Anda di halaman 1dari 9

Organ dalam Proses Penelanan

Penelanan yang terjadi di dalam rongga mulut secara volunteer, organ


yang berperan meliputi bibir, pipi, gigi, dan lidah yang perannya ialah sebagai
pembentuk bolus, lalu bolus didorong oleh lidah ke dalam palatum dan masuk ke
faring. Fase volunteer akan berakhir ketika bolus telah menyentuh entrance faring.
Bolus yang mencapai lokasi tersebut akan menstimulasi saraf glossopharyngeal
(CN IX) untuk kemudian merangsang pusat menelan di medulla sehingga medulla
segera bereaksi dengan mengirim impuls ke otot-otot yang ada di faring,
esophagus, dan lambung. Di faring dan esophagus, penelanan terjadi secara
involunter.

1. Bibir

Bibir tersusun dari jaringan ikat dan otot rangka (orbicularis oris).
Otot pada bibir terletak sirkumferensial di kedua bibir (atas dan bawah)
yang perannya sebagai spinchter dari mulut.
2. Pipi
Pipi disusun oleh otot buccinator
3. Lidah

Pada lidah terdapat resptor pengecap yaitu papilla (sirkumvalata,


filiformis, dan fungiformis). Pergerakan dari lidah diatur oleh otot intrinsic
dan ekstrinsik. Otot intrinsik terdiri dari longitudinalis superior muscle,
longitudinalis inferior muscle, transversus linguae muscle, verticalis
linguae muscle. Otot ekstrinsik terdiri dari hyoglossus muscle,
genioglossus muscle, styloglossus muscle, palatoglossus muscle. Semua
otot tersebut diatur oleh saraf hypoglossus (CN XII). Pada saat penelanan,
peran lidah yakni memilih bolus yang akan ditelan dan mendorongnya ke
dalam faring.
4. Gigi
Pada proses penelanan, makanan dikunyah/dilunakkan terlebih
dahulu di dalam mulut sehingga menjadi halus yang kita sebut kemudian
dengan bolus. Dalam penghalusan ini tentu tidak terlepas dari peran gigi.
Gigi memotong, mengoyak, dan menguyah makanan sehingga mudah
dalam proses penelanan.
5. Kelenjar saliva
Kelenjar saliva diklasifikan ke dalam dua kelompok yaitu
berdasarkan ukuran dan sekresi. Berdasarkan ukurannya ada kelenjar
saliva minor (liangualis, palatinal, bukal, dan labial) dan saliva mayor
(parotis, submandibular, dan sublingual). Berdasarkan sekresinya ada
serous sekresi (karakteristiknya cair dan licin, banyak mengandung protein
non enzimatik dan enzimatik polisakarida), mucous sekresi
(karakteristiknya kental dan padat, banyak mengandung polisakarida dan
protein non enzimatik), dan mixed secretion. Kelenjar saliva
mensekresikan saliva di dalam rongga mulut, saliva berperan untuk
melumasi atau membasahi
makanan menjadi bolus
sehingga mudah ditelan.

6. Palatum
Palatum terdiri dari palatum durum dan palatum mole. Pada
palatum mole terdapat otot yaitu tensor muscle, levator veli palatine
muscle, dan palatoglossus muscle. Pada palatum durum terdapat tulang
palatum dan selaput lendir. Pada proses penelanan, fungsi palatum mole
ialah palatum mole akan tertarik ke atas agar menutupi nares posterior dan
juga untuk mencegah terjadinya refluks makanan ke rongga hidung.
7. Faring
Bagian atas kerongkongan disebut dengan faring atau juga dikenal
dengan istilah tekak. Fungsi faring ada dua yaitu sebagai air passage
ketika bernapas dan sebagai food passage ketika penelanan makanan. Dari
rongga mulut, makanan akan masuk ke kerongkongan melewati faring.
Pergerakan dari faring dibantu otot sirkular dan otot longitudinal. Otot
sirkular terdiri dari faringis superior muscle konstriktor, faringis media
muscle konstriktor, dan faringis inferior muscle konstriktor. Otot
longitudinal ialah stylofaringeus muscle.
8. Laring
Laring tersusun dari tiga otot kartilago besar yang tidak
berpasangan (tiroid, krikoid, dan epiglottis) dan tiga otot kartilago kecil
yang berpasangan (arytenoid, kornikulata, dan kuneiform). Pergerakan
dari laring dibantu oleh otot eksterna laring yaitu cricotiroid muscle dan
otot interna laring yaitu tireoepigloticcus muscle dan arytenoideus muscle.
Pada awal masuk laring terdapat katup epiglottis yang ketika proses
penelanan akan tertutup agar bolus tidak masuk ke trakea. Apabila masuk
ke trakea akan menyebabkan seseorang menjadi tersedak.
9. Esophagus
Esophagus merupakan organ yang berbentuk tabung muscular
dengan panjang sekitar 25 cm. Esophagus ini merupakan jalan bagi
makanan yang telah dikunyah menjadi bolus di mulut untuk kemudian
menuju ke lambung. Otot kerongkongan yang berkontraksi (dikenal
dengan gerak peristaltic) akan mendorong bolus.
Gerakan peristaltic ada dua tipe yaitu peristaltic primer dan
peristaltic sekunder. Peristaltik primer merupakan gelombang peristaltic
yang dimulai dari faring, lalu menyebar sampai ke esophagus selama fase
faryngeal. Duarsinya sekitar 8-10 detik, tetapi bisa menjadi lebih cepat
yaitu 5-8 detik apabila makanan/bolus ditelan secara tegak karena ada
bantuan efek gravitasi.
Gerakan peristaltic tipe yang kedua ialah terjadi setelah gerakan
peristaltic primer gagal mendorong makanan dari esophagus ke lambung.
Saraf intrinsic dalam system saraf mienterikus esophagus serta sebagian
refleks dihantar melalui saraf aferen vagus ke medulla lalu kembali lagi ke
esophagus oleh saraf eferen vagus.
Pada bagian superiornya terdapat esophageal spinchter yang
berfungsi agar makanan yang sudah tertelan tidak kembali lagi ke mulut
dan bagian
inferiornya
berbatasan
dengan cardiac spichter
agar bolus yang
sudah mencapai ke
lambung tidak kembali
lagi (terkecuali
kondisi asam lambung
yang begitu tinggi).

Beberapa persarafan pada proses penelanan, yaitu :


1. CN VII untuk mengatur pergerakan dari bibir dan otot buccinator
2. CN XII untuk mengatur pergerakan otot-otot lidah
3. CN V untuk mengatur pergerakan dari otot mylohyoid yang merupakan
dasar mulut dan juga otot palatal
4. CN IX dan CN X untuk mengatur otot-otot faring dan esophagus

Klasifikasi Maloklusi Kelas III Angle

Gigi M1 rahang atas letaknya lebih ke distal dari gigi M1 rahang bawah
atau puncak bonjol mesiobukal gigi M1 rahang atas letaknya lebih ke posterior
dari buccal groove gigi M1 rahang bawah. Ciri khas dari maloklusi kelas III angle
yaitu gigi insisif rahang atas lebih ke lingual daripada gigi insisif rahang bawah.

Dewey membagi maloklusi kelas III angle ini menjadi 3 tipe yang ditandai
dengan adanya mesial step :

1. Tipe 1
Gigitan anterior edge to edge. Di rahang bawah, adanya edge to edge
disebabkan karena ada gigi-gigi yang berjejal dan inklinasi rahang bawah
condong ke lingual
2. Tipe 2
Hubungan gigi insisif rahang atas dengan rahang bawah tampak normal,
tetapi hubungan gigi insisif rahang bawah lebih condong ke lingual
dibandingkan dengan tipe 1 dan juga disertai dengan gigi insisif dan canin
rahang bawahnya berjejal
3. Tipe 3
Kalau tipe 3 itu kondisinya, mandibulanya nampak besar, bentuk profil
mukanya cekung, dagu agak menonjol ke depan dan terlihat adanya cross
bite anterior/gigi bersilang pada gigi anterior

Jadi, dapat disimpulkan bahwa, ciri spesifik dari maloklusi kelas III angle
ini, tanda utamanya dilihat dari :

1. Hubungan gigi molarnya kelas III


2. Hubungan gigi caninnya kelas III
3. Gigitan depan bersilang/cross bite anterior.

Klasifikasi Insisif

Klasifikasi insisif/British Standard Classification of Incisors Relationship


didasarkan pada hubungan gigi anterior rahang atas dan rahang bawah, dilihat
hubungannya dengan profil jaringan lunak dari pasien. Caranya yaitu dengan
melihat langsung hubungan antara insisif rahang atas dan rahang bawah atau
dengan melihat hasil foto radiografi sefalometri.

Klasifikasi ini dipakai tanpa mempertimbangkan relasi gigi molar pada


beberapa kasus, tetapi cukup rentan terjadinya kesalahan antar pengamat

1. Kelas I
Tepi insisif rahang bawah beroklusi atau berada di tepat bawah cingulum
insisiv sentral rahang atas.
2. Kelas II
Tepi insisif rahang bawah letaknya lebih ke posterior dari tonjolan
cingulum insisif rahang atas.
 Divisi 1, insisif sentral rahang atas proklinasi atau punya inklinasi
di atas rata-rata. Ada overjet yang besar.
 Divisi 2, insisif sentral rahang atas retroklinasi. Biasanya overjet
minimal, tetapi tidak menutup kemungkinan overjet bisa
bertambah.
3. Kelas III
Tepi insisif rahang bawah letaknya justru lebih ke anterior terhadap
tonjolan cingulum insisif rahang atas. Jadi overjet nya berkurang atau
bahkan terbalik.

Klasifikasi Simon

Klasifikasi simon ini, lengkung gigi berkaitan dengan 3 bidang yaitu


bidang sagittal, orbital, dan Frankfort. Hal ini dikarenakan menurut Simon,
maloklusi itu merupakan permasalahan yang dilihat secara 3 dimensi jadi haurs
berorientasi pada ketiga arah yang berbeda.

1. Frankfort Horizontal Plane atau Eye-Ear-Plane (EEP)


Bidang ini membantu untuk mendeteksi apabila ada deviasi dalam bidang
vertical. Apabila lengkung gigi lebih dekat ke bidang akan disebut dengan
atraksi, jauh dari bidang disebut dengan abstraksi.
2. Bidang Median Plane (R-M-P) atau Mid Sagital Plane
Bidang ini membantu untuk mendeteksi apabila ada deviasi dalam bidang
transversal. Apabila lengkung gigi lebih dekat ke bidang akan disebut
dengan kontraksi, jauh dari bidang disebut dengan distraksi.
3. Bidang Orbital atau Orbital Plane (O-P)
Bidang ini membantu untuk mendeteksi apabila ada deviasi dalam bidang
sagital. Apabila lengkung gigi lebih dekat ke bidang akan disebut dengan
protraksi, jauh dari bidang disebut dengan retraksi.

Anda mungkin juga menyukai