Anda di halaman 1dari 1

Bawaslu seharusnya tidak perlu bingung mengeluarkan kebijakan terhadap OSO dengan

mengacu putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang ketum parpol rangkap jabatan anggota
DPD. tirto.id - Publik menanti putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dengan kasus
Oesman Sapta Odang (OSO) yang diputuskan pada Rabu (9/1/2019) besok. Peneliti
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan,
Bawaslu seharusnya tidak perlu bingung mengeluarkan putusan Ketua Umum Partai Hanura
itu. Menurut dia, acuannya sudah jelas yakni Mahkamah Konstitusi nomor 30/PUU-XVI/2018
yang melarang ketua umum partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD. "Kalau
penyelenggara pemilu konsisten dengan putusan MK itu, tentu tidak akan lama seperti ini," ujar
Fadli dalam diskusi Koalisi Masyarakat Selamatkan Pemilu di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat,
Selasa (8/1/2019). Fadli menilai perkara OSO ini membuang energi. Prosedur pencalonan
anggota DPD sudah disepakati dan OSO yang sudah diberikan kesempatan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) untuk mundur sebagai pengurus parpol agar dapat ditetapkan menjadi
calon anggota DPD. Tapi hingga masa validasi surat suara DPD tetap memilih tidak mundur
sebagai pengurus partai politik. "Sekarang Bawaslu diuji dan sejauh mana pelaksanaan ini
sesuai dengan konstitusi. Kita menunggu keputusan Bawaslu besok," katanya. Baca juga:
Polemik Pencalonan OSO, ICW Dukung Bawaslu Ikuti Putusan MK Sengketa administarif yang
diajukan OSO ini bermula dari surat bernomor 1492 yang dikirimkan KPU kepada OSO pada 8
Desember 2018. Dalam surat tersebut, KPU memberikan waktu hingga Jumat (21/12/2018)
kepada OSO untuk mundur dari jabatannya sebagai pengurus Hanura jika ingin namanya
masuk ke dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. Surat KPU dianggap OSO bertentangan
dengan putusan MA bernomor 65/P/U/2018 tanggal 25 Oktober 2018 yang menyatakan
putusan MK baru berlaku pada Pemilu 2024. Putusan MA itu diperkuat putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-Jakarta tanggal 14
November 2018. Menurut Fadli putusan Mahkamah Agung dan PTUN yang menguntungkan
OSO itu bertentangan sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. "Dalam pertimbangan
putusan MA dan PTUN tidak ingin mengatakan putusan MK keliru, tapi secara substansi keluar
dari yang seharusnya dipertimbangkan MK," tuturnya.

Baca selengkapnya di artikel "Perludem Nilai Kasus Oesman Sapta jadi Ujian Integritas
Bawaslu", https://tirto.id/ddLD

Anda mungkin juga menyukai