, jenis yang sesuai untuk penelitian, tingkat manipulasi dan

kontrol peneliti, aspek temporal dan level analisis data. Adapun desain dalam

penelitian ini terdiri dari:

a. Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sifat dan

hubungan antar variabel dalam pengujian hipotesis (hypothesis testing).

Penelitian yang termasuk dalam pengujian hipotesis biasanya menjelaskan

sifat hubungan tertentu, atau menemukan perbedaan antar kelompok atau


9
94
4

kebebasan dua atau lebih faktor dalam situasi (Sekaran, 2011:162). Tujuan

studi adalah untuk menguji secara parsial dan simultan pengaruh

Profesionalisme Auditor (X1), Pengalaman Auditor (X2), Keahlian

Profesional Auditor (X3) terhadap Tanggungjawab auditor dalam mendeteksi

fraud dan kekeliruan laporan keuangan (Y) pada BPK RI. Perwakilan Aceh.
b. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat korelasional, karena meneliti lebih dari satu variabel

yang menyebabkan masalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor penting

yang berkaitan dengan masalah (Sekaran, 2011:164). Dari variabel yang

diteliti akan terlihat situasi yang menjelaskan tingkat signifikansi dari

penelitian.

c. Intervensi peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti tidak bermaksud untuk melakukan intervensi

atau manipulasi data untuk mempengaruhi hasil, dan tingkat intervensinya

minimal. Peneliti tidak melakukan intervensi dan manipulasi data apapun

disebut intervensi minimal (Sekaran, 2011:167). Intervensi akan

mempengaruhi terhadap hasil penelitian yaitu adanya pembenaran secara

sepihak.
d. Situasi Penelitian (Studi setting)

Mengingat tujuan penelitian ini menguji hipotesis mengenai pengaruh

Profesionalisme Auditor, Pengalaman dan Keahlian Profesional Auditor

terhadap Tanggungjawab Auditor Dalam Mendeteksi Fraud dan Kekeliruan

Laporan Keuangan, maka dikumpulkan data yang sebenarnya yaitu melalui

studi lapangan pada BPK RI. Perwakilan Aceh.

e. Unit Analisis
9
95
5

Unitanalisis penelitian ini adalah individu (auditor) yang bekerja pada BPK

RI. Perwakilan Aceh

f. Horizon Waktu

Penelitian ini bersifat cross-section studi yaitu data dikumpulkan

sekaligus/satu tahap dari auditor yang bekerja pada BPK RI. Perwakilan Aceh

3.2 Populasi Penelitian

Menurut Sugiono (2010:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek/su bjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Sedangkan Indriantoro dan Supomo(1999:115)Populasi adalah sekelompok

orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik

tertentu.Kuncoro (2009:118) menyatakan populasi adalah kelompok elemen

yang lengkap, yang biasanya berupa ruang, objek, transaksi atau kejadian dimana

kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor BPK RI Perwakilan

Aceh yang berjumlah 47 Orang dengan kriteria telah melakukan audit atau

pemeriksaan sebagai anggota tim. Jenis penelitian ini adalah sensus dimana

seluruh populasi dijadikan sebagai objek penelitian, menurut Erlina dan Mulyani

(2007:53) jika peneliti menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data

penelitian maka disebut sensus. Sensus digunakan jika elemen populasi relatif

sedikit dan bersifat heterogen.

3.3 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data


9
96
6

3.3.1 Sumber Data

Data merupakan bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian yang

diperoleh dilokasi penelitian, Sekaran (2011:65). Sementara itu sumber data

dibagidua yang meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah

sumber data yang langsung memberikandatakepada pengumpul data.Data primer

mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti (Sekaran,

2011:60). Sementara itu data sekunder adalah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui dokumen atau orang

kedua.Data sekunder mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber

yang telah ada,Sekaran (2011:60).Penelitian ini menggunakan data primer.Data

primer mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti

terhadap variabel tujuan untuk tujuan khusus penelitian.

3.3.2 Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Sekaran (2011:82)menyatakan kuesioner adalah daftar pertanyaan

yang telah dirumuskan sebelumnya sebagai tempat jawaban bagi responden.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah tertutup yaitu pertanyaan

yang di rancangberbentuk pilihan yang telah disediakan.Kuesioner tersebut

digunakan untuk menganalisis dan menguji hipotesis baik yang diperoleh secara

langsung dari responden (diberikan secara pribadi), dikirim melalui pos, maupun

secara elektronik (internet).Peneliti menggunakan kuesioner karena memudahkan

untuk mendapatkan data yang lebih efisien dalam hal waktu, energi dan biaya.

3.4 Operasionalisasi Variabel


9
97
7

Variabel adalah sesuatu yang dapat membedakan atau membawa variasi

pada nilai. Nilai bisa berbeda dalam waktu yang sama untuk objek atau orang yan

berbeda (Sekaran, 2011). Ada dua variabel yang akan digunakan dalam

penelitian ini yaitu variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas

(independent variablel). Variabel independen terdiri dari latar belakang

pendidikan (X1),independensi pemeriksa (X2) dan kepatuhan pada kode etik (X3).

Sementara variabel dependen yaitu kinerja auditor (Y). Berikut ini dijelaskan

definisi menurut masing-masing variabel yaitu:

a. Latar belakang pendidikan (X1)merupakan usaha sadar untuk membekali

individu dengan pengalaman dan ketrampilan sehingga individu tersebut

dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya (Dwiyogo, 2008).

Dengan indikatornya pendidikan formal, sertifikasi dan

pelatihan.Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan

skalainterval (likert 5 point).


b. Independensi pemeriksa (X2) dalam penelitian ini independensi dapat juga

diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan

fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri

auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2002).

Dengan indikatornya bebas dari intervensi dan memiliki

kejujuran.Pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan skala interval (likert 5 point).


c. Kepatuhan pada kode etik (X3) adalah seperangkat prinsip moral atau nilai

yang digunakan oleh pejabat pengawas pemerintah sebagai pedoman tingkah

laku dalam melaksanakan tugas pengawasan (AAIPI, 2013)dengan indikator

kepribadian dan tanggung jawab, integritas, objektivitas serta kehati-hatian


9
98
8

dan kerahasiaan.Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan

skala interval (likert 5 point).


d. Kinerja auditor (Y) adalah tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan

yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu

(Trisnaningsih, 2007).Indikatornya audit dan review, evaluasi dan

pemantauan serta kegiatan pengawasan lainnya. Variabel ini diukur dengan

menggunakan skala interval (likert 5 point).

Secara ringkasindikator dan alat ukur yang digunakan untuk masing-

masing variabel tersebut dapat dilihat padaTabel 3.1.

Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
9
99
9
1
10
0
0

Variabel Definisi Indikator Skala


Tanggungjawab TanggungjawabuntukPend a. Interval
pendeteksian eteksian enerapkanmetode (likert 5
kecurangan Kecuranganadalahtanggun audit point)
(responsibilityfor gjawabauditor
fraunddetection) untukmendeteksisuatuperb b.Penggunaanalatb
(Y) uatanyang antu(decision
bertentangandengan aids)
kebenarandan
dilakukandengansengajaya
ngdapatberupa c.
manfaatdokumenyangsalah, ProfessionalJudg
penyembunyian ment
informasiyangseharusnyadiu
ngkapkan,dan d.Skeptisismeprofe
pengelolaandanayangtidakb sional
enarsebagai
suatutundakankriminal,untu e.Penilaianrisikoterj
kmemperoleh adinya
sesuatuyangbukanhakpelak kecurangandala
unya. mperencanaan
audit
(Koroy, 2008).

Tabel. 3.1-Lanjutan

X1 Profesionalisme adalah Hubungan Interval


Profesionalisme dengan (likert 5
seseorang yang mampu
Auditor sesama point)
menguasai ilmu profesi
pengetahuan secara
mendalam, mampu Kemandirian
melakukan kreativitas dan
inovasi atas bidang yang Keyakinan
digelutinya, serta mampu terhadap
berpikir positif dengan profesi

menjunjung tinggi etika dan


integritas profesi (BPKP, Pengabdian
1
10
0
1

2012). pada profesi

Kewajiban
sosial

X2 Pengalaman merupakan Lamanya Interval


Pengalaman bekerja (likert 5
Auditor lamanya waktu dalam sebagai auditor point)
.
bekerja di bidangnya Banyaknya
tugas
Menurut Bouwman dan pemeriksaan
Bradley (1997)

X3 Profesi atau
Keahlian Auditor tugas dengan
Keahlian
Profesional standar baku
merupakan keahlian untuk di bidang
Auditor
profesi.
melaksanakan tugas sesuai
Pembentuka
dengan bidangnya dengan n kode etik.

menerapkan standar baku Profesi


dicerminkan
dalam profesi yang dari dedikasi
dengan
bersangkutan dan menggunakan
pengetahuan.
menjalankan tugas
Memiliki
profesinya dengan hubungan
sesama
mematuhi etika profesi profesi
dengan
yang telah ditetapkan menggunakan
ikatan profesi
(Matondang, 2010). sebgai acuan.
1
10
0
2

Pembentukan
tempat
pelatihan.
1
10
0
3

3.5. Metode Analisis dan Rancangan Pengujian Hipotesis

3.5.1 Metode Analisis

Metode analisis merupakan cara yang digunakan untuk menganalisis hasil

penelitian. Apabila tujuan dari analisis adalah untuk menjelaskan atau

memprediksi variabel terikat berdasarkan dua atau lebih variabel bebas, maka

jenis penelitian ini merupakan analisis multivariat (multivariate analysis)

menggunakan metode ketergantungan (dependence method) dengan memakai

metode analisis regersi linear berganda (multiple regression analysis) jika

penelitian satu variabel terikat dan dua atau lebih variabel bebas dengan data

kuantitatif (Kuncoro, 2009:231)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data penelitian

yaitu kuesioner yang telah diisi oleh responden dikuantitatifkan terlebih dahulu

sehingga menghasilkan keluaran-keluaran berupa angka. Selanjutnya setelah data

diperoleh, langkah berikutnya menganalisa dan menguji hipotesis yang dilakukan

melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science) (Sekaran, 2011).

Kemudian setelah kuesioner terkumpul untuk melakukan analisis data perlu

dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.Kedua pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui apakah alat ukur yang digunakan sesuai dengan yang diukur dan juga

melihat konsistensi data yang dikumpulkan.

a. Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang

digunakan dapat mengukur atau mengungkapkan hal-hal yang

seharusnya diukur atau diungkapkan (Idrus, 2009:124). Untuk menguji


1
10
0
4

validitas dilakukan dengan mengkorelasikan masing-masing variabel,

dilakukan dengan menggunakan pearson product moment correlation

melalui proses SPSS. Apabila dilakukan secara manual nilai korelasi

yang diperoleh masing-masing pernyataan harus dibandingkan dengan

nilai kritis korelasi product moment. Jika nilai korelasi lebih besar dari

nilai kritis, maka pernyataan tersebut adalah memiliki validitas kontrak

atau dalam bahasa statistik terdapat konsistensi internal yang berarti

pernyataan-pernyataan tersebut adalah valid.


b. Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban responden

atas seluruh butir pertanyaan atau pernyataan yang digunakan. Uji ini

dilakukan apabila pernyataan-pernyataan sudah valid. Pengujian

reliabilitas juga dilakukan secara statistik, yaitu dengan menghitung

besarnya nilai Cronbachs Alpha dengan bantuan program SPSS. Adapun

alasan peneliti menggunakan uji Cronbachs Alpha adalah pertama,

karena teknik ini merupakan teknik pengujian keandalan kuesioner yang

paling sering digunakan (Bryman dan Bell, 2007:176). Kedua, dengan

melakukan uji Cronbachs Alpha maka akan terdeteksi indikator-

indikator yang tidak konsisten (Malhotra, 2005). Menurut Arikunto

(2005:168) secara umum suatu instrumen dikatakan reliabel jika

memiliki koefisien cronbachs alpha> 0,6.

Teknik analisis data pada pengujian hipotesis menggunakan analisis

regresi linier berganda yang merupakan teknik statistik yang digunakan untuk

menguji pengaruh antara dua atau lebih variabel dan untuk melihat pengaruh

secara parsial dan simultan. Persamaan model empiris yang digunakan untuk

meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yaitu:


1
10
0
5

Y = + 1X1 + 2X2 + 3X3 + e

Keterangan:

Y = Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan laporan

Keuangan.

X1 = Profesionalisme Auditor

X2 = Pengalaman

X3 = Keahlian Profesional Auditor

1,2,3= Koefisien regresi X1,X2,X3

= Konstanta

e = Error

Setelah dilakukan pengukuran variabel dalam penelitian ini, langkah selanjutnya

adalah melakukan pengujian hipotesis untuk menentukan penerimaan atau

penolakan hipotesis yang diajukan.

3.5.2 Rancangan Pengujian Hipotesis

Penelitian ini merupakan penelitian sensus, sehingga tidak dilakukan

pengujian signifikansi.Sugiono (2008:65) menyatatakan bahwa dalam pengujian

hipotesis penelitian yang tidak menggunakan sampel, tidak ada istilah signifikansi,

karena signifikan artinya hipotesis yang telah terbukti pada sampel dapat

diberlakukan ke populasi.Selanjutnya rancangan pengujian hipotesis dilakukan

dua tahap, yaitu rancangan hipotesis secara bersama dan rancangan pengujian

hipotesis secara terpisah.


1
10
0
6

3.5.2.1 Pengujian Pengaruh Secara Bersama-sama

Untuk menguji pengaruh variabel independen (X1,X2,X3) secara bersama-

sama terhadap variable dependen (Y) atas hipotesis pertama yaitu adanya

pengaruh Profesionalisme Auditor, Pengalaman, dan Keahlian Profesional Auditor

secara bersama-sama terhadap Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud

dan kekeliruan laporan keuangan.

a. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) sebagai

berikut:
H0: 1 = 2 = 3 = 0 : Profesionalisme Auditor, Pengalaman, dan

Keahlian Profesional Auditor secara bersama-sama tidak berpengaruh

terhadap kinerja auditor.


1 Ha1: paling sedikit ada satu i (i = 1,2,3) 0 : Profesionalisme

Auditor, Pengalaman, dan Keahlian Profesional Auditor secara

bersama-sama berpengaruh terhadap Tanggungjawab Auditor dalam

mendeteksi fraud dan kekeliruan laporan keuangan.


b. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis sebagai berikut:
2 Jika 1 = 2 = 3 = 0 : H0 diterima.
3 Jika paling sedikit ada satu i (i = 1,2,3) 0 : H0 ditolak.

3.5.2.2 Pengujian PengaruhSecara Terpisah


Selanjutnya rancangan pengujianhipotesis secara terpisah untuk hipotesis

kedua dilakukan dengancara sebagai berikut:


a. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) sebagai

berikut:
4 H02 : 1 = 0 : Profesionalisme Auditor tidak berpengaruh terhadap

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan

laporan keuangan.
1
10
0
7

5 Ha2: 1 0 : Profesionalisme Auditor berpengaruh terhadap

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan

laporan keuangan
6 H03 : 2 = 0 : Profesionalisme Auditortidak berpengaruh terhadap

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan

laporan keuangan
7 Ha3 : 2 0 : Pengalaman berpengaruh terhadap Tanggungjawab

Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan laporan keuangan


8 H04: 3 = 0 : Pengalaman tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor.
9 Ha4 : 3 0 : Keahlian Profesional Auditor berpengaruh terhadap

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan

laporan keuangan.
10 H04: 3 = 0 : Keahlian Profesional Auditor tidakberpengaruh terhadap

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi fraud dan kekeliruan

laporan keuangan.
11 Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis sebagai

berikut:
12 Jika 1, 2, 3= 0 : H0 diterima
13 Jika 1, 2, 3 0 : H0 ditolak

3.5.3 Uji Koefisien Determinasi (R2 )


Untuk menguji peranan variabel independen (X1,X2,X3) secara simultan

terhadap variabel dependen (Y) digunakan analisis koefesien determinasi (R 2).

Koofisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2009:87). Dalam

regresi, R2 ini dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati

nilai data asli yang dibuat model. Jika R 2 sama dengan 1, maka angka tersebut

menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna. Secara sederhana

(R2) merupakan koefesien korelasi yang dikuadratkan. Oleh karena itu,


1
10
0
8

penggunaan koefesien determinasi dalam korelasi tidak harus diinterpretasikan

sebagai besarnya pengaruh variabel X terhadap Y mengingat bahwa korelasi tidak

sama dengan kausalitas.

Bab ini menyimpulkan bahwa penelitian dilakukan pada BPK RI

Perwakilan Aceh dengan populasi penelitian adalah auditor pada kantor BPK RI

Perwakilan Aceh sebanyak 47 orang. Adapun sumber data yang digunakan adalah

data primer.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel

bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variable).Variabel

independen terdiri dari Profesionalisme Auditor (X1), Pengalaman (X2) dan

Keahlian Proffesional Auditor (X3).Sementara variabel terikat yaitu

Tanggungjawab Auditor dalam mendeteksi Fraud dan kekeliruan laporan

keuangan (Y).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data penelitian

yaitu kuesioner yang telah diisi oleh responden dikuantitatifkan terlebih dahulu

sehingga menghasilkan keluaran-keluaran berupa angka. Selanjutnya setelah data

diperoleh, langkah berikutnya menganalisa dan menguji hipotesis yang dilakukan

melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science) (Sekaran, 2011).

Kemudian setelah kuesioner terkumpul untuk melakukan analisis data perlu

dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.

Teknik analisis data pada pengujian hipotesis menggunakan analisis linear

berganda yang merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji


1
10
0
9

pengaruh antara dua atau lebih variabel dan untuk melihat secara parsial dan

simultan.Penelitian ini merupakan penelitian sensus, sehingga tidak dilakukan

pengujian signifikansi.Selanjutnya rancangan pengujian hipotesis secara bersama-

sama dan rancangan pengujian hipotesis secara terpisah.Yang terakhir uji

Koofisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

DAFTAR PUSTAKA

Arens, A. Alvin, Randal J.E dan Mark S.B., (2008). Auditing and Assurance
Services An Integrated Approach. Edisi Keduabelas. Jakarta: Erlangga.

Ariani. (2009). Pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi, Tingkat Pendidikan dan


Pengalaman Kerja Inspektorat Provinsi Bali. Skripsi. Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana.

Arikunto. (2005). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT.


Bima Aksara.

Ardana, I komang., Mujiati, Ni Wayan., I Wayan Mudiartha., (2012). Manajemen


Sumber Daya Manusia, Yogyakarta Graha Ilmu

Ayura, Dies Pra. (2013). Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pendidikan


Berkelanjutan, Komitmen Organisasi dan Pengalaman Kerja Terhadap
Kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Jurnal Akuntansi.
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, (2013), BPK dan Inspektorat:


Mencari Solusi Melalui Diskusi. Siaran Pers BPK RI

Batubara, Rizal Iskandar, (2008). Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan,


Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, Dan Independensi
Pemeriksa Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris Pada
Bawasko Medan). Tesis. Sumatera Utara: Ilmu Akuntansi, Pasca Sarjana,
Universitas Sumatera Utara.

Bryman, Alan dan Emma Bell. (2007). Business Research Methods.Second


Edition.Oxford University Press.

Chooper, Donald R dan William C. Emory. (2003). Metode Penelitian Bisnis.


Jakarta: Erlangga.
1
11
1
0

Erlina dan Mulyani, Sri, (2007). Metode Penelitian Untuk Akuntansi dan
Manajemen, hal.53, USU press, Medan.

Farhan, Djuni (2009). Etika dan Akuntabilitas Profesi Akuntan Publik, Malang:
Inti Media

Firdaus. (2005). Auditing. Pendekatan Pemahaman Secara Konprehensif. Graha


Ilmu. Yogyakarta.

Halim, Abdul. (2008). Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan). Jilid


1.Edisi Keempat.Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Hasbullah, (2014). Pengaruh Keahlian Audit, Kompleksitas Tugas, dan Etika


Profesi Terhadap Kualitas Audit. Jurnal. Universitas Pendidikan Ganesha,
No. 1 (2),1-11.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2012. Standar Profesional Akuntan Publik.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif


dan Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Ghozali, Imam, (2009), Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.


Edisi 4. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang .

Ikhsan, Arfan dan Ghozali, Imam (2006). Metodelogi Penelitian Untuk Akuntansi
dan MAnajemen. PT. Madju MAKASSAR Cipta.Makassar.

Indrianto, Nur dan Supomo, Bambang. (1999). Metodelogi Penelitian Bisnis:


Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.

Kasim, Yusri., Darwanis., Syukri Abdullah. (2013). Pengaruh Akuntabilitas,


Kompetensi, Dan Kompleksitas Tugas Terhadap Kinerja Auditor (Studi
PadaAuditor Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) RI Perwakilan Aceh).
Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, No. 2 (2), 103-
116.

Kuncoro, Mudrajat. (2009). Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi
Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Kurnia, Winda.,Khomsiyah., Sofie. (2014), Pengaruh Kompetensi, Independensi,


Tekanan Waktu, Dan Etika Auditor Terhadap Kualitas Audit.
Jurnal.Universitas Trisakti, No. 2 (1), 49-67.

Mahmudi (2013). Manajemen Kinerja Sector Public, UPP STIM YKPN.


Yogyakarta.
1
11
1
1

Malhotra, K., N., (2005). Riset Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mangkuprawira, Sjafri. (2009). Bisnis Manajemen dan Sumber Daya Manusia,


Bogor: IPB Press

Mulyadi, (2002). Auditing. Edisi Keenam. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Prasetyo, Eko Budi dan I Made Karya Utama, (2015). Pengaruh Independensi,
Etika Profesi, Pengalaman Kerja dan Tingkat Pendidikan Auditor Pada
Kualitas Audit. Jurnal.Universitas Udayana, No.11(1), 115-129.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan


Pembangunan, (2005). JFA Diklat Sertifikasi Tingkat Pembentukan Auditor
Ahli. Edisi Keempat, Jakarta.

Putra, I Gede Bandar Wira,. Ariyanto, Dodik. (2012). Pengaruh Independensi,


Profesionalisme, Struktur Audit, Role Stress Terhadap Kinerja Auditor BPK
RI Perwakilan Provinsi Bali. Jurnal. Universitas Udayana, 1-18.

Putri, Kompiang Martina Dinata dan I.G.D Dharma Suputra, (2013). Pengaruh
Independensi, Profesionalisme dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor
pada Kantor Akuntan Publik di Bali. Jurnal. Universitas Udayana no. 4 (1),
39-53.

Rahayu, Siti Kurnia dan Elly Suhayati, (2013).Konsep Dasar Pemeriksaan


Akuntansi Pulik, Jakarta, Graha Ilmu.

Sastrohadiwiryo, Susanto, (2005).Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta,


Sinargrafika Offset.

Sekaran, Uma, (2006). Research Methods for Business, Terjemahan Yon Kwan,
Jakarta: PT. Salemba Empat.

Sekaran,Uma, (2011). Research Methods for Business, Edisi 4 buku 1, Terjemahan


Yon, Kwan, Salemba Empat: Jakarta.

Siaran Pers, Badan Pemeriksaan Keuangan Perwakilan Provinsi Aceh. (2014).


Banda Aceh.

Sukriah, Ika. Akram dan Biana Adha Inapty. (2009). Pengaruh Pengalaman Kerja,
Independensi, Obyektifitas, Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas
Hasil Pemeriksaan. Makalah. SNA XII Palembang.

Sugiyono, (2009). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung:CV.


Alfabeta.
1
11
1
2

Widya Pangestika, Taufeni Taufik, Alfiati Silfi, (2014). Pengaruh keahlian


profesional, independensi, dan tekanan anggaran waktu terhadap
pendekteksian kecurangan. Jurnal Fekom Vol. No. 2.

.KUISIONER

TANGGUNGJAWAB PROFESIONAL AUDITOR DALAM MENDETEKSI FRAUD DAN


KEKELIRUAN LAPORAN KEUANGAN

No Nilai
Pernyataaan
STS TS KS S SS

1. Laporan hasil audit dapat dipertanggung


jawabkan oleh auditor, untuk
meningkatkan kualitas audit.

2. Laporan audit sesuai dengan aturan SAK


yang telah ditentukan.

3. Auditor memiliki rasa tanggungjawab bila


hasil pemeriksaannya masih memerlukan
perbaikan dan penyempurnaan.

4. Jika suatu laporan hasil audit ada


kesalahan, auditor mampu
mempertanggungjawabkan atas laporan yang
diaudit.

5. Auditor tidak mengelak atau


menyalahkan orang lain yang dapat
mengakibatkan kerugian orang lain.

6. Auditor Memotivasi diri dengan menunjukan


antuisme yang konsisiten untuk selalu bekerja.

7. Auditor bersikap dan bertingkah laku sesuai


dengan norma yang berlaku.

PROFESIONALISME AUDITOR

No Pernyataaan Nilai

STS TS KS S SS
1
11
1
3

Pengabdian pada profesi

1 Dalam melaksanakan audit sebagai auditor yang


profesional anda memegang teguh profesi anda.

2 Dalam melaksanakan audit sebagai auditor yang


profesional hasil pekerjaan yang telah anda
selesaikan merupakan suatu kepuasan batin.

Kewajiban Sosial

3 Anda meyakini profesi auditor merupakan


pekerjaan yang penting bagi masyarakat.

4 Dalam laporan keuangan yang anda audit anda


berani menciptakan tranparansi.

Kemandirian

5 Dalam melaksanakan audit dalam laporan


keuangan suatu perusahaan anda memberikan
pendapat yang benar dan jujur

6 Dalam melaksanakan audit anda memberikan


hasil audit atas laporan keuangan sesuai fakta
dilapangan.

Keyakinan Profesi

7 Dalam pemeriksaan atas laporan keuangan untuk


menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan
keuangan han ya dapat dilakukan oleh auditor
eksternal.

8 Dalam ikatan eksternal auditor harus mempunyai


cara dan kekuatan untuk pelaksaan standar untuk
eksternal auditor.

Hubungan sesama profesi

9 Dalam hubungan sesama profesi anda


berpartisipasi dalam pertemuan para eksternal
auditor.

10 Dalam hubungan sesama profesi anda mendukung


adanya organisasi ikatan eksternal auditor.

PEN GALAMAN
1
11
1
4

Lamanya bekerja sebagai auditor

1 Saya sudah melakukan audit lebih dari 2 tahun


sehingga audit yang saya lakukan lebih baik

2 Semakin lama menjadi auditor,


semakin mengerti bagaimana
menghadapi entitas atau obyek pemeriksaan
dalam memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan.

3 Semakin lama bekerja sebagai


auditor, semakin dapat mengetahui informasi
yang relevan untuk mengambil pertimbangan
dalam membuat keputusan.

4 Semakin lama bekerja sebagai auditor,


semakin dapat mendeteksi
kesalahan yang dilakukan obyek
pemeriksaan.

5 Semakin lama menjadi auditor,


semakin mudah mencari penyebab munculnya
kesalahan serta dapat memberikan rekomendasi
untuk menghilangkan atau memperkecil
penyebab tersebut.

6 Banyaknya tugas pemeriksaan membutuhkan


ketelitian dan kecermatan dalam
menyelesaikannya.

Banyaknya tugas pemeriksaan

7 Kekeliruan dalam pengumpulan dan


pemilihan bukti serta informasi dapat
menghambat proses penyelesaian pekerjaan.

8 Banyaknya tugas yang dihadapi


memberikan kesempatan untuk belajar dari
kegagalan dan keberhasilan yang pernah
dialami.

9 Banyaknya tugas yang diterima


dapat memacu auditor untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan cepat dan tanpa terjadi
1
11
1
5

penumpukan tugas.

10 Jika saya pernah mengaudit klien perusahaan


besar, maka saya dapat melakukan audit lebih
baik.
11 Auditor eksternal dalam pelaksanaan kegiatan
audit selalu mempertimbangkan berbagai
tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan
audit meliputi : jumlah dan tingkat pengalaman
staf auditor, pertimbangan pengetahuan,
kecakapan dan disiplin ilmu.
KEAHLIAN PROFESIONAL AUDITOR

1 Keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan


bidangnya.

2 Profesi atau tugas dengan menetapkan standar


baku di bidangnya profesinya.

3 Saya mematuhi etika yang telah ditetapkan.

4 Profesi dicerminkan dari dedikasi dengan


menggunakan pengetahuan dan kecakapan.

5 Mempunyai pandangan tentang pentingnya


kewajiban sosial.

6 Profesional mampu membuat keputusan sendiri


tanpa tekanan dari pihak lain.

7 Seorang profesional harus yakin terhadap profesi


yang dijalankan.

8 Memiliki hubungan sesama profesi dengan


menggunakan ikatan profesi sebagai acuan.

Anda mungkin juga menyukai