Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi seorang anak. Gangguan

pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor

eksternal. Gangguan pola tidur pada anak dapat mempengaruhi perilaku dan

emosi anak, menyebabkan mengantuk pada siang hari, dapat mengurangi

perhatian anak pada sekolah, mudah lelah, mengurangi aktivitas fisik, anak

menjadi iritabel, dapat mengurangi daya ingat anak, kadang anak juga menjadi

rewel bahkan menyebabkan tempertantrum, hal tersebut selain mengganggu anak

juga menyebabkan masalah bagi orang tuanya.

Berdasarkan kenyataannya dimasyarakat seringkali gangguan pola tidur pada

anak tidak terdeteksi oleh orang tua dan tidak ditangani dengan benar. Keluhan

yang biasanya disampaikan oleh orang tua antara lain adalah kebiasaan tidur yang

tidak teratur, kurangnya atau berlebihannya waktu tidur, terbangun pada malam

hari dan mengantuk pada siang hari.

Angka tingkat prevalensi berkisar antara 25% sampai 40% dan itu merupakan

angka yang per sisten. Di Indonesia, tingkat prevalensi gangguan tidur pada anak

usia di bawah tiga tahun sebesar 44,2%. Penelitian lain menyebutkan bahwa 30%

dari anak-anak di bawah 4 tahun mengalami gangguan tidur yang berupa sering

terbangun pada malam hari. Di Beijing, China didapatkan prevalensi gangguan

tidur pada anak usia 6-12 tahun sebesar 23,5% (Dini, 2013).

1
2

Berdasarkan studi pengambilan data awal pada bulan Oktober 2018 di Desa

Paopale Laok Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang dengan hasil wawancara

ditemukan banyak siswa yang mengalami gangguan pola tidur terbukti dari 10

anak yang diberikan kuisioner terdapat 7 (70%) mengalami gangguan pola tidur

dan 3 (30%) anak tidak mengalami gangguan pola tidur.

Gangguan pola tidur pada anak bisa merupakan gangguan tidur primer atau

sebagai konsekuensi sekunder dari gangguan medis atau kejiwaan yang mendasari

dan bisa berakibat pada fungsi sosial, akademik dan neurobehavioral. Selain itu

juga bisa berdampak anak akan menjadi kurang nafsu makan dan lupa waktu.

Tidur merupakan suatu proses yang sangat penting bagi manusia itu sendiri,

karena dalam tidur terjadi proses pemulihan. Dalam proses ini bermanfaat untuk

mengembalikan kondisi tubuh dimana tubuh yang tadinya mengalami kelelahan

akan menjadi segar kembali (Guyton, 2014).

Proses pemulihan yang terhambat dapat menyebabkan organ tubuh tidak bisa

bekerja dengan maksimal, akibatnya orang yang kurang tidur akan cepat

mengalami kelelahan dan penurunan konsentrasi terhadap akademiknya menjadi

lebih emosional. Kondisi tidur dapat memasuki suatu keadaan istirahat periodik

dan pada saat itu kesadaran terhadap alam akan terhenti sehingga tubuh dapat

beristirahat. Otak memiliki sejumlah fungsi, struktur dan pusat-pusat tidur yang

akan mengatur siklus tidur dan terjaga. Tubuh pada saat yang sama menghasilkan

substansi yang ketika dilepaskan ke dalam aliran darah akan membuat mengantuk.

Jika orang dewasa perlu tidur sekitar 6–8 jam per hari, pada bayi dibutuhkan 16–

20 jam tidur. Sementara pada balita diperlukan sekitar 12–13 jam tidur per hari

dan sekitar 10 jam tidur pada anak-anak di atas lima tahun (Sinergi, 2011).
3

Solusi yang dapat diterapkan dalam mengatasi gangguan pola tidur anak dalam

bentuk teknik non farmakologi meliputi terapi bercerit dan program edukasi sleep

hygiene (food, emotions, routine, restrict, environment and timing) yang mungkin

akan efektif untuk meningkatkan kualitas tidur pada anak. Namun dalam

penelitianl ini, hanya difokuskan dalam terapi Sleep Hygiene dimana membina

kebiasaan atau ritual yang konsisten yang mencakup aktivitas waktu tenang

sebelum tidur sebagai pendekatan awal untuk mengatasi kesulitan tidur dan secara

umum dapat digambarkan sebagai promosi perilaku untuk meningkatkan kuantitas

dan kualitas tidur yang diperoleh seorang individu setiap malam (Potter & perry,

2009).

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti membatasi masalah pada efektivitas

senam yoga terhadap penurunan kada gula darah pada lansia penderita diabetes

militus tipe II di Posyandu Lansia Rekso Werdho Karangrejo Sawah 3 Kelurahan

Wonokromo Surabaya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalag “Adakah efektivitas senam yoga terhadap penurunan kadar gula darah pada

lansia penderita diabetes militus tipe II di Posyandu Lansia Rekso Werdho

Karangrejo Sawah 3 Kelurahan Wonokromo Surabaya ?”.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum.

Untuk mengetahui efektivitas senam yoga terhadap penurunan kadar gula

darah pada lansia penderita diabetes militus tipe II di Posyandu Lansia Rekso
4

Werdho Karangrejo Sawah 3 Kelurahan Wonokromo Surabaya.

2. Tujuan Khusus.

a. Mengidentifikasi kadar gula darah sebelum melakukan senam yoga pada

kelompok kontrol dan kelompok intervensi di Posyandu Lansia Rekso Werdho

Karangrejo Sawah 3 Kelurahan Wonokromo Surabaya.

b. Mengidentifikasi kadar gula darah setelah melakukan senam yoga pada

kelompok kontrol dan kelompok intervensi di Posyandu Lansia Rekso Werdho

Karangrejo Sawah 3 Kelurahan Wonokromo Surabaya.

c. Menganalisa perbedaan kadar gula darah sebelum dan setelah melakukan

senam yoga dan mengukur kadar gula darah pada kelompok kontrol dan

kelompok intervensi di Posyandu Lansia Rekso Werdho Karangrejo Sawah 3

Kelurahan Wonokromo Surabaya.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya :

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan

kemampuan penelitian dalam melihat suatu fenomena atau masalah yang

terjadi di masyarakat saat ini dan dapat mengaplikasikan terapi non

farmakologis untuk penderita diabetes militus tipe II maupun dalam kehidupan

penelitian sendiri.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi serta pengetahuan

kepada seluruh mahasiswa keperatwan, dalam memberikan asuhan

keperawatan mengenai pasien diabetes militus tipe II. Serta memberikan


5

tambahan untuk bahan pengajaran khususnya mata kuliah keperawatan medikal

bedah.

3. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh penderita diabetes militus tipe II sebagai

salah satu contoh intervensi mandiri. Dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan

yang dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes militus tipe II

dengan melakukan senam. Dalam terapi senam ini dapat memberikan dukungan

serta motivasi kepada klien agar dapat mempertahankan kadar gula darah dalam

kondisi normal.

Anda mungkin juga menyukai