Anda di halaman 1dari 13

MOMEN DIPOL POLARITAS

DI

S
U
S
U
N

OLEH :

Heriady simanjuntak
BIOLOGI
19870020
Ikatan molekul anorganik
Ikatan polar molekul anorganik adalah ikatan yang
umumnya disebabkan oleh adanya perbedaan
keelektronegatifan pada molekul anorganik. Ikatan
polar dapat terjadi pada senyawa yang memiliki
ikatan ion (ikatan yang terjadi akibat adanya serah
terima pasangan elektron) ataupun ikatan kovalen
(ikatan yang terjadi akibat adanya pemakaian
bersama pasangan elektron). Selain
keelektronegatifan, terdapat beberapa faktor lain
yang menyebabkan suatu molekul bersifat polar
seperti momen dipol, momen ikatan, momen
pasangan elektron bebas, kation, anion, serta
konfigurasi elektron. Faktor-faktor tersebut
merupakan faktor yang disebabkan karena
keberadaan molekul itu sendiri. Selain itu, ternyata
keberadaan molekul tetangga dapat menyebabkan
timbulnya sifat polar. Hal ini dijelaskan melalui gaya
antarmolekul yang
sehingga atom yang elektropositif tersebut akan
menghasilkan muatan parsial positif (δ+).
Sedangkan atom yang lebih elektronegatif akan
menghasilkan muatan parsial negatif (δ- ). Muatan
parsial ini akan menyebabkan timbulnya momen
ikatan yang mempunyai arah dari muatan parsial
positif ke muatan parsial negatif. Momen ikatan ini
dapat terjadi karena perbedaan keelektronegatifan
di antara dua atom yang berikatan. Sebagai contoh,
momen ikatan yang terjadi pada molekul HCl.
Pengaruh momen dipol dalam kepolaran molekul
anorganik .
Momen dipol (µ) merupakan jumlah vektor dari
momen ikatan dan momen pasangan elektron
bebas dalam suatu molekul.[2] Molekul dikatakan
bersifat polar jika memiliki µ > 0 atau µ ≠ 0 dan
dikatakan bersifat nonpolar jika memiliki µ = 0 .

Molekul yang memiliki atom yang sama seperti Cl2,


Br2, I2, dan H2 bersifat nonpolar karena molekul
tersebut tidak memiliki momen ikatan maupun
maupun momen pasangan elektron bebas (PEB)
sehingga momen dipolnya bernilai 0. Tidak hanya
molekul dengan atom-atom yang sama, pada
molekul yang memiliki atom-atom yang berbeda
pun dapat bersifat nonpolar. Misalnya pada molekul
PCl5,CO2,SF6, dan COCl2. Pada molekul CO2,
muatan parsial positif terdapat pada atom karbon
sedangkan muatan parsial negatif terdapat pada
atom oksigen, sehingga momen ikatan pada CO2
memiliki arah dari atom C yang bermuatan parsial
positif ke atom O yang bermuatan parsial negatif.
Momen ikatan pada molekul ini akan saling
meniadakan, akibatnya momen dipolnya bernilai
nol. Sehingga molekul ini dapat dikatakan sebagai
molekul nonpolar.

Molekul H2O bersifat polar karena memiliki momen


dipol yang bernilai 1,84 D. Nilai momen dipol ini
didapatkan berdasarkan jumlah vektor dari momen
ikatan H-O dan momen PEB. Atom O lebih
elektronegatif daripada atom H sehingga arah
momen ikatan O-H akan mengarah ke atom O.
Sedangkan untuk arah momen pasangan elektron
bebas mengarah dari atom O menuju ke pasangan
elektron bebas. Momen ikatan dan momen H20
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pengaruh arah momen elektron ikatan dan
momen pasangan elektron bebas terhadap
kepolaran molekul anorganik.
Momen pasangan elektron bebas dan momen
ikatan yang searah akan memiliki tingkat kepolaran
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berlawanan arah . Contohnya, NH3 dan PCl3 sama-
sama bersifat polar, namun tingkat kepolarannya
berbeda. Pada molekul NH3, momen ikatan N-H
dan momen pasangan elektron bebas memiliki arah
yang searah, sedangkan pada molekul PCl3 memiliki
momen ikatan dan momen pasangan elektron
bebas yang berlawanan arah, sehingga kepolaran
NH3
lebih tinggi daripada PCl3.

Kepolaran senyawa ion


Pada umumnya, senyawa yang terbentuk akibat
penggabungan antara logam dengan nonlogam
memiliki sifat senyawa ionik. Akan tetapi, tidak
semua senyawa dari penggabungan ini bersifat
ionik. Senyawa ini dapat lebih mengarah ke sifat
kovalen ketika elektron terluar dari anion ditarik
kuat oleh kation, sehingga rapatan anion akan
mengalami distorsi/penyimpangan terhadap kation.
[3]. Distorsi ini dapat dilihat dari rapatan elektron
yang mulanya digambarkan seperti bola akan
menjadi lonjong (elektron terluar dari anion ditarik
kuat oleh kation). Akibat dari distorsi ini maka
senyawa yang mulanya bersifat ionik akan berubah
menjadi kovalen dan akan terjadi polarisasi.
Semakin besar sifat polarisasinya maka semakin
besar pula derajat ikatan kovalensinya. Menurut
Kasimir Fajans, ahli kimia, terdapat beberapa aturan
perihal polarisasi tersebut, antara lain:

Suatu kation akan lebih mudah mengalami


polarisasi ketika ukuran kation tersebut kecil
dengan muatan positif yang besar.
Mn2O7 memiliki muatan positif lebih besar
dibandingkan dengan muatan positif pada MnO
sehingga Mn2O7 lebih bersifat kovalen polar
daripada bersifat ionik.
Suatu anion akan lebih mudah mengalami
polarisasi ketika ukuran dan muatan negatif yang
dimiliki anion tersebut besar.
AlI3 memiliki muatan negatif yang sama namun
dengan ukuran anion yang lebih besar jika
dibandingkan dengan AlF3 sehingga AlI3 lebih
mengarah untuk membentuk ikatan kovalen yang
polar dibandingkan dengan AlF3 yang tidak bersifat
polar.
Kation yang tidak memiliki
konfigurasi gas mulia lebih mudah
mengalami polarisasi.
Kation K+ pada senyawa KCl
memiliki konfigurasi gas mulia yaitu [Ar] sedangkan
kation Ag+ pada AgCl tidak memiliki konfigurasi gas
mulia yaitu [Kr]4d10, sehingga kation Ag+ lebih
mudah mengalami polarisasi daripada kation K+.
Molekul nonpolar dengan molekul nonpolar.
Suatu molekul monoatomik yang bersifat nonpolar
akan menghasilkan muatan positif dan muatan
negatif yang berimpit akibat pergerakan distribusi
rata-rata inti atom dan elektron di sekitar inti.
Rapatan elekton dari molekul tersebut berupa bola
yang simetri.

Keadaan elektron yang selalu bergerak


menyebabkan polarisasi rapatan elektron dan
penyimpangan dari simetri bola. Sehingga pusat
muatan positif dan muatan negatif
memisah(berbentuk lonjong) dan molekul tersebut
dikatakan memiliki dipol sesaat (temporary dipole)

Jika di dekat molekul yang memiliki dipol sesaat


terdapat molekul nonpolar, molekul yang memilki
dipol sesaat akan menginduksi (dipol induksi)
molekul nonpolar tersebut. Akibat adanya dipol
sesaat dan dipol induksian tersebut maka akan
terbentuk gaya elektrostatik atau yang disebut gaya
London di antara kedua molekul tersebut.
Kemampuan polarisasi atau polarizabilities molekul
dinyatakan dengan simbol α. Pada molekul-molekul
dengan bentuk yang sama, bertambahnya massa
molekul akan menyebabkan bertambahnya jumlah
elektron. Hal ini menyebabkan pengaruh inti atom
terhadap awan elektron yang semakin lemah,
sehingga akan mudah dipolarisasi dan gaya London
yang terjadi pun akan semakin kuat. Gaya London
yang semakin kuat menyebabkan proses peleburan
dan pendidihan molekul-molekul yang terlibat
dalam gaya tersebut memerlukan energi yang besar
untuk memperbesar jarak antarmolekul nonpolar.
Selain itu, akibat dari gaya London juga

menyebabkan molekul nonpolar dapat larut dalam


pelarut non polar. Misalnya, senyawa BI3 yang
mempunyai kemampuan polarisasi yang tinggi akan
larut dalam senyawa CCl4 yang juga mempunyai
kemampuan polarisasi yang tinggi.

Daftar Pustaka

 Effendy. (2008). Teori VSEPR, Kepolaran, dan


Gaya Antarmolekul. Malang: Bayumedia
Publishing. ISBN 979-3323-06-4.
 House, J. E. (2008). Inorganic Chemistry. USA:
Academic Press. ISBN 978-0-12-356786-4.
 House, J. E dan Kathleen A. House (2010).
Descriptive Inorganic Chemistry Second Edition.
Oxford: Elsevie Inc. ISBN 978-0-12-088755-2
 J.Gillespie, R dan Paul L.A.Popelier. (2001).
Chemical Bonding and Molecular Geometry.

Anda mungkin juga menyukai